Sabtu, 25 Juli 2009

Merindunya



”Jangan pernah engkau berpetualang, bila hendak mencari akhir darinya. Ia akan menggodamu ke ceruk-ceruk yang lebih menantang”

Ehehe ini bukan kata bijak siapa-siapa, itu kata-kataku. Entah mengapa aku suka membuat beberapa penggal kalimat dan menuliskan namaku di bawahnya. Mungkin karena aku suka membaca kata-kata bijak dari berbagai tokoh maupun orang terkenal baik yang berabad-abad lalu maupun yang masih hidup kini. Aku selalu takjub dengan beberapa penggalan kalimat yang telah banyak menginspirasi banyak orang. Dan barisan kalimatku di atas ingin bicara tentang petualangan, kawan.
Bila engkau ingin hidup yang mudah, jangan memilih untuk berpetualang dan menantang mara bahaya. Tapi bila engkau ingin merasakan daya hidup dalam hembusan nafasmu, mulailah petualanganmu untuk merasakan hidup dalam kekinian.

Aku memang belum tahu banyak tentang petualangan, aku hanya pemula yang begitu tergila-gila dengan petualangan. Ia menawarkanku beribu pema
knaan hidup yang terletak pada pencarian, pertanyaan dan jawaban. Dan kini aku merindunya. Merindu saat merasakan tapak kakiku serasa tak menginjak bumi, walau getar kegugupan yang dirasakan jantungku serasa akan meledak. Aku baru tahu manusia bisa merasakan saat-saat seperti itu. Dan sekali lagi, kini aku merindunya.
Orang bilang saat manusia dilibat rutinitas, pekerjaan dan tanggu
ng jawab maka urat hidupnya akan mati. Entahlah, adakalanya hal itu terasa benar. Tapi manusia membutuhkannya karena semua tanpa hal itu, pesona yang mengerjap menawarkan kebebasan hanya akan terasa seperti rayuan sang kasmaran pada awal perpaduan, pesona sesaat yang takut tersibak kepalsuannya. Ah, bicara apa aku ya..mengapa tiba-tiba kata-kataku mengalir tidak lugas?
Engkau mungkin bertanya dan menyergahku dalam hati, ”heh apa yang sebenarnya ingin kau katakan? Mengapa tak biasanya berbelit-belit?“ ehehe...

Aku tengah ditelan kerinduan, kawan. Kerinduan pada hal yang tidak ada di sisi, pada hal yang jauh dari pandang, pada tempat yang pernah mengisi hati. Hatiku ngilu saat menatap gambaran bisu, yang merekam senyuman merekahku, tempat-tempat di negeri dongeng itu, wajah-wajah yang mungkin tak bisa lagi kujumpai dalam ayuna
n langkah ke depan. Aku tidak tahu apa yang ditawarkan masa depan, tapi aku yakin dengan setiap tapakku yang mengangkahi bumi.
Dulu aku berpikir dengan mengunjunginya, kerinduan berkaratku akan tuntas. Tapi mengapa saat kaki telah melangkah pergi, dan waktu terus mengalir dalam perputarannya, tali itu tak pernah lepas dariku. Mengikuti kemana saja aku pergi, membebatku dengan kenangannya. Lalu aku harus menyalahkan siapa, kawan?

Ah, sebaiknya kuakhiri barisan kalimat yang semakin menyulut rinduku. Mungkin gerimis rintis tadi sore menghilangkan akal sehatku, hingga membiarkan diriku berlama-lama bicara pada angin dan mengira ia akan menyampaikan kerinduanku pada tempat-tempat yang jauh itu. Serasa masih sesak apa yang memenuhiku saat ini, dan dalam satu kejapan mata, dalam tetes hujan yang dihadiahkan langit, pada sesapan kopi ya
ng terakhir, dalam baris yang tak mau berhenti kutulis, aku sungguh merinduinya.
Awal tahun depan, seorang sahabat akan datang mengunjunginya.
Bahagiaku membuncah untuknya, karena aku dan dia pernah berbagi mimpi dan cinta yang sama tentang tempat itu, maka nanti aku ingin ia membauinya untukku. Membaui jerangan kopi Lavazza dalam Bialleti di pagi hari, menciumi aroma pizza carbonara yang baru selesai dipanggang, dan merasakan hembusan angin sore yang dibawa laut Mediterania.
Dan menyampaikan pada daun-daun musim gugurnya, bukit-bukitnya yang menjulang serta kastil-kastilnya yang agung, ” Bila masa depan masih memberiku waktu dan mimpi, aku ingin mengunjunginya (lagi), rumahku. Dan mengenalkan orang-orang yang akan mencintainya seperti caraku mencintai tempat itu”
23 07 09 9.10 pm

Selasa, 21 Juli 2009

Ibu Pertiwi Menangis (Lagi)


Saat tengah asyik menyimak materi yang diberikan pembicara di sesi pelatihan pagi tanggal 17 juli lalu, di layar HPku muncul sebuah pesan singkat

Ga jadi ke Jakarta ya wi? Ada kompor meleduk

Pesan singkat dari lingga, temanku yang saat ini di Bogor membuat keningku berkerut. Heh? Kompor meleduk? Maksudnya apa? Dan tersentak kaget aku saat membaca penjelasan di smsnya yang selanjutnya saat aku mintai konfirmasi. Wah, konsentrasiku agak terganggu, dan selanjutnya sms-sms mengalir sekedar mengabari atau menanyakan nasib selanjutnya pertandingan MU vs Indonesia All star yang sedianya akan digelar senin tanggal 21 Juli 2009 pukul 19.00. Saat istirahat siang, langsung setelah makan aku segera menuju lobi untuk ngenet. Ah, kaget membaca berita terkini di berbagai portal berita. Jakarta diluluh lantakkan lagi oleh teroris. Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton di bom teroris, korban berjatuhan, wajah Indonesia kembali coreng moreng. Sedih..perih..

