Jumat, 30 Mei 2014

Kembali ke Manchester : Menengok Sejarah Mimpi (Day 1)


Kerlip-kerlip bintang di langit musim dingin nampak berkilau. Rasi orion terlihat jelas dari balik jendela Megabus yang kami tumpangi menuju Manchester. Pemandangan megah itu urung membuat saya lelap seperti penumpang lainnya. Saya lebih memilih menikmati kerlipan Orion di langit Britania Raya yang merupakan pemandangan langka. Dulu, rasi itu sering sekali saya amati di atas bubungan rumah saya. Dan kini di langit yang sama, hanya bagian dunia yang berbeda saya kembali menyaksinya.
Ini perjalanan kedua kalinya ke Manchester. Kali pertama dulu saat mengikuti kegiatan KIBAR Gathering, jadi memang menyempatkan jalan-jalan sebentar di sela-sela acara. Nah kali ini memang sengaja ke kota ini untuk jalan-jalan England Trip. Menuju Manchester adalah perjalanan menengok ke belakang tentang mimpi-mimpi. Manchester dulu pernah menjadi bagian penting dari hidup saya, impian saya. Memang tak lagi seexcited dulu waktu pertama kalinya menginjak kota ini, namun tetap saja jalan-jalan selalu menyenangkan.
Kami tiba di terminal bus Manchester sekitar pukul 10.00 malam. Hawa dingin langsung menyergap begitu kami turun dari bis. Penat badan juga terasa setelah hari ini jalan-jalan di Leeds, dilanjutkan dengan naik bis menuju Manchester. Rasanya ingin segera menuju penginapan kami dan beristirahat.
Kami kemudian menggunakan tram menuju ke daerah Salford Quays, tempat kami menginap di Hotel Ibis Budjet Salford Quays. Kami merasa beruntung bisa mendapatkan akomodasi dengan harga yang murah, kami menyewa 2 kamar dengan total harga (53.20 GBP). Satu kamarnya berisi double bed dan satu bed di atas, jadi bisa ditempati oleh 3 orang. So, dari total 53.20 dibagi enam orang, sekitar 8.86 per orang, murahnya kebangetan kan?
Dan ternyata Hotel Ibis-nya dengan mudah kami jangkau, dengan turun di stop Salford Quays lalu kemudian berjalan kaki sekitar 5-10 menit. Dan tadaaaa, ternyata emang enak banget tempatnya. Nampaknya hotel ini baru, atau mungkin baru direnovasi. Hotelnya nampak bersih, nyaman dan petugasnya ramah. Saya sekamar dengan mba fitri, lalu yang laki-lakinya berempat berkumpul di kamar satunya. Kamarnya sangat nyaman, kamar mandi dalam, full wifi. Hotel ini sangat recommended untuk kalian yang akan jalan-jalan ke Manchester. Jarang lho bisa dapat harga semurah itu untuk dapat tempat enak dan senyaman itu. Kalau berminat menjajalnya, info lengkapnya di sini.

Ini kamarnya, super nyaman

Setelah mandi-mandi, hal pertama kali ingin kami lakukan pastilah makan ahaha. Perut sudah keroncongan minta diisi. Untung saja Mba dini dkk di Leeds sudah membekali kami dengan nasi briyani plus ayam bakar yang yummy untuk mengisi perut kami yang kelaparan. Tempat makannya juga nyaman, dengan fasilitas microwave, piring dan alat makan lainnya. Nampaknya hanya kami yang bolak balik memanaskan makanan karena piring yang disediakan tidak terlalu besar ahaha. Lalu dengan lahap menghabiskan semua makanan yang tersedia.
Tadinya kami hendak beristirahat, namun demi melihat stadion Manchester United yang nampak dari jendela hotel membuat kami tergoda untuk menuju stadion itu kala malam. Iyah, mungkin sensasinya akan lain bisa ke Old Trafford kala malam. Kapan lagi, mumpung menginap di dekat stadion.
Saya, Mas Basid, Mas Wahyu dan Mba Fitri saja yang beranjak berjalan menuju Old Trafford, sedangkan Mas Munir dan Mas Dipta memilih menyelonjorkan badan di hotel.
Walau ini kali keduanya ke Old Trafford, tapi tetap saja menyenangkan mengunjungi stadion yang pernah menjadi tujuan nonton bola nomer satu, selain San Siro. Hanya dengan berjalan sekitar 20 menit kami sampai di Old Trafford. Eh mungkin lebih dari 20 menit karena banyak berhentinya untuk foto-foto sepanjang ahaha

Di jalan seberang Old Trafford
Stadionnya berdiri gagah, dengan kerlip tulisan Manchester United yang terlihat di langit Manchester yang telah menggelap. Lalu kamipun segera menjelajah di sekitar stadion sambil sesekali berfoto. Memang berfoto bagi sebagian orang *apalagi saya ahah menjadi aktivitas wajib kala jalan-jalan.

Di depan stadion-bersama Ryan Giggs *fotonya doang ;p



Huaah ada Ryan Giggs benaran..aahah ini Mas Basid ding ;p

Suasana stadion kala malam memang terasa berbeda, sepi dan lenggang. Hanya bangunan yang berdiri membisu tanpa suara. Tak ada riuh seperti kala siang hari, apalagi saat hendak pertandingan berlangsung. Tapi bangunan ini adalah saksi banyak pertandingan United, saksi banyak mimpi-mimpi fans MU bergantung.



