Senin, 22 April 2013

Mengunjungi Malang/Mengulang Kenang (Day 1)



04.00. Jum’at. 12 April 2013. Terminal Arjosari, Malang

            Gerimis rintis menyambut kami begitu sampai di Terminal Arjosari, Malang. Hawa dingin khas Malang langsung menghampiri kulitku. Saya langsung menyalangkan mata ke sekitar terminal yang aku tinggalkan sekitar dua tahun yang lalu. Mengira-ngira perubahan bilakah ada, memutar lagi rekaman lama dan mencipta rekaman baru. Ini kali pertama saya mengunjungi Malang lagi, dan ada getar-getar hati yang tak bisa kupungkiri. Bahwa saya memang mencintai kota ini. Dengan bis Zena yang berangkat jam 20.00 semalam dari Terminal Giwangan, Jogyakarta, saya kembali mengunjungi kota apel nan sejuk ini. Saya sengaja mengambil opsi transportasi yang persis sama saat dulu saya terbiasa bolak balik ke Malang untuk pelatihan bahasa Inggris. Saya pun mengulang ritual yang sama, menaiki bis Zena, dan tiba di Terminal Arjosari menjelang subuh. Semuanya hampir sama. Terminalnya yang masih “buluk”, berantakan dan banyak calo-calo premannya. Tapi aroma sejuk kota ini juga masih sama. Ingin saya hirup udaranya dalam-dalam hingga memasuki tubuh saya bersama kenang lama. Suara adzan subuh dari masjib terminal pun sepertinya masih seperti dulu, dan membawa saya dan sahabat saya melangkahkah kaki ke arah masjid. Badan terasa sedikit penat, tapi mungkin raga saja sudah terbiasa dengan perjalanan, ia menikmatinya.
Kami tiba di masjid yang terletak  di bagian belakang terminal, dan masjid pastilah tempat yang nyaman dan aman untuk menunggu terang, begitu pikirku. Setelah sholat subuh, kami menunggu terang sambil leyeh-leyeh di masjid. Eh leyeh-leyeh itu maksudnya saya tidur hehe, sementara sahabat saya duduk bersandar ke tembok sambil mendengarkan lantunan ayat-ayatNya lewat headset sambil menjagai barang-barang kami. Namun ada insiden yang cukup tidak menyenangkan terjadi, yakni saat sahabat saya ternyata ketiduran sambil duduk, dan seseorang mengambil tas selempangnya yang berisi dompet, kartu atm dll. Untung saja, sahabat saya langsung sadar beberapa saat setelah kecurian dan mengejar orang tersebut. Beruntunglah tas itu beserta isinya berhasil kembali ke tangannya dengan selamat. Ah memang, dimanapun kita harus berhati-hati walaupun itu di dalam masjid. Apalagi bila di area terminal antar kota begini. Alhamdulillah, tas teman saya masih aman.
Hari sudah mulai terang, kami memutuskan untuk mencari kopi dan sarapan di kedai-kedai terminal, sambil memikirkan mau kemana setelah ini. Ah ah mau kemana? ehehe selamat datang pada duniaku, dunia serba tak terduga hihi. Gila aja ya, jauh-jauh ke Malang terus nggak tau mau kemana. Sebenarnya niat utama kedatanganku ke Malang kali ini untuk menghadiri resepsi kakaknya sahabat saya. Sahabat saya dan keluarganya sudah saya anggap seperti saudara, jadi pengen sekali hadir pada acara istimewa tersebut. Apalagi sahabat saya itu, Nuning, sengaja pulang dari Wageningen, Belanda di sela-sela studi masternya dengan diam-diam tanpa bilang dulu pada keluarga. Ceritanya dia mau bikin kejutan dengan tiba-tiba muncul di depan pintu rumahnya. Aish, kejutan memang selalu menyenangkan, termasuk saya pun senang dengan terlibat memesankan tiketnya dari Jakarta-Malang lalu Malang-Jakarta. Jadi, misi saya ke Malang memang untuk ketemu lagi dengan Nuning, sahabat saya itu, setelah lama tak bertemu sekalian mengulang kenang mengunjungi Malang. Rindu saya pada kota ini sudah menggila rasanya.
Sebenarnya tadinya saya dan Nuning ingin sekali bereunian di Eropa, karena saya kini tengah melanjutkan studi di University of Glasgow, UK sementara dia mengambil master di Wageningen University, Belanda. Tapi waktunya belum sempat, dan akhirnya kami bereunian dulu di Malang. Semoga terlaksana untuk reunian di benua biru itu suatu saat.
Tadinya saya akan berangkat sendirian, jadi memang saya tidak terlalu mempersiapkan rencana, kecuali sudah booking penginapan di Enny’s Guest House jauh hari. Niat saya hanya keliling-keliling sendirian lalu ketemu sahabat saya hari jumatnya, lalu sabtu ke acara resepsi, lalu ada janji dengan Mba Nurhay, dosen pelatihan saat saya pelatihan dulu lalu pulang kembali ke Jogya.
Tapi saya dan rencana memang selalu saling mengejutkan, karena perubahan adalah kata yang terlalu akbab bagi saya. Siang sebelum malamnya saya berangkat, sahabat saya, Mba rahmi tiba-tiba ingin juga ikut jalan-jalan. Mba rahmi itu sahabat saya saat menempuh master di Tropical Medicine UGM dulu, dan kini satu lab lagi di Mikro UGM. Hidup memang penuh kejutan kan? Maka saya pun memesankan tiket bis segera dan malamnya berangkat bersamanya. Dan karena ada partner jalan, sepertinya sayang bila cuma muter-muter nggak jelas di Malang. Maka saat Zena melintasi Pasuruan dengan kerlip bintang gemintang di luar jendela, saya bbm beberapa teman untuk mensuggest tempat wisata di Malang yang asik untuk dikunjungi. Rizka, teman saya menyarankan saya ke Selecta. Setelah sebelumnya dia terus menerus menggodai saya untuk pergi ke Bromo.
Ayo mba, sekalian ke Bromo, nanggung udah deket lho” godanya. Aih, saya sebenarnya sudah lama ingin sekali ke Bromo, dan dia sangat tahu itu, maka tak henti dia menggodaiku. Huhu, Bromo, salah satu wishlist wisata saya, tapi belum juga kesampaian. Rute ke sana sepertinya harus dipersiapkan dengan matang karena agak uniknya jalan. Jadi saya tidak terlalu berani nekad untuk ke sana tanpa persiapan. Bromo, tunggu saya untuk menjejakkan kaki suatu saat nanti!
