Selasa, 05 Januari 2016

Apakah Gemar Jalan-Jalan Berarti Banyak Duit?

Di depan Amsterdam Central



Entah mengapa tiba-tiba ingin menuliskan tentang hal ini di awal tahun. Usai kepulangan dari Belanda, terlintas pikiran tadi. Banyak orang yang menganggap kalau melihat orang jalan-jalan pasti dikiranya berarti banyak duit? Logikanya mungkin begini : “ ya kalau enggak banyak duit, nggak mungkin bisa jalan-jalan kan?”
Maksud jalan-jalan di sini ya jalan-jalan jauh, ke luar kota atau ke luar negeri yang notabenenya membutuhkan ongkos yang lumayan. Tapi benar nggak sih anggapan tersebut? Well, mungkin ada yang benar, ada yang enggak.
Untuk kasus saya misalnya, bisa jalan-jalan bukan berarti saya lagi banyak duit lho. Tapi memang diniatkan untuk jalan, ataupun mengupayakan untuk jalan-jalan. Artinya, memang dicukup-cukupkan. Karena saya merasa memang “butuh” untuk jalan-jalan, biar enggak kurang piknik yang berujung bosan, jenuh dan sebagainya.  

Intinya sih bagaimana kita meniatkan dan mengupayakan. Soalnya walaupun sedang ada uang lebihan kalau nggak berniat dialokasikan untuk jalan-jalan, ya pada akhirnya enggak jalan-jalan kok. Jadi bukan berarti jalan-jalan itu punya banyak lebihan anggaran lho ya. Misalnya saja perjalanan saya ke Belanda kemarin, budjetnya tipiisss banget, soalnya kan sudah nggak beasiswa lagi. Tapi memang saya niatkan dan upayakan untuk ke sana, alasan utamanya sih untuk bertemu Nuning, sahabat baik saya yang dulu kita sama-sama bermimpi untuk bertemu di eropa. Berhubung saya sudah mau pulang for good, sedangkan dia baru saja memulai PhD-nya di Belanda. Jadi saya ingin mengupayakan untuk bertemu sebelum saya pulang ke tanah air. Kebetulan kan saya pemegang paspor biru, sehingga bebas visa ke belanda, at least bisa menghemat energi dan biaya untuk ngurus visa.

Namun waktu itu ketika hunting tiket ternyata harganya sudah melonjak karena pas dengan libur natal. Tiket pesawat sudah gila-gilaan hiks. Ya soalnya dia free-nya kan pas libur, jadi memang waktunya nggak bisa ditawar. Sempat memutuskan untuk naik bis saja dari Glasgow ke Amsterdam, yang return ticket-nya seharga 60 GBP. Tapi waktu tempuhnya itu seharian ahaha, kebayang pegelnya di perjalanan. Bagaimana lagi, saat itu saya melihat sebagai opsi paling memungkinkan untuk bisa ke sana dengan budjet yang super minimalis. Biasanya untuk pesawat Glasgow-Amsterdam saat bukan peak season, bisa hanya seharga 40-50an return tergantung pinter-pinternya saja kita hunting tiket. Sedangkan saat itu tiket pesawat sudah 150an lebih haiks. Tapi pas iseng-iseng hunting-hunting tiket lagi, ada opsi tiket yang lumayan terjangkau, tapi tanggalnya harus sesuai dengan penawaran mereka. Akhirnya saya membeli tiket seharga 105.88 GBP untuk return Glasgow-Amsterdam. Ini opsi dengan harga paling rasional di kantong saya. Ya selisihnya sekitar 40 euro dibanding naik bis, tapi daripada menghabiskan perjalanan sekitar 24 jam di bis akhirnya saya lebih memilih naik pesawat.

Dan  begitulah, saat jalan-jalan di Belanda saya juga meminimalkan pengeluaran. Beli oleh-oleh sekedarnya, apalagi tiket saya memang tidak pakai bagasi (hiks 105 GBP itupun tanpa bagasi coba, cuma bisa 12 kg hand luggage). Jadi, kalau handai taulan, saudara, atau entah siapa minta oleh-oleh atau belian apalah itulah..ya begitu deh ahaha. Saya pernah membaca artikel tentang “Jangan biasakan meminta oleh-oleh pada teman yang bepergian”, eheh dan memang bener banget seperti itu kondisinya. Bisa karena memang budjetnya tipis, repot nyarinya, minimnya ketersediaan tempat dll. Saat ngobrol dengan teman pun dia punya pengalaman dan pandangan yang serupa.
            “ Iya mbak, dulu pas pulang ke indo, dikomentari “ mbok ya oleh-oleh kaos gitu--*mosok cuma gantungan kunci*-nya nggak keucap mungkin hihi.” Ungkap teman saya itu.
Haha saya tertawa dengarnya. Tau nggak sih, berapa harga kaos minimal di UK atau eropa? Paliiiiiing murah biasanya 10 GBP itupun yang biasa banget bahan dan desainnya. Kalau mau yang “sedang” itu sekitar 20 GBP-an (sekitar 420 rupiah). Ya kalau belinya cuma satu masih oke-lah, tapi kebayang kan kalau kita pulang yang nanya “oleh-olehnya mana” itu berapa? hihih..

