Senin, 28 Maret 2011

Se-keping Ke-ikhlasan

Pencarianku akan sebuah keikhlasan membawaku ke tempat-tempat yang jauh

Dalam beraneka rasa yang berlabuh

Pada subur pengingkaran akan takdir, dan sebuah cerita yang sumir

Dan gejolak tuntutan inginku, terkadang membuat hatiku beku

Pencarian akan sebuah keikhlasan menghantarku padaMu

Dalam sujud-sujud panjangku, dalam doa-doa bisuku

Karena doa-doaku tak lagi bisa menyebut jelas inginku

Kubilang padaMu, aku hanya ingin bersujud..mendekatiMu

Agar hilang gundahku, walau doaku masih saja bisu, tapi Engkau bisa membaca hatiku

Belajar tentang sebuah keikhlasan mengantarkanku pada sebuah perjalanan

Tentang pengakuanku sebagai manusiaMu, tunduk akan takdirMu

Tentang perih yang bertranformasi menjadi sebuah rasa haru

Tentang ketidakrelaan menjadi sebuah kebesaran hati

Tentang sebuah kelegaan yang membebaskan

Tuhanku…walau doaku masih saja bisu, aku ingin selalu mendekatiMu

Walau kini ku masih tak tahu, aku selalu yakin akan rencanaMu

27 march 2011.8.05 pm


Permainan Suka Cita Alla "Pollyana"


Judul Buku : Pollyana

Penulis : Eleanor H Potter

Penerbit : Orange Books

Halaman : 300 halaman

Genre : Novel anak

“ Lagi di Togamas nih, pengen beli buku. Kira-kira ada rekomendasi buku baguskah?” suara di ujung telepon di seberang sana. Heuuu…selera baca orang kan beda-beda, masa minta rekomendasi bahan bacaan padaku. Banyak sahabatku bilang selera bacaanku rada-rada “berat” seperti bukunya Paulo Coelho, Gede Prama, De’e—selain bacaan popular seperti karyanya Andrea Hirata, Tasaro GK dan beberapa penulis Indonesia lainnya. Tapi selintas di kepalaku, ada sebuah buku yang penasaran ingin kubaca.—dua buah buku lebih tepatnya.

“ kayaknya buku Pollyana bagus deh..itu loh, yang dulu pernah diceritain di kelas pas aku nggak masuk. Aku minggu lalu ke Gramed..lihat bukunya, tapi belum beli..nggak tau di Togamas ada atau enggak” Jawabku di sela-sela mengurusi kegiatan magang mahasiswa kala itu.

Jujur saja, aku penasaran seperti apa kisah si Pollyana—yang sering diistilahkan “positive pollyana--. Dulu saat ada pembahasan tentang buku ini di kelas PDEC sayangnya aku tidak masuk, jadi hanya dipaksa puas dengan komentarnya saja.

Dan bagaimana buku itu ada di tanganku? Beberapa hari setelah telepon itu, ada paket berwarna ungu yang tertuju padaku. Tersenyum melihat nama pengirimnya—hoho anak nakal itu pasti berulah—kubuka segera, walau sebenarnya ada undangan rapat jam 13.30 tapi penasaran dengan isinya. Terbeliak kaget bercampur senang, ada dua –eh tiga buah buku-dihadiahkannya untukku. Katanya sih buat yang lagi ulang tahun hehe—paketan datang sehari lebih awal ahaha. Dan posting ini, melunasi janjiku untuk menceritakan isi buku itu—dasar oportunis, nggak mau duduk diam membaca, maunya diceritain. Tapi tetep kuceritakan dengan tulisan loh, jadi harus baca ;p

Genre novel anak memang jarang kubaca, tapi kurasa saat ini otakku sedang sulit mencerna kalimat yang terlalu berat—terakhir kali membaca si lelaki tua dan laut-nya Ernest Hemmingway yang tipis saja..kubaca sambil lalu, dan tak jua masuk di otakku ehehe, mungkin tengah terjadi kekacauan program. Hoho bukan kekacauan kurasa, mungkin tengah mengupdate program baru hihi..Jadi kurasa, Pollyana merupakan pilihan yang tepat, ringan bahasanya namun tetap tak kurang makna yang ingin dihadirkannya.

Dan ternyata ku tak salah menerka, setengah hari di akhir pekan kuhabiskan dengan kegiatan reading for pleasure—bukan reading yang terpaksa seperti reading ielts, reading jurnal de el el..ehehe: sebenarnya ingin memainkan permainan suka cita agar kegiatan-kegiatan itu menjadi menyenangkan ehehe, nanti kupikirkan caranya;p

Yah, permainan suka cita! Akan kuperkenalkan kalian dengan permainan baru, permainaan suka cita ala Pollyana. Sungguh brilian dan menyenangkan!

