Selasa, 22 Juli 2008

ISL...heh rusuh lagi!

ISL...heh rusuh lagi!
Sambil menunggu rehat kompetisi eropa yang baru akan dimulai akhir agustus mendatang, lumayanlah menyaksikan ISL (Indonesian Super League) yang disiarkan secara eksklusif di ANTV. ISL merupakan babak baru dari persepakbolaan Indonesia dengan memakai sistem setengah kompetisi, sehingga tidak ada lagi sistem barat dan timur dan tentu saja tidak ada lagi sistem delapan besar. Wah..wah tentu saja aku mengharapkan sebuah sajian yang menarik untuk ditonton. Dari zaman liga perserikatan dan galatama kemudian liga Dunhill, liga Djarum dan entah berapa kali berganti nama, persepakbolaan Indonesia nampaknya masih jalan di tempat dan belum bisa menunjukkan taringnya walaupun cuman di kancah Asia Tenggara. Weh..dari jutaan penduduknya, kok ya nggak bisa membentuk Timnas yang solid??? ckckkck..Ironis.

Minggu lalu, pertandingan klasik Persib Vs Persija di stadion siliwangi Bandung cukup memikat. Menit-menit awal sudah disuguhi aksi mempesona dari Eka Ramdani, yang walaupun dengan tubuh mungilnya mampu menguasai lapangan tengah. "wuih, keren banget gocekannya" tentu saja komentarnya menyesuaikan dengan standar Liga Indonesia hehe..soalnya kalo liat liga-liga internasional siy banyak begitu. Siapa yang tidak terpesona dengan gocekan mautnya cristiano ronaldo, Kaka, Fabregas??? Tapi untuk standar liga di Indonesia, pertandingan itu ckckck.. "Meravigliosa!menakjubkan... Karena dengan gocekan dan tekniknya yang cukup menawan mereka seperti mempertunjukkan sebuah kualitas yang cukup lumayan. Tehnik mengecoh lawan yang diperagakan Zainal arif cukup membuat decak kagum..wah..wah.. Indonesia gitu..sudah bisa begini!

Maklum dari dulu, biasanya nonton pertandingan liga Indonesia yang tidak enak ditonton. Karena laju bola yang tersendat-sendat, banyak bola yang salah umpan (hehhhh...cape deh nontonnya). Tapi pertandingan tersebut jauh dari label "tidak enak ditonton". Lumayan berbangga dengan kemajuan yang dicapai pemain-pemain Indonesia. Namun ternyata, Indonesia..masih tetaplah Indonesia. Argghh..ditengah-tengah jalannya pertandingan yang semakin panas di akhir pertandingan karena si macan kemayoran unggul 3-2, dan sebuah hadiah penalti yang gagal dieksekusi oleh Hilton nampaknya membuat suporter pangeran biru kecewa. Kerusuhan mulai terjadi, dan stadion siliwangi yang dipadati oleh 21 ribu penonton mulai tidak kondunsif dengan membuat keonaran yang memaksa wasit Alil Rinenggo menghentikan pertandingan pada menit ke 86. Ah...lagi-lagi kerusuhan!!!

Belum bisakah para suporter mempunyai jiwa yang besar dengan sportifitasnya menerima apapun hasil pertandingan?. Entah sampai kapan fenomena seperti akan berhenti??.

Kalau situasi seperti terus saja berlangsung, tentu saja akan menghambat kemajuan persepakbolaan nasional.. terus terang, bagiku masih serem untuk menyaksikan secara langsung pertandingan liga Indonesia di stadion secara langsung, alasan keamanan yang belum terjamin itulah penyebab utamanya.

kenyaman menonton harus berganti dengan kekecewaan karena pertandiangan dihentikan. Dan yang lebih parah lagi, setelah menyaksikan berita perusakan serta tindakan anarkis yang dilakukan oleh pendukung persib.

Ckck...Indonesia, kapan wajah persepakbolaan kita akan berubah?

