Sabtu, 01 Agustus 2020

Ketika Kembali Lagi ke Kota yang Kusebut Rumah, Glasgow.



Menjelang sore bus yang saya tumpangi dari Birmingham Coach Station merapat ke Buchanan Bus Station, terminal bus-nya Glasgow. Saya memilih untuk menggunakan bus daripada kereta karena harga tiketnya lebih murah dibanding kereta. Sementara saya tidak lagi memiliki Railcard, kartu langganan tahunan kereta api di UK yang dari keanggotaannya itu kita bisa memperoleh diskon 30% saat menggunakan jasa kereta api. Memang menggunakan moda transportasi bus lebih lama sih, tapi saya nggak keberatan sama sekali. Sekalian piknik juga dong dari Birmingham ke Glasgow menikmati perjalanan di sepanjang jalan.

Sejak back for good ke Indonesia di awal tahun 2016, saya kembali lagi mengunjungi Glasgow Tahun 2017, kemudian ini kunjungan kali kedua untuk menjejakkan kaki lagi di kota tercinta ini. Kota yang masih saja seperti rumah. Langit Glasgow gloomy ketika saya menggeret koper keluar dari Buchanan Bus Station. Mata saya langsung menjelajah mengamati pemandangan yang biasanya terasa familiar ketika saya masih tinggal di Glasgow. Perut saya terasa lapar, karena sejak pagi hanya makan seadanya membeli cheesecake dan sekotak anggur di tempat istirahat pemberhentian bus sepanjang perjalanan dari Birmingham ke Glasgow. Memang kalau pas lagi di UK saya puas-puasin membeli buah dan kudapan dessert yang kalau di Indonesia harganya lumayan, sedangnya kalau di UK terasa murah. Dan entah kenapa buah-buahnya fresh enak bangeeet, atau mungkin karena merasa lebih murah ya belinya haha.

Karena perut yang terasa lapar,  akhirnya saya melipir ke KFC Glasgow di City Centre. Tempat makan penuh kenangan, karena dulu kalau lagi pengen makan di luar ya paling sering KFC di city centre ini menjadi tujuannya. Selain karena salah satu tempat makan di antara sedikit tempat makan Halal di Glasgow, rasanya juga enaaaak terutama hot wings nya aduhai. Lalu saya duduk makan hotwings dan french fries sambil melihat pemandangan dari jendela. Ya ampuun, tiba di Glasgow lagi tentu rasanya menyenangkan. Rasanya seperti pulang, walaupun kali ini sendirian. Teman-teman yang dulu membersamai ketika kuliah di Glasgow juga hampir semua sudah kembali ke Indonesia. Hanya tinggal beberapa sahabat yang masih tinggal di Glasgow karena menikah dengan orang Glasgow, ataupun yang bekerja di Glasgow. Ada pula sahabat dulu kuliah master, yang kembali ke Glasgow karena menempuh studi PhD.


Usai puas menyantap hot wings, saya menuju ke bus stop untuk menunggu bis ke arah West End, karena saya akan menginap di The Kelvin Hotel yang terletak di daerah west end. Sebelum berjalan menuju hotel, saya sempatkan untuk ke Tesco sebentar membeli air minum, camilan dan lagi-lagi buah. Ya ampun, menjelajah ke Tesco aja berasa nostalgia!

