Selasa, 20 Desember 2011

Rumah


(Foto di atas kutemukan di antara file-file foto jadul, entah kapan kuambil foto ini. Tapi inilah representasi hidupku. Meja dengan laptop dengan jendela berisi naskah tulisan yang tengah kukerjakan, printer, segelas teh manis yang tinggal separuh, dan remote tv. Lalu dinding yang penuh dengan gambar-gambar Venezia-Italy, lalu papan gabus itu, ada kalender akademik kampusku, cover koloni Milanisti buatan seorang sahabat, gantungan kunci dari bahan flanel hadiah dari mahasiswiku. Dan ada satu yang mungkin lewat dari penglihatanmu. Sebuah kertas kuning di papan gabus hijau ini, kau bisa menebak itu apa? Aku baru menyadarinya kini. Hidup terus berjalan, dengan segala aktivitas, tapi ada yang terselip disitu, tanpa kusadari aku menempelkan jadwal bis Efisiensi Purwokerto-Jogyakarta. Karena selalu ada kerinduan untuk kembali)
Jl. Riyanto 5D, Purwokerto. Kamis, 28 Januari 2010
Senja menangis, hujan turun lebat sekali, bukan lagi gerimis rinai-rinai sore hari yang membuatku mampu mencipta berbait-bait kalimat dan sajak. Dengarkan suaranya, dunia rasanya dipenuhi riuh suaranya, mengalahkan suara motor dari pemiliknya yang bergegas hendak pulang, mengalahkan suara tivi yang tengah menyiarkan berita di kamarku. Dingin menyelusup, sepi. Dan beginilah Purwokertoku, damai, terkadang sepi walau aku jarang merasa sendiri. Kadang pula memberikan kemewahan dengan kerikan jangkrik dan bunyi korekan katak seusai hujan.
Tapi sayang, Purwokerto tak jua sanggup membuatku jatuh cinta,
Purwokerto, bukan Jogya yang selalu sanggup membuatku berdegup saat mendengar nama kota itu disebut. Yang seketika sanggup memutar film yang berisi rentetan sejarahku. Yang selalu mempunyai jatah rinduku dalam porsi yang selalu membuat siapapun cemburu.
---
Aku masih ingat hari itu hari sabtu, entah tanggal berapa, sekitar sebulan menjelang keberangkatanku ke Glasgow. Aku dan sahabatku, Cu’u, melakukan sebuah ritual, ritual melepaskan kutukan-ini hanya bahasaku saja.
Aku harus ke Baturaden sebelum aku pergi, selama lebih dari 6 taun aku tinggal di sini, belum sekalipun benar-benar mengunjunginya. Mungkin benar ada kutukan agar aku kembali lagi untuk bekerja di kota ini, karena aku belum pernah kesana. Maka aku harus ke Baturaden untuk menghilangkan kutukan itu
--
Aku melakukannya agar Purwokerto “mau”melepaskanku.
---
Glasgow, 21 HillheadStreet-19 Desember 2011
Cintaku pada Purwokerto memang tak pernah semeletup-letup pada Jogyaku. Rinduku padanya (Purwokerto), tak semenggebu rinduku pada lapak-lapak penjual Gudeg di pinggir jalan saat pagi hari, pada bahasanya yang membuat telingaku merindu dengar, pada setiap ada saja dan setiap rasa—ada yang bilang itu mantra—Jogyakarta.
Biarlah, karena realitanya Purwokerto yang menanti aku kembali. Dan padanya, aku mau kembali. Aku teringat barisan Dee- di buku Madre yang kubaca beberapa minggu sebelum aku berangkat “
“Saya meninggalkan Bali. Menetap di kota yang paling saya hindari. Bekerja rutin di suatu tempat yang sama setiap hari. Ternyata sampai hari ini saya masih waras. Saya rindu pantai. Tapi pantai tak perlu jadi rumah saya. Rumah adalah tempat di mana saya dibutuhkan (Madre-Dee)
Tapi Pantai tak perlu jadi rumah saya—mungkin memang begitu, Jogya tak perlu menjadi rumah saya. Mungkin memang ada hal-hal yang menjalankan perannya untuk selalu dirindukan. Biarlah Jogya, menjadi Jogyaku seperti biasa, yang menyimpankan rindu, yang menawarkan tempat untuk pulang sejenak, yang menyimpankan sejarah. Karena mungkin begitulah perannya. Tak perlu memprotesnya, terima saja begitulah adanya. Begini ceritanya sekarang, entah nanti. Setidaknya hati saya akan selalu mempunyai tempat untuk menyimpannya.
Purwokerto, mungkin akan menjadi rumah saya (lagi). Karena disanalah tempat dimana saya dibutuhkan.
Lalu ada dialog imaginer terdengar di telinga saya,
Lalu kau dimana? Kemana engkau akan “pulang”?” saya mencecar seseorang dengan pertanyaan. Dia tersenyum, lalu menjawab pertanyaanku,
aku, bersama peran dan tanggung jawab-tanggung jawabku. Karena di sanalah aku dibutuhkan
Saya terdiam, lalu semenit kemudian senyum saya terkembang. Terkadang harus bisa saling melepaskan untuk bisa terus bersama.***