Kamis, 10 Juli 2008

Civita di Bagnoregio- Desa di Negeri Dongeng

Ladang gandum yang tengah menguning menghampar, diselingi dengan pohon-pohon yang berjajar melingkupinya dengan tegap. Lanskap perbukitan menghijau di balik jendela kereta regional trenitalia selalu memenuhi hasrat indera penglihatanku. Serupa gambar-gambar yang ada di kartu pos, majalah travel dan ensiklopedi yang dulu sering aku pandangi dengan kekaguman. Kini, dapat kulihat dengan mataku, fasade rumah-rumah yang masih dibiarkan natural, tanpa berkeinginan untuk nampak modern di tengah tuntutan modernisitas, namun desa-desa di Italia nampak anggun mempertahankan aroma kekunoannya yang klasik yang anggun.Kadang membayangkan bagaimana peradaban mereka di zaman yang lalu, dengan peninggalan bangunan yang menyebar hampir di seluruh tempat. Kastil-kastil yang berdiri dramatis di puncak-puncak bukit, dengan bentuknya yang meruncing menaklukkan langit, tanpa berkesan arogan namun berdiri apik, bertahun-tahun membiarkan para pengagum yang menatapnya dengan mata berbinar.
Lanskap italia yang membuatku selalu jatuh cinta saat memandangnya, kadang terlintas dalam pikiranku, akankah tumbuhan dan tanah italia pun mempunyai cita seni yang tinggi, hingga walaupun tumbuh natural, berselang, seling tak teratur namun keseluruhannya membentuk sebuah pemandangan yang menakjubkan. Ah, aku tidak membual, buktikan saja dan kaupun pasti akan jatuh cinta. Lanskap yang kini kurindukan, ingin kembali melihatnya lagi. Masih banyak hal-hal yang belum kulihat, dan masih banyak cerita-cerita penuh godaan yang membuatku mempunyai mimpi suatu saat ingin kembali lagi.
Civita di bagnoregio, daerah di dekat Orvieto ini tampaknya harus menjadi list utama saat aku kembali (selain Perugia tentunya, tempat pertama yang ingin kembali kukunjungi). Gila, ada tempat sekeren ini!!!! Memang kota ini tidaklah seterkenal milan, venezia atau roma namun keeksotisannya mulai membuat namanya membumbung dengan promosi dari mulut ke mulut. Pertama kali mendengarnya dari Q, temenku yang sering berkelana ke tempat-tempat yang tidak menjadi tujuan wisata orang kebanyakan disaat akhir pekan. Kemudian, dari Yuta, Aki dan Tomoko yang mengunjunginya selepas berkelana ke Orvieto. Civita’ di Bagnoregio, kota di atas bukit dengan jembatan panjang yang menghubungkannya ke kota kecil yang hampir tak berpenghuni itu. Ckkckk...bila berkabut, yang terlihat hanyalah jembatan itu dan kota yang ditujunya di atas bukit, kupikir pemandangan semenakjubkan itu hanya ada di dongeng-dongeng, atau di film animasi saja..

Sebuah film animasi jepang yang berjudul Luparta yang aku tonton bersama teman-teman jepangku menjelang kepulanganku ke tanah air, juga mengambil setting lokasi yang serupa dengan pemandangan yang ditemukan di civita di bagnoreggio. Ah, kota yang masih terlewat dari petualangan yang hanya sekejab di Italia, yang terbatas waktu dan dana tentunya. Tiga bulan rasanya terlalu cepat untuk merambah pesona Italia yang serasa tidak ada habisnya. Tiga bulan yang telah berhasil membuatku semakin jatuh cinta pada negeri itu!

Parpol Berebut Nomor Cantik


Setelah lama dicekoki sajian televisi berbau italiano yang cas cis cus kadang-kadang nggak ngerti (tapi lumayanlah untuk melatih kebiasaan pendengaranku ;)), kini setelah beberapa hari menginjakkan lagi kaki di tanah air, mulai lagi menyaksikan guyonan politik dan berita-berita kondisi negara yang masih saja morat marit. Mulai dari kondisi perkampungan untuk atlit PON yang sangat memprihatinkan sampai dengan berita tentang pengundian nomor urut parpol untuk pemilu 2009 mendatang. Nah, ini lumayan menarik perhatianku. Aku bukan termasuk orang yang maniak dan percaya berlebihan terhadap angka, cuma tetap saja ada angka-angka tertentu yang nyantol untuk dijadikan nomor HP, nomor kamar, dan nomor-nomor yang lain. Tercatat ada beberapa nomor penting seperti nomor 7, 10 dan 22 yang maaf-maaf saja alasannya bukan karena nomor ini ada tuah dibaliknya, namun memang ada alasan yang sarat aroma irasional hehe… (karena nomor itu terpampang di punggung orang-orang yang selalu kunanti untuk berlaga setiap minggunya hehe).

Drama pengundian nomor urut parpolpun ternyata memang budaya Indonesia dimana mereka berebut nomor cantik demi tujuan meraup suara. Nomor cantik dianggap mudah diingat oleh masyarakat, ataupun nomor urut menentukan tata letak dalam kertas suara yang memungkinkan lebih feasible untuk dilihat oleh pemilih. Sedemikian niatnya, hingga dari kubu PKB yang diwakili Yenny wahid dan Muhaimin Iskandar berebut nomor dengan mengambil 2 nomor (walah mbok yo, jangan serakah to), dan alhasil nomor yang akhirnya yang didapat adalah nomor 13, ups angka sial, demikian banyak kepercayaan orang.

Sial betul nomor 13 ini hingga banyak orang begitu menghindarinya. Sementara di Italia, banyak orang yang mempercayai bahwa angka sialnya adalah angka 17.