Lagi..lagi dan lagi, teroris berhasil merusak citra bangsa ini. Kenapa? Untuk apa? Aku tak habis pikir alasan di balik pemboman yang tak hanya sekali melanda ibu pertiwi. Mengapa Indonesia menjadi lahan subur tumbuhnya terorisme? Ah..

Siang itu, pertandingan MU masih belum ada keputusan apakah tetap akan berlangsung atau bagaimana. Muncul wacana hotel pemain MU yang sedianya akan menginap di Ritz Carlton akan dipindah ke hotel yang lain. Dengan perasaan gundah aku mengikuti lagi sesi pelatihan, hingga tak berselang lama, sms-sms dari para temanku kuterima mengabarkan berita buruk .

bad news wi, pertandingan MU dibatalkan, sudah ada konferensi pers resmi, lihat saja di goal.com ....” Demikian sms yang kuterima. Ufff lemaslah..pudar sudah harapan untuk melihat aksi pemain MU di Senayan Jakarta.

Tapi inilah yang harus diterima, memang beralasan pembatalan yang dilakukan manajemen MU. Bagaimanapun juga alasan keselamatan merupakan faktor utama pembatalan tersebut. Fans MU berkabung, penyelenggara yang tadinya berharap menangguk untung malahan berubah buntung. Miris melihat citra Indonesia di mata dunia, saat seluruh perhatian dunia tertuju pada Indonesia yang akan kedatangan tim raksasa asal Inggris tersebut, malah teror bom membinasakan citra keamaan negri ini.

Doa terpanjat untuk para korban agar menghadapi cobaan ini dengan tegar, untuk para pemimpin agar mampu mengendalikan dan memulihkan situasi ini, dan para penegak hukum untuk menuntaskan kasus ini dan kembali menciptakan suasana aman dan trentram bangsa ini.

Ibu pertiwi (kembali)menangis, terluka dan perih..

Ada peran yang harus kita sumbangkan untuk kemajuan bangsa ini. Kembali meneruskan hidup, berkarya, dan melakukan hal-hal yang berguna jauh lebih baik dari pada mengutuk dan mengucapkan sumpah serapah yang tiada berguna.

Bangsa yang besar bisa ditilik dari seberapa cepat ia bangkit dari keterpurukan, dan kita sebagai warga negara wajib mengambil bagian sesuai dengan porsi kita masing-masing!

Jumat, 17 Juli 2009

Maukah hanya jadi orang yang kerdil?


Pagi hari saat mentari belum lagi nampak di Jogya, dari ruang duduk kamar 293 Sudirman Room hotel Inna Garuda aku menikmati pagi dengan secangkir kopi plus creamer yang baru saja kuseduh. Uhmm..beberapa hari ini akan menikmati fasilitas yang disediakan negara yang sungguh begitu nyaman, dan sebagai imbal baliknya semoga ilmu yang kuperoleh selama pelatihan ini bisa bermanfaat, minimal bisa kutularkan pada para mahasiswaku.

Seperti ucapan yang masih terngiang dari bapak Mien Rifai kemaren sore di sesi pertama

Saya teringat ucapan guru besar saya dulu, seorang pendidik dikatakan berhasil bila mampu mendidik lima orang yang lebih besar daripada dirinya sendiri. Namun sampai setua ini saya merasa gagal. Sampai saat ini saya baru bisa mendidik tiga orang yang diakui reputasinya di dunia. Saya bangga sebagai pendidiknya karena mereka diakui, bermanfaat dan dibutuhkan di mana-mana, mendunia, disitulah terletak kebanggaan seorang pendidik

Lalu ada penggalan kalimat yang juga menyentuh

” Bukankah selama ini kita dibesarkan untuk menjadi orang yang kerdil? Kadang kita dididik untuk tidak lebih besar dari pendidik kita?Kita dididik untuk mempunyai pandangan yang sempit

Subhanallah bapak ini...aku tergetar mendengarnya. Jarang kudengar kata-kata inspiratif dari seorang pendidik dengan dedikasi yang begitu tinggi seperti beliau. Raganya sudah renta termakan usia, perkiraanku beliau sudah memasuki umur 70 tahun, sudah pensiun dari pekerjaan resminya. Tapi lihatlah beliau, walaupun dengan suara yang agak cadel karena giginya yang sudah tak lagi utuh itu dengan begitu semangat menyampaikan materinya. Beliau masih sangat dibutuhkan negara dengan menjadi pembicara DIKTI dimana-mana, masih menjadi tim akreditasi jurnal nasional, masih meneliti di laboratoriumnya, dan masih menghasilkan jurnal ilmiah internasional..ckckck..salut berat untuk bapak Rifai..Angkat topi buat beliau.

Seorang peneliti dikatakan masih hidup bila ia masih melakukan penelitian, masih terus mengikuti perkembangan ilmu di bidangnya. Untuk apa menjadi guru besar dengan gelar serentet tapi ia telah berhenti melakukan penelitian. Kalau seperti itu sudah dinamakan ”mati”ilmunya, sudah ”masuk kotak”!

Dan kalimat itu keluar dari seorang ilmuwan dengan usia yang sudah tak lagi muda. Benar-benar sebuah pemikiran yang progresif. Banyak lagi kalimat pencerahan beliau yang membuatku berpikir dan merenung. Beliau mengemukakan esensi pekerjaan sebagai seorang peneliti, pendidik..jauh dari embel-embel naik pangkat, jabatan, perolehan angka kredit dan lain sebagainya. Bukan semua itu tidak penting, tapi beliau mengemukakan sumber esensi, motivasi terdalam bagi seorang peneliti, dan dengan itu atribut-atribut seperti tunjangan fungsional, reward, dan sebagainya adalah imbal balik dari kinerja kita. I totally agree with that!!!