Lorong Stadion Old Trafford



Gerimis mulai turun satu-satu, malam juga sudah menua. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke hotel untuk istirahat dan bersiap-siap untuk petualangan hari kedua di Manchester esok hari.***

Catatan UK Trip winter break akhir 2013. Alasan menulis memang salah satunya untuk merapikan kenangan.

29 May 2014 10.30 pm Glasgow yang baru saja menggelap.


Jumat, 23 Mei 2014

Jaga Keypad - Jaga Keyboard



Hiruk pikuk menjelang Pilpres sepertinya bakal mengiringi hari-hari ke depan, dengan meruahnya berita-berita tentang pilpres ataupun status-status di media sosial yang berkaitan dengan Pilpres. Memang terkadang yang membuat jengah adalah berita-berita yang bernada menjelek-jelekkan, menjatuhkan kompetitornya. Pun begitu juga dengan perang status, atau perang komen yang bertebaran di timeline dengan bahasa yang kurang santun membuat polusi pikiran.
Jengah, iya.
Kenapa manusia sih begitu ngototnya untuk mempengaruhi orang lain untuk mau sepihak dengan mereka? Terkadang sampai titik tertentu saya belum bisa mencerna sikap orang-orang yang ngotot untuk memaksakan pilihan mereka.
Orang sepertinya berlomba-lomba menentukan bahwa pilihannya lah yang paling oke, paling tegas, paling jujur, paling bla bla. Terkadang dengan jalan menyebarkan berita yang menginformasikan kekurangan/kejelekan kompetitornya. Sayangnya media juga kini bukan lagi menjadi sumber informasi yang bisa dipercaya kevalidan beritanya. Betapa kita harus berhati-hati membaca, memilih sumber berita, karena banyak sekali berita-berita yang provokatif, judulnya fenomenal, atau kadang berita yang hanya berisi asumsi, persepsi, bahkan yang lebih memprihatinkan lagi berita/artikel dengan bahasa yang tidak layak untuk disebut sebagai produk jurnalisme.
Saya juga punya preferensi keberpihakan dan pilihan Capres mana yang akan saya pilih nantinya. Iya dong, sebagai warga negara Indonesia saya harus tetap ikut berpartisipasi ikut serta dalam demokrasi yang berlangsung. Memang saya jarang menulis tentang politik, ngetweet tentang politik atau bikin status yang berkaitan dengan politik. Tapi sebenarnya saya punya ketertarikan dan kepedulian tersendiri pada apa yang tengah terjadi di kancah perpolitikan tanah air. Mungkin dulu wacana yang banyak berkembang ada pemikiran “sudahlah, yang penting damai-damai, ngapain ngurusin politik” atau pilihan golput yang dianggap sebagai pilihan seksi. Namun, semakin lama semakin saya menyadari mungkin dulu  saya adalah bagian dari masyarakat yang tidak peduli. Mungkin banyak orang-orang yang baik, jujur, cerdas, punya banyak ide untuk kemajuan bangsa ini, namun cenderung tidak peduli. Saya banyak terpengaruh dengan gagasan-gagasan Anies Baswedan dengan gerakan turun tangan, bagaimana kita sebagai warga negara, apalagi seorang warga negara terdidik haruslah ikut serta turun tangan untuk membuat perubahan yang baik untuk negeri ini.
Dan saya melihat menjelang Pilpres ini, kita semua bangsa Indonesia tengah diuji. Seberapa dewasa kita semua menghadapi perbedaaan entah perbedaan pilihan, perbedaan pendapat dan sebagainya. Mungkin saya, kamu juga geregetan saat membaca berita, status atau hal-hal yang kita rasa mengusik. Lihatlah jejaring sosial yang kadang menjadi ajang adu komentar yang kurang elegan. Mungkin saatnya belajar untuk menjaga sikap reaktif kita dengan lebih mengendalikan apa yang kita ketik. Jaga keypad, jaga keyboard. You are what you write. Iyah, karena dengan fenomena dunia maya dan media sosial, keypad dan keyboardlah yang harus banyak kita kendalikan. Pikirlah kembali sebelum menekan tombol enter.
Bangsa ini harus banyak belajar mensikapi perbedaan. Bahwa ketidakseragaman adalah hal yang sangat wajar. Menjelang pilpres ini, saya meyakini bahwa pemenang adalah pihak-pihak yang menunjukan kualitasnya, dengan cara yang ksatria. Bukan dengan cara menjelek-jelekkan pihak lain, bukan dengan menggunakan segala macam cara untuk menjatuhkan kubu lainnya. Saya merindu sebuah kampanye yang elegan, dengan saling bersaing menunjukkan kualitas, kapasitasnya masing-masing. Seharusnya sebagai pemilih, kita dorong orang-orang terbaik Indonesia untuk berkiprah memimpin Indonesia. Kita sebagai pemilih, seharusnya belajar untuk menyuarakan pilihan kita dengan cara yang bijak, santun dan cerdas.
Jaga Keypad jaga keyboardmu. Itu akan menentukan kalian adalah pemenang atau hanya pecundang.
Salam demokrasi damai dan santun.

 Glasgow, 23 May 2014. Di suatu siang yang cerah.