Cerita bermula dari pengadopsian Pollyana, si gadis cilik berwajah bintik-bintik yang telah yatim piatu, oleh bibinya—Bibi Polly yang serius, dingin dan kadang tak manusiawi. Kedatangan Pollyana dengan sikap cerianya membawa perubahan di rumah Bibi Polly. Pollyana yang penuh spontanitas, keceriaan, jenaka dan sikap positive thinkingnya sering kali membuat Bibi Polly kewalahan—tak sanggup untuk tidak sayang padanya. Walau awalnya bibi polly bersikap keras dengan menempatkan Pollyana di sebuah kamar loteng yang sempit dan panas tanpa perabotan. Tapi komentar Pollyana adalah,

“ Dan aku senang di sini tidak ada cermin, sebab tidak ada kaca yang memperlihatkan bintik-bintik mukaku”

“ Oh, Nancy..lihat jauh di sana, pohon-pohon, rumah-rumah dan menara gerja yang indah itu, dan sungai berkilauan seperti perak, Wah Nancy, pemandangan seperti itu membuat kita tidak butuh lukisan. Oh, kini aku senang dia memberikan kamar ini.” Begitu komentar Pollyana akan kamarnya yang sederhana, tanpa cermin, tanpa lukisan dan perabotan.

Sikap pollyana ini akhirnya sedikit demi sedikit mencuri hati Bibi Polly yang dingin. Pollyana yang polos lucu itu mengetuk pintu-pintu hati Bibi Polly yang telah lama tak tersentuh

--Oh tentu saja selama ini aku bernafas sambil melakukan semua itu, Bibi Polly, tapi aku tidak hidup. Anda bernafas selama tidur, tapi tidak sedang hidup. Yang kumaksud hidup—melakukan apapun yang anda mau : bermain di luar, membaca, mendaki bukit, mengobrol dengan Mr Tom lalu mencari tahu tentang segalanya. Itulah yang kusebut hidup, Bibi Polly. Sekedar bernafas bukan hidup! (p 60)

Selain Bibi Polly, Pollyana juga selalu mengajarkan permainannya pada semua orang yang ditemuinya, yang dinamakan “permainan suka cita” yang diajarkan oleh mendiang ayahnya dulu. Inti dari permainan ini yakni :

Memainkannya cukup dengan menemukan sesuatu yang bisa membuat kita senang dalam segala hal, tak pedulli apapun itu (pollyana, p 44).

Awalnya, saat Pollyana kecil ingin boneka namun yang didapatnya dari kotak sumbangan adalah tongkat. Maka, ayahnya bilang “bergembiralah karena kau tidak membutuhkannya!” begitu ujar ayah Pollyana. Semenjak saat itu, Pollyana bermain permainan suka cita dengan berusaha menemukan kegembiraan dalam semua hal

--Aku sedang memainkannya—tapi kurasa tadi itu spontan saja. Tahu kan, jika kau lakukan sesuatu sangat sering, kau terbiasa jadinya…untuk bersuka cita. Dan biasanya selalu ada sesuatu yang menyenangkan dalam segala hal, bila kau berusaha cukup keras untuk menemukannya (p. 66)

Begitulah permainan Pollyana, yang dia sebarkan pada orang-orang di sekelilingnya. Pada Nancy, pembantu bibi Polly, Mr Tom-si tukang kebun, Jimmy bean-seorang yatim piatu, Mrs Snow-seorang yang sakit lumpuh hingga tak bisa kemana-mana. Permainan suka cita bisa dilakukan siapa saja, bagaimanapun keadaaannya. Misalnya saja Mrs Snow yang tadinya selalu murung karena tak bisa melakukan aktivitas sebab harus selalu berbaring karena penyakit lumpuhnya, sekarang bersemangat dengan berdandan, memakai gaun berenda baru, dan menyulam

“ Bergembiralah karena setidaknya engkau masih mempunyai tangan yang sehat untuk menyulam”

Atau pada Mr Tom-si tukang kebun-suatu hari dia merintih karena bungkuk dan capai. Tebak apa kata anak itu?

“ Seharusnya kau senang karena tak perlu membungkuk terlalu jauh untuk menyiangi rumput karena sudah setengah bungkuk”

Ahahaha, dasaaaar!!