Kalau saya sih pada akhirnya realistis, saya biasanya membelikan oleh-oleh untuk orang-orang yang memang menjadi list saya *yang malah biasanya tuh nggak pernah minta beliin oleh-oleh ehehe. “Oleh-olehnya, kamu pulang sehat selamat aja” *halaaaah lumer. Tentu saja tetap dengan perkecualian tertentu, kadang saya masih carikan titipan oleh-oleh atau barang tertentu kalau misalnya memang memungkinkan.
Gitu sih, jadi apa sih inti postingan ini? Hahah. Intinya jalan-jalan itu selalu memungkinkan untuk diwujudkan kalau memang diniatkan ataupun diupayakan. Eits, tapi jangan lupa juga selalu pertimbangkan keuanganmu agar tetap “aman”. Karena kita juga punya kebutuhan dan rencana rencana lain yang harus dipertimbangkan.
            “Nggak papa lah enggak Euro trip, tapi kan pulang sudah ada rumah,” begitu ujar si sebelah ketika saya bilang sampai mau pulang ternyata belum terwujud juga bisa Euro Trip jelajah eropa.

Iya sih bener banget, kita sendiri yang tahu prioritas dalam hidup kita. Tapi, disempatkan jalan-jalan ya *tetep. Semoga tahun ini, bisa kembali bepergian ke tempat-tempat baru yang bisa membawa kebaruan-kebaruan pemikiran dan pengalaman.
Salam jalan-jalan.



 

Kamis, 17 Desember 2015

Racauan Musim Dingin

Suasana Pasar Malam di George Square--Foto Koleksi Pribadi



Hawa dingin menyelusup, suasana masih gelap kala tirai jendela di samping kamar tidur ku sibakkan. Sudah jam 8 pagi, sementara waktu subuh masih sampai pukul 8.30. Bisa kau bayangkan waktu subuh baru berakhir pukul 8.30 pagi? Kabut tipis menutupi pemandangan di luar jendela. Nampak satu dua lampu-lampu kamar di gedung seberang yang menyala. Musim dingin memeluki Glasgow dengan eratnya. Ah, musim demi musim berganti. Mungkin saja ini musim dingin terakhir yang bisa saya rasai di Glasgow. Sepertinya saya masih ingin merayu Tuhan untuk memberikanku kesempatan  untuk merasai kembali berbagai musim di tahun tahun berikutnya. 

            “ Aku nggak yakin bisa nggak ya ke luar negeri lagi, buat conference atau training apa gitu? Soalnya kayaknya universitasku di Indonesia nggak mensupport biaya-biaya untuk aktivitas seperti itu,” kata sahabat saya, yang dosen juga di Indonesia.
            “ Bisa lah.” Jawabku mantap. Walaupun memang kenyataannya begitu kembali ke Indonesia, tentu saja fasilitas fasilitas yang biasanya kami dapatkan akan hilang atau berkurang. Selama S3 di sini, saya tinggal email ke supervisor-yang biasanya tinggal bilang oke-oke saja- kalau saya mau konferensi dimanapun, asal abstract saya diterima. Masalah biaya tidak pernah jadi persoalan, saya cukup mengisi form dan beliau tanda tangan. Mulai dari tiket, akomodasi dijamin dibayari full. Tentu saja, sekarang saya harus berpikir beberapa kali untuk pergi-pergi ke luar negeri untuk konferensi dan semacamnya, yang bayarin siapa ? ehehe. Universitas saya di Indonesia memang memberikan bantuan biaya untuk konferensi international namun banyak syaratnya dan juga belum tentu dibiaya semuanya. 

Namun begitu, saya yakin pasti ada berbagai macam jalan dan cara untuk bisa ke luar negeri lagi. Iyah, kadang-kadang saya ini terlalu yakin. Nggak ada salahnya juga kan? Ehehe. Siapa tau bisa apply funding lain? Siapa tau dibayari lembaga apa lah..itulah..

