Kamis, 12 Maret 2015

Ayo Fokus, Jangan Rakus


source pic here

Sembari membalas satu-satu ucapan selamat ulang tahun di wall Facebook yang saya terima tanggal 10 maret lalu, ada ucapan dari sahabat lama saya di Jogya dulu. Saya membalasnya sekaligus mengucapkan selamat atas terbitnya buku yang ditulisnya bersama sang suami. Akhirnya kami mengobrol via message setelah lama sekali nggak kontak, mungkin lebih dari setahun lamanya. Namun kadang ajaibnya, ada sahabat yang  walau sudah lama nggak kontak, namun saat ngobrol terasa baru kemarin ngobrol. Dan ngobrolnya langsung “berat” walaupun bahasanya sambil ngakak-ngakak,
            “ Pertama kita harus mengakui dulu kalau kita manusia ini rakus mbak, “ begitu bilangnya saat saya bilang pengen belajar ilmu hipnoterapi, tema buku yang ia tuliskan itu.
            “ Ada hal-hal yang kita cukup tahu seperlunya saja, lalu fokuskan pada satu ada beberapa hal yang memang passion kita. Aku juga sedang belajar mbak, mengontrol diri sendiri. Karena merasa mampu, ada peluang, jadinya pengennya banyak, ini itu. Tapi ternyata ada hal yang memang kita butuhkan, ada yang tidak,” paparnya. Aih, makin bijaksana saja itu anak.
Umurnya lebih muda dari saya namun tempaan kehidupan yang pernah ia hadapi nampaknya mempercepat laju pertumbuhan dirinya. Saya masih ingat, dulu saat satu kos di Jogya sering berbincang tentang buku Gede Prama dan buku-buku spiritual lainnya. Dia hindu-saya muslim, dan perjalanan spriritual menurut saya universal bagi semua penganut agama.
Saya tercenung membaca kalimat-kalimatnya, pas banget dengan saya sekarang ini, random! Tadinya saya berpikir, berusahalah menjadi versi terbaik dari diri kita—mungkin hal itu masih benar, namun mungkin ada yang kurang pas interpretasi saya. Akhir-akhir ini saya semakin random dengan membiarkan diri saya menikmati dan menjalani apapun yang saya inginkan. Saya mendapati penemuan-penemuan baru lalu mengalirkan energi ke sana, mungkin karena terlalu banyak akhirnya menjadi random dan hasilnya kurang maksimal.
            “ Saya juga gitu mbak, maunya macam-macam, pengen belajar ini itu. Tapi malah hasilnya kurang maksimal. Mungkin mending fokus pada beberapa hal yang memang passion kita, lalu biarkan orang lain menjadi master di bidang lainnya,” tutur sahabat saya tadi.
Humm saya sih sebenarnya pengen banyak belajar ini itu bukan ingin menjadi master di bidang tertentu yang saya minati, tapi hanya karena saya menikmatinya saja. Namun, akhirnya energi terbagi bagi. Mungkin saatnya untuk memilah milah, dan  lebih terfokus.
Ingin tahu betapa randomnya pikiran-pikiran saya? Ahaha baiklah, memang secara naluriah manusia itu rakus, well pertama saya harus mengakui kalau saya rakus.
1. Saya sempat kepengen ikutan course Bach Flower Remedy System, karena pusatnya hanya di UK. Udah lihat-lihat info coursenya dan baca-baca informasinya. Saya tertarik di dunia self healing, sering baca-baca artikel dan videonya Reza Gunawan, bahkan sempat juga kepengen ikutan pelatihannya kalau sudah di Indonesia. Kenapa sih self healing? Karena tiap manusia sebenarnya sangat rentan terganggu kesehatan mental/jiwanya, dan self healing akan membantu manusia untuk meningkatkan kualitas kesehatan jiwanya, dan otomatis pula kesehatan raga. Well, saya sangat tertarik ilmu ini, mungkin kenapa saya tiba-tiba tertarik dengan buku sahabat saya tentang hipnoterapi karena memang secara naluriah saya tertarik dengan ilmu “begituan”. Ada yang mau bayarin saya course di sini? Ahaha
2. Ini juga mungkin absurb terdengar, saya suka memijat. Baru kemarin saya beli buku ilmu tentang massage untuk penyembuhan penyakit-penyakit ringan. Saya suka dan sering memijat tapi nggak tau ilmu-nya, seperti titik-titik tertentu yang berhubungan dengan chakra tertentu dan sebagainya. Saya hanya bisa merasakan kondisi bagian tubuh yang saya pijat, mana yang butuh pijatan lebih, mengalirkan energi ke situ  dan apa yang dirasakan oleh orang yang saya pijat. Kadang-kadang secara random saya juga pengen belajar lebih dalam lagi soal pemijatan, bukan karena saya pengen jadi tukang pijat professional ahah, tapi just for the sake of curiosity. Dengan begitu saya bisa memijat orang-orang tercinta saya dengan lebih baik, syukur-syukur bisa menyembuhkan penyakit penyakit ringan dengan pijatan saya. Tapi semakin saya baca, semakin keren ilmu sentuhan tangan ini..halaaah
3. Ada pula keinginan untuk berbisnis hihi, dan saya dari dulu pengen punya kedai kopi. Hanya orang tercinta dan sahabat-sahabat dekat saya yang kadang saya bincangi tentang hal ini. Dulu sih cuma pengen pengen-an, sekarang agak seriusan ahaha. Kenapa saya suka ide tentang kedai kopi? pertama tentu saja karena saya suka kopi. Kopi menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup saya. Kemudian,  karena saya suka pemandangan orang-orang yang bersama sambil minum, makan makanan ringan,  membaca, menulis ataupun mengobrol dengan sahabat atau orang-orang tercinta. Saya suka banget pemandangan seperti itu dan akhirnya ingin menciptakannya untuk orang lain. Apalagi saya juga suka banget masak, bisa tuh kedai kopi plus sajian makanan apa gituuu, plus saya juga suka crafting dan decorating, niatnya pengen bikin kedai kopi yang unik desainnya, cozy, enak buat nongkrong-nongkrong..bla..blaa…halaaah
4. Nulis jelaslah passion saya sejak dulu, tapi juga masih saya rasakan random, belum terlalu fokus untuk mengalirkan energi ke situ, mungkin karena kebanyakan maunya tadi itu ahah
5. Then saya suka modelling, fotografi, tadi udah disebut saya suka crafting, bikin-bikin pernak pernik seru-seruan dan ternyata super addicting banget, suka masak, suka dekorasi, eh plus sangat suka fashion. Pulang nanti pengen belajar menjahit dan menciptakan baju-baju yang lucu-lucu errrr. Belum lagi saya juga suka ikut komunitas kayak Indonesia mengajar, bantuin orang bikin perpus desa, dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya.
Saya memang super random. Rakus banget..tapi saya suka, tadinya saya berpikir kalau semua itu mewarnai hidup saya, kenapa enggak? Saya ingin memaksimalkan potensi yang saya punya, begitu pikir saya.
Then, obrolan saya kemarin dengan sahabat saya itu mungkin sedikit mengingatkan saya untuk lebih fokus lagi, sehingga hasilnya juga lebih maksimal. Humm marilah belajar mencobanya..
Tapi setidaknya saya bersyukur, saya tahu apa yang saya suka, walaupun banyaak..terus akhirnya jadi random, daripada tidak punya kesukaan sama sekali ahaha. Ada yang punya pengalaman yang sama seperti sayakah? 