Minggu, 18 Desember 2011

Sinau Ilmu "Menerima Jatah"


Sejak beberapa minggu lalu, aku kian tersadar, apa yang hendak Tuhan katakan padaku. Apa bab pelajaran berikutnya yang harus kupelajari, Humm..kalian ingin menyimak sebentar? Aku tak tahu bab apa yang tengah Tuhan mau kalian pelajari saat ini. Mungkin bab ini pernah atau akan kalian pelajari suatu hari. Mungkin kalian sudah lulus, atau masih dalam pergulatan dalam perjuangan untuk mempelajarinya.

Bab terakhir kali yang kupelajari soal hidup adalah soal berjuang meraih impian-impian. Perjalanan panjang hingga titik ini adalah bab-bab perjuangan, tekad, konsistensi, mengambil risiko, bagaimana bangkit dari hantaman “keadaan”, mempelajari sikap, hukum tarik menarik “law of attraction”, ilmu keseimbangan personal, menyembuhkan kecanduan pada energi dari luar, humm..kalian mulai mengerutkan dahi?ehehe aku sudah mulai bicara tak jelas.
Beberapa hari lalu, kuterima kata pengantar untuk buku Koloni Milanisti-ku. Ada baris-baris yang dituliskan beliau tentangku,
She to me had always looked like the most shy and in a way also the most simple of the four, but from the sparkle in her eyes, I could also tell that she is in fact someone who does achieves what she is aiming for…..
---
She faces everything with strength and courage because it is not for nothing that her name is also Mars -the god of war- who never gives up and always strives for victory.
---
Perhatikan kata “ someone who does achieves what she aiming for” dan “who never gives up and always strives for victory”

victory? Kemenangan..apakah kata kemenangan berarti mendapat apa yang kita inginkan? Dulu aku mendefiniskannya begitu, dan mungkin salah satunya memang berarti begitu.
Tapi aku sekarang ini disadarkan akan sebuah definisi kemenangan yang lain. Memang sebuah rasa kemenangan pada saat mendapatkan apa yang kita inginkan lebih terasa gampang untuk dirasai. Saat usaha-usaha perjuangan melebur dengan perwujudan mimpi. Aku belajar dari Andrea Hirata, A.Fuadi, Covey, Coelho dan masih banyak nama-nama lain lagi yang menginspirasi tentang perjuangan meraih impian. Dulu, dengan yakin saat kumulai lagi perjalanan menuju impian berikutnya, dalam hati ada keyakinan “dengan berbekal bab-bab terdahulu, kayaknya aku tahu bagaimana harus menghadapinya”, ucapku sok yakin.
Detik berlalu, kejadian mengalir, hidup berubah. Dan satu hal yang kusadari, yakni Tuhan sungguh maha penuh kejutan. Apa kau kira Dia akan mengujimu dengan bab yang serupa yang sebelumnya engkau telah lulus? Sepertinya tidak, dan mungkin memang tidak. Aku tersenyum kini, menyadari dan memahami, walaupun masih dalam campuran rasa yang sulit kudeskripsikan sebenarnya. 
Ternyata kali ini Dia inginku memperlajari ilmu “menerima jatah”. Sebenarnya sudah lama, kuterka-terka maksudNya itu, sudah kuprediksi apa yang Ia inginkan aku pelajari. Tapi selama ini hati, kepala, dan rasa, masih simpang siur tak pasti. Karena ternyata, kuakui, sungguh-sungguh kuakui, Gusti...ilmu itu sungguh sulit untuk dipelajari. Ehehe...
Tuhan akan membuatmu belajar untuk meraih sebuah kemenangan yang “lain”. Saat ada kalanya, pada suatu titik, Tuhan-Yang Maha Pengatur Segalanya-tidak memberimu sesuai dengan apa yang kau inginkan. Dan pada suatu titik, Dia menempatkanmu dalam suatu kondisi yang tidak dapat kau ubah. Definisi kemenangan yang lain yang kumaksud adalah berhasil “menerima” sesuatu yang tak mampu kau ubah”.
Aku masih ingat sebuah kutipan yang jaman dulu pas kuliah S1 sangat kusuka, tapi belum benar-benar mengerti akan baris-baris kalimatnya.