Namun sebenarnya, akankah para pemilih pada pemilu yang akan datang hanya akan mengingat nomor cantik tanpa memperhatikan sepak terjang parpol yang akan dicoblosnya?. Para pemilih di Indonesia memang terdiri dari beberapa strata, salah satunya adalah traditional voter yang biasanya adalah golongan masyarakat biasa yang tidak terlalu mementingkan urusan politik (nek mbiyen noblos iki ya sesuk noblos iki maneh), ataupun voter yang hanya ikut-ikutan yang lain saja. Mereka beranggapan lha wong mikirin urusan perut saja belum beres apalagi repot-repot mikirin politik yang nantinya hanya ”menghidupi”orang-orang penting itu saja. Ironi. Adanya keacuhan politik yang menggejala di masyarakat terus saja ada. Namun justru keadaan seperti ini menguntungkan sejumlah partai besar yang telah berlumut di kertas suara dari beberapa periode PEMILU bertahun-tahun lalu, dan semakin sulit bagi partai baru untuk meraup suara.

Semoga saja para pemilih kita sudah semakin melek politik, dengan benar-benar menimbang partai apa yang mampu memberikan harapan bagi perbaikan kondisi bangsa (ada gitu??waduh...itulah masalahnya!). Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan dan semakin cepatnya arus informasi, diharapkan tingkat pandangan politik, sosial dan budaya masyarakat Indonesia semakin membaik. Ya iya, kalo tidak begitu, mau sampai kapan Indonesia menjadi bangsa kelas ecek-ecek yang selalu dipandang sebelah mata??

Minggu, 06 Juli 2008

Loncatan Pikiran Seorang Perempuan (tak biasa)


Kembali menginjakkan tanah air, dan harus menahan hasrat untuk membanding-bandingkan dengan kondisi yang sempat kurasakan di Italia, yup begitulah. Kenapa kondisi di Indonesia begini? Sebenarnya apa yang salah? Entahlah. Hanya berselang berapa hari, akupun siap dengan kehidupan baru, pekerjaan baru. Purwokerto, sebuah kota kecil yang dulu hampir lebih dari empat tahun kutinggali. Namun, kini serasa masih asing saat kujejaki lagi. Aku tidak ingin menjadi ikan besar di kolam yang kecil. Tapi mungkin karena semua permulaan terasa sulit, sepertinya perasaan-perasaan ini normal adanya.
Aku masih mendamba sebuah kehidupan yang berwarna, yang bak roller coster, yang memaksa otakku bekerja keras, membuat hatiku tergoda untuk terbuka dan yang membuat jiwaku merasa penuh. Kejutan-kejutan yang memaksaku untuk belajar bagamaina menghadapi hidup.
Tapi purwokerto terlalu seragam, dan mudah ditebak. Rasa kehampaan dan kebosanan tak bisa kuhindari menyeruak. Bagaimana tidak, setelah 3 bulan hidupku diwarnai dengan kejutan tiap hari, hal-hal baru dan pemandangan yang menakjubkan, kini aku harus terdampar di sebuah kota kecil, sepi dan seragam. Aku baru menyadari betapa aku tidak suka keseragaman, kemandegan, biasa. Aku ingin hidup yang meletup-letup, penuh tantangan, keanekaragaman. Otakku bisa beku di sini. Aku tidak bisa terus menerus pergi ke kampus dan fare niente karena masih dalam masa adaptasi, dan masa ujian bagi para mahasiswa menyebabkan tidak ada yang bisa dilakukan selain mondar mandir nggak jelas, dan ngobrol yang topiknya nggak “aku banget”…argghhh…dunia memang aneh.
Namun, tentu saja bila aku mengeluhkan tentang hal ini, maka tidak sedikit yang mengatakan betapa aku tidak bersyukur. Bukan begitu, aku bersyukur dengan semua berkah yang aku terima, tapi…entahlah, mungkin ada sesuatu yang salah.
Satu-satunya penghiburan adalah internet dimana duniaku bisa melesat-lesat. Bisa ber-email ria dengan sahabat-sahabat jepangku yang masih melanjutkan studi di Universita per stranieri di Perugia, atau chat dengan Q yang masih ngendon di Via Orizzonte, Perugia “wah, aku tadi liat mayat, ihhh ngeri banget, orang bunuh diri, loncat dari jendela!”kisahya berapi-api, Si ratu teater ini nampaknya telah begitu jatuh cinta dengan bumi Perugia dan dunia teater yang telah lama digelutinya, hingga walaupun studi masternya udah kelar, ia tetap betah nongkrong di Perugia. Perugia, memang sulit untuk tidak jatuh cinta padanya….
Dan beginilah hidup, aku harus pintar-pintar memutar otakku agar tidak beku di sini, mencekoki otakku dengan buku-buku (apa aja asal enak dan bergizi buat otak, hati dan jiwa), terus melancipkan pena buat menulis karena aku merasa rohku mengalir di dalam setiap kalimat yang tercipta.
Belum genap seminggu kembali ke Purwokerto, aku ingin menyusun rencana ke depan untuk keluar melongok kembali jendela dunia, tentu saja hal itu baru bisa memungkinkan setelah status CPNSku penuh menjadi PNS. Sampai saat ini aku masih belum menentukan tempat mana aku mau melanjutkan studi. Ada negeri sakura yang menggodaku dengan setumpuk janji-janji manis di antara kami, atau negeri pangeran charles yang sedari dulu melambai-lambai padaku.
Tapi,entahlah…”inilah susahnya jadi perempuan” kalimat itu sempat terlontar dari mulutku. Benar, perempuan Indonesia yang harus dituntut menikah setelah cukup umur, yang harus berpikiran “biasa” dan tidak neko-neko. Aku tidak ingin menjadi perempuan yang biasa. Aku ingin hidup sebagaimana aku memilih bagaimana aku hidup.