Salam
Glasgow, 12 March 2015


Kamis, 05 Maret 2015

Mahalnya Langit Biru di Skotlandia : Turnamen Foto Perjalanan Ronde 57 #Langit Biru





Bagi negeri yang didominasi langitnya yang gloomy, langit biru begitu mahal rasanya. Langit biru selalu memberikan rasa istimewa. Bahagia yang sederhana namun mahal harganya karena hadirnya langka.
Ketika langit biru hadir di langit Skotlandia, kebersyukuran nikmat Tuhan begitu terasa. 

Foto ini diikutsertakan pada Turnamen Foto perjalanan ronde 57 : Langit Biru


 

Selasa, 03 Maret 2015

How Living Abroad Changed Your life


York-2014


Kuliah atau tinggal di luar negeri masih menjadi keinginan banyak orang di Indonesia. Terbukti makin banyak saja mahasiswa dari berbagai daerah mengontak saya untuk sekedar bertanya-tanya tentang studi  ataupun cara mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Tentu saja hal tersebut bagus menurut saya, pergilah ke luar cangkangmu selagi muda, berpetualanglah keliling dunia, kemanapun tempat yang ingin kau mau, belajarlah dari apapun. Belajar dari buku-buku, dosen, orang baru, apapun. Godai dirimu dengan perubahan-perubahan yang akan melesatkan pertumbuhan dirimu dengan kecepatan yang signifikan. Kenapa kadang-kadang kita harus berani meninggalkan zona nyaman? Mungkin karena perubahan dengan keluar dari zona nyaman memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk pertumbuhan diri dengan begitu cepat. Dan kesempatan dengan tinggal di luar negeri salah satunya pasti memberikan perubahan dalam hidup.
1. Berteman dengan adrenalin
Pergi dan tinggal di luar negeri dipastikan kamu akan lebih sering berteman dengan hormon adrenalin. Kejutan demi kejutan, perubahan demi perubahan akan menghampiri hidupmu. Terutama saat awal-awal penyesuaian dengan kehidupan barumu. Bahasa yang berbeda, orang-orang yang asing, dan mendapatimu sendirian untuk bisa survive. Hidup akan sedikit memaksamu untuk beradaptasi dengan segala macam yang baru untuk  hidupmu. Kondisi-kondisi yang berbeda inilah yang akan menempa dirimu dalam berbagai macam keadaan yang walaupun nampaknya menyulitkan namun justru hal-hal itulah yang akan melesatkan pertumbuhan dirimu. 
2. Membiasakan diri dengan bahasa, budaya dan komunitas yang berbeda
Dibenturkan dengan bahasa yang berbeda, mata uang yang berbeda, sistem transportasi, perbankan dan komunitas yang berbeda tentu saja membutuhkan energi tersendiri untuk menghadapinya. Dirimu akan terbiasa dengan perubahan dan perbedaan di sekitarmu. Tapi itu akan melatih daya adaptasimu terhadap lingkungan serta komunitas baru. Mungkin kau akan menemukan "rumah" baru pada lingkungan baru tempatmu tinggal, ataupun menemukan kebaikan-kebaikan orang-orang tak dikenal. Dan dengan terbentur dengan budaya yang berbeda, engkau juga akan belajar toleransi. Merasai pengalaman menjadi minoritas setelah hampir seluruh hidupmu menjadi mayoritas tentu saja akan menyisakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan.
3. Belajar mengenali diri sendiri
Dengan hidup di lingkungan yang serba berbeda, kamu juga akan belajar mengenali dirimu sendiri. Bagaimana kala dirimu dibentur-benturkan oleh kondisi yang ekstrim. Kau akan melihat dirimu sendiri lebih dalam. Kau jadi semakin mengenali karaktermu, kebiasaan-kebiasaanmu dan caramu mensikapi keadaan-keadaan. Kita mungkin lebih gampang mengenali orang lain dibanding mengenali diri kita sendiri. Nah, dengan kondisi ini kamu terasa akan lebih bisa mengenali dirimu sendiri. 
4. Belajar hal-hal baru
Selain materi keilmuan yang kamu dapat dari kuliah, kamu juga banyak belajar hal-hal baru. Ada kondisi yang memaksa atau mendorongmu untuk belajar hal-hal yang dulu tak terbayangkan. Memasak masakan yang dulu tinggal beli di Indonesia. Dulu kamu mungkin nggak pernah membayangkan membuat sendiri bakso, pempek, gudeg, sate padang dan masakan-masakan yang tinggal beli di Indonesia. Atau kamu bisa menemukan passion-passionmu yang lain. Suka fotografi, crafting atau mungkin hal-hal lainnya. 
4. Meluaskan wawasan dan cara pandang
Bertemu dengan orang-orang baru dengan latar belakang budaya yang berbeda pasti akan meluaskan wawasan dan cara pandang. Ini salah satu manfaat yang sangat penting saya rasakan. Kamu nggak akan lagi melihat dunia atau hidup sebagai hitam dan putih. Kacamatamu melihat kehidupan juga akan meluas. Konsep-konsep hidup pun akan melentur, bukan berubah tapi berkembang. Pastinya banyak konsep-konsep hidup yang tidak sesuai dengan konsep yang kita anut. Di situlah integritas dirimu dipertaruhkan. Jadi seraplah yang baik, dan selective permiable-lah terhadap pemikiran-pemikiran baru. Kadang-kadang pertumbuhan inilah yang membuatmu menjadi pribadi yang baru. 
6. Melihat Indonesia dan orang-orang tercintamu dari jauh
Jauh dari tanah air dan orang-orang tercinta akan membuatmu lebih menghargai apa yang telah kamu miliki. Dengan merentangkan jarak sejenak, kamu akan merasa betapa istimewanya pertemuan, komunikasi dan kamu lebih mudah bersyukur. Melihat Indonesia dari jauh juga akan menebalkan nasionalisme dan keinginan untuk berkontribusi ketika pulang nanti. 

Pengalaman tinggal di luar negeri adalah salah satu lajur dari perjalanan hidupmu. Kamu tidak pernah tahu kapan akan bisa mengulang kembali. Perlu dingat, tinggal sebagai insider dengan jalan-jalan sebagai traveller di luar negeri itu sangat berbeda lho. Maka, manfaatkan kesempatan tinggal di luar negeri untuk melesatkan pertumbuhan dirimu sebaik baik-nya. Tuhan memberimu kesempatan yang istimewa.