 Tuhan, berilah aku kekuatan dan keberanian untuk mengubah apa yang mampu kuubah
Dan juga berilah kekuatan dan keberanian untuk menerima apa yang tak mampu kuubah

Dan berilah aku rahmat untuk dapat membedakannya
 Dulu sering kukutip kalimat itu, tapi belum pernah merasai dalam-dalam. Ah, ternyata, tak mudah melaluinya. 
Darimana kita tahu “sesuatu hal” itu adalah sesuatu yang memang tak bisa kita ubah?
Terkadang kata “menerima apa yang tak mampu kuubah”, menyergapkan rasa—apa itu namanya aku menyerah?apakah aku telah kalah?



Ehehe...sungguh, ini tidak mudah, kawan. Darimana kita tahu? Makanya aku melewati tahap “ngeyel”, “ngotot” karena selalu saja ada rasa tak ingin menyerah. Namun setelah melewati beberapa tahapan, akan ada suatu titik, dimana rasamu menyadari, ini adalah sesuatu yang tak mampu kuubah.
Ternyata selama ini aku “baru” mampu mempunyai kekuatan dan keberanian untuk mengubah apa yang mampu kuubah—itu yang dulu sering kubilang “ kerjasama antara aku dan Tuhan dalam hal-hal yang kuinginkan—

Tapi, rupanya aku tengah disuruh belajar “ mempunyai kekuatan dan keberanian untuk menerima apa yang tak mampu kuubah, dan mampu membedakan antara “apa yang mampu kuubah dan apa yang tak mampu kuubah”. Dalam tahapan pembelajaran itu ada hantaman rasa, bahwa akhirnya aku hanya manusia biasa, penekanan ego pada diri sendiri, pemaafan dan penerimaan itu adalah pergulatan batin yang kuakui sungguh dahsyat. Dia, dengan takdirNya, memberi sabda. Aku memberontak, aku memprotes, aku menggugat, Aku ngeyel sedemikian rupa, Dia tak bergeming.

Ada tahapan itu, saat harapmu, inginmu, maumu tak segaris lurus dengan takdirNya, putusanNya, tahapan dimana manusia dalam diri memberontak, atau setidaknya berkeras untuk mengubahnya. Sampai doa-ku tak berbunyi, dan kubilang dengan jujur padaNya, doaku belum bisa berbunyi, Gusti, tapi aku tetap bersujud padaMu.

Masalahnya bukan Dia tak memberi pintamu, tapi Dia memberikannya dengan keadaan yang tidak segaris dengan maumu. Dia mengasih, karena memang Dia Maha Pengasih. Penerimaan akan kondisi itulah yang terkadang menguras emosi. Tahapan itu, jalur-jalur itu dimana manusia berusaha untuk mensejajarkan lagi, meng-alignment-kan antara harapan dan kenyataan. Sebuah kata, penerimaan. Kata yang sederhana, tapi tak sesederhana kelihatannya. Penerimaan atas takdirNya. Rasa manusiamu akan dihajar sampai pada suatu titik, aku menyadari “ aku hanya manusia, hanya punya upaya, doa, tapi Engkaulah sejatinya pemilik kuasa”.
Ilmu menerima jatah, jatahNya. Mungkin lebih biasa disebut dengan ilmu ikhlas, seperti kata Dedy Mizwar pada film kiamat sudah dekat itu. Kutanya engkau, apakah ikhlas bisa dipaksakan? Saat engkau berkata ikhlas namun hatimu sebenarnya belum juga menerima takdirNya? Saat kata ikhlas berulang kali terucap tapi sikapmu, pikiranmu, tindakanmu adalah justru menunjukkan cara-cara memprotesNya? Aku telah melalui bab-bab itu.