Rencananya sebelum sahabat saya Mbak Isnia, sampai di Glasgow, saya membooking penginapan di The Kelvin Hotel yang dekat dengan lokasi konferensi yang saya hadiri di University of Glasgow. Baru setelah Mbak Isnia datang dari Birmingham, kami akan share penginapa di daerah City Centre. Begitu sampai di Kelvin Hotel, saya dibantu oleh staff hotelnya yang ramah. Sambil membantu proses check in dia ngajar ngobrol, dan begitu antusias ketika saya bilang bahwa dulu saya kuliah di Glasgow dan kembali lagi untuk bernostalgia dan menghadiri seminar. Ramah dan helpfull, itulah kesan awal saat saya tiba di Kelvin Hotel. Letaknya sangat dekat dengan flat saya dulu di 21 Hillhead Street, jadi kawasan sekitar hotel terasa sangat familiar. Dekat pula dengan Botanic Garden yang dulu kalau bosen, tinggal di taman situ saja untuk sekedar jalan-jalan dan nongkrong-nongkrong menikmati pemandangan yang hijau hijau. Pegawai hotel yang ramah itu membantu menggotong koper super berat saya ke tinggal 3, letak kamar single room yang book. Kamarnya sederhana, awalnya rada rada berkesan gimanaaa gitu. Karena bangunannnya memang bangunan arsitektur lama, apalagi dekorasi kamarnya vintage gitu, ada lukisan jadul hahaah. Jarang jarang lho di Glasgow sama berasa serem mistis..tapi setelah agak lama, rasanya itu hilang juga, berganti kantuk yang luar biasa. Usai sholat saya merebahkan diri, sambil menikmati gerimis di luar jendela. Ah kembali lagi ke Glasgow, kota yang seringkali kusebut rumah, saya tidak sabar untuk kembali menengok University of Glasgow esok hari.

Ruang makan di The Kelvin Hotel


Rabu, 11 September 2019

Cerita dari Birmingham Coach Station




Dari ruang tunggu Birmingham Coach Station saya mengamati orang-orang yang berlalu lalang, sibuk dengan tujuan mereka masing masing. Terminal, stasiun, bandara seringkali merupakan tempat yang tepat untuk mengamati orang orang. Baru saja nampak di depan saya melangkah bapak paruh baya, dengan senyumnya yang tersungging, dengan gerak bahunya yang kentara bahwa dia tengah bahagia. Sementara ketika saya menyalangkan mata ke arah depan. 

Perhatian saya tertuju pada seorang laki-laki yang tengah mengamati jadwal keberangkatan. Mata saya tertuju pada kruk kanan kiri yang nampak menyangga tangannya. Tas punggung besar nampak dipikulnya. Kemudian pandangan saya turun kearah bawah, dan seketika hati saya terkesiap menyadari bahwa kaki-nya hanya satu. Celana panjang sebelah kirinya diikat. Nampak dari kejauhan, dia kemudian berjalan dengan kruk-nya menuju tempat duduk.

Melihat pemandangan tadi, seketika membuat saya berpikir..dan merasa beruntung anggota badan saya masih lengkap. Tadi pagi dengan perjuangan saya menggeret koper dari penginapan saya, Ibis Budjet Birmingham ke Birmingham Coach station. Sudah jamak kalau disini kemana mana jalan kaki. Maka dengan beberapa kali berhenti sembari melihat google map, saya menyeret koper dan membawa tas punggung. Beberapa hari di UK, membiasakan kembali kemana-mana jalan kaki. Pegel? Iyaa banget. Karena kebiasaan di Indonesia yang kemana-mana naik motor, atau ada Gojek, Grab dll. Saya sih membayangkan, dengan kedua kaki yang masih normal saja saya ngos ngosan sampai Birmingham Coach Station. Bagaimana si mas mas dengan satu kaki tadi? Namun dia nampak baik baik saja, bepergian sendiri tanpa bantuan orang lain.

Kadang-kadang kita ternyata kurang bersyukur ya dengan apa yang kita punya. Maunya banyak ini itu, merasa belum lengkap..belum bahagia kalau belum meraih ini itu. Namun terkadang ini diingatkan dengan hal-hal sederhana seperti yang saya temui hari ini.

Saya ada di Birmingham menunggu jadwal perjalanan menuju Glasgow. Yang mungkin saja beberapa orang juga ingin merasakan bagaimana rasanya menginjakkan kaki di Britania Raya. Tuhan, kembali lagi bermurah hati membuat saya merasakan lagi kesempatan pulang di negeri ini.