Salam dari Glasgow yang masih bersalju saat musim semi seharusnya datang
 

Minggu, 01 Maret 2015

My “Life-Changing” Books




Entah mengapa tiba-tiba ingin menuliskan buku-buku yang datang dalam hidup saya dan terasa mengubah atau memberikan konsep baru dalam pemikiran saya. Saya selalu berpikir bahwa buku-buku yang kita baca adalah “buku-buku yang kita pilih” untuk kita baca. Artinya, kita memilih buku-buku tertentu dari sekian banyak buku yang ada. Dan kau tahu kan apa yang paling dipengaruhi oleh buku yang kita baca? Pikiran kita. Karena itulah kita sering mendengar bahwa perubahan dalam hidup salah satunya juga ditentukan oleh buku-buku apa yang kita baca.
Saya kadang-kadang rancu menyebut, bahwa kita “memilih” buku itu, atau buku itu memang sengaja datang dalam hidup kita. Karena saya sering mengalami kebetulan (well, kesengajaan Tuhan) ada buku-buku yang saya merasa bahwa : “ buku ini memang datang agar saya tahu akan sesuatu”. Biasanya saat seperti itu sangat terasa pada saat saya sedang bertanya pada Tuhan. Bagi yang sering membacai blog saya, pasti sering mendapati saya bertanya pada Tuhan. Saya sering mempertanyakan kejadian, apa yang Tuhan maksudkan, ataupun banyak hal-hal lainnya. Saya sering melakukan itu agar tidak menjalani hidup dengan “tertidur”-if you know what I mean.
Nah ini dia buku-buku yang banyak mengubah hidup saya itu :
1. The Alchemist (Paulo Coelho)
Saya langsung menyebutkan buku di daftar nomer satu mungkin berdasarkan bahwa buku ini merupakan awal saya memiliki “awareness” lebih terhadap hidup. Bahwa hidup bukan hanya untuk dijalani namun juga dimaknai. Saya pertama kali membaca buku ini Tahun 2008 lalu di Perugia, Italia. Buku ini datang pada saat saya mempertanyakan pada Tuhan," buat sih kerja keras, jatuh bangun untuk meraih impian-impian kita?" Saat itu saya berhasil mewujudkan impian saya untuk menjejakkan kaki di Italia, impian yang saya genggam sejak jaman kuliah S1. I just want to be there before I die. Jaman kuliahan dulu, nggak pernah lho bermimpi mau nikah sama siapa? Mau tinggal dimana? Mau kerja jadi apa? Bla bla bla.. ahhaha well kalau Tuhan rada “pending” urusan menikah ya fair enough lah. Saya-nya yang terlambat berpikir soal itu ahaha *malah curhat ahaha.
Kembali ke The Alchemist, sebenarnya buku ini sangat sederhana. Bercerita tentang si penggembala domba yang mencari harta karun (impiannya). Buku itu seperti langsung menjawab pertanyaan saya pada Tuhan, kenapa kita harus punya keberanian untuk mewujudkan impian-impian kita. Dan salah satu quote favorit dan sangat terkenal dalam buku itu adalah :
            “ Bila kita menginginkan sesuatu, seluruh semesta akan bersatu padu untuk membantumu untuk mewujudkannya”
Kalau kalian punya impian, dan suatu saat tercapai. Kalian bisa membuktikan betapa benarnya kutipan tersebut. Hidup terasa begitu ajaib. Dan kamu akan merasaTuhan benar benar “hadir” dalam hidupmu.

2. Life Lessons : Membuat Impian Jadi Kenyataan Kisah-kisah Nyata Menggugah dan 7 Petunjuk Menuju Hidup Penuh Kebahagiaan (Jack Canfield)