Jadi, dulu kubilang, biarkan saja doaku masih bisu, daripada aku berdoa, dengan kalimat-kalimat di mulutku tapi hatiku berkata sebaliknya.
Dan kini, dengan tersenyum, kubilang pada Gustiku. Doaku telah berbunyi kini, baris-baris doaku adalah yang di-iyakan hatiku. Walau panjang perjalanan, aku bersyukur sampai pada titik ini, belajar menerima “apa yang tak bisa kuubah”, belajar menerima “jatahnya”.

Ternyata, kemenangan bukan hanya pada saat perjuangan kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan terwujud. Tapi kemenangan juga terjadi saat kita berhasil menerima dengan lapang, dengan ikhlas kejadian, keadaan, keputusanNya yang tak bisa kita ubah. Bukan kalah, bukan menyerah, tapi berjuang untuk berserah. Pada suatu saat bila engkau mengalaminya, apalagi untuk suatu hal yang sulit engkau relakan, tapi sanggup kau relakan. Dahsyat, kawan..atau mungkin suatu hari kau akan ceritakan bab-bab pembelajaranmu tentang itu, ingin kudengarkan..agar ilmuku bertambah.
Satu lagi, uniknya ilmu ini, sekali lulus, tak menjamin kau akan terus lulus, ingat Tuhan selalu penuh kejutan ehehe..selamat belajar kawan !!
*Saat Tuhan memenuhi apa yang menjadi pintaku, Itu karena Dia menyayangiku, dan Saat Tuhan tidak memenuhi (atau memenuhinya dengan hal yang lain/berbeda) pada apa yang menjadi pintaku, Itu juga karena Dia menyayangiku (SiwiMars)





Christmas Party Lab

Tak banyak yang bisa kubayangkan tentang pesta natal, karena di Indonesia belum pernah menghadirinya sama sekali. Natal bagiku, identik dengan libur pada tanggal 25 artinya bisa mudik ke rumah, itupun kalau hari-nya pas, karena libur natal hanya 1 satu di Indonesia. Tapi disini? 2 minggu, dengan catatan : itu libur yang resmi, karena semenjak minggu awal Desember aura pesta sudah merebak dimana-mana. Di labku, CVR (Center of Virus Reseacrh), dari minggu pertama bulan Desember di ruangan library lantai 4 tempat biasanya semua staff, dan student makan siang sudah dihiasi pohon natal. Pengumuman tentang pesta natal tgl 15 Desember sudah disebar bahkan semenjak akhir november. Poster-poster pesta natal yang tahun ini bertajuk “ Camera, Light, Action” sudah ditempel hampir di setiap sisi gedung. Pembicaraan saat makan siang, atau saat santai di lab adalah tentang persiapan mereka mengisi hari natal, mulai dari kado, persiapan mudik ke negara masing-masing, dan rencana kostum yang akan dipakai pada pesta natal lab. Iyap, karena kami harus memakai kostum tertentu sesuai dengan tema film masing-masing. Begini aturannya, setiap lab (biasanya 1 dosen disebut satu lab, karena ia mempunyai beberapa mahasiswa PhD dan post doc) harus menampilkan atau berkostum sesuai dengan karakter di sebuah film natal. Dan serunya, setiap lab harus merahasiakan tema film mereka sampai pada saat acara mereka muncul dengan kostum karakter masing-masing. Aku sendiri bengong, karena tidak tahu film natal satupun.

Maka akhirnya Claire, rekan PhD-ku yang menyutradarai peran-peran kami. Yeap, kami akan meniru karakter-karakter di Film natal Christmas Carol. Ada beberapa karakter yang dibagi-bagi masing-masing kami yang keseluruhannya berjumlah 7 orang, termasuk supervisor kami, Alain Kohl. Hihi, serunya, supervisor kami akan berperan sebagai Miss Piggy. Oaaaah, tidak menyangka kalau beliau mau untuk “gila-gila”an. Maka kamis kemarin benar-benar hari yang seru dan menyenangkan. Jam 2 siang, masing-masing kami sudah bersiap-siap dengan kostum masing-masing. Aku dan Suzana (mahasiswa PhD asal malaysia) kebagian peran hantu. Wuiiiih hantuuuu...! saat melihat tokoh hantu di film tersebut, si hantu itu memakai rantai-rantai, maka kami membuat rantai warna warni kata kertas. Dan Claire menyuruh kami untuk berkostum berwarna. Jadi mikir, kami ini hantu atau pemain sirkus???ahaha...lagian,walaupun jadi hantupun, diriku tetap manis...wakakak piss..