Kemudian Pollyana juga bertemu Mr. John Pedleton, seorang laki-laki misterius yang mengasingkan diri, tak mau bicara dengan orang lain dan sifatnya sangat tertutup. Tapi Pollyana adalah Pollyana, yang tak pernah ada seorangpun yang sanggup mengindahkannya. Dengan tanpa henti menyapa tiap hari,

“ Hari ini tidak terlalu cerah ya? Tapi aku senang hujan tidak selalu turun” serunya riang.

Atau—

“ Apa kabar? Aku senang hari ini tidak seperti kemarin. Anda bagaimana?

Si lelaki itu sekonyong-konyong berhenti. Wajahnya dijalari amarah

“ Begini nona cilik, sebaiknya kita buat kesepakatan mulai sekarang. Di luar cuaca, ada hal-hal lain yang harus kupikirkan. Aku tidak tahu apakah matahari bersinar atau tidak.” Nada ketus terlontar dari lelaki itu.

“ Tidak, Sir. Kurasa juga begitu. Karena itulah aku memberitahu anda” jawab Pollyana berseri-seri.

Ehehe..aku hanya ingin mengutip adegan dari kisah ini…yang mengesankan betapa menggemaskannya si Pollyana, hingga tak seorangpun kuasa untuk tak memedulikannya..

Dan ternyata lelaki itu, John Pedleton adalah lelaki yang dulu mencintai ibunya, namun ditolak karena ibunya memilih lelaki lain untuk menjadi suaminya-Ayah Pollyana.

Kisah bergulir, dengan kecelakaan yang menimpa Pollyana hingga ia tak bisa berjalan. Di sinilah saat “permainan suka cita” itu diuji. Apakah dalam keadaan yang sangat tidak menyenangkan karena Pollyana yang biasanya hiperaktif, bertemu dengan banyak orang dan pergi ke banyak tempat, sekarang harus berbaring lemah tak berdaya. Tapi, justru saat keadaan lebih tidak mengenakan, permainan menjadi semakin mengasyikan, untuk berusaha menemukan kegembiraan pada semua hal.

Kurasa Eleanor H Potter berhasil menyampaikan misi di balik tokoh Pollyana ini dengan bahasa yang lugas, ringan namun mengena. Plotnya sederhana, namun tetap indah untuk diruntuti lembar demi lembar. Pesannya sangat jelas, permainan suka cita itu seharusnya dimainkan oleh lebih banyak lagi orang di dunia. Bayangkan bila manusia memainkan permainan ini, bukankah hidup akan terasa lebih ceria dan berwarna?

Falsafah permainan suka cita ini menurutku serupa dengan ruh “berpikir positif” tapi dibungkus dengan gaya bertutur untuk novel anak. Tapi rasanya menyenangkan juga untuk dibaca orang dewasa. Banyak yang bilang, orang dewasa semakin sulit untuk cerah ceria, karena dibelit urusan-urusan yang menurut mereka penting seperti urusan pekerjaan, bisnis, relasi, dan seabrek aktivitas lainnya. Mereka kehilangan spontanitas, kehilangan keriangan kanak-kanak, --atau mungkin mereka telah melabel usia mereka menjadi usia serius yang tak perlu keceriaan—hingga hidup terasa hambar. Kau melihat wajah-wajah seperti itu di sekelilingmu?kuyakin banyak sekali..ehehe..jadi, kisah si Pollyana dengan permainan suka citanya seharusnya meniupkan pesan satu hal, bahwa selalu ada kegembiraan dalam segala hal, bila kita mau berusaha keras untuk menemukannya.

Jadi teringat seseorang yang pernah pagi-pagi mengirimkan sms :

arep mangkat isuk malah olahraga dhisik..motor-e bane keno paku..so, isuk-isuk wis nyurung-nyurung motor..bener-bener menyehatkan hihii” ehehe Pollyana banget!

Untuk si pemberi paket ungu itu--Terimakasih untuk bukunya, kau..Pollyana nyataku..dimana aku belajar permainan mengasyikkan ini….untuk sebuah hidup yang luar biasa, untuk terus berusaha membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik..lebih cerah ceria. Salam signal hati satu jiwa!

Everyone, Let’s play the game!—mainkan permainan suka cita..karena hidup adalah sebuah perayaan ***

3.05 pm 26 march 2011

Senin, 21 Maret 2011

Rasaku..