Wuih judulnya yah ahaha baru ngeh juga kalau judulnya rada-rada “lebay”. Tapi dari buku yang saya baca tahun 2010 ini, saya pertama kali mengenal hukum tarik menarik (Law of Attraction) dan lumayan amazed dengan hukum ini. Mungkin sebelumnya saya sudah secara tidak sadar menjalankannya namun tidak paham bahwa tengah melakukan hukum Law of Attraction ini. Inti dari hulum LOA ini adalah :
“ kemiripan menarik kemiripan, dengan kata lain kemanapun perhatian kita pergi, ke sanalah energi mengalir, dan kita menarik lebih banyak dari hal itu ke dalam hidup kita”
Artinya pikiran kita adalah magnet luar biasa yang akan menarik sesuatu dengan apa yang kita pikirkan. Itulah mengapa pikiran positif akan mendatangkan lebih banyak hal positif yang hadir dalam hidup ini, sedangkan pikiran negatif seperti kecemasan, ketakutan, cemburu, iri, dengki juga akan mendatangkan hal-hal negatif juga.
Intinya, apapun yang kita pikirkan atau inginkan itulah yang kita “tarik” untuk datang dalam hidup kita.
Dan secara kebetulan (sekali lagi kesengajaan Tuhan) ternyata saya bertemu dengan partner saya  itu persis setelah saya membaca buku ini, pada bulan yang sama. *baru ngeh juga setelah nulis postingan ini ehehe. Harusnya saya ketemu buku ini lebih awal ya jadi bisa bertemu dengan partner saya ini lebih awal pula *halaah ahaha.

3. The Secret (Rhonda Byrne)
Buku dan konsep “The Secret” ini datang hampir bersamaan dengan buku di atas. Secara konsepnya pun hampir sama yakni Law of Attraction. Dari buku ini selain tentang hukum LOA, saya juga belajar tentang keberlimpahan, bagaimana semesta menyediakan keberlimpahan yang cukup untuk semua orang. Ada dalam satu series the secret, saya belajar tentang kebersyukuran. Buku yang bagus untuk hidup yang lebih positif.

4. The Celestine Prophecy (James Redfield)
Buku ini merupakan hadiah dari sahabat baik saya. Tuh kan, memang kadang-kadang ada buku yang datang dengan sengaja kok dalam hidup kita. Saat saya tanya ke sahabat saya, kenapa sih memilih buku ini untuk diberikan pada saya?
            “ Karena kayaknya kamu bakalan suka buku itu,” begitu jawaban sahabat saya waktu itu.
Awalnya saya belum menyentuh buku itu beberapa saat, awalnya masih aneh buku apaan sih ini-gitu pikir saya. Saya ingat waktu itu saya membaca buku itu tahun 2012, saat saya pulang ke Indonesia untuk penelitian lapangan. Buku ini tentang pencarian 9 kunci spiritual yang ada pada manuskrip kuno di Peru. Dari 9 kunci spiritual tersebut yang paling ngena bagi saya saat itu adalah soal ketergantungan energi. Bahwa terkadang manusia mengalami ketergantungan energi pada orang-orang tercinta, misalnya saja pada saya kala itu adalah pasangan. Kala dia ada, kala kontak baik ataupun kala hubungan baik, energi yang dihasilkan kadang-kadang luar biasa, namun bila kondisi yang sebaliknya terjadi, energi saya bisa susut demikian drastisnya. Saya pikir bukan hanya saya yang pernah mengalami hal tersebut. Mungkin orang lain bisa mengalami ketergantungan energi ini pada hal lainnya, pada pekerjaan (ngeh kan kenapa orang bisa workaholic) dan sebagainya. Intinya sih, kita harus utuh dulu sebelum berbagi keutuhan dengan orang lain. Kita harus penuh dulu sebelum berbagi kepenuhan dengan orang lain. Itu sih konsep yang saya temukan di buku itu yang yang lumayan life-changing pada saya. Yang walaupun pratiknya kadang-kadang masih harus belajar terus ahaha ;p

