Senin, 09 Januari 2012

Makan dan Cinta

Bakwan Yummy
Posting tulisan ini ditulis dengan perut kenyang, dan sedikit kepedesan..huaaaah, tapi kepedesan yang disengaja karena memang ketagihan kepedesan. Baru saja makan malam dengan menu Beef with Luv dan Cah Jamur with Teri...halaaaah...ehehe, baiklah postingan ini memang postingan ringan. Entah mengapa akhir-akhir ini hobi memasak dan mengunyah, baiklah, sebut saja efek musim dingin, atau apa untuk sekedar melegitimasikan hobi baruku ini. Bukan hobi, sebut saja, kesukaan. Hiburan yang menyenangkan di negeri antah berantah ini selain jalan-jalan, berpose, pastilah masak memasak dan makan. Namun memasak di negeri yang bahan dan bumbu-bumbunya tidak support memang perlu strategi khusus, demi memenuhi hasrat lidah jawaku untuk tetap menyelenggarakan sebuah kehidupan dengan zat gizi lengkap, enak, murah dan sehat.
Menjadi lazim rasanya, memang sebuah kerinduan akan masakan pasti dirasai hampir semua mahasiswa ataupun orang yang tinggal di luar negeri. Jadi ingat, dulu awal-awal tinggal disini, aku mengamati postingan teman-teman fesbuk yang juga tinggal di luar negeri. Yang dishare atau ditag adalah foto-foto makanan berhasil mereka masak sendiri. Lucu kupikir, dulu pas di Indonesia, jarang peduli kita makan apa, karena semuanya tersedia. Banyak sekali pilihan dari model restoran sampai warung lesehan. Tinggal sebut saja, bakmi goreng jawa, nasi goreng pete (hiii pete), soto sokaraja, sup iga bakar, bebek goreng (aiiih jadi kangen makan bebek kosek), es teler, es duren purbalingga, mendoan, nasi padang, tahu petis...wawaaww ehehe paraaah. Tapi di sini??duengg...makanan itu semua serasa sangat istimewa sekarang. Mana ada penjual keliling malam-malam yang teriak : nasi goreeeeeng...mi goreeeeng enaaaak...ehehe. Hummm satu-satunya jalan adalah memasak sendiri dengan bahan-bahan yang ada. Makanya kusebut, makanan Indonesia pun menyadarkan pada kami-kami ini betapa cinta akan Indonesia dengan jenis makanan yang melimpah ruah.
Tapi setidaknya di sini, aku merasa lebih beruntung daripada dulu saat tinggal di Itali dimana bahan-bahan makanan relatif lebih sulit didapatkan, walaupun beras pulen dari Italia Utara gampang didapat. Tapi daging halal dan sayuran hummm, sulit ditemukan. Di sini, daging halal dan beberapa sayuran, termasuk cabe (ini sangat penting) bisa dibeli di halal butcher yang syukurnya tidak terlampau jauh dari flatku. Kemudian Indomie, teri, udang dll biasanya kubeli di Chun Yiing, toko cina di City Center. Jadi, rasanya ritual masak memasak dan kunyah mengunyah aman, kecuali kalau sedang nggak doyan makan. Jadi, wahai pemuda pemudi Indonesia tercinta, jangan khawatir untuk berkelana ke negeri antah berantah, karena lidah dan perut kalian masih bisa tercukupi kebutuhannya ehehe.
Marilah kupameri beberapa masakanku. Pernah, karena kangen setengah mati dengan tempe, aku pesen online tempe...ahaha busyet, tempe aja pesen online. Sebenarnya ada di Chun Ying, tapi testimoni beberapa temen, katanya rasanya lain. Jadi kucobai tempe online ini, daaaaan..harus kuakui tempe Indonesia memang tiada duanya, kawan..pertama, tempe yang kupesan itu aromanya lain, entahlah tapi agak mengganggu di hidungku. Kedua, memang ternyata rasanya juga tidak seenak tempe Indonesia, apalagi tempe Purwokerto yang biasa dibuat jadi mendoan. Hadeeeeh membayangkan mendoan hangat saat malam dingin begini, pasti maknyus. Maka akhirnya kumasak jadi oseng tempe dengan kecap manis, dan beginilah hasilnya...

Fried Online Tenpe ehehe ;p
Kemudian, kala gelora rindu pada bakso melanda, aku bisa membuat mie bakso jadi-jadian. Ini kubuat dengan indomie rebus, dikasih bakso (beli di halal butcher) plus suwiran daging ayam. Jadilah bakso jadi-jadian yang slurrrrp...mantap, walaupun tidak semantap bakso malang, tapi lumayan meredakan rindu.

Walau Bakso Jadi-jadian tetap menggoda selera
Kemudian, soal cemilan gorengan, karena mendoan seperti “sulit digapai” ehehe..akhirnya yang paling mudah adalah bikin bakwan. Maka tadi pagi, kuiris kubis dan wortel sambil melihat Laskar Pelangi The Series di SCTV, dan setelah itu kubuat bakwan goreng yang gurih dan renyah, sampai ada “pemirsa” fesbuk yang langsung inbox : Mba.. minta resep bakwan doong..... Plissss....” ehehe hadeeeh lah wong cuman bakwan gitu lho. Fotonya itu tuh, di bagian awal postingan.
Kemudian untuk makanan daging dagingan, inilah hasil percobaanku, rendang berdendang ahaha....

Rendang yang Bikin Lidah Berdendang

Atau Beef with luv yang kumasak hari ini, dinamai Beef with luv gara-gara nggak tau masakan ini namanya apa, dibumbui atas nama cinta alias asal, tapi ternyata enak jugaaaa.

Beef With Luv...ehehe dibumbui asal...asal enaaaaak ;p

Dan menemani daging sapi, kumasak cah jamur, plus irisan wortel dan teri, jadilah begini...