Because You are Special!

source pic here

Pernah nggak merasa iri pada orang lain? Pasti pernah ya, sepertinya perasaan itu normal saja dialami manusia. Seperti juga rasa cinta, cemburu, iri, senang, bangga semua katalog rasa tersebut hampir pasti pernah menghampiri pada kita manusia.
Saya pernah iri sama orang lain? Iya pastilah pernah. Kadang kala, ada manfaatnya juga untuk dijadikan motivasi agar diri berkembang menjadi lebih baik lagi. Belajar dari orang lain, tentang perjuangan, konsistensi, persistensinya untuk mencapai apa yang ia inginkan. Kadang pula terinspirasi dari orang lain, bagaimana si orang itu berjalan mencapai apa yang ia ingin wujudkan.
Kamu, kalian pernah ngerasa iri pada orang lain nggak? Pernah? Sering? Ahahah eh.
Tapi iri saya juga ternyata milih-milih, hihi ternyata saya memang pemilih. Iyalah, kita hidup kan dibekali dengan kewenangan untuk memilih apapun. Ya masa mau semuanya di-iri-in? enggak dong.
Iri dalam batas yang wajar akan menjadi energi pemacu, namun sebaliknya iri yang berlebihan malah akan menjadi energi penghancur.
Mari bicara soal iri, saya biasanya iri pada apa ya?
Iri soal fisik? Ahaha jarang banget. Biasanya perempuan itu paling sensi urusan kecantikan. Si itu lebih cantik, lebih seksi, lebih kinclong, lebih ayu bla bla bla. Di dunia perempuan, diskusi tentang kecantikan itu sudah menjadi historis genetis yang sudah menaun, yang mungkin akan tetap ada seiring dengan masih adanya perempuan di bumi ini. Serius. Cuma ada yang jujur mengenai ini, ada yang pura-pura mengacuhkannya.
Pernah iri karena kecantikan perempuan lain? Ahaha pernah sih tapi jarang. Saya sih suka dengan saya sebagaimana saya sekarang ini. Tapi kalau muji perempuan cantik malah sering. Saya suka tipikal Raisa, Alisa Subandono, Raline Shah. Perempuan saja suka ngeliatnya. Oh ya, suka juga lihat OSD atau Meyda Safira yang anggun dengan jilbabnya.
Iri soal kesuksesan orang lain?
Kadang mungkin terbersit pikiran : oaah si itu baru umur segitu muda sudah mencapai itu yah? Ih si itu bisa ini ya..eh si anu udah pergi kesana lho..ah si ini udah bisa beli itu ya..bla blaa..
Eit, mungkin itu saatnya saya kembali mendudukan definisi kesuksesan. Karena kesuksesan pun tidak sama bagi semua orang. Saya punya definisi kesuksesan tersendiri, dan itulah saatnya saya membisiki diri :
            “Hidup kita ini bukan untuk bersaing dengan orang lain. Tapi untuk menunjukkan sisi terbaik dari diri kita sendiri
Itu sih mantra sakti saya tatkala hidup kadang riuh rendah dengan berseliweran kegaduhan tentang opini, pendapat, persepsi dan lain sebagaimana, konsekuensi dari manusia sebagai makhluk sosial.
Definisi kusuksesan bagi saya, bisa melampaui “saya” yang sekarang dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Semacam perjalanan ke dalam diri yang tak pernah henti.
Saya sadar tidak bisa melakukan semua hal, iyah pastilah, masa semua orang good at everything? Tapi saya punya potensi tersendiri yang harus terus saya pupuk, harus saya hidupi, harus terus saya yakini.
Berapa banyak orang yang terperangkap menjadi manusia penuh iri, dengki tanpa mengenali tujuan diri sendiri? Dunia terkadang begitu gaduh dan riuh, hingga mungkin saja terhanyut menjadi bukan dirinya sendiri. Lihat, lihat dan kenalilah diri. Pahami, bincangi. Orang lain adalah teman seperjalanan kita dalam menjalani perjalanan hidup, tapi jalur-nya bisa berbeda, kecepatannya juga berbeda, bahkan tujuannya saja mungkin saja berbeda.
Jangan sampai kita kehilangan perjalanan diri kita sendiri. Kita berjalan dalam jalur masing-masing, dengan kecepatan masing, dengan tujuan masing-masing.
Saat kita sudah berfokus pada diri sendiri, maka semoga hidup akan menjadi lebih harmoni. Meminimalkan rasa iri dengki atau rendah hati, atau bahkan sombong ataupun arogan. Mungkin inilah pentingnya mengenali diri sendiri, kebutuhan dan tujuan diri. Saat kita lebih mengenal diri, semoga kita berjalan dengan lebih harmoni. Antara hati, pikir, jiwa dan semesta.
Lihatlah dirimu, dengan potensi ajaib yang menunggu kau maksimalkan. Yang berbeda, yang unik, yang spesial anugerah dari Tuhan. Mari maksimalkan. Because you are special!
Mari terus belajar, karena belajar tiada pernah berhenti.
You were born unlike nobody else. All you need to do is to be yourself, everyone else is already taken (Oscar Wilde)

 Glasgow, 23 May 2014. Di sebuah pagi yang hangat.