5. Conversation with God (Naele Donald Walsch)
Judul buku ini nampak menyembul di antara buku-buku lainnya yang dijual di sebuah charity shop di Glasgow, Conversation with God. Yah, sekali lagi saya bilang kadang-kadang ada buku-buku yang memang sengaja hadir dalam hidup kita pada saat yang tepat. The teacher comes when the student is ready. Begitulah saya bertemu dengan buku ini, beberapa minggu lalu dengan harga cuma 79pence (nggak ada 20 ribu lho). Saat itu saya memang sedang dalam lowest point, sesuai dengan postingan “mati” saya di blog ini juga. Ada banyak pertanyaan, protes dan apapun lah namanya pada Tuhan kala itu. Dan Tuhan ternyata sengaja mempertemukan saya dengan buku ini. Dia memberikan jawaban tidak terlalu lama ternyata. Dan hanya dua kali dudukan saya langsung menyelesaikan buku ini. Otak saya rasanya seperti spons yang menyerap dengan begitu cepat. Dan ada banyak momen momen yang saya harus berhenti sebentar karena “terantuk”konsep-konsep baru ataupun gabungan konsep lama yang saya yakini. Ada terlalu banyak hal yang saya dapatkan dari buku ini, salah satunya yang saya ingat, bahwa “pain terjadi karena perspektif kita pada suatu kejadian, kalau kita mengubah perspektif kita pada kejadian tersebut, sakit/pain akan serta merta hilang”. Bener juga sih konsepnya. Kemudian buku ini juga menekankan konsep bahwa manusia mempunya “power” untuk menciptakan apapun yang ia inginkan. Buku ini hampir meramu konsep-konsep yang saya temukan di buku-buku sebelumnya. Buku yang berisi percakapan antara manusia dengan Tuhan ini banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Cukup pas dengan saya yang memang suka usil bertanya tanya pada Tuhan. Salah satu inti yang ditekankan dalam buku ini adalah tentang mengingat kembali Who You Are. Konsep ini sangat cocok dengan konsep perjalanan ke dalam diri. Bagaimana pada akhirnya hidup adalah sejauh mana kita mengenali diri kita sendiri. 
Satu hal yang menarik adalah soal relationship-yang juga dibahas dalam buku itu.There’s no obligation in relationship, but opportunity- ini ngena banget sekaligus keren. Artinya dalam hubungan adalah kesempatan-kesempatan untuk menunjukan sisi terbaik dari diri kita. Hubungan bukan tentang apa yang kita dapatkan dari orang tercinta kita itu, tetapi apa yang bisa kita berikan pada orang tersebut dan saling mensupport untuk menjadikan masing-masing kita menjadi versi yang terbaik sesuai dengan karakternya sendiri-sendiri. Inilah yang disebut "flourish"-istilah yang menggambarkan tahapan lebih tinggi dari pada "happiness" yang menjadi salah satu tujuan utama dalam relationship. Happiness lebih kepada kondisi bahagia dalam pasangan, namun flourish lebih kepada bagaimana relationship itu mampu mendorong masing-masing individu tersebut untuk saling menunjukkan versi terbaik dari dirinya, dan otomatis relationship tersebut bukan hanya merupakan berkah pada keduanya namun juga memberikan impact positif untuk lingkungannya. Iyah, hubungan seharusnya bertujuan untuk mengenali diri kita sendiri, dan menunjukkan sisi terbaik kita dan membaginya dengan orang tercinta kita.  The most lovingly person is who self centered. Ini hampir sepaham dengan konsep di The Celestine Prophecy bahwa kita harus utuh dulu untuk berbagi keutuhan dengan orang lain. Saya sungguh beruntung bertemu dengan buku ini.
Itulah beberapa daftar life-changing books saya. Mungkin saya sebut demikian karena buku-buku ini datang dalam hidup saya saat saya sedang mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya akan hidup. Saya ingin tetap terus membacai karya-karya banyak orang dan menemukan banyak keajaiban dan pembelajaran di sana.
Kalau kamu, apa life-changing booksmu?

Salam,
Glasgow, Hari pertama bulan Maret.
 