Terinya nggak boleh ketinggalan..favoritku ;p

Hummm, menggendutlah diriku sepertinya...tapi masih terobsesi untuk membuat masakan yang lebih bermacam-macam lagi. Malahan akhir-akhir ini tertarik menjelajah situs-situs masakan dan mengoleksi resep-resep masakan khas Indonesia. Ayayay...aku ternyata beneran jadi perempuan hihi...atau jangan-jangan karena pesen seseorang yang selalu rewel “ adek maemnya yang banyak ya...” hohoho, kayaknya begitu deh...*ngeles cari alesaaaan...ahaha
Selamat menikmati hidupmu, kawan..lakukan hal-hal yang membahagiakan bagimu, jangan sungkan memberikan “hadiah” bagi dirimu sendiri..cheers..***

Minggu, 08 Januari 2012

The New (Me)


Saya, Aku, menemukan diriku sendiri lagi setelah beberapa saat “hilang”. Memang mungkin begitulah siklusnya, hilang—mencari—menemukan. Dan aku menemukan diriku lagi, rasanya begitu. Menemukan jalur-jalur ke depan, merayakan hidup dengan warna-warna dan cinta, memberi kasih pada sesama. Tersenyum dengan penuh lagi, Yeaaah, Welcome to The New Me!!
Aku yang sama, tapi memilih untuk mengadakan percepatan. Seperti resolusiku tahun 2012, rasanya cukup untuk energi pencapaian personal. Saatnya memberikan lebih banyak energi, kemampuan, apapun untuk memberikan kontribusi. Selama ini rasanya terlalu banyak hanya bergerak pada ranah konseptual, memang ada tindakan kontinu yang mengarah ke sana, tapi rasanya sudah saatnya melakukan tindakan nyata yang lebih intens. Entah mengapa, di saat aku berada di rentang 7760.54 mil jauhnya dari Indonesia, aku malah merasa inilah waktunya. “saya resmi pacaran sama Indonesia”  , itulah mengapa saat kukunjungi Gallery of Modern Art beberapa saat lalu, kubuat hasta karya dari kertas-kertas dengan menyatakan cintaku pada Indonesia.
Resmi Pacaran dengan Indonesia
Dan Tuhan meyakinkanku dengan kejadian-kejadian luar biasa di akhir dan awal tahun, rasanya energi mengalir begitu meluap-luap. Mulai dengan perbincangan dengan sahabat dengan mengusung misi yang sama, ketemu dengan anak-anak muda yang “keren” karena sudah berpikir tentang kontribusi sosial pada sesama. Beberapa kejadian membuatku yakin, Indonesia punya banyak orang-orang hebat. Andaikan setiap orang punya passion, misi dan mau untuk menghidupi misinya itu untuk sesama, mau berkontribusi, bisa dibayangkan betapa hebatnya negeri ini.
Stand up for something in life. And that will be your biggest contribution throughout your lifetime (Rene Suhardono)
Ok kita sukses, congrats for your achievement! Now, what's your IMPACT? Entahlah, kenapa akhir-akhir ini aku semakin peduli dan terusik dengan pernyataan itu. Aku, berasal dari desa yang sampai sekarang jalannya masih belum beraspal, aku mungkin satu-satunya yang menempuh pendidikan tinggi ke negeri antah berantah, sementara anak-anak lain di desaku rata-rata paling pool berpendidikan SLTA, karena apa? Karena orang tua mereka berpikir, dengan ijazah itulah anak-anak mereka bisa bekerja di pabrik-pabrik di Jakarta. Begitulah yang kulihat siklus anak beranak dengan pola pikir yang tidak pernah berubah. Lalu kapan ada percepatan perbaikan kualitas hidup?bagaimana mikiran kontribusi kalau kebutuhan basic needs saja masih compang camping? bagaimana mungkin aku tidak merasa terpanggil untuk  memberi “warna perubahan?
            “ Mba, kemaren saya ke London, lihat Big Ben. Saya ingat dulu waktu kecil ibu memberiku buku yang ada gambarnya Big Ben London. Makanya saya punya mimpi. Dan saya berpikir, andai 100 buku saja saya bagikan ke anak-anak, mereka juga bisa punya mimpi. Buku itu bukan hanya jendela dunia, buku itu masa depanKata wina, seorang sahabat yang juga secara “kebetulan yang diatur Tuhan” seperlintasan hidup denganku saat berkunjung ke Glasgow beberapa hari lalu. Jadilah kami, layaknya kembang api yang berpijar-pijar, saling memancarkan energi. Jujur, selama ngobrol dengannya, itulah pembicaraan paling “hidup” dengan orang-orang “nyata” yang kutemui selama di sini.
Maka cukup, kataku. Cukup untuk pencapaian-pencapaian personalku, kini saatnya mengembalikan, memberi sebanyak yang aku mampu. Ada rasa itu, kebutuhan itu, yang semakin lama mendesak desak dadaku. Ada beberapa rencana ke depan yang ingin kurealisasikan, sudah nyicil dengan group PENAMAS (Penulis Muda Banyumas) yang terus berkarya melestarikan budaya Banyumas, dan mencoba membangkitkan lagi budaya menulis anak-anak daerah. Ada rencana membuat perpustakan, atau setidaknya memberikan buku-buku ke perpustakaan SDku. Dulu sering terbentur pikiran bahwa, kontribusi itu harus dari yang “gedhe-gedhe” biar berarti. Rasanya sekarang tidak lagi begitu, contohnya upaya Swaragama dengan program sumbangan 2000/hari untuk memberikan beasiswa dan membeli ambulans (efek keseringan dengerin swaragama kala malam hari). Lihat? Kita bisa berbuat banyak, apa saja. Mari kita mulai, Great Impact through small wins, yang kata Rene -Small Wins = Making a difference whenever you can
Yeap, aku ingin memulai semakin kuat memberikan resonansi, salah satunya melalui tulisan. Dan bersyukur sampai detik ini, resonansi itu  terus berjalan..
Hingga beberapa hari lalu, seorang teman di FB yang tak begitu saya kenal, nun jauh Di Glasgow (UK) sana, meresonansikan semangatnya bahwa tulisan saya layak baca.  Dia, yang sebelumnya bukan siapa-siapa, menyeruak tiba-tiba, untuk meyakinkan bahwa keinginan’ menerbitkan buku’ ini sangat mudah diwujudkan. (Thanks Mbak Siwi buat tantangannya. hehehe) (Riska Widya Winarti)
Riska ini ku”kompori” untuk terus menulis dan menerbitkan buku, bukan saja karena tulisannya yang oke, tapi karena isi tulisannya yang mampu memberikan resonansi yang baik bagi orang lain. Sayang bila tulisannya kesepian, tidak dibacai banyak orang. 
aku punya blog ini terinspirasi oleh "seseorang" *dosen ku yg jauh di negeri orang ^o^* yang selalu bisa bercerita, aku suka baca cerita2nya aku bisa menikmati cerita2nya, walaupun aku ga mengalaminya sendiri.pokoknya aku suka blog ibu, setiap kisah, cerita yang ada di blog ibu deh. *senyum2 pasti klo orang nya baca. hehe. Ibu telah menginspirasi sayaaa, walaupun aku ga pernah berkenalan secara dekat dengan ibu di kampusss tapi aku senenggggg deh pokokknya *lohhhlohh :)(Rebecca Sihombing)