Kamis, 03 Juli 2008

Kembali Menapak Bumi

Dering Hpku berbunyi saat bus sulga siap melaju meninggalkan stasiun partigiani menuju airport Fiumicino, Roma. "Si, ci vediamo in Giappone" balasan smsnya yang singkat tapi membuatku tidak bisa menahan air mataku untuk bergulir. Segera akan kutinggalkan tanah itali dan kotaku, Perugia yang telah membawakanku banyak harta karun dalam hidup. Yang akhirnya mampu membuatku menemukan diriku.
Terlalu banyak hal yang berkesan, menyenangkan, membahagiakan, memberikan pelajaran....dan aku harus meninggalkan semua. Rantai-rantai persahabatan yang kini bila kukenang, masih terasa manis. Saat-saat terakhirku di perugia yang membekaskan banyak tapak-tapak indah dalam hidup. Kebersamaan dengan mereka merupakan hal yang menakjubkan untukku, aku selalu bersyukur hidup telah mempertemukan kami. Pertemuan dengan seseorang adalah suatu keajaiban, dari semua manusia yang ada di bumi, Tuhan memilih beberapa orang-orang itu untuk bertemu denganku. Dan aku yakin, akan bisa bertemu lagi dengan mereka suatu saat.
Dan kembali ke Indonesia, bisa kukatakan mengijakkan kaki lagi di bumi. Walaupun hanya 3 bulan meninggalkannya, namun ada rasa berbeda saat menjejakinya lagi. Pulang dari bandara di tengah jalanan yang padat, ribut, tidak teratur. Naik kereta yang masih saja sangat jauh rasanya bila dibandingkan dengan naik kereta regional di itali. Kereta penuh sesak, ribut dengan pedangan asongan yang tak henti-henti menawarkan dagangan, panas menyengat ughhh...nggak enak banget, sempat terpikir demikian, Tapi beginilah Indonesia.
Belum seutuhnya jiwa terkumpul karena hati dan jiwaku mungkin masih 30% tertinggal di Perugia, namun aku harus dihadapkan dengan rutinitas baru, hanya semalam di rumah dan keesokan harinya harus segera masuk kantor yang dulu belum sempat kujejaki (hehe..ngaburrr dulu ke itali), dihadapkan dengan rekan-rekan kerja baru, komunitas baru,ah..cepat sekali...
tapi beginilah hidup, "liburan sudah usai, kembalilah ke realita"pesan yang ditulis Caecil yang masih menggeluti risetnya di treiste, Itali..kyaaa..baru beberapa hari meninggalkan tanah Itali, aku sudah merindukannya hehehe..
I'll back someday!

Jumat, 27 Juni 2008

Siamo L'arcobaleno nel Cielo di Perugia


-- La poesia per tutti i miei amici a Perugia--

Sono blu, dal punto lontanissimo
Ho cercato il rosso, giallo, verde, la viola..
Adesso, ho gia trovato
Incontriamo diventare L'arcobaleno nel cielo di Perugia
Dopo la pioggia
Alla tranquilla sera quando il cielo è calma
Scintilliamo per un breve tempo
Ma luminoso, splendido, straordinario
La nostra amicizia a Perugia come L'arcobaleno
Incontriamo solo per tre mesi
Ma per me, era una cosa meravigliosa
siete entrato nella stanza del mio cuore
Adesso ha gia chiuso, non posso mai trovare le chiave per aprire
Quindi, rimanerete per sempre
Nel mio cuore
In futuro, la vita passerà
Il tempo correrà
e l'ambiente sara diversà
Ma, il cielo sempe mancerà l'arcobaleno
Aspeterà che l'arcobaleno luminosa
Ancora!

-- Grazie per tutti i miei amici a Perugia
Per un dolce e grande amicizia. Tutto che abbiamo passato era una grande esperienza nella mia vita
Non dimencare mai..Ritenerò i vostri sorissi dentro di me...
La gioa..la felicita..l'amicizia..
Grazie e arrivederci.
Ci vediamo un giorno!


Selasa, 24 Juni 2008

When I must Say Good Bye...