Selasa, 20 Mei 2014

Ada Cinta dalam Olahan Rasa


Gambar di ambil dari sini

Mata saya terhenti pada sebuah gambar di Instagram milik Dee Lestari. Err..saya sungguh ingin membuatnya juga suatu saat. Iya, selain seorang penulis yang mumpuni, Dee ini mahir memasak dengan berupa-rupa masakan yang bikin drooling hanya dengan melihat foto-foto hasil masakannya saja. Foto yang diunggahnya di media Instagram tersebut adalah menu pilihan yang bisa dipilih oleh suami dan anak-anaknya untuk ia masak dan sajikan. Aih, terlihat menyenangkan sekali bisa seperti itu. Mewujudkan cinta dalam olahan rasa.
Pernahkah berpikir bahwa cinta juga bisa berasa seperti rasa manis, asin, pedas ataupun gurih? Pernahkah berpikir bahwa makanan yang kita makan juga merupakan perwujudkan cinta? Atau pernahkah memasak dengan cinta?
Ternyata memasak itu bisa menjadi aktivitas yang membahagiakan. Saya suka mengulik ngulik resep-resep baru dan mencobainya di dapur, hanya berdasarkan alasan sesederhana bahwa saya menyukai aktivitas tersebut. Apapun aktivitas yang membuat saya bahagia, akan saya lakukan ahaha. Seperti ketika saya ditanya sahabat saya,
            “Eh sampai kapan mau foto-foto narsis begitu, sampai nenek-nenek?” kata sahabat saya sambil mencandai saya.
           “ Ahaha  sepanjang itu membuat aku bahagia. Kemarin aku di Lake district ngelihat ada nenek-nenek yang jalan-jalan trus foto-foto gokil, huaaah seru banget.” Jawab saya sekenanya. 
Seperti halnya juga saya menikmati memasak walaupun masih dengan resep-resep sederhana. Tapi saya menikmatinya. Memasak juga butuh banyak belajar, banyak membaca. Seperti halnya keahlian-keahlian lainnya. Seperti juga mencintai juga membutuhkan banyak belajar. Belajar memahami orang lain, dan yang tak kalah penting adalah memahami diri sendiri.
Memasak bagi saya, adalah menyajikan cinta dalam rasa. Ada keinginan untuk menyajikan masakan yang enak untuk disantap oleh orang-orang yang kita cintai. Wujud cinta dalam olahan rasa baik itu manis, pedas, ataupun gurih. Saya masih harus banyak belajar untuk bisa lebih banyak lagi menyajikan masakan yang beraneka rupa. Kadang berhasil dalam sekali coba, kadang kala tidak berhasil atau malahan berhasil tapi berbeda hasilnya hihih.
Dan sambil belajar memasak, ada juga makna yang bisa dipelajari lho. Salah satunya, ternyata memang benar bahwa usaha ekstra bisa menghasilkan hal yang lebih luar biasa. Kalau mengerjakan atau mengusahakan sesuatu biasa-biasa saja, hasilnya juga standar saja, dan itu juga berlaku pada masak memasak ternyata.
Dulu, masakan saya paling-paling berbumbu standar. Udah enak kok, pikir saya (enak menurut lidah saya yah #mengantisipasi banyak yang protes ;p). Tapi setelah mengenal beraneka bumbu-bumbu dan menambah aneka macam bahan seperti lengkuas, serai, daun pandan, daun jeruk, daun salam ternyata memberikan tambahan rasa yang sungguh signifikan. Huaaah ternyata beda rasanya dengan masakan yang cuma dikasih bumbu standar saja. Ternyata dengan menambah usaha ekstra dengan menambahkan bahan-bahan ekstra memberikan sentuhan rasa yang makin menggugah selera.


Mungkin sama dengan cinta, cinta akan cepat kadaluarsa bila tidak dijaga dengan usaha ekstra. Bahwa cinta tidak serta merta bertahan bila dibiarkan apa adanya. Butuh usaha dan perjuangan untuk tetap menjaga cinta dua manusia yang terus berbeda dengan laju perubahannya. Maka sepertinya perlu upaya dari kedua belah pihak untuk tetap membuat cinta senantiasa mengada.
           " Terlepas dari betapa tidak logisnya cinta, namun ia punya mekanismenya sendiri untuk bertahan"
Saya teringat kalimat yang ditulis Dee, entah di bukunya yang mana ehehe.
Setiap orang punya caranya sendiri untuk mengekspresikan cinta, untuk saya..cinta, bagi saya salah satunya terwujud dalam olahan rasa masakan yang saya cipta.

Cinta saya..eh masakan saya ;p

Glasgow, 19 Mei 2014. Menjelang isya sambil menunggu sayur asem matang.