Kita bekerja membutuhkan jauh lebih dari sebuah gaji yang tinggi, tunjangan yang terus naik. Ada sesuatu di balik suatu pekerjaan yang membawakan artian hidup tentang makna dan misi kehidupan yang harus dijalankan. Kepuasan batin yang ditandai dengan menyatunya kita dalam pekerjaan, merasakan ada daya hidup seiring nafas pekerjaan kita. Hal itulah sebenarnya yang masih kucari.

Dari beliau aku belajar banyak, menengok masih banyaknya lubang-lubang jalan pemikiranku yang harus ditambal. Apa yang kulihat dari bapak Mien Rifai berdasarkan apa yang beliau sampaikan adalah bahwa beliau telah mengerti dan menjalani dengan sangat baik perannya tentang untuk apa seorang manusia dilahirkan di dunia.

Seorang manusia dilahirkan, dibesarkan, menuntut ilmu, bekerja, menikah, punya anak, berkarya...untuk apa?apa yang kau mau?apa esensi dari itu semua?

Pernahkah kau tanyakan itu pada dirimu sendiri?. Aku sungguh ingin melihat manusia dalam diriku. Manusia yang bukan hanya ragawi, tanpa jiwa manusianya yang utuh.

Ah, sesi pertama yang sungguh inspiratif dan merupakan topik yang tepat mengawali pelatihan ini karena tanpa akar, sumber dari dalam, pelatihan penulisan artikel ilmiah nasional hanya akan berjalan normatif.

Andai saja banyak orang Indonesia yang seperti bapak ini uhmm..sungguh bangsa ini masih sangat membutuhkan orang-orang seperti beliau.

Saya bisa menerbitkan tulisan saya di jurnal ilmiah dari skripsi di S0 saya, ke jurnal ilmiah yang paling sulit ditembus di Inggris. Andapun bisa, kalau anda mau..masalahnya apa anda mau?. Otak orang coklat kita ini bisa saja menandingi orang-orang bule sana. Dengan menunjuk-nunjuk kepalanya dengan tangannya yang kurus dan hampir keriput, beliau mengatakan hal itu dengan begitu bersemangat.

Wuelah salut..salut..bagaimana tidak?, beliau menamatkan pendidikan S3nya pada umur 28 tahun dengan pengalaman malang melintang di dunia. Beuhhh..hebat euuy .

”Kalimat andapun bisa, kalau anda mau” ini mungkin berkali-kali beliau sampaikan, dan tentu saja benar adanya.

Bangsa Indonesia ini bangsa yang banyak Wish (keinginan), tapi nggak punya Will (kemauan). Jadi bangsa kita menjadi bangsa yang kerdil. Seperti unta yang menundukkan kepalanya kalau menjumpai masalah, dikiranya dengan begitu masalah akan selesai

Weh lah..mungkin begitulah adanya realitasnya sekarang ini. PR besar bagi bangsa ini, bagi para pendidik negeri ini. Dan rasanya terbersit keinginan untuk seperjuangan dengan beliau! Semangattt...

Baiklah, bakpia pathuk yang terhidang sudah mengganjal perutku sebelum sarapan pagi nanti. Hari ini pelatihan juga sampai jam 9 malam lagi (wah berniat rehat kok malahan di sini jadwal full ya ehehe..tapi gpp lah), walaupun aku peserta pelatihan yang terkencur kedua (hehe..ada satu lagi yang lebih junior) di antara peserta-peserta lain yang sudah berpengalaman tapi enjoy aja, saatnya ngangsu kawruh agar tidak menjadi orang dengan pemikiran yang kerdil. Semoga!