"Perche devi tornare a Indonesia (mengapa kamu harus pulang ke Indonesia) ?" pertanyaan itu lagi-lagi ditujukan padaku, glek..sedih menyeruak, tapi begitulah jalan yang harus ditempuh. Non voglio tornare,ma devo tornare (aku tidak ingin pulang-tapi aku harus pulang). Sebenarnya mungkin kata yang lebih tepat adalah " Aku memilih untuk pulang", karena tidak ada yang mengharuskanku untuk pulang, entah itu keluarga, pekerjaan, sahabat, aku pulang karena aku memilih untuk pulang. Ada keluarga yang telah menunggu di sebuah titik di peta nun jauh di sana, ada pekerjaan yang kutinggalkan-dan aku mengambil resiko besar dalam pekerjaanku dengan tetap nekad untuk terbang ke negri sejauh ini, sahabat yang telah menunggu celoteh dan souvenir dariku hehe..ada tali-tali sekuat itu yang membuatku untuk memilih untuk pulang.
Mencelupkan kehidupan selama tiga bulan disini serasa berjalan begitu cepat, dan di sini aku telah membuat tali-tali baru bahkan sebuah jembatan baru yang akan menghubungkan dengan sebuah rencana ke depan berikutnya. Bila aku adalah warna biru, aku telah bertemu dengan merah, jingga, kuning, hijau, nila dan ungu. i miei amici, Siamo l'arcobaleno nel cielo di Perugia. Kami seperti pelangi yang menghiasi langit hanya sesaat, dan kemudian meninggalkan langit yang akan selalu merindukannya. Kami hanya mempunyai kesempatan untuk saling menghiasi hari selama 3 bulan, dan aku akan segera meninggalkan mereka. Mi mancerete molto!

Entah mengapa rasa sentimentil menyeruak dalam hatiku menjelang kepulanganku, ini pertama kalinya aku harus meninggalkan orang-orang yang telah masuk ke dalam hatiku dan aku tahu pasti hanya tersisa sedikit kemungkinan di masa depan untuk bertemu kembali. Ci vediamo nel tempo prima di morire (kita bertemu di saat sebelum kematian)-begitu tertulis di salah satu pesan yang kuterima dari seorang sahabat saat aku meminta kata-kata kenangan dari seluruh teman sekelas di sebuah kertas sebagai kenangan. Awalnya aku tak mengerti apa maksudnya, dan saat kutanyakan mengapa menulis pesan demikian, "Karena kita hanya bertemu sekali seumur hidup, dan mungkin setelah ini kita pernah akan berjumpa lagi". Membaca pesan-pesan yang mereka tinggalkan, dan membaca sebuah surat yang ditunjukkan untukku membuatku sadar bahwa aku benar-benar akan segera pergi. Kadang aku tidak "mau"manyadari kalau waktu yang tersisa tinggal hitungan hari.

Mereka yang telah berbagi kehidupan denganku selama hampir tiga bulan, yang memberikan banyak kebahagiaan, yang menerimaku di atas perbedaan yang dalam, yang menorehkan sejarah besar dalam hidup. I know it's hard to say good bye..tapi hidup akan terus berjalan. Ada langkah-langkah ke depan yang harus ditempuh. Tapi pengalaman dan kenangan selama kehidupanku di Perugia adalah harta karun yang akan kubawa kemanapun langkah tertuju.
Grazie mille i miei amici, siamo sempre amici..siamo L'arcobaleno nel cielo di Perugia (Terima kasih, sahabat..kita akan selalu menjadi sahabat, kita adalah pelangi yang menghiasi langit Perugia).
Ada sebuah pesan yang tertulis di kertas itu ...
" Non dimenticare mai tutto che abbiamo passato il tempo insieme in Italia.
e poi un giorno, ci incrontiamo
Grazie tutto!-"
-- Dont ever forget all the memories that we've through together in Italia. and then we'll meet again someday. Thanks for everthings--
Entah mengapa suatu hari aku yakin akan kembali bertemu dengannya***
Palazzina Lupatelli, martedi 24 Giugno.13.00

Rome-La città etterna (Roma-Kota Abadi-)


Suatu tempat yang ada di hatimu, bukanlah suatu tempat yang paling indah, menarik ataupun paling menakjubkan yang kamu kunjungi..tapi tempat yang ada di hatimu, adalah tempat dimana selalu ada tali tak terlihat antara hatimu dan tempat itu yang selalu membuatmu tak pernah bisa lepas-Roma, 24 Giugno 2008.