Lalu beberapa kutipan kalimat tulisanku yang ternyata berarti bagi orang lain,
Karena kasih tak pernah berbatas, maka limpahkanlah pada dirimu, pada orang-orang terkasihmu atau juga orang-orang yang bahkan tak kau kenal…dan juga karena kasih adalah memberi bukan menuntut... (Siwi Mars Wijayanti) yg nulis boleh lupa, tp yg baca gak mungkin lupa. akan slalu membekas dihati :) *aku tidak lebay ;)—Rela Febriani Lupitasari
 Karena perjalanan meraih impian haruslah menyenangkan, maka melangkahlah dengan ringan, hadapi tantangan, anggap saja seperti sebuah permainan...
 apapun yg terjadi, mari kita nikmati perjalanan ini (Siwi Mars Wijayanti)—(Quote yang menginspirasi Amaliyah Agustin)
 “Lalu kau dimana? Kemana engkau akan “pulang”?” saya mencecar seseorang dengan pertanyaan.      Dia tersenyum, lalu menjawab pertanyaanku,
 “Aku, bersama peran dan tanggung jawab-tanggung jawabku. Karena di sanalah aku dibutuhkan” --   MarsDreams: Rumah
 Cc: Ibu Siwi Mars Wijayanti (Note Dian Herlijansari)
Kuposting di sini bukan untuk gaya-gaya-an, apalagi pamer. Aku hanya bersyukur, bahwa tulisanku paling tidak telah berarti untuk orang lain. Itu rasanya luar biasaaaaa, berasa terbang ke langit ke tujuh ehehe. Karena apa? Aku menjadi penulis bukan karena profesi penulis itu keren, atau bisa menghasilkan duit, tapi lebih karena aku menikmati proses menulis itu sendiri, serta aku ingin berkontribusi melalui tulisan.  Itulah mengapa tema tulisan-tulisanku dari dulu sepertinya konsisten, bila ada curhatan nggak jelas, puisi-puisi galau, rindu-rindu, itu hanya membuktikan aku ini manusia ahaha.

The New-Old (Me)
Writing is never about knowing - it is about sharing & caring. Tempo hari saya berkesempatan bertemu dengan para penulis muda @onlyricky, @bungamega, @marrywhoanna, @anitacynthia untuk bertukar pikiran soal seluk-beluk menjadi penulis. Ada satu kesamaan di antara para perangkai kata, yaitu keinginan untuk berbagi dan kepedulian untuk berkontribusi melalui tulisan. Writing is about leaving our footprints in life -it's  about  our legacy. (Rene Suhardono)
Kukatakan, itu sangat benar, keinginan untuk berbagi dan kepedulian untuk berkontribusi melalui tulisan. Aku mantap bergerak dengan cara ini, selain dengan cara-cara lain, apapun untuk sebentuk kontribusi untuk sesama. Karena begitulah, aku merasa benar-benar “hidup”.So. Welcome the New (Me)..yang ingin lebih banyak berkontribusi, mari!!

**Semoga tulisan ini suatu saat bisa kubacai lagi, dan mampu memberikan energi dan konsistensi...selamat berkontribusi, kawan! (Glasgow, 7 Januari 2012. 9.30 pm)