Rizka, itu mahasiswi kedokteran unsoed dan saya dosen unsoed tapi hubungan kami tak pernah seperti dosen dan mahasiswi. Selain saya memang tidak  pernah mengajarnya, kami memang dipertemukan karena kesamaan interest akan eropa, buku, wisata dan filsafat. Beberapa kali kami nongkrong di cafe es krim, atau cafe coklat sambil ngobrol. Baiklah, saya akhirnya memutuskan untuk ke Selecta sesuai rekomendasinya sambil menunggu waktu check-in hotel tiba.
Masalahnya, bagaimana caranya menuju Selecta? #jreng.
Sambil menikmati secangkir kopi pertama pagi itu, saya bertanya pada si mba penjual kopi itu tapi dia menggelengkan kepala tidak tahu. Lalu sambil menunggu pesanan bakso Malang untuk sarapan, saya ke toilet dan nanya-nanya jalur ke Selecta pada si penjaganya.
            “Muter-muter mba kalau pakai kendaraan umum, nyewa mobil saja. “ terangnya. Sambil serta merta memanggil si bapak-bapak setengah baya dengan kaus hitam yang menawarkan jasa anter jemput.
            “ Anter aja atau anter jemput mba? Gampang nyewa mobil mba. Kalau seharian 300an lah. Kalau cuma anter 100 ribu. Jauh soalnya mba,” kata si bapak itu.
Weih, mahal juga. Kalau rombongan mungkin masih ok untuk sewa mobil, tapi kalau cuma berdua sepertinya kemahalan. Setelah berbasa basi dengan si bapak penyewa mobil saya kembali ke kedai untuk menikmati bakso Malang menu sarapan saya. Tapi otak saya masih berpikir, nanya ke siapa yang kira-kira menyebutkan informasi yang membantu.
Nah ada ibu-ibu yang keliatan baik (ahaha sok bisa baca muka orang) yang mau sarapan juga di kedai yang sama. Lalu dengan berbasa basi (aih, saya kebanyakan basa basi), saya nanya cara menuju ke Selecta pada si ibu itu. Eh, ternyata beneran si ibu itu baik.
            “ dari sini ke Terminal Landungsari dulu mba, trus dari situ naik angkot oranye ke arah Mbatu (Batu-red), nah ntar tanya-tanya di terminal angkot yang menuju Selecta,” Jawab si ibu itu.
Ah ah, sepertinya dengan keterangan itu maka Selecta bakal bisa dijangkau. Itung-itung jalan-jalan beneran pakai angkot.
08.30. Angkot A-L menuju Terminal Landungsari.
Cus, kita berangkat menuju angkot-angkot kecil mencari plat A-L (Arjosari-Landungsari). Eits dulu saya kalau mau ke kos saya dulu di Jalan jember no 5 juga naik angkot plat ini. Hiyaaa dan angkot AL membawa saya melintasi rute yang sama, jalan-jalan yang sama, dan kenangan kembali berhamburan. Termasuk saat saya lihat Jalan Jember dan kos saya dari jauh, jalan saya biasa jalan kaki menuju kampus pagi-pagi, Matos (Malang Town Square) tempat saya nge-mall dan makan bersama teman-teman, sementara tempat saya pelatihan dulu sudah pindah ke gedung yang baru. Saya benar-benar menikmati perjalanan menuju Terminal Landungsari walaupun saya belum mandi ahaha. Dengan ongkos Rp. 3500/per orang kami tiba di terminal Landungsari.
Nah dari terminal Landungsari, kami naik angkot berwarna oranye yang ke arah batu. Udara mulai terasa lebih sejuk, semilir anginnya bikin betah dan nuansa hijau-hijaunya sungguh memanjakan mata. Angkot kota Malang ini memang tidak terlalu nyaman, karena kecil, tempat duduknya sempit dan berdempet-dempetan. Hampir sama dengan angkot kota Purwokerto. Tapi memang itulah satu-satunya pilihan transportasi yang ada, kecuali kamu bawa mobil sendiri, naik taksi atau sewa mobil. Selain itu, memang harus sabar sedikit karena kadang lama, berhenti dulu menunggu penumpang penuh. Yaaah, nggak apa-apalah, itung-itung beneran jalan-jalan keliling pakai angkot ehehe,
Nah dengan ongkos Rp 3000/orang kami tiba di terminal batu. Nah, di terminal batu, kamu tinggal memilih jurusan mana sudah ada labelnya masing-masing. Hampir semua wisata kota Malang terkonsentrasi di daerah batu, jadi ada banyak sekali pilihan yang bisa kamu coba.
Nah, kami kemudian menaiki angkot berwarna ungu menuju Selecta. Saya sendiri belum pernah ke Selecta, dulu saat di Malang jarang juga jalan-jalan, lebih sering berwisata kuliner bersama teman-teman. Semakin menanjak, udaranya makin sejuk, hijaunya menentramkan. Saya melihat beberapa penginapan asri di sana, aih sepertinya sangat menyenangkan bila bisa menginap. Saya memang maniak dengan suasana asri, hijau, udara sejuk di dataran tinggi seperti di Batu, di Dieng-Wonosobo, Tawangmangu, ataupun Baturaden-Purwokerto. Betaaaaah pokoknya.
            “ Coba ya, nginep di sini, pagi-pagi di balkon, menghirupi udara segar, sambil minum secangkir kopi atau teh manis hangat. Atau nulis-nulis sambil memandangi perbukitan yang menghijau. Ditemani kamu,” kata hati saya bisik-bisik. Aih, abaikan ahaha.
Nah sampailah kami di Selecta akhirnya. Dengan ongkos Rp 3000/orang saja. Aih kalau dihitung-hitung murah ya, dibandingkan dengan sewa mobil yang 100 rebu tadi itu hihi *ngirit. Sesampainya di gerbang kami membeli tiket seharga Rp. 15.000/orang sambil menitipkan tas-tas kami. Hehe maklumlah kami langsung dari terminal ke sini jadi barang bawaannya cukup berat. Si bapak penjaga yang ramah itupun menyilahkan untuk menitipkan tas kami.
Dan kalian tahu apa yang saya lakukan begitu sampai? Mandi! Ahaha
            “ Ya ampun, jauh-jauh kemari cuma numpang mandi,” ledek Mba rahmi.
Aih, saya cuma ketawa-tawa saja. Badan lengket nggak enak, dan pula ingin ganti baju untuk siap-siap foto-fotoan di Selecta *haish tetep. Hawanya yang sejuk, airnya yang sedingin es sungguh sukses menyejukkan badan sekaligus hati saya. Dan kami bersiap keliling Selecta. Yipieee..
Ah, memang indah tempat ini. Cocok untuk refreshing ala saya. Asal aja ijo-ijo, asri, udara sejuk, dijamin saya susah pulang hehe. Dan selecta menawarkan itu semua. Lihat fotonya cantik bukan?