Mengunjungi Roma sebagai penjelajahan terakhir sebelum aku harus kembali menjejakkan kaki lagi di tanah air menyisakan suatu pengalaman yang menakjubkan. Memandangi berbagai tempat yang kadang aku kehilangan kata saat harus menggambarkannya, roma terlalu indah untuk sebuah kunjungan, hingga rasanya dua hari tidaklah cukup untuk menjelajahi dan merasakan atmosfer kota yang begitu antik, kuno, artistik hmm meravigliosa!
Kadang membayangkan bagaimana peradaban sebuah kota abadi bernama Roma yang setiap sisi dan sudutnya menyisakan sisa-sisa sebuah peradaban tinggi di masa lampau. Bahkan banyak yang menyebut kota yang berusia lebih dari 2800 tahun ini sebagai Caput Mundi (capital of the world). Kota dimana pernah menjadi pusat kerajaan, republik dan kekaisaran romawi, hingga peninggalan bangunan-bangunan dengan arsitekturnya yang menawan masih tersisa hingga kini. Dan setiap harinya beribu turis mengunjungi kota ini demi melihat langsung sisa-sisa perbadan masa lau yang masih terawat apik dengan dibiarkan memperlihatkan pesona di balik sejarah yang tersimpan di dalamnya.
Kami berempat (plus seorang teman indo dari Barcelona dan Bule belanda asal malang), memulai penjelajahan dengan mengunjungi Vatican, sebuah negara paling kecil di dunia karena luasnya cuma 44 hektar dan terletak di dalam kota Roma (kyaa..bisa menjejakkan kaki di dua negara sekaligus hehe..). Vatican merupakan negara pusat agama katholik dunia, walaupun berbeda keyakinan, tempat ini sudah sering ada dalam kepalaku karena hampir setiap misa Natal aku menyaksikannya di depan televisi karena mengagumi arsitektur bangunannya yang luar biasa plus bisa sekalian belajar bahasa itali ^_^ (percaya atau tidak, dulu aku bahkan menggambar basilica San Pietro plus Piazzanya-tapi jelas hasilnya jauh dari aslinya). Jadi mengunjungi tempat yang dulu aku gambar merupakan pengalaman yang menyenangkan, walaupun harus antri untuk masuk ke dalam basilika tapi setelah ada di dalamnya, decak kagum akan tangan-tangan penuh bakat yang telah mengerahkan kemampuannya untuk membuat fresco (lukisan dinding) serta pahatan yang begitu luar biasa. Seluruh sudut dan sisinya adalah maha karya manusia-manusia yang dianugerahi bakat dan imaginasi hingga terciptalah suatu bangunan yang membuat setiap orang mengaguminya. Botticeli, Bernini, Raphael dan Michaelangelo lah si pembuat mahakarya itu.
Selesai mengunjungi Vatican, kami mulai menjelajahi kota roma. Dimulai dengan Piazza del popolo, tangga spanyol (spanish steps) di Piazza spagna. Menjelang maghrib kami mengunjungi teman-teman sesama Indonesia di Universitas La Sapienza yang mengundang kami makan malam (yipiiee..asyikk), di daerah tepian kota Roma, di appartemen mereka yahh bahkan hampir terasa seperti di Indonesia. Di tambah lagi dengan kunjungan seorang ibu tua yang membawakan kami makanan (terong goreng, terong dan kentang keju -wew- coba ada sambel terasi hehe), ternyata ibu asal indonesia itu sudah 33 tahun tinggal di roma, menikah dengan orang itali dan mungkin akan terus tetap tinggal di Itali.
Menjelang tengah malam, setelah menyaksikan kekalahan belanda dari Rusia di perempat final EURO kami menuju Fontana di Trevi. Ada sebuah mitos yang menarik yang mungkin hampir semua orang tahu, yakni bila melempar koin ke fontana di trevi maka suatu saat akan kembali ke Roma. Cuma untuk lucu-lucuan, aku melempar sebuah koin rupiah (yup..aku kan dari Indonesia!!lagian kalo melempar koin euro kan sayang), Aku yakin akan kembali lagi ke Roma suatu saat!!Spero tornare a Roma un Giorno!
Dan di tengah kilatan cahaya lampu yang menerangi fontana di trevi, aku mengambil air dari fontana di trevi dan memasukkannya ke dalam botol kecil. Yup, setiap orang punya kebiasaan yang aneh..(dan aku...terlalu banyak kebiasaan yang aneh hehe). Aku sudah menyimpan air dari Venezia, air dari fontana di trevi dan udara dari Milan, semoga tidak bermasalah nanti di bandara.
Hari kedua penjelajahan, kami mengunjungi palazzo venezia, foro romano, colloseum, castel dan ponte sant angelo. Semua tempat terlihat begitu mempesona, membuatku serasa ditempatkan dalam suatu peradaban di masa lampau. Dan waktu berlalu begitu cepat, masih banyak tempat yang menarik untuk dikunjungi, tapi jadwal kereta yang akan membawaku ke Perugia tepat jam 18.12 segera datang. Meninggalkan Roma, kota abadi yang menakjubkan dan suatu saat ingin kukunjungi lagi...walaupun entah kapan. Tapi dalam perjalanan ini aku menyadari bahwa tempat yang ada di hatiku bukanlah tempat yang paling indah, menakjubkan yang kukunjungi tapi tempat dimana ada tali yang membuatku selalu terhubung.
Perugia, memang kalah menakjubkan dari Roma ataupun kota-kota lain yang telah kukunjungi, tapi entah mengapa ada tali yang selalu menghubungkanku dengannya. Ada aroma yang ingin selalu membawaku untuk kembali, suatu magnet yang membawaku pulang saat bepergian. Perugia, yang sebentar lagi kutinggalkan.....
Tapi tetap saja ada yang tertinggal.....