Mungkin ada banyak hal yang belum saya raih..tapi hari ini saya diingatkan lagi untuk bersyukur dengan apa yang saya punyai. Berkah Tuhan yang selalu melimpah untuk saya. Terimakasih.***
  
Birmingham coach station-4 September 2019


Selasa, 05 Februari 2019

Glasgow dan Sepenggal Cerita Hidup




“ Kita cenderung mengingat hal-hal yang indah yang pernah terjadi dalam hidup kita. Mungkin itulah yang membuat kita kuat untuk menghadapi kehidupan selanjutnya”


Kalimat itu saya dengar di serial drama korea “Encounter” yang baru-baru ini saya lihat. Mungkin benar juga kalimat tersebut.
Kita cenderung mengingat hal-hal yang indah, dibandingkan ketika menghadapi masa masa sulit. Itulah kenapa, ingatan tentang Glasgow hampir selalu tentang kenang yang indah. Tiap kali melihat postingan beberapa akun IG yang saya follow tentang Glasgow, ada desir rindu itu. Rindu mengenang segala macam kehidupan yang pernah terjadi. Juga rindu untuk mengunjungi tempat itu lagi.

Padahal masa-masa itu, bisa dibilang merupakan saat saat yang banyak kesulitan. Saya sering dihadapkan pada kondisi yang serba tidak pasti. Terutama yang berurusan dengan studi saya hihi..
            “ Please send me asap (as soon as possible-red)”
            “ Could you finish it soon..
Kalau udah membaca email dari supervisor semacam ini. Deg! Saya harus siap sedia. Kuliah di luar negeri memang tekanannya berbeda. Karena lingkungan dan bahasa yang berbeda. Seringkali saya merasa “bego” banget, trus mau nanya-nanya rasanya gimanaa gitu. Stress-nya lumayan nampol pokoknya. Apalagi kalau berurusan dengan kerjaan lab hehe. Ketika harus presentasi untuk seminar internal atau eksternal, haduuuuh rasanya deg degan dan mulesnya berhari hari haha..
Beda banget sih sama kalau kerja di sini. Ibaratnya semua kerjaan di kampus sini masih dalam tataran “ I can handle it!” cuma butuh kerja lebih keras ataupun lebih lama kalau banyak yang harus dikerjain.
Tapi selama studi di Glasgow, rasanya seringkali harus menghadapi situasinya yang saya nggak tau bisa apa enggak. Mewek malem malem begitu baca email supervisor.. pernah, terus jalan ke lab sambil nangis.. pernah. Ataupun diam diam ke toilet lab karena pengen nangis nggak ketauan pun pernah.

Padahal supervisor saya sebenarnya baik. Baik banget malahan..cuma agak rewel hehe. Saya semakin merasa supervisor saya baik banget itu bahkan ketika saya sudah back for good ke Indonesia. Dia masih ngirimi external hardisk berpasword, nanyain kabar kalau ada berita bencana di Indonesia, bahkan nanyain gimana cara memberikan sumbangan untuk korban bencana. Pengalaman mendengar banyak cerita cerita “menyeramkan” dari beberapa temen yang juga studi PhD membuat saya bersyukur punya supervisor yang baik.

Tapi tetap aja ya, hubungan student-supervisor yang hampir 4 tahun tetep aja ada masa-masa kala dia sensi dan marah. Tapi lagi lagi kalau sekarang lebih terkenang banyakan yang baik-baiknya.
Saya masih ingat, betapa melegakannya saat saat jam pulang dari lab. Lab saya pindah ke daerah Garscube setelah saya menginjak tahun ke-empat studi. Bus nggak ada yang sampai ke sana. Jadi tiap hari setidaknya saya harus jalan kaki 2 kali 30 menit untuk pulang dan pergi. Dan letak lab saya itu hampir kayak antah beratah, semacam daerah pinggiran Glasgow yang jarang pemukiman. Ketika jam pulang dari lab, berjalan kaki menuju bus stop rasanya pikiran saya sudah senang. Bahkan rencana untuk mampir ke Morrison –Salah satu nama supermarket di Glasgow-aja bawaannya udah happy!. Mampir ke Morrison untuk beli buah, atau kadang memburu ikan yang harganya lagi diskon. Salah satu supermarket favorit saya di Glasgow!