Sabtu, 07 Januari 2012

Mimpi Mewujud di Edinburgh-Catatan Awal Tahun


Mentari Pertama di Hari Pertama Tahun ini

Kota itu selalu kusebut, bila ditanya, “ingin melanjutkan kuliah dimana?” atau dulu pas pelatihan PDEC di Malang, bila disuruh writing tentang rencana studi lanjut, Edinburgh-pun kutulis dengan mantap, lalu saat koreksian writing dikembalikan, ada note kecil dari Ibu dosen-ku itu, tertulis : It’s so beautifull!! Ehehe  aku tersenyum saat membacainya. Yuhuu I know that, that’s why I choose that place, Mam..
Lalu segala upaya selanjutnya adalah cerita tentang menuju ke titik itu, Edinburgh-ku. Sebenarnya alasanku memilihnya simpel saja,. Satu, walau cinta dengan Italia tapi rasanya ingin memperluas wilayah “jajahan” dan sepertinya di Itali tidak ada universitas yang masuk ke Top 100 Universitas di dunia, rasanya kok pengen merasakan studi di tempat yang memang bagus secara kualitas sesuai dengan bidang keilmuanku.  So, Dua—jadilah menetapkan bahwa UK adalah tujuan utama, lalu Jerman menjadi tujuan kedua. Tiga, pilihan universitasnya setelah melirak lirik, pandang memandang, taksir menaksir, pilihanku cuma dua (saya memang bukan tipe mata keranjang ahaha), London Scholl of Public Health and Tropical Medicine, dan University of Edinburgh. Lalu, booklet yang jauh-jauh dikirim dari Inggris Raya dan diantar oleh Mas Amir Mahmud, staff administrasi kampusku ke meja kantorku seingatku cuma dua kali, yap, dari dua universitas itu, tak lain lagi. Lalu kujatuhkan hatiku pada Edinburgh, karena indahnya tempat itu seperti negeri dongeng, dibandingkan dengan London yang metropolis dan aku sadar diri cah ndeso sepertiku auranya tidak cocok dengan London. Dan pada akhirnya, setelah jatuh bangun, sampai mewek segala, Edinburgh-pun di depan mata, tapi lihat..peta berbelok arah tak terduga, ada hal yang tak bisa kau ubah, dan Tuhan menjatuhkan takdir, bahwa Glasgow ternyata adalah persinggahan hidup selanjutnya untukku.
Bedol Desa-Glasgow-
Memang, mungkin seperti ada tempat-tempat yang memang ideal untuk dirindukan, seperti halnya jogya. Haiisssh jogya lagi (pada saat tulisan ini ditulis sedang ada pelangi yang melengkung di dekat Merapi—update status FB Jogyaku)—ahaha *kata yang baca : apa peduliku ;p. Maka, menjelang tahun baru, hatiku meloncat-loncat ingin terbang saat mendengar kalau anak-anak Glasgow akan bedol desa (Glasgow=desa??) ke Edinburgh, kota sebelah. Tiket bus-pun sudah kupesan, murah saja untuk tiket return sebesar 5.43 pounds (sekitar 70rebuan bolak balik), menggunakan jasa Citylink setelah mendaftar dengan account student, karena ada diskon 20% bila menggunakan student account. Mahasiswa Indonesia yang tinggal di luar negeri, rata-rata penyuka kata diskon, dan akupun salah satunya, jadi tentu saja menggunakan strategi itu hihi. Jadilah sabtu tanggal 31 Desember jam 3 sore kami berkumpul di Buchanan Station untuk berangkat ke Edinburgh. Rombongan kami sejumlah 11 orang, termasuk 2 teman dari London, dan seorang lagi teman sekelasnya Nares. Dan setelah sekitar 1,5 jam perjalanan, yeiiii akhirnya kaki menjejak di Edinburgh yipieeee....Kota tua itu sudah menggelap saat kami sampai, maka maka beriringan berjalan kaki menuju flat Detia  (mahasiswa undergraduate yang kuliah di University of Edinburgh), dan numpang anget di dapur flatnya (ehehe daripada nunggu di luar dengan suhu yang mendingin). Maka dapur flat akomodasi kampus itu diserbu oleh kami-kami. Nares, puput, dkk langsung menggelar permainan kartunya, sementara yang lain beraneka rupa polahnya, ada yang mengunyah pizza buatan Detia, ada yang duduk, ada yang numpang skype-an, shalat isya,  dan berbagai macam polah lainnya. Sekitar jam 8 kami berangkat, yang sejujurnya nggak tau berangkat kemana...ahaha. Kami semua nggak ada yang beli tiket acara tahun baruan, alasannya cuma satu, mahaaaaal. Untuk masuk satu spot acara kudu bayar 15 pounds, glek. Makanya kami berniat bersenang-senang ala kami saja di Edinburgh. Akhirnya kami berjalan menuju JK Rowling Cafe (The Elephant House), dimana dulu ceritanya JK Rowling sering nulis kisah Harry Potter di cafe ini. Begitulah unsur publisitas dan promosi yang yahud, dengan cerita seperti itu dipastikan caffe ini selalu rame. Di depan cafe itu ada tulisan “The Birthplace of Harry Potter”.
Di depan JK Rowling Cafe
Suasana caffe yang dibangun tahun 1995 ini begitu nyaman dan menyenangkan untuk nongkrong, duduk-duduk sambil ngobrol. Dekorasi caffe ini didominasi dengan gambar, miniatur dan pernak pernik gajah. Selain itu, pastilah foto-foto JK Rowling dan berbagai artikel koran yang memuat tentang The Elephant House. Ternyata saat sampai di sana, beberapa mahasiswa Indonesia dari Newcastle sudah sampai, jadilah 3 meja di caffe tersebut diserbu mahasiswa Indonesia. Di jalan, kami juga bertemu dengan rombongan dari Leeds, dan salah satunya teman yang kukenal dari FB, salah satu diktiers (Diktiers = sebutan penerima beasiswa Dikti), Pak Irfan Rifai. Dunia memang sempit, ehehe lalu kutitip salam Buat Mba Dini (rekan dosen Unsoed) dan Mba Issa (Uni.Trunojoyo) yang studi di Leeds. Trus juga pas jalan tadi tiba-tiba namaku disebut, kutengok, ealaah ternyata Mas Irsyad dari Dundee yang ketemu pas di Dubai bersama istrinya. Entah dunia yang makin menyempit atau aku memang terkenal...ahaha..lupakan komentar barusan.
Aku, Dini, Dias. Lili dan Koko duduk dalam meja yang sama, sedangkan 2 meja lain ditongkrongin rekan lainnya. Kami hanya memesan minum (kan selalu pake jurus irit). Kupesan caffelatte large (ssst diem-diem..bakal ada yang rewel kalo aku minum kopi banyak-banyak)—ehehe no worries, akan kubilang, kan pake susu juga, jadinya sehat hihi. Sambil menikmati pesanan, kami ngobrol nggak jelas dari gudeg deket keraton jogya, pecak lele deket tamansari (dan dirikupun rindu jogya seketika) sampai soal resolusi.
            “ Ayoh bergiliran sebutin resolusi tahun ini, kita-kita jadi saksi” kata Dini. Hiyaa perayaan tahun baru memang identik dengan resolusi. Maka bergiliran masing-masing menyebutkan resolusi, diamini dan disaksikan masing-masing kami. Dan anehnya, saat kusebutkan resolusi pertama, si koko kaget,
            “ Apa?” ahahaha...fiuuuh apa anehnya???
Resolusi berikutnya, dengan mantap kuucapkan di tempat JK Rowling membuat buku legendaries Harry Potter, jadi semoga ketularan ehehe.