Selasa, 13 Mei 2014

Tentang Menemukan Kembali




Saya, seperti banyak anak perempuan lainnya adalan pecinta bapak. Anak perempuan mempunyai proyeksinya sendiri memandang lelaki pertama yang dikenal dalam hidupnya. Ayah, Bapak, Abi, Abah atau apapun itu sebutannya. Lelaki itu adalah lelaki pertama yang dikenal anak perempuan dalam hidupnya.
Saya adalah anak bapak. Bukan meniadakan kasih sayang, dan cinta saya pada ibu saya tentu saja. Tapi ada semacam talian rasa yang tak perlu banyak kata untuk mengetahuinya. Saya seperti reinkarnasi bapak saya dalam tubuh perempuan, menyalin lengkap hampir semua minat beliau. Kecuali dalam beberapa hal, saya sejak kecil pemalu, kurang pandai bersosialisasi sedangkan bapak saya terlahir sebagai seorang pemimpin. Sejak muda hingga pensiun, beliau adalam pemimpin yang biasa didengarkan apa katanya, mengatur banyak orang dan dikenal banyak orang. Bahkan kini saat pensiun, perkataan beliau masih didengarkan banyak orang atau banyak yang mencari beliau untuk dijadikan “semar”, sang penasihat.
Inilah yang berbeda dengan saya, saya tidak berbakat untuk mengatur banyak orang. Saya lebih luwes menjadi seorang pelaksana yang handal dibandingkan seorang pemimpin yang mampu mengambil keputusan tepat dan mempunyai aura untuk merangkul orang yang dipimpinnya. Saya tidak memiliki aura seperti itu, mungkin itu beda saya dengan bapak saya.
Dan karena tidak memiliki hal itulah, dalam perjalanan hidup saya, saya cenderung untuk mengagumi lelaki yang mempunyai kualitas-kualitas yang tidak saya miliki itu. 
Iya, saya adalah anak bapak, yang ketika kecil selalu enggan melepaskan tangan-tangan kecil saya yang bergelayutan di kaki bapak kemanapun beliau pergi. Simbolisme penganyom selalu didapatkan anak perempuan dari ayah mereka. Itulah mengapa figur ayah selalu mendominasi proyeksi rasa seorang perempuan. Energi feminim pada diri perempuan menemukan pelengkap pada sosok bapak, dengan energi maskulinnya.
Lalu perempuan tumbuh dewasa, kemudian ia akan mengenal laki-laki selain bapak yang biasa ia kenal sejak lahir. Mungkin ia akan menemukan sinkronitas pada sosok-sosok sahabat lelakinya, pacar, ataupun suami.
Pernahkah terpikirkan, atau cobalah lihatlah baik-baik pasangan kalian kini, hei perempuan?. Tidakkah kau lihat sosok bapak, ayah, abi atau abahmu di situ?
Kalian akan tersenyum mengangguk atau menggeleng? Ah itu tentu saja terserah.
Hanya saja, saya merasa bahwa hidup ini berjalan dengan sinkronitas, dengan kebetulan-kebetulan yang terencana. Ada gerakan dan pikiran bawah sadar yang menarik seseorang, sesuatu. Lalu ada momen seperti “menemukan kembali”, walau mungkin pada sosok yang lain.
Seperti menemukan sosok bapak saya pada orang tercinta saya. Seperti energi feminim saya menemukan energi maskulin yang seperti yang saya rasakan saat saya lahir dan ditumbuhkan.
Hidup, banyak menyimpan rahasia-rahasia, seperti peta yang tak dikenali manusia. Kita berjalan, kita memutuskan atau memilih sesuatu. Mungkin ada kait masa lalu, karena hidup adalah jalinan peristiwa-peristiwa yang mungkin padu.
Dan saya tentu tahu, siapa Maha pencipta skenario paling hebat itu.

Salam.
Glasgow, 13 May 2014

Tulisan Saya di Mata Mereka (1)

Tulisan Saya di Mata Mereka (1)

Terkadang asik juga berkelana maya, kemudian menemukan tulisan  mengenai karya saya. Walaupun ada pula yang lumayan bikin nyesek, karena menemukan beberapa tulisan saya di copas seenak hati tanpa menyebutkan sumbernya.
Namun ada pula yang memberikan apresiasi. Tulisan di bawah ini sudah tulisan lama namun baru saya temukan hasil iseng-iseng. Dia mengapresiasi tulisan blog saya di awal-awal kelahiran blog ini, tentang petualangan saya di Italia. Saya masukkan di sini, sekedar sebagai penyemangat diri.
Saya juga membaca kalimat Ibu Suri-Penulis favorit saya Dee Lestari :
“ Penulis yang masih mengandalkan ide atau inspirasi itu penulis semi profesional, kalau penulis profesional cukup dengan komitmen dan deadline”

Eaaa jleb jleb..Mari terus berkarya, diriku.

Setiap orang tau pasti apa mimpi-mimpinya, hanya saja ada yang membiarkannya hanya menjadi imaji yang membayangi dan menjalani hidup dalam khayalan semu yang menyenangkan tanpa mempunyai keberanian untuk mewujudkannya, tapi ada juga yang berbekal keyakinan bahwa segala ketidakmungkinan mewujudkan mimpi adalah sebuah dusta besar, ia memilih untuk berjalan setapak demi setapak, berpeluh dalam pahit, getir, manis dan permbelajaran di setiap tapak yang dijalaninya.Dan ia percaya penuh langkah-langkahnya menuju sebuah titik..seperti piramidanya Santiago dalam the alkemis.
Bermimpilah, dan kau harus mempunyai keyakinan dan keberanian untuk mewujudkannya..Dan niscaya seluruh jagat raya akan membantumu untuk mewujudkannya.