Rabu, 25 Februari 2015

Menunggu


Saya tiba-tiba teringat sebuah kejadian yang beberapa saat yang lalu di daerah East Kilbride. Kala itu kali pertama saya ke sana, Glasgow ternyata luas juga. Masih banyak area-area yang belum dikunjungi. Kami jalan-jalan di East Kilbride Park-entah apa nama tepatnya saya sungguh lupa. Kala itu dunia saya sedang gulana, tak tentu apa yang saya lihat dan apa yang saya pikirkan. Kamera yang tersimpan di tas punggung juga enggan kukeluarkan. Kadang-kadang hidup memang begitu, tak selamanya langit biru biru cerah, kadangkala juga muram durja.
East Kilbride memang lumayan jauh dari pusat kota, akses bisnya saja lumayan lama waktu tunggunya. Busnya lewat setengah jam sekali. Namun sebenarnya daerahnya sangat indah, semacam daerah pedesaan dengan hijau. Bus yang kami tumpangi melewati jalanan kecil yang sepertinya hanya cukup untuk badan bus saja. Meliuk liuk di antara hamparan rumput-rumput yang masih keliatan hijau di akhir musim dingin.  Park di East Kilbride yang kami kunjungi juga cantik sebenarnya. Ada domba-domba lucu di kejauhan, lalu ada danau luas yang airnya membeku. Kau bisa bayangkan kalau si bebek-bebek itu berdiri di atas air karena air danaunya membeku. Pemandangan yang menarik sekali sebenarnya, namun sekali  hal itu tidak menghapus keenggananu untuk mengeluarkan kamera dan memfotonya.
“ Jadi mau ke museumnya nggak?” tanya teman seperjalanan saya. Museum –yang saya pun lupa apa namanya- itu terletak sekitar 10-15 menit jalan kaki dari taman itu. Mungkin pas untuk sekalian jalan-jalan di area itu.
Namun rasanya enggan kemana-mana. Saya menggeleng,
            “Pulang saja yah” kata saya. Diapun mengiyakan. Lalu kami berjalan menuju bus stop terdekat. Bus stopnya di area antah berantah, sepi. Hanya seorang nenek yang tengah menunggu bis di bus stop itu.
            “Busnya barusan lewat, aku ketingalan bus. Busnya baru akan datang setengah jam lagi,” kata si nenek itu.
Yah begitulah hidup, kadang-kadang kita merasa “terlambat”.
            “ Wait, yeah wait. Kadang-kadang apa yang bisa kita lakukan adalah menunggu, tetap menunggu,” kata si nenek itu bicara sendiri.
Kadang-kadang saya merasa curiga Tuhan sedang mengirimkan pesan lewat si nenek tua itu.
Nenek itu kemudian mengajak mengobrol, suaranya sudah parau tak begitu jelas kutangkap. Ditambah lagi suasana hatiku yang sedang mendung, makin tak kutangkap maksud pembicaraannya. Teman seperjalananku yang lebih sering menimpali obrolan si nenek itu.
Kerut di wajahnya sudah banyak, tubuhnya sudah bongkok. Tapi si nenek masih bisa bepergian kemana-mana sendirian. Salut juga.
Saya menunggu bus stop sementara pikiran saya berkeliaran kemana-mana. Sementara si nenek itu terus saja bergumam sendirian di sebelah saya.
            “ 5 minutes left,” katanya.
            “ owh, sebentar lagi. Kalian membuat penantian saya terasa cepat,” kata si nenek itu sambil tersenyum.
Ah, ternyata memang kita bisa “menciptakan” semuanya,  termasuk waktu.
Saya kira kecurigaan saya benar, Tuhan tengah menyampaikan sesuatu lewat si nenek itu.
Kadang-kadang kita memilih menunggu sesuatu yang layak kita tunggu. Waktu punya keindahan misterinya tersendiri.
“ God speak to everyone. But not everyone listen "  (Conversation with God) Neale Donald Walsch.

Rabu, 11 Februari 2015

Bagaimana Caranya Mendapatkan Supervisor untuk Studi S3?