Bersama mereka di The Elephant House

Senin, 02 Januari 2012

Resolusi : Lebih Banyak Kontribusi

Hari Pertama Tahun 2012, Keajaiban pertama tahun ini, di tanah mimpi-mimpi

 “Inget di pantai camplong taun lalu? Pas pada ngomongin resolusi?” blip..blip...menjelang hari terakhir tahun 2011, chat dengan sahabatku yang tengah melanjutkan studi di Nottingham. Mulai dari obrolan ringan yang berhaha-hihi sampai obrolan serius tentang sebuah resolusi. Seperti dulu kami sekelas bersama-sama, berbagi resolusi tahun 2011 di Pantai Camplong Madura. Maka, mau tidak mau aku  memikirkan resolusi 2012, ehehe sepertinya kata resolusi menjadi kata yang tenar di awal tahun ini. Lalu, kami saling berbagi resolusi, dan aku menyebutkan resolusi personal, dua poin saja. Tidak banyak, tapi semoga akan beranak pinak hasilnya ahaha. Seperti resolusi tahun lalu, hanya sebuah poin resolusi saja, yang akhirnya banyak berefek domino.
Sebuah resolusi yang sangat sederhana—jauh dari detail-detail berderet panjang seperti tahun sebelumnya. Sebuah hal sederhana yang aku yakin bisa berefek domino pada banyak hal dalam hidup (Sebuah Resolusi Awal Tahun, Marsdreams file Januari 2011)
Karena dengan energi itu, akhirnya Tahun 2011, berhasil akhirnya melanjutkan langkah, meneruskan studi di University of Glasgow dengan segala jatuh bangun, tawa dan tangisnya, dan saat inipun masih terus melangkah untuk menyelesaikan apa yang sudah dimulai. Tahun lalu juga, berhasil menerbitkan sebuah buku rombongan “Balada Seorang Lengger”, dan yang pasti pencapaian-pencapaian-pencapaian personal yang sungguh berharga. Maka nampaknya, mulai tahun ini resolusiku sebagai seorang pribadi harus meluas dengan memberikan lebih banyak energi untuk sebuah kontribusi di luar diri. Untuk resolusi personal, dua poin saja. Dan salah satunya, rasanya mantap langkah untuk berkarir sebagai penulis. Pekerjaanku adalah sebagai seorang dosen dengan tanggung jawab dan peranku, tapi karirku adalah seorang penulis. Makin mantap langkahku kutetapkan setelah banyak membacai Your Job is not (always) your career. Maka, aku tak ingin setengah-setengah lagi, aku mantap berkarir dan memberikan kontribusi bagi kehidupan sebagai seorang penulis. Semoga terus ada energi untuk menghidupi tekadku ini, karena menulis bagiku adalah salah satu cara, menghidupi sebuah misi hidup. Yakni dengan memberikan kontribusi pada sesama, melalui tulisan, dengan berbagi dan menyentuh jiwa-jiwa yang membacai baris baris kalimatku.
Dan Tahun 2012, rasanya, sudah waktunya memberikan porsi yang lebih besar untuk sebuah kepentingan di luar diri. Bahwa setiap diri sejatinya mempunyai misi hidup untuk bisa berkontribusi pada kehidupan. Hal ini sepertinya kembali diingatkan Tuhan, setelah chat dengan sahabatku itu.
            “ Trus resolusimu apa Gus?
            “ Aku pengen jadi orang kaya agar..bla..bla..” jawabnya. Awalnya kuanggap becanda, seperti sikapnya yang suka becanda. Tapi setelah melanjutkan pembicaraan kami, aku terpengarah, tak menduga sama sekali bahwa sebenarnya itulah misi hidupnya, seketika membuatku salut tingkat tinggi. Misi hidupnya untuk bidang pendidikan benar-benar membuatku angkat jempol, dan hal itu sungguh-sungguh tak pernah kusangka sebelumnya. 
            “Sebenarnya hal ini pernah kuutarakan pada Mba-X (salah satu teman sekelas di Malang juga), tapi dikira aku becanda” terangnya.
Pembicaraan tentang misi hidup inilah yang mendorongku untuk semakin mengalokasikan energiku untuk memberikan lebih banyak kontribusi. Bahwa sebenarnya banyak yang bisa kulakukan untuk memberikan perubahan untuk kehidupan yang lebih baik, pastilah sesuai dengan peran, kemampuan dan misiku. Sering kuajukan pertanyaan, apa kontribusimu pada kehidupan, pada sesama? Apa bedanya dunia dengan adanya dirimu dengan dunia tanpa adanya dirimu? Inilah soal misi hidup, soal kontribusi. Setiap manusia sah mempunyai keinginan personal, mempunyai pekerjaan yang layak, keluarga yang bahagia, berkelimpahan, bisa travelling ke eropa ataupun lainnya. Tapi setelah itu apa?bagiku, sebentuk kontribusi pada kehidupan ini adalah misi yang terus kuhidupi, sebagai wujud syukurku pada Gusti. Dua tahun yang lalu sudah kutetapkan untuk menghidupi misiku di bidang pendidikan. Setelah mendengar misi hidup kawanku yang juga sejalan di bidang pendidikan, kok jadi merasa tertantang dan terdorong...kayaknya bisa untuk memberikan lebih banyak kontribusi hihi..
Maka, mengawali tahun 2012 ini, rasanya sudah waktunya bagiku untuk tidak hanya memikirkan soal-soal pribadi, saatnya memperluas kontribusi, bahwa karyaku, karyamu, karya kita, karya kalian semua..dinanti untuk kehidupan dunia yang lebih baik.
Mari menciptakan resonansi..seperti sebuah status Indonesia Mengajar beberapa saat lalu yang membuatku langsung jatuh cinta :
"Resonansi adalah peristiwa bergetarnya suatu benda karena ada benda lain yang bergetar dengan frekuensi yang sama. Makin kuat getaran benda sumber, resonansi akan bertambah besar. Sekarang, resonansi itu sedang terjadi. Dia terus menular lewat tuturan, mencari entitas dengan frekuensi ketulusan yang sama untuk kemudian turut menggetarkannya.

Berceritalah agar resonansi itu merangkai Cerita Diri tiap-tiap Aku, semacam The Rise of Indonesia, menjadi Cerita Kita. Hingga mereka saling menjalin menjadi tenun bernama Indonesia."

(Shally Pristine, Pengajar Muda Kab. Bima)


Mari mencipta resonansi, dengan menghidupi misi hidup setiap diri...agar hidup yang dianugerahkan Tuhan semakin berarti.