Nah inilah pose kami sebelum show,

Lucu sekali melihat kostum-kostum peserta yang lain. Dan ternyata, ada 3 lab yang menampilkan film Christmas Carol, tadinya pesimis untuk bisa menang. Oh ya, ada penjuriannya. Jadi masing-masing lab bergiliran di foto dan dinilai kostumnya, lalu diumumkan. Dan kalian tahu??? Kami menaaaaaang...ahaha...kami semua bersorak, termasuk Alain yang dengan segera mengambil hadiahnya berupa satu kaleng besar coklaaaaat. Rupanya dia menikmati perannya sebagai Miss Piggy, memakai rok, wig dan topi serta hidung babi...hihi, sayang kurang satu polesan terakhir yang lupa, yakni polesan lipstik merah menyala ahahaha....

Oh guys, are you forget that you still have to finish your PhD?” katanya sambil becanda, mengancam kami karena mengerjainya.

Pesta yang menyenangkan, makanan dan minuman pun berlimpah ruah. Untuk makanan, paling aman untuk mencicipi berbagai jenis ikan, roti dan cascus (sejenis gandum) sampai perut kenyaaaaang. Inilah pengalaman pertamaku mengikuti pesta natal. Lumayan seru juga, walaupun kuperhatikan acara kumpul-kumpulnya orang sini sangat informal. Nggak acaranya sama sekali, maksudnya tak ada sambutan-sambutan atau semacam acara seperti bila orang mengadakan acara, runtut dari pembukaan sampai doa. Kuamati, hanya datang, ngobrol-ngobrol masing-masing dengan informal, makan dan minum. Begitu saja, sangat sederhana dan praktis. Tapi satu hal, ternyata mereka kalo sudah “gila” benar-benar gila ahaha, ditilik dari totalitas mereka mempersiapkan segala macam kostum demi acara tersebut. Ahaha, setiap budaya memang punya caranya tersendiri untuk mengekspresikan caranya berbudaya.


Rabu, 14 Desember 2011

Selamat Malam, Tuhan


Selamat malam Tuhan, aku ingin menyapaMu dan menyampaikan beberapa hal yang sangat penting padamu, jadi dengan tergesa-gesa aku mengetik dan menyampaikan ini padaMu.
Aku ingin berucap :
Terimakasih atas rejeki makan malam dengan ayam kuah soto hingga aku makan dua kali malam ini, Alhamdulillah kenyang dan cocok dengan hawa dingin ini.
Terimakasih sore ini dengan sukses kuterjang badai sehabis course, pertama kali di luar ruangan saat angin berhembus begitu kencang, hujan, gelap dan dingin. Tapi dengan begitu jahe susu yang kuseduh menjadi begitu nikmat kurasai sore ini.
Terimakasih kamarku cukup luas dan nyaman, hingga tepat menjadi surga kecilku selama tinggal di Glasgow.

Terimakasih pada senyuman-senyuman dari orang tak dikenal, yang sekedar berpapasan jalan.
Terimakasih pada orang-orang yang selalu ada di hati, membuatku tak merasa sendiri.

Terimakasih pada lagu-lagu indah yang menemaniku, nyaman dan menentramkan.

Terimakasih masih bisa terhubung internet yang menghubungkanku dengan orang-orang terkasihku yang jauh di tanah air.
Terimakasih pada...keberlimpahan yang Engkau berikan setiap waktu padaku,
Terimakasih pada detik ini hingga aku sanggup berucap syukur,
Terimakasih, kau beri rasa ngantuk...dan saatnya menginstirahatkan ragaku, agar kembali bugar esok hari.
Terimakasih, Kau pasti mengerti sebenarnya masih banyak daftar lagi yang bisa kutulis, tapi ingin kuberikan kesempatan bagi siapapun yang membaca tulisan ini, untuk membuat daftar mereka sendiri ehehe...
**Hidup penuh dengan kelimpahan, teman...bila kalian lupa, sepertiku yang “lupa” akan hal itu beberapa saat lalu, belum terlambat untuk ingat lagi..selamat merayakan hidup!
Salam cinta dan kasih dariku.**