Ada banyak orang-orang yang selama ini mengontak saya untuk menanyakan tentang bagaimana langkah untuk melanjutkan studi S3. Mungkin bermanfaat bila saya jadikan satu postingan, dan mungkin saja lebih simpel dalam menjawab pertanyaan sama yang diajukan suatu saat.
Dalam tulisan ini akan saya bahas mengenai langkah-langkah untuk mendapatkan supervisor. Untuk studi doktoral (S3), mendapatkan supervisor merupakan langkah yang sangat penting apabila hendak melanjutkan S3. Peran supervisor juga sangat krusial karena dialah teman seperjalanan selama menempuh perjalanan panjang studi doktoral. Perlu diketahui, untuk studi S3 tidak ada kuliah sama sekali, tidak seperti kuliah S1 ataupun S2. Mungkin ada program yang ada kuliah di tahun pertama, kemudian full riset di tahun berikutnya. Namun sepengetahuan saya, sebagian besar studi S3 adalah program full riset dari awal. Oleh karena itu, peran supervisor di sini sangat penting dalam menentukan kelancaran studi S3, karena dia lah yang membimbing jalannya penelitian kita dari awal hingga akhir.
            Yang akan saya bahas di sini adalah cara mencari supervisor untuk studi di luar negeri, berdasarkan pengalaman saya. Karena untuk supervisor S3 dalam negeri akan berbeda pula prosesnya.
Berikut langkah-langkah yang perlu untuk disiapkan.
1. Menyusun Proposal Riset S3
Langkah pertama ketika berencana melanjutkan S3 adalah menentukan topik riset serta membuat proposal. Kita harus memutuskan akan meneliti apa selama studi S3 tersebut. Pada langkah ini, banyak yang dihantui kecemasan bahwa riset S3 harus benar- benar “baru”, harus ekstra keren dan canggih dan beberapa ketakutan lainnya yang justru menyusutkan niat untuk memulai langkah. Nggak gitu kok ternyata, asal kita punya ide kemudian kita mulai membuat proposal tersebut, banyak membaca tentang subjek yang akan kita ambil, coba saja untuk dibuat. Intinya sih nggak usah kebanyakan mikir, kerjakan..kerjakan. Ya memang nekad itu bagian dari langkah-langkah besar heheh.
Untuk menyusun proposal riset, cobalah banyak browsing contoh-contoh proposal riset dari internet ataupun meminta rekan yang sudah S3. Poin yang saya ingin bagikan di sini adalah, buatlah proposal yang ringkas, padat, berisi. Karena proposal tersebut adalah “jualan” yang harus menarik si supervisor tanpa harus banyak membacanya. Itulah kenapa proposal jangan terlalu banyak halaman, karena bayangkan si supervisor yang tiap hari menerima banyak sekali email mana mau menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menengok email dan proposal kita.
Berikut contoh proposal riset saya saat mencari supervisor bisa diunduh di sini . Eh sebenarnya saya sih pas nyolek supervisor belum punya ide, belum punya proposal, cuma modal nekad doang.  Dan untungnya diterima. Tapi tentu saja saya mencoba menuliskan langkah-langkah di sini dengan runtutan yang “seharusnya”. Jangan ikuti saya :D
Saran : Topik ini akan kalian geluti selama 3-4 tahun, pastikan kalian menyukainya, atau PhD akan berubah seperti neraka *eh eh..ini serius. Topik itu adalah komitmen jangka panjang, walaupun tentu saja bisa berubah ataupun berkembang seiring perjalanan. Memangnya apa yang tidak bisa berubah? *malah curcol ;p
2. Buatlah CV singkat
Buatlah CV singkat yang menjelaskan tentang informasi personal singkat, riwayat pendidikan cukup mulai S1 saja, penelitian yang sudah pernah dilakukan dan publikasi yang pernah dibuat.
3. Mencari Supervisor Potensial
Langkah berikutnya yakni mencari supervisor potensial yang pas untuk membimbing riset kalian. Nah bagaimana caranya?
- Kalau kalian sudah punya inceran negara yang dituju, pncarian akan menjadi lebih spesifik.  Misalnya saja saya dari dulu S3 cuma mau di Inggris, nggak ada opsi untuk negara lain. Nah, itu juga pasti tergantung preferensi kalian pengen dimana, setelah itu bisa cari universitas yang kalian tuju. Misalnya saja, saya dari dulu cuma ngincer dua : London School of Tropical Hygiene dan University of Edinburgh. Nah kalau kalian tahu apa yang kalian mau, pencarian akan semakin spesifik dan sempit. Kemudian cari saja via website universitas, biasanya di situ ada informasi staff-nya. Informasinya biasanya lengkap dengan interest topik si supervisor, daftar publikasinya, daftar grant ataupun daftar anggota labnya. Dan tentu saja alamat kontaknya. Jadi kalau kalian merasa pas dengan background si supervisor, silahkan kontak saja.
- Kalian juga bisa lihat nama-nama peneliti di jurnal acuan kamu. Peneliti yang memang sudah lama meneliti tentang topik yang kamu maui selama S3. Nah dengan begitu kalian tahu peneliti mana yang kompeten untuk menjadi supervisor kamu. Begitu kalian tertarik pada suatu nama, tinggal di browsing saja informasi mengenai supervisor inceran itu.
- Kalau punya temen yang sedang S3 dan kebetulan satu jurusan, bisa juga minta informasi dan direkomendasikan. Biasanya mahasiswa S3 punya informasi mengenai lowongan PhD di jurusannya, atau bisa memberikan email kontak professor yang menurut dia pas dengan topik yang kamu pilih.
3. Kontak Supervisor
Setelah menemukan supervisor inceran, tinggal kontaklah dia. Banyak cerita temen-temen yang mengontak banyak sekali supervisor inceran tapi no response sama sekali. Ada juga yang sekali kontak trus langsung nyantol. Yah, memang beraneka macam ceritanya. Mungkin ada yang bilang tentang keberuntungan, tapi mungkin saya bisa bilang Tuhan Maha Tahu apa, siapa, dan kapan yang tepat untuk kita *jleb jleb. Intinya, coba..coba, jangan pernah terhenti. Untuk pengalaman saya, saya pernah mengirim beberapa email ke supervisor dengan bahasa yang rapi jali hasil browsing contoh-contoh di internet, dan nggak ada yang direspon. Tapi sekali saya email iseng cuma tanya kemungkinan apakah bisa bergabung di lab-nya sebagai mahasiswa PhD, eh langsung disamber dan jodoh sampai sekarang. Saya juga pernah iseng mengirimkan proposal atas nama sahabat saya, dan langsung direspon dan berjodoh sampai sekarang. ini contoh cover letternya bisa diunduh di sini . Cover letter yang pernah saya buat lainnya bisa diunduh di sini Jadi berdasarkan pengalaman sih, lebih prefer gunakan cover letter yang ringan, informal tapi sopan dibandingkan dengan coverletter yang kaku dan bertele-tele. Intinya sih si supervisor itu supersibuk yang males baca email dari antah berantah kalau isinya banyak-banyak.
Saat kontak dengan supervisor, sertakan proposal dan CV kalian  di attachment.
Nah, itu beberapa langkah untuk mencari supervisor untuk melanjutkan studi ke jenjang S3, Good Luck ya..semoga infonya bermanfaat.