05.45 a.m Sudirman Room 293

Source of picture : http://sealll.eu/images/magnify.jpg

Selasa, 14 Juli 2009

Things That I Never Predicted


Kali ini aku menulis saat senja mulai menandai langit Purwoketo, sambil duduk santai di balkon depan kamar, menikmati alunan klasik suara Andrea Bocelli uhmm..ada sedikit waktu untuk menulis setelah seharian “ngebut” uff work overtime!.
Walau pekerjaan belum lagi usai, namun kepala rasanya perlu dicairkan dalam barisan kalimat yang meleraikan rutinitas barang sejenak. Dan beginilah saat banyak hal-hal tak terduga terjadi, harus berkejaran dengan waktu dan menyelesaikan apa yang telah menjadi tanggung jawab.
Hidup berjalan dengan kejutan-kejutan Tuhan yang tak pernah kita duga kapan akan menjumpai kita. Bukankah kejutan memang sengaja diskenariokan untuk membuat kita terkejut?ehehe…
Sore hari menjelang pencontrengan tanggal 8 Juli lalu, sebuah email di inboxku dengan sender DP2M Dikti..uhmm berjudul surat undangan. Dan saat kubuka ada kegembiraan yang membuncah saat mengetahui namaku ada di daftar peserta pelatihan penulisan artikel ilmiah nasional di Yogyakarta..uhmm, iseng-isengku membawa hasil ternyata. Walaupun aku dulu mengirim aplikasi plus naskah publikasi secara pribadi, tidak melalui institusi, tapi toh ternyata dipanggil juga. Poin pertama yang membuatku senang tentu saja berkesempatan menimba ilmu lagi dan pelatihan ini akan sangat berguna untuk menulis jurnal berstandar nasional nantinya. Poin kedua, semua biaya pelatihan mulai dari pelatihan, transport, akomodasi dan konsumsi semuanya dibiayai oleh Dikti. Yap..jadi sangat gampang untuk minta surat tugas dari pimpinan..
Poin ketiga, tentu saja kau bisa menebaknya...JOGYA lagi hihi..menyenangkan untuk kembali lagi ke sana.
Kejutan selanjutnya saat aku mengkonfirmasi tiket MU untuk pertandingan di Senayan tanggal 20 Juli nanti. Memang jauh hari aku sudah nitip ke sahabatku yang seorang wartawan olahraga Jawa Pos, tapi sekian lama kuminta konfirmasi tak ada kabar beritanya. Tapi satu pesan di inboxku yang sangat singkat membuatku tersenyum
onok bu. Yang 100 rebu 1 tok toh yo..”
Eheehee..yipiiiiieeee...jadi nonton MU nih di senayan. Bling..bling...
Tapi yang langsung membuatku panik adalah jadwal. Uhm, jadwal pelatihan di Jogya tanggal 16-19 dan pertandingan MU tanggal 20 jam 7 malam. Jiahh..padahal seabrek kerjaan lagi banyak-banyaknya dengan deadline pengumpulan nilai tanggal 18 Juli. Sempurnalah kejutannya hihi..jadi harus berpetualangan lagi dengan rute Purwokerto-Jogya-Jakarta-Purwokerto nih
Dan beginilah selama beberapa hari ini, menjadi asosial karena kehidupan hanya berkisar antara kos dan kampus. Ngebut koreksi ujian, entry data, koreksi skripsi, seminar hasil mahasiswa bimbingan skripsi..hiyakkk..
Tapi herannya aku baik-baik saja, bahkan lebih bersemangat dari biasanya, senyumku lebih berbinar dari biasanya (weh..weh...), walaupun badan sudah mulai protes.
Oh ya, aku beberapa saat yang lalu menulis status pada FBku
”Bila alur hidup ibarat roda, aku tengah belajar mendekati porosnya
Yap, bila kau berada di pinggirnya, kau akan ikut terombang ambing dalam alur naik turunnya kehidupan. Tapi bila sudah mulai berada di tengah, kehidupan akan stabil namun bukanberarti tanpa tantangan hingga akan berujung pada kebosanan. Lihatlah roda yang terus berputar, begitulah kehidupan eksternal, ragawi, duniawi yang wajib kita jalani dengan baik. Tentu saja setiap tapak kehidupan menawarkan tantangan, impian, jalan yang terjal, persaingan serta naik turunnya roda nasib. Tapi bila sudah berada di tengahnya dalam artian bisa mencapai keseimbangan internal, apapun yang terjadi..hidup akan terus dalam tataran ”eling” yang stabil. Uhmm pengen seperti itu....
Aku teringat apa yang dikatakan Jean Daniel, teman sekelasku yang sudah berumur 70 tahunan asal Swiss dulu saat di Perugia. Kami berenam tengah berjalan menuju Piazza IV Novembre untuk minum kopi di Bar, dan kami tengah mendiskusikan apa yang paling penting dalam hidup.
”Menurutku yang paling penting dalam hidup adalah cinta. Cinta adalah hal pokok yang menjadi sumber dari kehidupan”, kata Yuta, teman jepangku menjawab. Pun setujui oleh beberapa teman yang lain. Tapi tiba-tiba Jean Daniel menimpali
Yang paling penting dalam hidup adalah keseimbangan internal” Katanya dengan senyumnya yang bijaksana, gurat-gurat usia lanjutnya memang kentara tapi tidak dengan semangatnya, hingga tak canggung untuk bersahabat dengan kami yang jauh berumur di bawahnya.
Uhmm keseimbangan internal atau personal..semacam itulah.. dia mengistilahkan dengan ”equilibrilium of personality”. Si Jean Daniel itu memang campur-campur menggunakan bahasa Itali, Inggris dan Prancis..Beuhh..asal mudeng saja apa yang dikatakannya...Saat kami kami hanya bengong, tak bisa mencerna apa yang ia katakan. Maklum kami-kami ini masih terlalu ”kencur” dibandingkan dengannya yang telah sarat pengalaman hidup.
Ah, baru sekarang aku mengerti setelah sekian lama. Dan kini aku bisa mengangguk setuku akan pendapatnya.
Uhm..senja sudah hampir meninggalkanku, sayup-sayup suara adzan maghrib terdengar dan waktunya menghentikan aktivitas...
Malam sudah mulai mengendap-ngendap menuaikan tugasnya untuk mengganti wajah bagian bumi yang sedari tadi benderang. Dan manusia dalam dirikupun juga sudah waktunya mengambil waktu bersujud padaNya...
Rayakanlah hidup sebagai suatu berkah, kawan..

14 Juli 2009.5.45pm

Kamis, 09 Juli 2009

Pesta Demokrasi Negri Tercinta


Selasa sore kemarin setelah tugas-tugas kampus sudah terselesaikan dengan baik, termasuk beberapa revisian skripsi mahasiswa yang semangat 45 untuk mengejar deadline wisuda (pembimbingnya ikutan diburu-buru deadline ehehe) akupun segera mudik ke rumah untuk menyontreng tanggal 8 Juli. Semua nampak antusias menyambut pesta demokrasi negeri ini, termasuk Mbak Pon yang pulang mudik ke purbalingga. Si mbok yang rewang di kos-ku yang baru itu, seperti juga warga negara Indonesia lain yang dengan bersemangat pulang untuk menyontreng.