Kami puas berpose, foto-foto dan melihat-lihat sekeliling dengan bebas karena tidak terlalu banyak pengunjung. Nah, salah satu yang saya hindari saat pergi jalan-jalan justru pada saat hari libur. Saya sering merasa nggak nyaman kalau di tempat wisata terlalu banyak orang dan ramai. Jadi kali ini, pas sekali waktunya, hari jumat dijamin jarang yang ke tempat wisata.
Saya akui penataan dan pengelolaan tempat ini cukup yahud. Ada banyak pilihan wisata, ada taman bunga, ada bungalow lapang pandang yang bisa untuk bersantai, ada restoran atau tempat makan, tempat permainan anak-anak ataupun wisata air. Saya harus bilang tempat ini sungguh reccomended untuk dikunjungi.
Tempatnya masih banyak yang alami, seperti foto saya di depan air mancur kecil ini. Salah satu hobi saya adalah foto-foto dengan latar yang tak biasa dilihat orang. Artinya, orang bisa saja datang ke tempat yang sama, tapi foto saya mengambil lokasi dengan sudut yang tidak biasa *somboooong haha. Nah, untung saja saya jalan bersama Mba Rahmi yang dengan murah hati menjepret jepret saya, yaaah terpuaskanlah hasrat foto-foto saya ehehe.