Glasgow, 2 January 2012. 01.00 am.

Jumat, 30 Desember 2011

Aku Kaya Karenamu-Sebuah Catatan di Penghujung Tahun 2011



will you remember our sweet moments
and cherished them the way i do
how we spent our special moment together
how we used to share it all
will you remember me the way
i remember you, will you be the same
the last time i saw you, you are the sweetest
every moment with you is the sweetest one
            (Remember Sweet Moment, Unknown) 


Tulisan ini untukmu, mungkin harus kukatakan begitu dari awal. Karena begitulah, polosmu, pragmatis dan logismu adalah bumi dan langit dengan bahasaku yang mungkin berputar-putar. Sampai tulisanku, yang ada dalam satu buku, buku yang kautimang-timang, buku yang belum sempat kupegang, yang menghidupkanmu dengan nama lain, masih saja kau tanya,
            Kok kayaknya nggak asing dengan dialognya ya? “ tanyamu, masih tetap dengan muka polosmu itu.
Tulisan ini untukmu, karena catatan akhir tahun ini sepertinya penuh olehmu. 12 bulan, 12 kali 30 hari, 12x30x24 jam..cukup, kau tahu aku tak suka matematika. Akhir tahun, sudah akhir tahun, singkat tapi juga lama. 
Akan segera sampai juga
Akhir tahun lalu, resolusiku sederhana saja sebenarnya, resolusi yang kau tebak dengan –sayangnya--benar. Akhir tahun lalu, masih bersamamu bercerita tentang rencana ke depan. Dan kini, akhir tahun ini, ajaibnya, akan kulewatkan malam tahun baru di kota itu. Kota yang dulu kusebut, selalu saja kusebut. Ajaib ya, hidup. Tentu karena upayaku, dukunganmu, dan restu Tuhan. Bagaimana tanpa dukunganmu? yang selalu rajin mereweliku sinau IELTS demi skor yang distandarkan universitas itu, lalu jurnal-jurnal untuk proposal risetku, kau yang unduhkan dari situs kampusmu yang menjadi tak berbayar, software skype untuk chat dengan calon supervisorkupun kau yang kirimkan, dan laptop yang bersamaku kini, dimana aku menulis kalimat ini, yang telah dan akan menghasilkan karya-karya tulisanku, dan juga disertasiku, pun kubeli bersamamu. Lalu bisa kau bayangkan, betapa sulitnya bila aku harus mengepak sejarah, sejarah-sejarahmu?sejarah kita. Makanya tak perlu, tak perlu aku mengepaknya, cukup kusimpan saja. Iya, makanya kubilang, aku sangat kaya, kaya karenamu. Karena aku kaya cerita, kisah, dan pembelajaran.
Dan ternyata, aku bisa berpijar-pijar seperti kembang api menjelang tahun baru bila bersamamu, lalu berubah menjadi langit mendung bila hilangmu, menjadi daun-daun yang rindu rinai hujan bila rindu akanmu, tapi juga menjadi angin yang membebaskanmu tumbuh, berusaha menjadi spasi dalam kalimatmu yang terburu-buru. 
Cukup itu, mungkin memang cukup itu, karena Tuhan mungkin memang telah menjatahkan sebuah porsi untuk kita. Kita cukupkan porsinya. Kau lihat, betapa aku sangat kaya. Karena kau tunjukkan warna pelangi walau tetap disertai hujan, guruh dan petir. Kau, pengacau paling menyenangkan, dengan ketiba-tibaan-mu, selalu. Tiba-tiba berdiri sore itu di depan kosku dengan sebungkus roti untuk sarapan, tiba-tiba muncul di suatu kota yang kukunjungi dengan tahu bakso ditangan, dengan kalimat “ coba buka deh jendelamu”. Atau tiba-tiba menelpon saat perjalanananmu hampir sampai ke kotaku, “ jemput aku ya di terminal”, Atau sebungkus kado yang datang tak kusangka. Kau ini makhluk apa sebenarnya? Seenakmu saja, mengacaukan ritmeku. Selalu, selalu saja begitu. Selalu kupikir, kau kebanyakan nonton sinetron atau film indonesia, terlalu keju dan madu.
Akhir tahun ini, tulisan ini bukan hendak mengusik usik sejarah, hanya bersyukur bahwa karenamu aku kaya. Semua katalog rasa sudah kucobai rasanya. Aku cemas, sedih, bahagia, senang, marah (pernah nggak ya?), cemburu, galau, hampa, dilema. Pernah tersesat, pernah menemukan jalan pulang, pernah merasa menjadi baru, pernah menjadi setan, ataupun malaikat, tapi yang paling sering, dan tak setiap orang bisa lakukan, menjadikanku manusia, manusia saja. Kau lihat, aku kaya bukan?
Terima kasih, atas semua cerita, semua ilmu, semua pembelajaran. Denganmu. Dan memberikanku kesempatan untuk belajar ilmu menerima jatah. Jatah kita. Kita cukupkan jatah kita. Aku akan terus tumbuh dan berjalan, kau juga, beriringan, walau berbeda jalan. Aku, tetap dengan impian-impianku, dan kau tetap dengan impian-impianmu, mari saling wujudkan, dengan saling dukung dan menguatkan, walau impian kita berbeda. Aku, masih dengan pencarianku, dan engkau tetap dengan pelabuhanmu, dan semoga masih tetap berbagi cerita.
Akhir tahun ini, mari belajar ..saling melepaskan untuk terus bersama sesuai jatah kita.
Selamat akhir tahun yang penuh warna ini, dan selamat menyongsong tahun depan yang kita upayakan untuk lebih baik, karena kita bersama untuk sebuah alasan yang baik.

*Kau, yang suatu saat akan membacai tulisan ini. Dan kutebak akan berkomentar “ Wah keren, kau kaya...berarti selain sisa jatah 600 rebu dulu, masih banyak lagi dong jatahku ya..” Glek, itulah kamu. Karena kau yang begitulah yang membuatku rindu.


Selamat Tahun Baru, mari menjemput dan menghidupi impian masing-masing, dunia menanti karya dan kontribusi kita...