Esok harinya dengan tinta yang sudah dicelupkan di ujung jari kelingking, tuntas sudah menunaikan hak pilihku dengan menyumbangkan satu suara demi kelanjutkan pemerintahan negri Indonesia tercinta. Memang sebelum pelaksanaan Pemilu tanggal 8 Juli ini masih banyak masalah yang terjadi, khususnya masalah DPT yang masih saja belum valid. Menjelang pemilihan umum, rakyat disuguhi pentas demokrasi dengan berbagai tayangan seperti debat capres dan cawapres, dimana seluruh masyarakat Indonesia dapat lebih mencermati visi, misi serta kecakapan masing-masing kandidat dalam memandang masalah serta mengemukakan gagasan pemecahannya. Saling serang, ejek ataupun sindir nampaknya menjadi bumbu yang menjadi penyedap hingar bingar suasana politik. Para anggota tim suksespun sibuk dengan berbagai acara dialog di berbagai stasiun televisi yang berlomba-lomba menayangkan acara yang menarik hati pemirsa. Tak luput pula dari perhatian kita, iklan-iklan yang bertebaran di berbagai stasiun TV, berupaya menarik hati para calon pemilih dengan slogannya masing-masing.

Namun di balik itu semua, rentetan kejadian ini adalah bagian dari pembelajaran politik bagi seluruh bangsa Indonesia. Baik bagi para kandidat yang bertempur menuju istana, para tim sukses, petinggi partai ataupun rakyat biasa.

Sebuah pernyataan dari rekton UIN, Komarudin Hidayat yang masih kuingat baik saat berdialog dengan pembaca acara di salah satu TV swasta.

Peradaban suatu negara bisa diukur dari sikap rakyatnya saat terjadi keramaian ataupun peristiwa besar. Sikap rakyat pada pemilu seperti ini merupakan tolak ukur seberapa beradab bangsa kita

Hingga malam ini, sepertinya pemilu berjalan dengan lancar, aman dan terkendali. Memang masih terdapat kekurangan seperti permasalah DPT, penerapan keputusan MK tentang pemberlakuan KTP dalam pemilihan dan beberapa pelanggaran yang terjadi misalnya adanya stasiun TV yang menayangkan hasil quick count sebelum jadwal pencontrengan belum selesai, namun secara keseluruhan tidaklah berlebihan menyebut pemilu berjalan dengan baik.

Hasil quick count sudah rampung dan masyarakat luas sudah bisa mendapat gambaran hasil pemilu dan siapa yang akan memegang tampuk kekuasaan tertinggi di negri ini lima tahun ke depan. Walaupun tentu saja ini baru hasil perhitungan cepat yang hanya gambaran hasil di lapangan berdasarkan sampel yang diambil. Fenomena yang menarik dicermati yakni perang keakuratan antar lembaga survey dalam menampilkan hasilnya. Bahkan Lembaga Riset Informasi (LRI) kabarnya langsung membubarkan diri saat mengetahui hasil quick count yang menempatkan pasangan capres no urut 2 yakni SBY-Boediono unggul di atas angin dengan hasil sekitar 60% yang berarti pemilu cukup diselesaikan dengan satu putaran saja, mematahkan prediksi LRI sebelumnya yang memprediksi pemilu berlangsung 2 putaran. Ah, ada-ada saja..

Seharian sepertinya banyak sekali masyarakat yang menghabiskan waktu di depan layar kaca untuk mengikuti perkembangan terkini hasil pemilu. Hal itu membuktikan masih antusiasnya masyarakat dalam pelaksanaan pemilu, dan betapa tinggi harapan rakyat bahwa pemirintahan selanjutnya mampu membawa bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Mungkin bagi mereka cukuplah harga-harga kebutuhan pokok bisa terjangkau, keadaan yang aman dan tentram. Harapan sederhana yang hingga saat ini masih belum bisa sepenuhnya terpenuhi bagi sebagian masyakat di negri ini.

Semoga ke depan, dengan pemimpin yang mempunyai leadership yang kuat, berwibawa serta cakap berserta dukungan seluruh rakyat Indonesia, bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar!


8 July’09 10.02 pm

Selasa, 07 Juli 2009

Tentang Kembali ke Jogya



Akhir bulan Juni, sudah jauh hari kunanti dengan berbinar dengan menuliskan JOGYA! di kalenderku..yah, saatnya kembali lagi ke kota-ku, Jogyakarta. Kusebutkan kotaku walaupun sebenarnya bukan kota kelahiranku, tapi kota-ku dalam artian kota yang selalu ada di hatiku hihi. Susah rasanya melupakan kota ini, dan entah mengapa mengunjunginya lagi dapat membuncahkan perasaan gembira dalam hati dan satu hal yang paling penting, kembali ke jogya selalu membuatku merasa PULANG.

Memang embel-embel alasan kesana adalah mengikuti seminar internasional One Health One World yang diselenggarakan di Hotel Saphir 26-27 Juni yang lalu, tapi tujuan utama adalah….bernostalgia dan jalan-jalan!!!! Eits tapi urusan kerjaan harus tetap berjalan. Tiba di Hotel Saphir setelah menempuh perjalanan dari purwokerto dengan berangkat jam 3 pagi!weh.weh..padahal pertandingan semifinal Brazil Vs Afrika Selatan saat pertandingan belum lagi usai.