Sayangnya kalau sudah begitu, saya jadi males belajar fotografi. Karena ternyata masih menikmati jadi objek jepretan daripada subjeknya. Saya dulu beli kamera rasa seriusan niatnya untuk belajar fotografi, karena saya suka travelling. Tapi sampai sekarang belum juga serius belajar mengutak atik kamera Nikon D 5100 saya itu, karena masih menikmati jadi modelnya LOL.
Nah, tibalah kami di taman bunga yang mirip taman bunganya Keukenhof, Belanda *kayaknya sih, soalnya belum sempet kesana ahaha. Begitu mau foto-foto mengambil latar belakang bunga-bunga warna itu, tiba-tiba hujan rinai-rinai turun perlahan. Saya dan hujan rinai rinai memang jodoh. Kami akhirnya berteduh di kursi-kursi sambil memandangi hamparan kebun bunga dan hujan rinai-rinai. Aih, momen yang magis.
Saya paling menyukai hujan rinai-rinai, bulirannya lembut hampir tak terlihat, seperti terbang-terbang menuju hatimu. Suara hujannya nya rintis lirih, tapi gemanya begitu terasa di dada. Udara sejuk, hujan rinai-rinai,dan hamparan bunga. What a perfect combination!
Ternyata hujan rinai-rinai itu betah lama-lama menciumi bunga-bunga itu, sementara perut mulai protes kelaparan, maka kami beranjak menuju tempat makan yang tak jauh dari kebun bunga. Tapi sebelum makan siang, secangkir kopi pastilah pas untuk memadukan suasana. Hummm sebuah jalan-jalan yang begitu menyenangkan, kecuali resahku karena kau menghilang #eh.
Setelah minum kopi, pesanan kami selanjutnya adalah makan siang. Nasi, ayam bakarnya sungguh maknyuusss. Apalagi sambelnya bikin makan lahap hap hap.
Usai makan siang, hujan mulai reda..maka kami menyusuri kebun bunga sehabis hujan dan foto-foto di sana. Sayangnya indahnya pandangan mata ternyata tak bisa tertangkap indahnya sempurna dalam kamera. Jadi kalian harus ke sini sendiri untuk menikmati indahnya.
Termasuk bila ingin berpose jadi sok putri bunga seperti ini  hihi :