Ah, perasaan saya kadang kadang berada di antara bersiap siap kembali di tanah air, dan juga bersiap meninggalkan Glasgow. Ataupun kadang, saya hanya ingin menikmati saja saat ini, apa yang ada dijalani dan disyukuri. Ada berbagai macam kecemasan-kecemasan untuk kembali ke tanah air. Ada pula banyak rencana-rencana yang berderet di kepala sekembalinya saya ke tanah air. Begitu pula banyak kehilangan kehilangan serta perasaan yang entah namanya apa menjelang waktu-waktu terakhir saya berada di Glasgow. Kota ini sudah terasa seperti rumah. Tentu saja berat meninggalkan Glasgow, tapi hidup harus terus berjalan dan berjalan. Pada akhirnya, saya hanya ingin menikmati apa yang masih ada. Minggu depan rencananya saya akan ke Belanda, liburan sekaligus menemui sahabat baik saya, Nuning-yang dulu pernah kami sama-sama bermimpi untuk bertemu di dunia biru. Kali ini, saya ingin mewujudkan pertemuan itu. Saya insyaAllah akan ke Belanda sekitar satu minggu dan jalan-jalan di beberapa kota di sana. Agak deg-degan sih, hihi karena saya nggak pakai visa ke sana. Menurut peraturan untuk pemegang paspor biru, nggak perlu visa kesana. Namun tetep berasa deg-degan juga, semoga lancar-lancar di imigrasi. Sebenarnya pengen juga sih eurotrip, yang sampai saya mau pulang pun belum kesampaian ehehe. Tapi sekarang ini kantong sudah cekak, semoga suatu saat ada rejeki untuk bisa eurotrip. Yang penting yakin dulu #halaaah ehehe..

Begitulah, nikmati saja apa yang ada. Syukuri apapun yang menghampiri. Hadapi apapun yang harus dihadapi. Saya tidak bilang itu mudah, sepertinya itu semua pelajaran-pelajaran yang akan terus dipelajari sepanjang usia.
            “ Kamu apa kabarnya? Any update?” tanya sahabat saya di Indonesia.
            “ Biasa aja, sedang menikmati apa yang ada,” jawab saya.
         “ Wuih bagaimana bisa? Tips dong,” begitu tanya dia. Kami masing masing tahu sedang berada dalam keadaan yang sulit, kadang sering kali berdiskusi tentang hidup. Tapi kami masing-masing tidak tahu apa keadaan yang sedang dihadapi masing-masing. Sorry, aku nggak bisa cerita. Kami masing-masing punya hak apa hal hal yang mau dishare-dan apa apa yang nggak bisa, di situlah saya merasa sangat appreciate dengan sikapnya. 

            “ Tips apaan yak, kayaknya udah capek deh protes-protes eheh..ya udah, akhirnya menikmati saja yang ada. Syukuri apapun, not comparing to others. Yah, kayak gitu-gitulah standar. Aku tahu kamupun udah tau itu kan.” Begitu jawab saya. Dan memang begitu, kebanyakan kita tahu apa yang seharusnya dilakukan, tapi memang praktik tak semudah apa yang terkatakan. Cukup janganlah terhenti untuk terus berjalan.

Begitulah musim dingin kali ini. Di Glasgow, suasana menjelang natal masih semeriah tahun tahun yang lalu. Seperti biasa, George Square sudah penuh dengan hiasan lampu-lampu yang semarak. Ada pasar malam yang digelar selama sebulan. Komidi putar, area ice skating, serta aneka permainan khas pasar malam tersedia untuk merayakan libur dan suasana natal. Christmas market juga seperti biasa sudah berjajar di kawasan St. Enoch. Setiap kota berhias diri secantik cantiknya di Bulan Desember. Di sini, menyambut natal seperti suasana menyambut lebaran di Indonesia. Meriah, semarak, dan penuh dengan rona-rona kegembiraan.

Semoga begitulah hidup, senantiasa diisi dengan kemeriahan kebersyukuran akan hidup, dan rona kegembiraan atas banyaknya kasih dan anugerahNya.



Salam hangat dari musim dinginnya Glasgow,
17 Dec 2015
 
 

Di Balik Lensa Kameramu







Kau tahu kenapa aku selalu tersenyum di balik lensa kameramu itu?

Karena aku ingin kau merekamku dalam waktu sepersekian detik itu,

Dalam keadaan yang paling bahagia