Dikutip dari sumber yang sama dengan kutipan di postingan lalu. Gw baru aja baca semua postingan mengenai petualangan singkat sang penulis di negeri pizza. Hasilnya, bulu kuduk berdiri dan air mata sempat menetes. Loh kok bisa? Iya, aneh memang gw sendiri ga tau kenapa. Mungkin karena gaya penulisannya yang bikin gw seakan terbawa mengikuti petualangannya, atau karena cerita2nya yang bisa dibilang ‘menyentil’ hati gw yang paling dalam. Tiba2 gw juga jadi mellow pas dia menceritakan petulangan-nya di Florence, ketika dia berdiri di atas jembatan Ponte Vecchio dan sempat menitikkan air mata. Tempat yang selama ini dia impi2kan, akhirnya dia bisa menjejakkan kaki disana. Nyata. Bukan apa2, gw bener2 kebayang aja kalo misalnya gw juga berada dalam posisinya. Mungkin gw juga akan melakukan hal yang sama. Buat gw tempat itu mungkin bukan Ponte Vecchio, walau gw ga menolak kalo ada yang mau ngajakin kesana hehehe.
Sebetulnya isi paragraf pertama di atas sedikit mirip dengan postingan yang beberapa hari lalu gw baca di salah satu blog tempat gw kesasar. Semua orang pasti punya mimpi, tapi ada yang membiarkannya hanya menjadi mimpi dan ada yang mengubahnya menjadi kenyataan. Atau seperti yang dikatakan Douglas Everett, “There are some people who live in a dream world, and there are some who face reality ; and then there are those who turn one into the other.”
Gw tentunya mau masuk kedalam kategori ketiga. Walaupun saat ini gw cuma bisa ngoceh di blog tentang mimpi2 gw itu (menyedihkan memang tapi ya mau bagaimana lagi), gw cukup yakin gw bisa mengubahnya menjadi kenyataan suatu saat. Kalau gw ga bermimpi, gw ga akan punya motivasi untuk menjalani hari. Dan satu langkah kecil untuk memulai semua itu adalah mencoba. Sekali waktu gw menyesal karena tidak mencoba akan suatu hal, alhasil gw (masih) penasaran. Bertanya-tanya dalam hati “Bagaimana seandainya waktu itu gw nyoba? mungkin….”, jadi mulai sekarang kalau gw liat ada kesempatan yang bisa membuat gw mewujudkan semua itu, tanpa ragu2 gw akan nyoba. Entah apapun hasilnya nanti.
“If you lose the moment, you might lose a lot. So why not? why not?

You’ll never get to heaven or even to LA if you don’t believe there’s a way”
- Hilary Duff ~ Why Not

Tulisan di atas diambil dari blog ini

Jumat, 09 Mei 2014

Catatan Tentang Kebahagiaan



Sambil istirahat siang di lab, saya asik melirik-lirik timeline jejaring social Facebook dan twitter saya. Terkadang hanya untuk melihat-lihat saja celotehan teman-teman. Dan hup, saya menemukan postingan tulisan teman saya si Eel, di sini :
Kemudian saya terpikir bahwa memang konstruksi pemikiran, termasuk nilai tentang kebahagiaan juga tergantung dari latar belakang seseorang, bagaimana kondisi sosial ekonomi dan cara ia ditumbuhkan.
Di sinilah tersadari kembali betapa uniknya manusia. Dan betapa semakin terasa tak perlunya menghakimi seseorang. Hey, we don’t know the whole story.
Seseorang berjalan dengan awalnya sendiri-sendiri, bergerak dengan lajunya sendiri, dengan jalannya masing-masing. Mungkin kita akan saling lihat, namun menghakimi seseorang sepertinya terlalu jauh bukan?
Setiap tahapan hidup manusia, ia punya konsep, nilai/value hidup yang ia yakini. Konsep dan nilai tersebut pun terus bergerak seiring dengan pengalaman, pertumbuhan diri seseorang. Seperti teman saya tadi, yang dulu menganggap ukuran kebahagiaan adalah punya uang banyak, kemudian kini bukan lagi.
Lalu karena tulisan teman saya itulah, saya tergerak untuk menelusur catatan-catatan kebahagiaan saya.
Konsep bahagia adalah dengan uang banyak, hampir tidak pernah saya alami. Mungkin karena saya ditumbuhkan dari keluarga yang biasa saja. Ayah saya dulu awalnya guru SD, kemudian pernah jadi Kepala Desa, kemudian jadi penilik Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Ibu saya, seorang ibu rumah tangga yang bekerja di rumah dengan punya usaha konveksi kecil-kecilan. Selama ini saya dibesarkan dengan keuangan yang serba pas-pasan. Untuk kebutuhan sekolah, jajan dan lain sebagainya. Jadi ukuran uang sebagai sumber kebahagiaan hampir tidak pernah mampir dalam benak saya. Dengan segala yang pas-pasan itu, saya bahagia.
Saya mungkin memikirkan bahagia itu apa dan rasanya itu bagaimana, mungkin saat MU mendapat treble winner tahun 1999.
Ehehe kalian mungkin akan mengkerutkan dahi. Tuh kan, apa yang membuat orang bahagia kadang-kadang tidak kita mengerti. Bahkan ketika saat ini diri saya menengok lagi ke belakang, sekarang saya sudah tidak bisa merasakan hal itu lagi, bahagia saya sudah lain lagi. Padahal saat itu saya hanya tahu bahwa saat itu saya merasa menjadi perempuan paling bahagia seluruh dunia. Ahahah, saat menuliskannya saat ini, saya geli sendiri.
Ukuran kebahagiaan yang super sederhana. Dan sepertinya nilai-nilai kebahagiaan saya pun bergerak sederhana.
Ketika kuliah S1, bahagia saya terukur dari nilai-nilai mata kuliah saya baik, kumpul bersama teman-teman, pulang tiap minggu berkumpul dengan keluarga lalu berangkat lagi hari senin dengan uang saku Rp. 50.000 untuk hidup selama satu minggu.
Kemudian selanjutnya bahagia saya masih sederhana, menulis, membaca buku-buku favorit saya, belajar Bahasa Italia, melanjutkan kuliah master, kumpul-kumpul dengan sahabat saya.
Jangan tanya tentang cinta pada lawan jenis dan ukuran kebahagiaan saat saya muda dulu (weks sekarang apa?) karena cinta saya paling-paling sebatas cinta lucu-lucuan.
Saya tidak pernah benar-benar memperhatikan konsep-konsep atau nilai kebahagiaan saya, sampai ketika saya berhasil menginjakkan kaki di Italia. Bahagia saat impian saya terwujud. Bahagia saat impian tertaklukan, ketika perjuangan panjang saya berbuah manis. Mungkin saat itulah, saya mengalami kadar kebahagiaan yang berbeda dan lebih memperhatikan tentang kebahagiaan.
Semua orang katanya ingin bahagia. Sekarang ini banyak sekali bertebaran di mana-mana, di status facebook, twitter, path dan dimanapun sepertinya setiap orang berupaya meyakinkan pada dunia bahwa dirinya bahagia.
Tidak salah pastinya.
Seorang sahabat saya yang lama belum dikarunia keturunan, tiba-tiba hamil kemudian melahirkan seorang putri cantik, tentu saja dia bahagia.
Seorang sahabat yang baru saja menemukan pasangan dan menikah, ia bahagia
Ada yang diterima di pekerjaan baru, ada yang diterima beasiswa, ada yang berhasil bikin masakan yang katanya enak trus bahagia (itu saya ahahaha).
Setelah saya menelusur semua cerita-cerita tentang bahagia, ada satu hal yang saya kini yakini. Kita hanya bisa tahu rasanya bahagia dan apa yang membuat kita bahagia berdasarkan pengalaman rasa kita sendiri. Bahagia  itu ternyata nggak bisa nyontek lho ahahah.
Saya pernah mendengar wawancara seseorang, dan ia menjawab :
            “ Ya bahagialah, nggak usah saya ceritakan. Kamu nggak akan tahu rasanya kayak apa”
Hihihi terkesan arogan, tapi ya benar juga.
Orang-orang bilang bla bla itu sangat membahagiakan. Tapi bagi orang lain atau saya mungkin biasa saja. Demikian pula sebaliknya, apa yang biasa-biasa bagi seseorang, mungkin bagi orang lain terasa luar biasa.
Di sinilah saya sampai dalam pemahaman bahwa saya memiliki rasa kebahagiaan unik tersendiri, dan juga orang-orang lainnya masing-masing. Tidak sama, dan mungkin tidak bisa dipahami satu lainnya karena tataran rasa sungguh terkadang  sulit dibedakan antara sederhana atau rumitnya.
Sekarang ini bahagia saya lebih pada melahirkan tulisan, jalan-jalan, memasak, bersama pasangan saya,  ngobrol dengan sahabat dan keluarga.
Rasa pun mengalami perubahan, ia bertumbuh seiring pertumbuhan pribadi. Bersama pengalaman yang mengiringi.
Ini bahagiaku, itu bahagiamu, bahagia kalian. Lihatlah bahwa kita bahagia dengan rasa kita masing-masing. 