Kamis, 29 Desember 2011

Sebaris Kalimatmu (Saja) 2



Masih, masih juga kau nanti, sebaris kalimatnya. Yang tak kunjung jua datang. Yang kaunanti dengan sedu sedan itu, dalam bayangan-bayangan kecemasanmu itu. Apa kabar ia, yang tak kau dengar kabarnya selama 23 hari. Sudah 23x24 jam miliknya, tak disisakan untukmu walau hanya untuk sebaris kalimat saja. Sedangkan engkau, lelah menantinya dengan mengisi setiap menitmu dengan harapan untuk mendapat sebaris kalimatnya saja. Ironi, entahlah, aku tak yakin ada ironi dalam cinta.
Cinta? Entahlah. Padahal sebaris kalimat yang kau nanti itu aku tahu pasti apa. Bukan sebaris kalimat seperti, aku mencintaimu, aku menyayangimu, atau barisan kalimat lain semacam itu. Karena aku tahu pasti barisan kalimat itu telah menghilang—lama menghilang, atau bahkan belum sempat muncul, belum pernah, atau barangkali tidak pernah.
Sebaris kalimat itu, hanya berisi kalimat sederhana
“ Aku baik-baik saja”
Hanya itu, cukup itu. Hingga aku jadi bertanya, mengapa sebaris kalimat itu saja tak kau berhak kau dapatkan darinya. 
            “Lalu maksudnya apa memperlakukanmu seperti itu?”
            “ Jujur saja, sebagai sahabatmu, ada sebagian dari diriku yang tak rela ia memperlakukanmu seperti itu” ketikku saat kita mengobrol lewat YM.
Dan ikon sedu sedan itu kembali muncul.
Kau, dan sedu sedanmu. Menanti dia-mu yang pernah membawamu dalam liku-liku ceritamu. Hanya tak habis mengerti, mengapa menyayangi seseorang menjadi begitu rumit. Teringat film Milly dan Nathan yang kutonton beberapa hari lalu.
            “ Aku lebih memilih melihatmu marah, daripada melihatmu bersedih” itu tulis Nathan yang memilih menyembunyikan penyakit kanker otaknya pada Milly, perempuan yang dicintainya. Dan akhirnya memilih bilang bahwa ia akan menikah dengan gadis lain, dan meninggalkan Milly. Sebelum meninggal ia menuliskan surat pada Milly tentang alasan mengapa ia meninggalkannya.
Entahlah, sahabatku. Mungkin dia-mu juga memilih melakukan langkah begini karena begitulah caranya menyayangimu. Tapi andai ia tahu, betapa engkau tenggelam dalam sedu sedan, dalam praduga, dalam kecemasan yang tak pernah ia bayangkan, ia pasti takkan melakukan hal itu. Mungkin.
-----


“Sebuah cinta memang harus diungkapkan karena tidak pernah ada cinta yang disembunyikan, kecuali oleh seseorang yang terlalu mencintai dirinya sendiri.”
(5 cm, Donny Dhirgantoro)
 ---


*Untuk sahabatku tersayang, cukup bersyukurlah..karena Tuhan menganugerahimu dengan kisah yang membuatmu kaya cerita hidup, dan cinta yang membuatmu mengerti. Hilangkan sedu sedan itu, kami semua tetap ada untukmu..

Abu-Abu


 
Lelaki itu seperti hujan. Datang dan pergi begitu saja. Kita sering dibuat kaget karena di sertai petirnya.. akan tetapi ketika hujan pertama kali hadir yang dirasakan adalah kesejukan dan kesegarannya” (Zara Zettira).