Setelah selesai registrasi ulang..uhmm ternyata mendapat kejutan dengan bertemu dengan seorang kakak angkatan Biologi Unsoed yang sekarang bekerja pada sebuah perusahaan supplier alat dan bahan biologi molekuler. Beuhh..tampak mengkilap saja si bekas “kecengan’nya sahabat dekatku itu. Kemudian segera aku memasuki Borobudur room, ah…sekilas memandang segera bisa kukenali sosok yang begitu familiar. Dengan rambutnya yang sudah sepenuhnya putih, namun tetap dengan senyum ramahnya seperti dulu…kuhampiri dosen pembimbing tesisku, Prof Widya Asmara. Beliau masih bugar seperti dulu walaupun usianya semakin bertambah, terakhir kali menemui beliau 2 tahun yang lalu saat merampungkan tesis dan studi magisterku. “Baiknya bukan main” itulah yang bisa kudeskripsikan mengenai beliau, sungguh merasa beruntung bisa mendapat bimbingan dari beliau. Setelah berbincang sejenak dan tak lupa tujuanku bertemu beliau..(sambil menyelam minum air whihi..) berkonsultasi tentang topik riset untuk rencana studi lanjutku. Ah, lumayan mencerahkan..walaupun masih saja topik risetku belum sepenuhnya mantap kutetapkan.

-lunch time-Hotel Saphir " sudah piring yang ketiga heuhehe, tapi icip2 sana sini kok, nggak banyak2 :)


Seminar internasional tersebut menghadirkan pembicara utama dari prof dari jepang dan korea dan tentu saja semuanya dalam bahasa inggris, ehehe lumayan mengasah inggrisku. Dan yang membanggakan, salah satu pembicara pendukungnya adalah dosen pembimbing II tesisku, Pak Heru Susetya yang mempresentasikan tentang epidemiologi molekuler Lyssa Virus di Indonesia. Uhmm si bapak itu..senang sekali bisa bertemu kembali dengan beliau, yang dulu banyak memberikan ilmu-ilmu tentang analisis genetik (yang sekarang tengah kutulis bukunya berkolaborasi dengan sahabat sepenelitian dulu). Two tumbs up!!! Wah senang berada dalam atmosfer orang-orang pintar ehehe (biar ikut ketularan..).

Kuakhiri seminar dengan mendapat doorprize sebuah buku tentang Biologi Konservasi gara-gara akulah peserta seminar dengan catetan paling banyak dan lengkap selama seminar. Fufufu..ternyata kebiasaan corat coretku membawa berkah, hingga buku nan besar dan tebal itupun bisa kubawa pulang. Acara jalan-jalan, nge-mall, wisata kuliner, berburu buku memang sudah dimulai sejak hari pertama di jogya, seusai seminar langsung tancap gas berjalan-jalan dan baru pulang ke penginapan jam 9 malam. Humm..kaki pegel, badan cape tapi sungguh merasa puas…yeiii. Rasanya mau mencari apa saja…ada di Jogya.

Hari minggu, pagi-pagi sudah tancap gas ke pasar lembah UGM..uhm..uhm...pertama-tama mencari langganan tempat makan dulu, mengganjal perut ehehe...uhmm nyummy..ini nih. Lontong padang dengan lauk rendang yang mak nyusss...eunak pool, plus menikmati keramaian orang berlalu lalang...



- pagi-pagi sudah menikmati lontong padang nyam..nyam..-

l

alu bersama Devi, si partner jalanku dengan melanjutkan jalan menyusuri pasar lembah UGM sampai pegel, kembali ke malioboro, wisata kuliner, belanjaaaa...whoaaa..senengnya...

oh ya masih sempet mampir ke kampus lama, menyusurinya sebentar..bernostalgia sejenak. Kembali lagi setelah hampir dua tahun tidak menjejakkan kaki. Uhmm..tak terasa waktu berjalan, dan hidup terus berlanjut...


-Di depan gedung pasca UGM "merasa kembali"-

7 july'09 8 pm

Rabu, 01 Juli 2009

Perubahan..

Perubahan..
Akhir bulan dipenuhi sesak jadwal pekerjaan yang datang dan datang lagi. Ah, mengapa selalu seperti dikejar waktu? hingga meluangkan waktu untuk berhenti sejenak dan menikmati hembusan nafas sepertinya makin sulit dilakukan. "Urip kang eling" semakin jauh saja saat hidupku diracuni rutinitas. Hingga rasanya kesempatan seperti saat ini makin jarang bisa kulakukan. Nongkrong sambil hotspotan dengan santai saat malam mulai naik diiringi musik apik yang diputar di cafe Sofia de spot plus milk shake vanilla (no more coffee sementara...)ehehe.
Hidupku pun beralih menjadi bukan sepenuhnya milikku lagi, dalam artian..nggak bisa off kapan-kapan, nggak bisa moody lagi ehehe... Dan perubahan menghampiriku.
Pindah kos, mencari tempat yang lebih tepat unttuk lebih produktif lagi..tapi ternyata ribet yak..hufff sudah pengen punya rumah.
Uhmm..menarik nafas panjang, dan pada detik ini aku ingin mensyukuri hidup..mengalir bersamanya, dengan menentukan pilihan yang ditawarkan hidup.

Rabu, 10 Juni 2009

Arrivederci, kaka!


Bila suatu saat kau akan pindah dari Milan, toh aku sudah ada dalam kontrak “perjanjian” untuk nggak boleh protes lagi ehehe..U know why exactly the reason behind that things

(arsip MarsDreams.blogspot.com-21 januari 2009)


Tapi ternyata saat detik itu tiba, tetap saja menyesakkan. Tapi bisa dipungkiri kesenyapan menyeruak dan duniaku seketika menggelap. Dengan alasan yang tidak pernah kupaksakan untuk dimengerti semua orang. Kecuali orang-orang di lingkaran dalam yang rela kusms, kutelpon, yang berchat hanya sekedar memperbaiki suasana hatiku. Dan sahabat yang pagi-pagi mengirimkan berita super buruk itupun kemaren berusaha keras untuk menyembuhkan mood-ku yang seketika berubah. Thanks a lot..