Kamis, 19 Juni 2008

Menjadi Kaum Minoritas


Kadang tidak pernah membayangkan mengalami sebuah keadaan dimana aku harus ditempatkan pada status yang “tidak biasa” karena selama ini dalam kehidupanku diatur oleh alam bawah sadar dimana terpancang skenario hidup yang taat azas dan anti keabnormalan dalam lingkungan sosial. Mungkin hal itu yang kadang membuatku menjadi “makluk yang tidak terlihat”. Tapi menginjakkan di sebuah daratan yang mempunyai kehidupan yang sama sekali berbeda, membuatku merasakan berbagai pengalaman yang sarat dengan pembelajaran. Menjadi seorang muslimah yang berjilbab di sebuah negri bernama Italia, dimana harus selalu siap saat orang memandangku dengan ekspesi yang aneh seakan dalam pikirannya berkata “ hmm..cara berpakaian yang aneh!”
Tidak jarang orang menanyakanku mengapa memakai jilbab disini, aku menyebutnya “il velo-kerudung-“..Mungkin bagi mereka merupakan hal yang baru, tidak biasa dan “aneh”. Dan aku sekarang sudah terbiasa dengan berbagai reaksi yang aku terima, toh kita tidak bisa mengatur reaksi dari luar, tapi kita sepenuhnya bisa mengendalikan respon kita terhadap setiap reaksi. Kadang ada yang memandangku dengan berkerut, bertanya dalam hati, atau ada yang berkata “ e piu comoda quando non usare il velo (menurutku lebih nyaman bila seorang wanita tidak memakai jilbab” begitu kata seorang teman di kelas. Ada juga yang beranggapan memakai jilbab bagi seorang wanita adalah simbol pembatasan kebebasan manusia. Namun ada juga yang berkomentar “Ah..che bella!! Dengan ekspesinya yang memuji. Yah, saat menjadi kaum minoritas, yang memakai apa yang bukan kelayakan bagi mereka membuatku banyak berbenturan dengan berbagai reaksi yang berbeda.
Namun setelah menjalani kehidupanku di tanah Perugia, banyak pekerjaan rumah yang ingin kukerjakan.
Betapa selama ini pemahamanku terhadap apa yang aku yakini adalah sebuah ketaatan pada sebuah textbook yang memang aku yakini kebenarannya, namun belum memaksimalkan kerja otakku untuk berpikir rasional dan logis tentang alasan dan mengapa prinsip-prinsip yang kujalankan itulah yang aku pilih.
Mengapa memakai jilbab? Mengapa tidak boleh minum anggur dan alkohol?Mengapa di larang makan daging babi?Mengapa seorang muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki dengan agama yang berbeda’Mengapa istri harus mengikuti apa kata suami? Mengapa dalam islam dibolehkan seorang laki-laki berpoligami?
Disini, hal yang tidak pas untuk menjawab pertanyaan itu adalah “karena begitu yang tertulis di Al Qur’an”-jawaban standard yang sama sekali harus kuhindari. Karena mereka sama sekali tidak bisa memahami alasan tersebut, kita harus bisa menjelaskan dengan rasional dan logis, dihadapkan pada situasi itulah yang membuatku merasa pengetahuan dan pemahamanku terhadap prinsip yang selama ini kujalani masihlah sedikit.
“Agama mu adalah agama yang penuh dengan larangan, Kamu takut pada Tuhan?”sebuah pertanyaan yang pernah terlontar padaku. Nampaknya bagi mereka islam dipandang sebagai agama yang penuh dengan larangan dan membatasi kebebasan manusia. Tidak boleh ini..tidak boleh itu..bagi mereka kebebasan adalah segalanya. LIBERTA adalah agama bagi mereka, yah..mereka beragama tapi tidak melaksanakannya, mereka hanya percaya pada kemampuan dan keyakinannya pada diri sendiri sehingga apa yang dilakukan dilandaskan pada azas kebebasan. Rasionalitas dan logika ditambah dengan azas kekebasan yang mereka anut membuat mereka sulit untuk memahami konsep islam yang sebenarnya damai dan tidak membelenggu.
Pernah dalam suatu kesempatan, menonton dan membahas film FITNA yang dilarang tayang di Indonesia bersama dengan beberapa orang Itali bukanlah hal yang mudah untukku. Sebuah film kontroversial garapan seorang sutradara belanda yang sengaja menunjukkan muka islam menurut versi-nya yang penuh dengan kekejian membuatku berkerut dan jiwaku memberontak. Sedih menyeruak dalam dada melihat bagaiman citra islam dicorang moreng dengan sebuah pencitraan yang begitu buruk. Stempel kekerasan dan terorisme telah terlanjur mengurat akar dalam pendangan mereka. Bagi mereka Kehidupan gay, seks bebas ataupun sikap hidup bebas ala manusia yang terus saja mengedepankan kebebasan di atas segalanya adalah hak azasi setiap manusia. Andai bahasa italiaku sudah bagus..kadang berpikir begitu, karena penjelasanku pada mereka terbentur kendala bahasa yang membuatku tidak leluasa mengutarakan pemikiranku.