Sayangnya waktu tahun 2017 lalu kembali ke Glasgow, saya tidak sempat ke Morrison dekat bus stop ke arah lab saya. Waktu itu 2 minggu rasanya singkat dan terlalu banyak yang ingin saya lakukan.
Saya tidak tahu kenapa masih saja ada rindu itu.
Padahal hidup saya di Glasgow adalah barisan hari hari yang sederhana
Rutinitas yang biasa saja. Memasak seusai pulang lab, berkumpul bersama teman-teman, ataupun jalan jalan di akhir pekan.
Iya saya rindu.




Minggu, 20 Mei 2018

Menuju Glasgow (Lagi)

I miss The Old ME



Dalam hidup, pasti kita punya suatu rentang waktu yang rasanya merupakan “the best moment in life”. Suatu waktu ketika hidup berjalan indah dan membahagiakan. Sehingga ketika suatu saat hidup terasa berat, banyak dilanda kekecewaan ataupun terasa berjalan membosankan. Ada keinginan untuk kembali “ke masa-masa indah” itu.
Kalian pernahkah merasakan seperti itu?
Bagi saya, masa-masa hidup di Glasgow adalah masa-masa yang membahagiakan, tenang dan damai sekaligus penuh kenangan indah.
Walaupun sebenarnya bila ditengok secara mendetail sebenarnya hidup saya di Glasgow termasuk masa-masa berat, harus menyelesaikan studi S3 dengan segala rintangannya, pun harus berjuang dengan beasiswa yang mepet serta sering terlambat cair. Ada banyak airmata, tapi memang lebih banyak tawa ceria.
Sometimes, I miss the old me!
Saya yang penuh senyum tawa ceria. Karena walaupun ada banyak masa-masa sulit, tapi ketika saya pulang ke tanah air, apa yang saya kenang dari kehidupan di Glasgow adalah masa-masa indah.
Kebetulan, dua tahun terakhir ini saya mengalami banyak hal-hal berat dalam hidup. Kehilangan bertubi-tubi, pekerjaan yang semakin menyita waktu dan energi, serta rangkaian peristiwa-peristiwa yang penuh tekanan bagi jiwa.
Saya sungguh butuh jeda.
Bila sudah seperti itu, ada terbersit rasa "andai bisa kembali ke Glasgow lagi, mungkin hidup akan lebih tenang.”
Memang seharusnya kebahagaian, ketenangan dan kedamaian hidup ditemukan di dalam diri. Sehingga dimanapun kita berada, tidak mengubah ketentraman di dalam diri. Iya, harusnya begitu teorinya. Tapi hidup ternyata tidak semudah itu. Lingkungan yang toksik, paparan energi negatif ada dimana-mana. Terkadang itu menjadikan upaya menjaga mood yang baik, bisa tiba-tiba terjun bebas.
Perjalanan saya kembali ke Glasgow September tahun lalu merupakan jeda yang begitu istimewa bagi saya. Dua minggu yang sangat berharga. Dua minggu yang saya habiskan untuk menikmati hidup dengan lebih tenang, dan nyaman.
Dan saya rindu untuk mengambil jeda kembali.
Tahun ini rasanya begitu berat, ada banyak kekecewaan, kehilangan harapan, kehilangan seseorang, kehilangan rencana-rencana ke depan. Hidup memang tak pernah tertebak, bisa saja kita dilemparkan dalam keadaaan, trus dibilangin kayak pas ngisi bensin,
            “Dimulai dari Nol ya” !
Adakalanya hidup bisa penuh semangat melesat lesat hingga ada banyak energi untuk mewujudkan impian impian.
Namun, adakalanya hidup meluluhlantakkan semuanya.
Hingga apa yang saya tahu hanya menjalani hidup, menghadapinya. Saya tidak tahu harus bagaimana, harus ngapain...ketika hidup kehilangan daya hidupnya.
Saya tidak baik baik saja,
Saya sungguh merindukan jeda.
Saat ini saya sedang mencoba mengajukan suatu program dari Dikti untuk kembali ke Glasgow, hanya beberapa bulan. Saya pun tidak tahu apakah nantinya akan diterima atau tidak.
Yang saya tahu, saya butuh jeda.
Dan Glasgow, adalah tempat yang pertama kali muncul dalam pikiran saya.
Doakan saya berhasil ya!
 