Fiuhh..Baiklah, harus bicara apa lagi? Kenyataannya memang kaka sudah menandatangani kontrak dengan Madrid untuk enam musim ke depan. Apapun alasan di balik kepindahan kaka ke Madrid, keputusan sudah diambil dan terpaksa harus diterima dengan kerelaan. Walau satu hal yang menyesakkan, setting drama kepindahan kaka ke Madrid yang bermotifkan menyelamatkan Milan dari krisis finansial. Galliani, Berlusconi, para petinggi Milan itu pulalah yang pada akhirnya menetapkan ”properti”nya harus dijual guna memperbaiki kondisi keuangan klub.

Dan kaka harus dijual!

Begitulah mirisnya bisnis sepakbola di balik gilang gemilangnya prestasi di lapangan, sebanyak apapun gelar yang telah diraih dan betapa sentimentalnya perasaan yang telah tertambatkan, bisnis dan uang mengalahkan segalanya. Pedih!

Siapa yang mau bertahan bila manajemen Milan tak menghendaki? atau kaka sekarang berubah menjadi pahlawan nan memilukan yang harus berkorban ”menjual dirinya” demi cintanya pada Milan, menyelamatkan klub yang dicintainya itu dari krisis finansial ufff..tidak adil!

Sebenarnya separah apa kondisi keuangan Milan?toh belum akan bangkrut.


"Keinginanku adalah bertahan di Milan. Tetapi, krisis finansial dunia telah memengaruhi banyak klub, khususnya Milan, Aku bicara kepada dewan direksi Milan dan kami menyimpulkan bahwa hal terbaik bagi setiap orang adalah menjualku," Ujar kaka.


Lupakan subjektivitasku pada kaka, tapi bila melihat secara umum sebagai penikmat sepakbola, menurutku kaka adalah salah satu pemain bola yang punya “hati”. Lihatlah para pemain yang memburu gaji tertinggi, pergi ke klub yang berpundi-pundi kekayaannya. Tapi tidak dengannya. Bagaimana ia menolak tawaran gila Manchester City januari lalu yang akan memboyongnya dengan harga 107 juta pounds (nilai yang jauh lebih besar daripada nilai kontraknya dengan Mardid). Kita tidak sekedar melihat sepakbola sebuah sebuah permainan, industri, bisnis, tapi juga pelajaran kehidupan. Dan pada saat-saat inilah aku harus banyak belajar.

”sepakbola adalah bisnis, disini uang yang berbicara. Begitu cara berpikirnya dong non!”

Seorang anggota friend di facebookku (yang sebenarnya aku tak mengenalnya) mengomentari status facebookku yang kemaren berstatus :

*** Duniaku menggelap seketika..hiks, kaka dicopet dari Milan.

Dari sekian banyak yang mengomentari, aku paling tertohok dengan pernyataannya, seakan mengajariku tentang dunia bola yang dikiranya baru setahun atau dua tahun kuselami. Fiuhhh...

Ah, baiklah. Untuk apa bersitegang, toh ia memang tidak mengenalku. Bukankah kita tidak bisa memaksakan semua orang untuk mengerti kita. Dan sudahlah, pagi ini dengan tabung energi yang berkedip-kedip bertanda low!..low!..akhirnya mengingat perjanjian yang pernah kubuat. Asal dia bertahan di Milan sampai aku bisa berdiri di stadion San Siro untuk melihatnya. Begitulah gilanya sepakbola sampai membawaku ke sana hihi..

Dan tuntas sudah, tidak boleh protes lagi, bukan?. Musim depan setiap kali melihat Madrid bermain, aku akan melihat 10 pemain madrid, dan seorang pemain Milan.


I can officially say I’m a Real Madrid player. My professional link with AC Milan finishes now, but my sentimental link will never end,” he said.

Banyak teman bertanya tentang dampak kepindahan kaka terhadap dukunganku.

“akan berganti mendukung Madrid?”, pun ada juga yang berkomentar :

“ halah, gampang.tinggal ganti klub aja kok repot”

Tersenyum sekilas, dengan perih tentu saja. Perjalanan panjangku menikmati permainan 2 x 45 menit itu mengajariku tidak pernah berpikir sedangkal itu. Engkau tahu pasti jawabannya. Ini bukan pertama kalinya hal ini terjadi padaku, walaupun klub yang menyerobot pemainku adalah klub yang sama, sekali lagi, Madrid!. Nasib MU di hati akan sama seperti posisi Milan nantinya. Grazie kaka e Arriverderci!

Selasa, 09 Juni 2009

Conversation With X


Kompromi, berdamai dengan keadaan. Kata itu sering mampir di telinga saat idealisme bertarung dengan realitas, dan pada suatu titik, kompromilah yang menjadi pemenang. Apakah dengan kompromi dengan keadaan yang kita ambil serta merta menghapuskan idealisme kita?

Idealisme, mimpi, prinsip hidup itu gratis dan bebas untuk dimiliki oleh setiap manusia. Lalu apa yang salah dengan terus menggengam eratnya?. Seorang sahabat yang baru saja diterima kerja dalam suatu departemen, beberapa waktu lalu menulis status di facebooknya

**** bagaimana mesti bertahan? mesti mengedepankan ego dan idealisme, atau membuat kompromi? mestikah keputusan ekstrim kembali kupilih?

Perkiraanku ia tengah dihadapkan pada sistem, cara kerja dan rekan kerja baru yang sepertinya banyak yang bertentangan dengan prinsip dan idealisme yang ia bangun.