            “ Kenapa engkau akhirnya bilang “tidak” padanya?”tanya Nara padaku. Semilir angin senja menerpa wajah kami, di kursi-kursi kayu pelataran rumahnya. Aku menengok padanya sebentar, lalu menyesap lagi teh hangat di cangkirku. Lalu membiarkan sepi lewat sejenak,
            “ Kau akhirnya menjawab tidak padanya kan?” ulangnya. Kali ini sambil memandangiku. Kuhela nafas sebentar. Lalu mengalihkan pandangan pada bunga-bunga di sekitar taman rumah Nara, aku tahu itu bukan jejak jejak kasih Nara yang merawat bunga-bunga., karena aku tahu pasti dia bukan tipe perempuan yang telaten merawat kebun. Pasti tangan-tangan ibunya lah yang telah menjadi pesulap.
            “ he-eh.” Akhirnya kujawab, dengan jawaban singkat. Seakan tak memberikan ruang untuk ditanya lagi tentang hal itu.
            “ Kenapa Re? Kau sudah mengenalnya bertahun-tahun, dia baik, agamis, apa lagi?”kali ini Nara menatap wajahku lekat-lekat, aku merasa risih. Tapi tetap diam, lebih memilih sepi.
            “ Re...come on! Explain to me” Nara sepertinya sudah hilang kesabaran. Dan memang begitulah dia, selalu menggebu-gebu. Terhadap apapun, kupikir.
            “ Damar terlalu putih” jawabku singkat, dengan nada yang datar, teramat datar. Kuharap dia mengerti barisan kalimatku tanpa harus banyak penjelasan. Tapi sebenarnya aku tahu tak bisa menaruh harapan terlalu banyak pada manusia pragmatis dan logis sepertinya,
            “ ahahaha...masa gara-gara terlalu putih, elu-nya kali terlalu coklat, perempuan jawa banget” cibirnya.
            “ Serius dong jawabnya ah, masa udah kuculik jauh-jauh ke Lembang sini, hanya untuk dengar penjelasan sebaris kalimat “karena Damar terlalu putih” enggak banget sih lo” cecar Nara, seperti biasa. Aku sungguh sudah hapal segala tingkah polahnya, hasil sebelas tahun lebih 5 bulan persahabatan yang kami bina.
Aku tersenyum padanya, sedang senja makin ranum.
            “ Damar terlalu lurus, Ra....dunianya warnanya terlalu putih, aku silau” jawabku, lagi-lagi masih dengan nada yang datar.
Nara berjingkat dari kursi kayunya, mendekatiku yang tengah duduk di hamparan tikar di halaman samping rumahnya.
            “ Lalu apa salahnya menjadi putih. Baik dong, susah lho cari lelaki baik dan lurus-lurus jaman sekarang Re,”. Cecar Nara.
            “ Jadi itu alasan mengapa kau masih bersama Dito? Itupun..kalau bisa disebut..bersama?entahlah..kalian itu nggak jelas”, tambah Nara. Aku hanya mendengarkan celotehannya saja.
            “ Mungkin” jawabku singkat. Kenapa aku pelit bicara sore ini? Seakan keanggunan senja sore ini membuatku rikuh.
            “ Ah, nggak seru banget sih elu...eh, mana teori-teori bahasa dewamu itu..keluarkan oey...keluarkan, kesambet apa sih elu? Sebel deh gue” Nada suara Nara mulai meninggi. Aku tahu ia kesal, memang begitulah kalau dia kesal. Aku telah hapal, terlalu hapal.
Aku hanya tersenyum menanggapi kekesalannya itu.Ia nampak lucu bila sedang kesal begitu.
            “ Heh Rhea, denger. Setauku, kau lebih sering curhat nggak jelas sejak bersama Dito, kangenlah, nggak jelas lah, Dito nggak ada kabar berita lah, cemas lah, lalu kemudian kau nangis nggak jelas, kamu jadi sering terkena penyakit Hypophrenia 1)  tau. Kenapa sih kamu nggak sadar-sadar juga?” nampaknya Nara sudah semakin menaikan level cerewetnya. Persis emak-emak.
Aku masih juga diam. Memandangi sepasang  kakek dan nenek yang tengah melintasi jalan di seberang. Nampak sempurna dalam pandanganku, aku selalu suka melihat kakek dan nenek berjalan berdua sambil bergandengan tangan, membiarkan cinta tak tersembunyi.
            “ Aku butuh seorang pengacau hidup Ra, kau tau aku. Bila kubilang iya ke Damar, aku hanya akan tahu warna hitam dan putih, sedangkan duniaku tak begitu. Dito memberi tahu warna pelangi walau harus kutunggu hujan dulu.” Jawabku, lirih tapi aku yakin masih terdengar telinganya.
Did you know, Someday, someone will walk into your life and make you realize why it never worked out with anyone else. Aku, tak pernah menyesal bersama dengan Dito, walau harus pernah rela menjadi warna abu-abu.” tambahku dengan mantap. 
Aku melangkah pergi meninggalkan Nara yang masih terduduk di atas tikar, lalu baru beberapa langkah, Hpku bergetar, sebuah pesan masuk. nama itu terlihat di layar, klik..
            “ Sayang, maaf ya beberapa hari ini aku nggak bisa dikontak, aku mau pergi sama rombongan penjelajahan ke pedalaman flores. Will miss u. c.u soon” 
Langkahku terhenti, aku berdiri mematung. Senja hampir ditelan malam, Lalu kutengok ke belakang, Nara masih duduk memandangiku di situ. Aku ingin menghampirinya dan menangis.

1)   Hypophrenia : semacam perasaan sedih yang muncul tanpa ada penyebab yang pasti.

Glasgow, 28 Desember 2011. 7 pm—masih dengan suara-suara badai kecil di luar jendela. Tulisan ini terinspirasi dari status FB seorang sahabat ehehe ;p




Rabu, 28 Desember 2011

Moment dan Kartu

Mari bercerita sedikit tentang kebiasaan orang-orang UK yang membuatku salut, salah satunya adalah budaya berkirim kartu yang masih mereka dilakukan. Masih ingat kita dulu, saat-saat ada momen spesial seperti lebaran, banyak kartu-kartu lebaran berbagai bentuk dan desain di mall-mall untuk dikirimkan ke sanak saudara dan handai tolan (btw handai tolan itu artinya apa ya...jadi mikir ;p). Tapi setelah era menjamurnya handphone dan jejaring sosial mulai dari friendster, kemudian booming facebook dan twitter,  maka ucapan-ucapan selamat akan momen-momen spesial sekarang sudah berubah menjadi ucapan lewat sms, lewat wall Facebook, ataupun lewat telepon. Aku pun lupa kapan terakhir kali berkirim kartu lewat pos, saking lamanya. Lalu sekarang ini, kalau kita lihat pusat-pusat perbelanjaan, bagian yang menjual kartu-kartu ucapan sudah semakin menyusut, tidak seperti dulu lagi.
Tapi lain dengan kebiasaan orang-orang UK, walaupun era tehnologi sudah canggih, mereka masih tetap mempertahankan kebiasaan untuk memberikan kartu ucapan. Seperti  kartu ucapan selamat ulang tahun, selamat natal, selamat atas kelahiran buah hati dan sebagainya. Jadi, kalian bisa temukan banyak toko-toko khusus yang menjual kartu ucapan di sini. Biasanya mereka akan menata bagian tokonya dengan kartu ucapan tersebut sesuai dengan momen-nya. Ada bagian yang berisi kartu ucapan tentang ulang tahun, kartu natal..dan lain-lainnya. Jadi bila kalian ini memberikan kartu ucapan, tinggal datang dan pilih ke toko yang khusus menjual kartu ucapan. Tersedia dengan berbagai desain yang menawan hati, tapi eiiit terkadang harganya juga tergolong”mahal”. Semakin detail akan semakin mahal, tapi bila ingin mencari yang murah meriah, carilah kartu ucapan di charity-charity shop seperti british heart foundation, cancer research, ataupun oxfam.
Saat akan liburan natal kemarin, kami sesama anggota lab juga saling memberikan kartu ucapan. Seru dan lucu menurutku. Kami meletakkan kartu tersebut dengan amplop yang tertuliskan nama yang akan diberi kartu di meja kerja masing-masing. Dan akupun mendapatkan kartu ucapan, karena aku tidak merayakan natal, maka mereka memberikan kartu dengan ucapan “Have a Good Time” atau semacam kartu ucapan selamat berlibur. Lucu ya...kutaruh kartu-kartu itu dirak meja kerjaku di lab, ini kartu dari Stephanie dan Melanie...aku sukaaaa...
Kartu Ucapan dari Stephanie (Kiri) dan Melanie (Kanan)