Jumat, 19 Januari 2018

Reunian di St Mungo, Glasgow

yeaaay ngumpul lagi



Hari ini saya sibuk berbelanja, membeli daging sapi, daging ayam dan bumbu-bumbu, juga kacang hijau. Rencananya saya akan masak soto betawi, sate ayam, dan bubur kacang hijau. Pagi-pagi dari rumah mbak isnia, saya membawa stroller belanjaannya mas basid ke KRK. KRK itu toko halal bucther langganan saya dan juga langganan banyak pula mahasiswa-mahasiswa Glasgow. Nama KRK, Chun Ying (toko cina di daerah City Centre) sangat terkenal di kalangan mahasiswa Indonesia di Glasgow, karena penyelamat perut perut asia kami. Karena kita dapat membeli bahan bahan makanan yang biasa kami konsumsi di Indo, mulai dari daging halal di toko halal bucther dan bahan makanan asia seperti kangkung, tempe, tahu di toko cina.
Saya jalan kaki dari flat Mbak Isnia di daerah Victoria Crescent Road ke KRK di daerah Great Western Road. Menyusuri jalanan-jalanan daerah itu kembali rasanya seperti mengulang kembali kenangan kenangan dulu. Saat hampir tiap hari menyusuri jalan itu, dengan pergantian musim demi musim.

Jalanan Byres road dengan deretan Tesco, Iceland, Bank TSB, Bank of Scotland,  charity shop serta kedai kedai di sepanjang jalan. Jalan itu merupakan salah satu jalan paling terkenal di area West End, karena dekat dengan kampus. Semuanya nampak masih sama. Rasanya juga masih sama. Hawa awal musim gugur juga sudah terasa. Dingin dan angin berhembus lebih kencang, membuat saya harus merapatkan coat yang dipakai. Setibanya di KRK, segera membeli bahan bahan yang diperlukan, daging sapi untuk soto betawi, daging ayam fillet untuk sate ayam plus bumbu bumbu yang diperlukan. 
Di daerah Great Western Road itu, terdapat beberapa halal butcher hingga sangat memudahkan kami untuk tetap bisa menikmati daging halal.  Sampai hapal kalau mau beli cabai yang pedes kalau nggak di KRK ya di Fresh garden, karena bisa dibeli dengan harga yang lebih murah dibandingkan di Chun Ying. Hampir 4 tahun, hidup di Glasgow membuat saya cukup banyak tahu tempat-tempat mana yang lebih murah harganya...ehehe biasa, strategi ala kantong mahasiswa!