Menjadi kaum minoritas, memberikanku banyak pembelajaran, bahkan penyadaran diri. Andai aku dilahirkan menjadi seorang katholik, hindu, atau budha? apakah aku akan menemukan islam?--dihadapkan pada sebuah pertanyaan itu aku merasa sangat beruntung. Menjadi kaum minoritas, menjadi orang yang bukan kebanyakan..melakukan hal yang tidak lazim dalam lingkungan dimana kujejakkan kaki adalah sebuah tahapan yang penuh dengan naik turunnya keimanan tapi disitulah aku menemukan jawaban-jawaban Tuhan.

Rabu, 18 Juni 2008

Co' yang tidak bisa dijadikan Suami





"Guardi, lui e molto carino!"(liat...dia ganteng banget)"tiba-tiba lenganku dicolek sahabatku saat baru beberapa saat duduk untuk menyaksikan concerto degli studenti stranieri dimana, 4 orang temanku berpartisipasi mengisi acara tersebut. Penasaran dengan komentarnya, pandanganku mencari ke arah yang ditunjuknya, Ah... ternyata matanya tengah mengkap tebaran pesona sang musisi jepang. Ia berdiri di samping bagian depan aula Magna Palazzo Gallengga dengan penampilannya yang kasual dan muka eksotis khas Giapponese, badannya terus bergerak seiring musik yang tengah dimainkan. Hmm..bukan tipikal lelaki jepang yang biasanya kaku, serius dan tidak ekspresif, ia tampak begitu menikmati setiap alunan nada yang dimainkan dan dengan begitu ekspresif mengikutinya dengan gerakan-gerakannya yang impresif, yup memang perpaduan yang menarik, pantas saja kalau sahabatku ini langsung sedikit "nancep"padanya hehe.

Ia serta merta menyuruhku untuk menanyakan identitas si co' jepang itu pada teman-teman jepangku yang duduk di barisan depanku.

"Sanche Nakajima" Begitu jawab Tomoko. Ah...Sanche. Dan saat gilirannya tampil dengan band jepangnya, hmm memang benar-benar memikat. Dengan gayanya yang bak musisi kelas atas, begitu lincahnya jari-jari tangannya memainkan senar gitar, ditambah lagi vokalnya yang terdengar dalam dan jernih. " Wah..tipikal anak band banget"hmmm begitu komentar sahabatku ini yang nampaknya tak bisa melepaskan pandangan dari si co' sunche ini.

Konser malam itu memang begitu menghibur, dengan tampilnya keempat temanku yang memainkan beberapa buah lagu.Ditambah lagi dengan beberapa penampilan dari beberapa negara lainnya, dan ditutup dengan penampilan musik latin ala argentina yang menghentak aula magna dengan iramanya yang rancak. Tapi, Sanche nakajima tetaplah la stella del concerto di konser malam itu (yup, setidaknya bagi beberapa orang hehe-tidak bagiku yang memang bukan tipikal^_^).

" Tapi, co' seperti itu bukan co' yang bisa dijadikan suami!" cetus sahabatku itu sambil tangannya terus sibuk mencuci piring, seusai makan siang dengan menu pasta dengan tuna.

Wew..aku tergelak sejenak.Che interressante! menarik..penyataan itu sering mampir di kepalaku, namun tidak pernah tercetus. Co' yang tidak bisa dijadikan suami?Mengapa? apakah karena hanya enak dilihat..dan tipikal co'populer seperti itu adalah co' flamboyan dengan mentalitas don juan?Wew nampaknya terlalu dangkal dan dini untuk mengatakan demikian. Hmm..aku teringat dengan sebuah kalimat menarik yang memaksaku untuk merasa tersentil dalam sebuah film yang dibintangi Cameron Diaz dan Jude law, The Holiday (l'amore e non va in vacanza). " Mengapa aku selalu tertarik dengan seseorang yang aku tau pasti orang itu bukan orang yang tepat untukku?" begitu kalimatnya. Mungkin memang hati tak pernah punya kuasa menolak untuk menjatuhkan cinta pada siapapun itu, tapi ternyata manusia tidak cukup dengan hanya setuju dengan pilihan hati, tapi rasionalitas kepala.