Glasgow,11 Februari 2015.

 



Senin, 09 Februari 2015

Mati



Aku tahu harapku sudah mati
Mimpi-mimpiku pupus dalam hitungan detik
Perjuangan panjang itu rasanya terhenti, terpaksa terhenti
Kau tahu Tuhan punya kuasa atas apapun bukan?
Mengubah semua rencana-rencana, mengubah apapun
Aku pun tahu itu.
Hilang harap, ternyata tidak ada yang lebih memedihkan daripada itu
Aku melihat diriku mati perlahan, hilang binar daya hidup yang biasanya ada di mataku
Hilang harap yang biasanya aku di hatiku. Hilang semangat yang biasanya ada dalam langkahku.
Aku tau,
Hidup terkadang memberi sebuah kesempatan yang tak pernah terduga
Kesempatan menguji seberapa kau percaya Tuhan, ketika semuanya hilang
Dalam hening kubilang : Tuhan, Kau berhutang sebuah penjelasan
Dan Kau tahu aku tak pernah terhenti, tidak akan berhenti. Tidak akan pernah. Tidak akan pernah. Tidak akan pernah.
Itu satu-satunya yang aku percayai dariMU.
Aku akan bertanya, aku akan berjalan, aku akan berlari kemanapun agar Engkau beritahu aku.
Aku, masih percaya Kau.
--
Ada suara-suara kecil dalam hatiku yang masih terdengar
Jangan hilang upayamu tetap mencoba selalu dalam kebaikan,
Jangan menjadi orang yang bukan dirimu, apapun kondisinya. Betapapun beratnya hidup.
Jangan biarkan kehilangan-kehilanganmu, mengubahmu menjadi orang yang bukan kamu.  
Berjalanlah, walau sekarang ini tanpa arah, tanpa harap, tanpa apapun..
Kau pikir semuanya hilang, kau pikir semuanya mati. Tapi kau tahu ada yang masih hidup.
Ada yang masih hidup, kau percaya Tuhankan? Kau masih percaya?
Mungkin itu cukup.

Mungkin.

Glasgow, saat semuanya terasa mati.

Jumat, 06 Februari 2015

We only see what we wanted to see



Saya masih ingat pembicaraan sederhana di bis yang saya tumpangi bersama orang tercinta saya. Seperti biasa, saya pasti duduk di dekat jendela. Dan orang di samping saya pun sudah mahfum dan selalu mempersilahkan saya menempati tempat duduk favorit saya yang dekat jendela. Saya lebih suka menjelajahi pemandangan di luar jendela, sementara yang di sebelah saya lebih suka membaca berita-berita politik via handphonenya.
Kami memang berbeda.
            “ Cantik juga ya bangunan itu, sering kali lewat tapi seperti baru pertama kali ngeliat,” kata saya pada sebelah saya. Yang kemudian mengalihkan perhatiannya dari handphonenya kemudian memandang bangunan yang saya maksud.
Bangunan dengan atap membulat dan patung malaikat di atasnya, nampak gagah di latari langit yang membiru.
            “ Kan kita pernah kesana” sahutnya
            “ Iyah, tapi kayaknya baru pertama kali liat. Kita melihat tapi kadang-kadang tidak benar-benar melihat,” jawab saya.
Iya, kita melihat namun seringkali hanya sekedarnya, atau memang kita hanya melihat apa yang ingin kita lihat. Entahlah, saya sering mengalami dan merasakannya. Walau sudah berapa kali melewati jalan yang sama, namun sering mendapati pemandangan yang baru. Detail-detail yang terlewatkan. Motif-motif di bangunan-bangunan, simbol-simbol di pinggir jalan, warna-warna atap rumah, dedaunan ataupun banyak hal lainnya.
            “eh lihat, ternyata di situ ada jembatan gantung ya..baru lihat juga” kata orang yang di samping saya. Mata saya kemudian mengamati, dan baru sadar juga kalau ada jembatan gantung yang melintasi jalan.
We only see what we wanted to see.
Mata kadang semacam indera yang begitu mekanis mengerjakan perintah otak. Tapi apa yang ditangkap oleh mata dan diterima otaklah sang pembeda.
Mungkin selama ini banyak hal-hal yang terlewatkan terlihat. Mungkin detail-detail istimewa yang terlewatkan mata.
Tapi saya masih terus ingin melihat banyak hal-hal istimewa bersama. Kamu. Yang kala itu di samping saya.