Penampakan di Fresh Garden
 Setelah usai berbelanja saya naik bis ke arah city centre, menuju flat mas basid dan Domi. Selama di Glasgow, selain di flat mbak isnia, saya juga sering kali singgah ke sana..untuk masak atau sekedar ngeteh ngobrol ngobrol di ruang tamu. Mas Basid baru juga lulus ujian S3-nya (viva voce), dan saya berbelanja tadi untuk masak masak syukuran kelulusannya, plus reunian mengundang teman-teman yang masih saya kenal di Glasgow. Jadinya saya excited banget kumpul kumpul lagi dengan teman-teman lama saya, kangen pastinya.
Saya juga excited untuk masak besar untuk banyak orang, kegiatan yang dulu sering saya lakukan. Maka malamnya saya sudah memotong-motong dadu daging fillet ayam 2 kg untuk dibikin sate ayam. Bikin sate ayam ala Glasgow gampang saja, ayam fillet dipotong dadu lalu dimarinade dengan kecap manis dan peanut butter, kadang saya tambahkan bubuk coriander (ketumbar). Udah, biasanya saya marinade semalaman, esoknya tinggal dibakar/panggang di oven. Masak besar untuk banyak orang itu seninya berbeda dengan masak untuk sedikit/untuk diri sendiri. Pastinya karena bahan bahan yang diolah itu buanyaaaakk...jadinya ya lumayan capek. Tapi rasa puasnya pun dobel dobel ehehe..
Malamnya selain nyicil untuk marinade sate ayamnya, saya bikin ketupat, dan nggoreng emping untuk soto betawinya. Sementara mas basid dan domi asik ngobrol di ruang tamu, sambil sesekali saya bergabung. Bikin teh anget dan nyemil. Dulu, aktivitas beginipun sering banget jaman kuliah dulu. Masak, ngobrol, makan sama temen-temen, hepinya sederhana.
Esoknya baru mengeksekusi untuk soto betawinya. Dan kali ini soto betawi pertama yang saya bikin! waks, aji aji nekad aja pokoknya. Memang soto betawi udah lama banget pengen dieksekusi, belum jadi-jadi, akhirnya pas ada acara ngumpul-ngumpul, ya udah iseng nyobain bikin. Resepnya cukup ngikutin website favoritnya untuk urusan masak memasak, Just taste and Try! Sukaaa banget website-nya mbak endang ini, soalnya penjelasannya rinciiiii dan step by step banget. 
Selain masak soto betawinya, juga manggang sate ayamnya, dan bikin bubur kacang ijo. Sehariaaan pokoknya di dapur, soalnya masak sendirian. Sementara mas basid siangnya ada acara di lab, dan kemudian bantuin nyiapin untuk beli minum, dan alat alat makan seperti sendok dll. 

Kuah Soto Betawinya belum disajikan ehehe

Sekitar jam 5 temen-temen yang diundang sudah mulai berdatangan. Yang ditunggu tunggu pastinya temen-temen lama yang lama banget nggak ketemu. Ada teh siska dan kang heru, mbak arie restu, mas Asra, Lini dan keluarga..sayang ada beberapa temen lama yang nggak bisa datang. Seru dan seneng banget bisa ketemuan sama mereka lagi..cerita cerita lagi melepas kangen. 
Iyalah, dulu sering banget bersama sama mereka. Yang perempuan-perempuan, tiap bulan pasti ketemu untuk pengajian putri, belum lagi ada pengajian bulanan, plus lagi kalau pas ada persiapan kegiatan PPI. Kayak latihan nari saman di rumah teh sis, dulu tuh bisa sampai sekitar 3 kali dalam seminggu. Dibela-bela in ngebis ke city centre lalu jalan kaki ke Grafton, untuk latihan nari untuk performance in Indonesian Cultural Day. Masa-masa yang sungguh menyenangkan. 

Alhamdulillah, kami bisa berkumpul kembali, berhaha hihi, dan makan bersama lagi. Teh siska membawa bakwan jagung yang maknyus. Dan acara yang paling ditunggu tentu saja, makan-makan. Sekitar 25 orang-an bergantian mengambil soto betawi ataupun lontong sate ayam, atau dua-dua dengan bergantian. Nikmatnya masak tuh saat melihat orang yang kita masakin tuh menikmati masakan kita. Itu rasanya sudah dideskripsikan dengan kata-kata eheheh, bikin nagih banget. Seneng gitu rasanya ehehe...
        " Soto betawinya endes banget mbak," komentar beberapa anak yang datang. ehehe syukurlah mereka suka dan melahap hidangan yang tersaji.
Makan, sambil ngobrol kesana kemari terutama dengan mbak nia, teh siska, mbak arie..temen temen yang masih tersisa di Glasgow. Kebayang juga sih, kalau suatu saat ke Glasgow lagi..lalu temen temen yang dikenal sudah nggak ada. Glasgow pasti rasanya tidak sama lagi. 

Reunian kali ini sungguh bermakna rasanya. Bertemu lagi dengan teman teman lama kala dulu berjuang menyelesaikan PhD saya. Semoga di Indo, nanti ketemu lagi yaaa..
Sore itu, kenangan kembali tercipta. 
Glasgow, tanah penuh cinta.