Jangan Cintai Aku Apa Adanya





Pagi yang dingin, jendela samping pun berembun. Tapi hatiku menghangat. Dan lamat-lamat terdengar lagu Tulus- Jangan cintai aku apa adanya-

Jangan cintai aku Apa adanya
Jangan
Tuntutlah sesuatu Biar kita jalan
ke depan
Aku ingin lama jadi petamu
aku ingin jadi jagoan mu


(Jangan cintai aku apa adanya-Tulus)

Tersenyum sejenak. “Jangan cintai aku apa adanya” sepertinya sebuah lirik yang berkebalikan dengan jargon lama “Cintai aku apa adanya”. Betapa seseorang ingin dicintai dengan apa adanya dirinya. Dengan menerima segala kurang dan lebihnya. Benar juga. Saya termasuk salah satu yang mengamini bahwa kita tak bisa mengubah seseorang kecuali si orang tersebut berkeinginan sendiri untuk berubah.
Kompromi. Indeed.
Mudah? Tentu tidak.
Tapi bukankah salah satu seni dari mencintai dan dicintai adalah bagaimana dua manusia saling berkompromi masing-masing pihak.
Tapi lirik Tulus ini membawakan pesan yang menurut saya luar biasa.
Hei kamu, jangan diamkan aku menjadi biasa-biasa saja. Karena denganmu aku selalu ingin berusaha menjadi luar biasa.
Terbaik yang aku bisa
Hei kamu, jangan biarkan aku begini-begini saja. Karena denganmu, rasanya aku punya seluruh energi semesta untuk terus berkarya.
Hei kamu, ingatkan aku untuk menjadi diriku sendiri dalam versi yang terbaik.
Hei kamu, semangati aku agar bisa melahirkan tulisan-tulisan yang bisa dibaca banyak orang, bisa memasak masakan yang super lezat untukmu, dan segera memiliki dapur kita, tempat lahirnya cinta dalam rasa asin, manis, pedas, gurih.
Hei kamu, marilah bersama menjadi hambaNya yang berjalan menjadi pribadi yang lebih baik.
Hei kamu, are you happy with me? Ahahha iya pastilah. Katamu.
Maka jangan cintai aku apa adanya, mari saling membaikkan, menguatkan, dan tangguh menatap jalan ke depan.


Hei kamu..iya kamuu..lama yah tidak menuliskan sesuatu untukmu.

--Aku.  Perempuan yang bahagia bersamamu--

Lelaki Penerjang Badai itu





Rasanya badai makin kencang, sayang
Iyah, tapi bukan berarti tak ada jalan terang,
Langkahku kadang mulai lelah
Istirahatlah sejenak, lalu mari bersama kita kembali melangkah
Jalan makin terjal,
Tak apa, karena itulah kita harus makin pejal
Maafkan, bila terkadang aku mulai merapuh
Tak perlu, bukankah kita berdua bersama untuk saling memberi suluh?

Ah lelaki penerjang badai itu,
Lelakiku,


Rabu, 07 Mei 2014

A Beautiful Day in Victoria Park




Siapa bilang jalan-jalan itu harus jauh? Nggak loh, yang penting meluangkan waktu untuk refreshing dari rutinitas. Seperti kali ini, libur bank holiday sehari di Hari Senin lalu, sepertinya akan membosankan bila dihabiskan hanya di flat.Apalagi sekarang ini setiap hari kini saya bekerja (demi bertahan hidup di Glasgow #ahaha melas). Nah, walaupun ramalah cuacanya nggak terlalu cerah, bahkan gerimis rintis-rintis, kami tetep nekad jalan-jalan ke Victoria Park.
Ceritanya sekalian survey untuk tempat barbeque sekalian pengajian bulan depan. Saat cuaca mulai banyak matahari, memang kadang-kadang kami mengadakan pengajian outdoor, sekalian barbeque-an. Biar tidak bosan juga dengan rutinitas pengajian tiap bulannya. Nah, dengan malu hati, ini kali pertamanya saya ke Victoria Park. Hihih haduh selama dua tahun saya di Glasgow ini kemana saja sih? Padahal letak Victoria Park tidak terlalu jauh dari Hillhead, tempat tinggal saya. Kalau menggunakan bis pastinya hanya sebentar, tapi karena ceritanya jalan-jalan (ini ngirit maksudnya hihih) jadi kami jalan kaki saja ke sana. Yang menyenangkan di sini, jalanannya sangat friendly untuk pejalan kaki. Ada semacam track atau space yang disediakan untuk pejalan kaki. Dan juga jalanan lengang, adem ayem sementara udaranya bersih. Memang cocok untuk jalan kaki. Untuk mencapai Victoria Park, mungkin sekitar 45 menit- 1 jam jalan kaki ( udah plus mampir beli es krim, ngadem etc eheheh).
Dan setelah sampai, keinginan saya untuk membuka bekal kami dan makan langsung sirna ketika melihat bunga-bunga sakura (cherry blossom) yang berguguran. Fotoiiin, eheheh nggak bisa banget liat background bagus. Tadaaaa...





Yang saya amati, Glasgow terdapat banyak sekali taman-taman kota yang sediakan gratis untuk publik. Hampir di setiap area ada taman kota, tipikalnya hampir sama, ada taman bunga, kolam, area bermain anak-anak, cafe/shop jual teh/kopi atau makanan kecil, tempat duduk-duduk santai dan publik toilet.
Saya ingat kata Kang Emil, halaah sok akrab. Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil itu sering mengatakan kalau masyarakat yang sehat itu biasanya berkumpul dalam tempat-tempat publik seperti taman kota. Makanya sekarang Kang Emil sedang menata Kota Bandung menjadi kota yang nyaman dan sehat untuk masyarakatnya. Iya benar juga, masyarakat butuh tempat publik yang murah/gratis untuk berkumpul, refreshing karena selain kebutuhan kesejahteraan raga, kesejahteraan jiwa juga dibutuhkan.
Persis seperti apa yang saya lihat di sini, disediakan ruang-ruang publik yang nyaman dan bersih. Orang-orang bisa jalan-jalan bersama orang-orang tercintanya, atau biasanya membawa anjing-anjingnya juga, bersantai menghilangkan kepenatan. Ada hal yang awalnya membuat saya takjub. Bila mereka jalan-jalan bersama anjingnya, kemudian di anjing itu pub-meninggalkan kotoran, maka si pemilik anjing itu akan mengeluarkan kresek yang dibawanya kemudian membuang kotoran anjing mereka ke tempat sampah. Ih, kesadaran mereka akan kebersihan dan tanggung jawab terhadap peliharaannya saya lihat memang jempolan.
Di Victoria Park ini terbilang komplit, ada taman bunga yang indah dan luas seperti ini.





Duh siapa yang nggak betah lama-lama di tempat ini.
Ada pula kolam yang banyak belibis dan angsa, serta burung dara di sekitarnya. Jadi sangat menyenangkan dan menenangkan, duduk duduk santai di bangku dekat kolam sambil menikmati pemandangan sekitarnya yang adem.




Bila membawa anak-anak, ada pula wahana permainan anak-anak yang bisa dengan gratis digunakan. Kadang-kadang menghibur juga melihat anak-anak bermain, lucu-lucu, jadi pengen punya satu #eaaa ahahah.


Publik toilet juga tersedia dan cukup bersih. Ah, ke depan akan sangat baik bila konsep seperti ini diterapkan di Indonesia. Jangan hanya dibanyakin Mall, harusnya fasilitas publik untuk berkumpul seperti taman kota ini harus segera dipikirkan untuk diterapkan di Indonesia. Saya amati sudah mulai ada beberapa daerah di Indonesia yang memulai menciptakan tata kota yang baik, semoga akan disusul oleh daerah-daerah Indonesia lainnya.
Nah, jalan-jalan kali cukup sederhana. Hanya jalan kaki, santai-santai menikmati taman kota, foto-foto narsis #tetep, makan bekal dan duduk-duduk santai. Tapi rasanya jiwa kembali segar dan cerah ceriaaaaa. Iyah saya kalau deket-deket ijo-ijo, bunga-bunga sama air pasti bawaannya seger hihih.




Tuh kan jalan-jalan nggak harus mahal dan jauh. Tengok tempat menarik di sekitarmu and live your life!