Akupun merasa gatel untuk berkomentar, karena memang sepertinya para pengguna facebook ini berlomba-lomba menulis status yang mengundang teman-temannya untuk berkomentar (termasuk aku tentu saja..jiaahhh)

” kompromi saja dulu, tapi tetap bergerilya untuk mempertahankan idealisme kita, kalo itu sih rumusku ehehe”

Tentu saja setiap orang berhak penuh atas rumus hidupnya masing-masing. Itulah mengapa manusia merupakan laboratorium hidup yang tak pernah habis penelitian yang sanggup menjangkau menyibak misterinya.

Suatu sore yang senyap dengan kopi yang tersisa, pikiranku berkelebat akan hidupku yang kini dihadapkan pada pilihan-pilihan yang datang, namun bukan pilihan yang aku inginkan. Tersenyum sekilas mengingat sebuah obrolan pendek via facebook dengan seorang sahabat yang lebih terasa sebagai kakak (beuhh..enaknya ya punya kakak whihi).

” Posisiku sekarang adalah dihadapkan oleh banyak pilihan yang tidak aku inginkan, dan mengejar pilihan yang mungkin sedikit peluang untuk bisa mewujudkannya”

(obrolan yang sebenarnya kuedit hihihi..pokoknya intinya begitulah).

Setelah puas menertawaiku, obrolan berlanjut seperti biasa. Namun obrolan tadi membuatku bercakap-cakap dengan diriku sendiri. Hingga pada sesapan kopi terakhir di cangkirku, aku berkata pada diriku :

Me : Aku tidak akan pernah menyerah dengan menghabiskan waktu hanya dengan pilihan yang ada, tapi ingin mengejar pilihan yang kuinginkan. I deserve to get what I want!

X : Tapi pilihan itu belum tentu sama menurut Tuhan!


Me : Urusanku bukan mencari tahu kehendak Tuhan atasku. Tapi pada titik ini aku tahu apa yang aku inginkan, mempunyai tekad untuk memperjuangkannya, dan bersedia berpeluh dalam perjalanan mewujudkannya. Dan manakala takdir jatuh, penerimaan atas kuasaNya lah proses yang memanusiakanku.


Hihi..tiba-tiba saja aku suka dengan penyataan terakhirku. Yap, Banzai! Tersenyum sekilas dan menyadari hari telah petang. Waktu terus bergulir dan setiap nafas berhembus berhak atas pilihan kebahagian yang selalu kuambil. Selamat hidup, kawan..

Selasa, 02 Juni 2009

Benvenutto, anggota baru Milanisti!



Tangis lirihnya memanggilku pulang

Dari pengembaraan dan pencarian

Kutemukan kesahajaan hidup dalam genggam kecil tangannya,

Dalam isak tangisnya menjelang pagi

Cerita tentang sebuah kehidupan yang siap dititi

Menangkup cintaku dalam bening matanya

Menggengam hidupku dalam senyum malaikatnya

Dan hidupku seketika sempurna


Untuk Raditya Muhamad Aryutama

(Putra pertama Rizki Yulianti (M’Kiky)& Roib)


Hiii..maap bila larik puisi pendeknya nggak pas, maklum belum mendalami ehehee. Posting ini muncul atas permintaan mba kiky yang ingin agar teman-teman yang sudah terpisah jarak yang jauh bisa melihat wajah si malaikat kecilnya yang baru saja lahir. Sudah agak lama sih, tapi aku belum sempat untuk bisa menengoknya. Di tengah kehidupan yang seakan berlari ini, sulit untuk menentukan jadwal yang pas bagi kami untuk sekedar meluangkan waktu menengok si “keponakan” baru. Nah, dengan upload foto ini semoga teman-teman satu dharmawanita milanisti dan the genk BIO bisa melihat anggota baru milanisti. Berlabel Milanisti Junior 1. Silahkan siapa yang mau ngantri mendaftar untuk urutan berikutnya whihihi ?

Kehidupan terus berubah, dan persahabatan kami pun berkembang. Masing-masing dari kami mulai menemukan pasangan jiwanya dan akhirnya melahirkan buah hati. Walaupun sedih karena aku tidak bisa hadir di pernikahannya karena saat itu aku tengah di Italia, tapi tidak mengapa karena doa restu tetap menyertainya. Wew gila, setelah pesan cintanya berhasil kusampaikan di Sansiro kepada ******i, dia langsung menikah dengan lelaki yang baru dikenalnya beberapa bulan (ahaha nggak segitunya seh). Gosh..such a crazy decision! Begitu pikirku saat itu. Diapun saat itu berkirim email panjang lebar saat menjelaskan keputusannya itu. Bukan tidak menyetujui pilihannya untuk segera menikah, tapi sebagai sahabat aku peduli terhadap keputusan hidupnya. Ah, tapi saat mengunjunginya setelah aku kembali ke Indonesia, aku merasa lega melihatnya bahagia, walau kerikil-kerikil kecil pernikahanan memang sempat mampir di telingaku. Tapi begitulah jalan panjang cerita sebuah pernikahan (kayaknya gitu kata orang-orang bijak). Waktu itu keluarga kecilnya masih sepi, tapi kini pastilah sudah diramaiakan oleh tangis dan tawa si radit kecil. Selamat ya mba, kami semua berbahagia untukmu!

Ada satu kalimat yang membuatku terharu saat dulu ia menjelaskan alasannya untuk menikah padaku.

Impianku adalah menikah dan menjadi ibu yang baik untuk anak-anakku.

Dan impianmu sudah sempurna kini, selamat ya mba…

Selamat menjalani hari-harimu menjadi ibu!

NB : The Genk Milanisti, kapan nih nengokin si Milanisti junior 1? n sapa mau pesen no urut 2?


01.June'09. 22.22pm