Mawar layu itu mengulum senyum sendu

Dia bilang padaku, mungkin juga itu salahmu

Menyandu rindu yang tak perlu

Namun karena rindu, ragu ataupun pilu adalah rasa yang ditawarkan padaku

Kupilih sejenak, mengendapkan rasaku, namun dengan mantap kuberlalu

Karena hidup terkadang adalah melalukan waktu,

Dengan pilihan terbaikku…

Baik pilihan rindu, ragu, ataupun pilu..takkan pernah membuatku menepiskanmu..


Minggu, 27 Februari 2011

Tentang Rasa

Melihat judulnya jangan keningmu berkerut-kerut dulu, huum..ini bukan tentang cinta-cintaan ehehe..hey kenapa aku berprasangka pada pemikiranmu?..hufff..aku hanya berpikir bahwa kalian akan menduga bahwa tulisanku selanjutnya akan bertema cinta-cintaan ehehe..Sungguh bukan, aku hanya ingin bercerita sedikit tentang hariku dan rasa..

Inspirasiku menuliskan tentang hal ini tiba-tiba datang saat aku sedang membalap tadi sore. Yeah, saat kombinasi dari suara deru motor si hitam manisku, bercampur dengan deru kendaraan yang lain, sapuan angin, gerimis rintis, hawa dingin yang menerpa jaketku, membawakan sensasi dingin menyelusup lembut dalam kulitku. Kemudian kecepatan yang melaju, yeaah..aku suka perjalanan, saat merasakan diri tengah melaju menuju suatu tempat, rasanya luar biasa. Karena itulah aku suka membalap-naik motor dengan kecepatan di atas rata-rata—sedikiiiiit--. Ditambah lagi, dengan sekilasan pikiran di kepala, tentang curhatan teman, tentang rencana hari senin yang harus membalap pagi-pagi lagi, dan tentang seseorang halaaah ehehe..

Pada saat itu aku berpikir, aku merasa hidupku sempurna..(haduuuh bayangkan hanya naik motor yang belum lunas itu saja merasa hidupku sempurna ehehe)..aneh..huumm..apa kau berpikir itu hanya efek dari kejadian manis yang kualami hari itu?? Huumm rasanya setiap kejadian kalau kuanggap manis akan menjadi manis ;p

Baiklah akan kuceritakan sedikir, seharian ini, rasanya aku hanya menghabiskan sangat sedikit untuk bicara, paling hanya sekedar menyapa Mbak Pon (yang mbantuin ibu kos-red).

“ Nyuci dulu mba pon, ntar siangan pulang” jawabku saat dia bertanya, saatku hendak mencuci-kegiatan yang merupakan salah satu terapi merilekskan hidup hihi—

Selanjutnya berisi kegiatan beres-beres, dengan tetap online, tersenyum menjumpai ada wall baru dari si tukang rewelku
wawawaw...congratulation for the speaking, listening and thinking (:D) in english with Alain y.....I am really happy to read those status and comments below....Great!!! :)
Huumm…dasar…rewel yang manis;p
Lalu sahabat bala kurawaku yang di Bali menyapa via YM, lalu berhaha hihi di dunia maya. Sampai akhirnya dia pamit,

“ Mau ngitung larva dulu..kerjo sik yo” pamitnya. Lalu akupun keluar sarapan sebentar, huum sarapan dengan ikan pindang dan mendoan..nyummy

Aku segera kembali ke kos, dan menyelesaikan pendaftaran online-ku di University of Edinburg, huaaah membutuhkan banyak writing. Kukerjakan dengan santai, sembali fesbukkan tentu saja, dan berbincang sebentar dengan sahabat PDEC via skype. Lalu iseng juga membuka-buka informasi tentang institute tempatku melamar ini. Yeah, bagiku kuliah bukan hanya soal mendapat pengetahuan dan gelar, tapi aku harus nyaman “hidup” di tempat itu. Humm..tenyata Roslin Insitute itu tempat berhasilnya upaya kloning si domba Dolly..waw, dan bila kau membaca The Da Vinci Code-nya Dan brown, kau akan tahu The Roslin Chappel, tempat persembunyian holy grail..nah, kastil itu di desa itu. Humm sepertinya jadi nih hidup di sana ehehe. Pendaftaranku selesai, segera kukirim email ke Alain-calon supervisorku- untuk memberitahukannya bahwa aku sudah men-submit aplikasinya, dan memintanya membantuku “memaksa” universitas untuk menerbitkan conditional offer. Humm, lelah..akhirnya aku pamitan pada sahabatku yang sedari dari tadi ngobrol via chat YM

“ Off dulu ya, mau nyuri tidur sebentar sebelum mbalap” ketikku di kotak YM yang menjembatani komukasi jarak jauh itu. Salah satu hobiku-mencuri waktu tidur- yap, tidur pada waktu yang singkat, mungkin sekedar 30 menitan-huumm rasanya luar biasa, huum rasanya luar biasa..cobalah ehehe. Apalagi mendung di langit Purwokerto sudah berubah materi menjadi bulir-bulir hujan, aih…pasti tidurku akan sempurna. Tapi belum lelap 10 menitan..ringtone Yogyakartaku berbunyi--kriyip-kriyiip..siapa gerangan. Kubuka, dan kubaca..huumm—heuheu konsultasi, konsultasi asmara lagi fiuuuh..walaupun beliau jauh lebih senior—tapi bila urusan asmara sedang membelit jiwa—rasanya membutanya sama saja hehe piss. Akhirnya peran “simbah” kujalankan sambil tidur, aahaha..kirim sms—tidur lagi—ringtone berbunyi lagi—bales lagi ehehe multitasking, walaupun akhirnya rencana mencuri tidurnya tak berjalan sempurna.

Tepat 30 menit (eh lebih sedikit ding), akhirnya bersiap pulang ke rumah, karena hujan sudah mulai mereda, hanya gerimis rintis. Dan huumm, rencana menghadiahi diri sendiripun terlaksana, mampir dulu sebentar ke toko es krim-brazil (walau harganya jauh lebih ekonomis dengan toko oen-malang, tapi percayalah rasanya jauh-jauuuuh lebih enak ehehe), kupesan ice cream coffee-ehehe rasa kopinya mantap. Walau telah terikat janji untuk mengurangi kopi-tapi menikmati kopi sesekali sah rasanya, dan kali ini ice cream coffee-pun terasa lekat manis dan sedikit pahit di lidah, menciptakan kombinasi sempurna pada tingkatan rasa tingkat tinggi..halaaah ;p dan tetap dengan melayani dua konsultasi asmara dua problema via sms..multitasking mode ON..ehehe

Dan yah begitulah cerita sepanjang hari, hanya untuk meyakinkan kalian bahwa tidak ada hal-hal “aneh” yang terjadi sebelum aku membalap. Aku tidak baru saja mendapat undian rumah—walaupun aku tengah menginginkan rumah hehe—atau tidak baru saja memperoleh kabar dari penerbit bahwa naskahku diterima –ehehe lha wong belum dikirim ;p—jadi sungguh, semuanya berjalan biasa, dengan rasa yang luar biasa, sempurna. Dan mungkin di antara kalian yang menemukan tulisan ini pasti ada yang menyeletuk :

“Apanya yang luar biasa? Apanya yang sempurna? Lha wong biasa-biasa saja..gitu-gitu doang, nggak ada yang istimewa”

Ehehe tak salah kawan bila kau berkomentar begitu. Tapi sayangnya, kalian tidak punya otoritas sama sekali untuk menentukan kadar “rasa”ku. Seperti juga aku sama sekali tak mempunyai otoritas menentukan rasa siapapun, kecuali “rasa’ku sendiri. Dan ini inginkan kubicarakan kawan, betapa istimewanya rasa. Kita bisa menjadikan apa saja kejadian dalam hidup sesuai pilihan akan rasa dalam mensikapinya. Semuanya bisa menjadi luar biasa, cerah ceria, ataupun sempurna tergantung usaha kita menempatkan dan merasai “rasa” itu. Aku penguasa tunggal penentu rasaku sendiri. Orang lain yang seperlintasan hidup denganku, sahabat dengan canda tawa cerianya, dunia luar dengan turun naiknya hidup, semuanya adalah variabel-variabel yang mempengaruhiku memilih “rasa”, tapi palu akhir tetap pada wewenangku. Bila demikian kawan, sungguh sempurnanya hidup ini karena kita bisa memilih rasa kita sendiri? Kau mau rasa apa? Rasa manis?pahit? masam sedikit?atau segar ceria manis? atau kombinasinya ?ehehe..terserah kalian semua…karena hidup ini dirasai dengan rasa kita sendiri…

Dan marilah dengarkan Astrid menyanyi lagu “tentang rasa”

--Aku tersesat menuju hatimu..beri aku jalan yang indah…

Ijinkanku lepas penatku..tuk sejenak lelap di bahumu..—

Heuheuu…*melengkapi komentar sahabat bala kurawa tentang betapa selera musikku berubah

**Dan rasanya bahasa tulisku juga mulai berubah, huuumm tulisan ini rasanya bukan “aku”.ahaha..fiuuuh..