Oh ya, di sini juga ada flying fox bila kalian mau berwisata adrenalin. Sayang saat itu, tidak buka jadi kami tak bisa mencoba. Kami melanjutkan jalan-jalan sebelum pulang dengan terus mengarahkan lensa. Seperti pada pemandangan maha indah seperti ini :



Memandangi lukisan alam maha sempurna dari ketinggian, ah cantiknya tiada tara. Rasanya rehat jiwa, sejuklah raga karenanya. Saya selalu terpikat dengan lanskap seperti ini, favorit banget untuk saya.
Setelah puas, saya dan sahabat saya pulang menuju hotel tempat saya menginap. Dan yes! Hotelnya reccomended juga, saya akan cerita di catatan saya selanjutnya. Hari itu ditutup dengan istirahat sebentar dan sholat di guest house. Kemudian selepas maghrib kami menuju Matos dengan becak! Yeiiih mbecak melewati jalan-jalan yang dulu saya lewati membuat hati saya dilanda badai kecil-kecil (ahaha mana ada badai kecil-kecil). Tiba di Matos, saya mencari kado buat Dik Dian (kakaknya Nuning), lalu makan di food courtnya. Dengan menu yang selalu sama saat saya makan di food court Matos dulu. Kwetiew goreng pedas, menunya sama seperti dulu, rasanya juga masih seenak dulu, walau saya kini adalah saya yang berbeda saat menginjakkan kaki lagi di kota ini. Saya mengulang kenang, dan mencipta terus sejarah dalam kekinian. Hidup bagi saya adalah kekayaan masa lalu, keberkahan hari ini dan harapan masa depan. Malamnya, dengan suara lamat-lamat Mikha Angelo yang menyanyikan “What makes you beautiful” di X Factor Indonesia, saya terlelap. Sambil berharap kamu terbawa serta ke dalamnya.

Catatan -Antara Banjarnegara-Kebumen dan Jogyakarta-


Previous Post
Next Post

5 komentar:

  1. ..
    selecta emang di bangun oleh belanda, maklum kalau mirip Keukenhof..
    ..
    ngakak lihat foto putri bunga..
    hahaha..
    ..

    BalasHapus
  2. @ ata-chan : ehehe tapi tetep pengen ke Keukenhof asliiii..biar bisa pose putri bunga versi none none Belandeee :D

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus