Rabu, 23 Mei 2012

Resensi : Di Balik Koloni Milanisti : Indonesia-Italia


Hanya sebuah iseng sebenarnya, setelah selesai dengan urusan adminitrasi riset di rumah sakit, aku mulai duduk “kerja” di ruangan. Tadinya mau segera mengerjakan dokumen untuk pengurusan ethical approval dari University Glasgow, tapi tergerak untuk browsing tentang Sketsa Unsoed, karena hari ini bukuku “Koloni Milanisti” dititipkan ke bazar buku yang diadakan Tanggal 23-27 Mei 2012 oleh lembaga Pers Kampus tersebut. Portalnya langsung kubuka, dan sedikit kaget melihat buku-ku ada di streamline portalnya, dan ternyata ada postingan resensi bukunya yang ditulis mahasiswaku sendiri. Arif Fadiyan Putra, yang selama ini membantu riset dan juga proyek launching bukuku. Tak pernah bilang kalau dia nulis di Sketsa tentang bukuku ini, aih..terharu juga. Sebagai wujud terimakasihku, kuposting ulang di blog ini, silahkan disimak :

Di Balik Koloni Milanisti : Indonesia - Italia

-Jangan pernah engkau berpetualang jika hendak mencari akhir darinya. Ia akan menggodamu ke ceruk-ceruk yang lebih menantang- (Koloni Milanisti)


 Sepenggal kalimat dalam novel Koloni Milanisti -Sebuah Hidup di Atas Mimpi-. Sebuah karya tentang apa itu mimpi. Ungkapan hati yang dituangkan pada tulisan, rangkaian sastra yang indah. Seolah menatap jauh ke depan, tajam dan santai. Ungkapan pada suatu perjalanan hidup yang harus disikapi dan jangan dilewatkan begitu saja. Penggambaran semangat yang tak pernah padam untuk selalu kreatif. Novel tentang perjalanan hidup untuk sebuah tujuan, purpose, walaupun terasa berat dan seolah tiada bahagia di ujung sana, tapi ia tetap percaya bahwa Tuhan selalu ada. Ia percaya bahwa sang Maha selalu mendengar dan melihat usahanya. dan Tuhan memang pintar memainkan ritme kehidupan. Bagi penulis, itu adalah anugerah yang luar biasa. Semua itu ada dalam buku ini. Bingkisan cerita yang hebat. Anugerah akan kekuatan mimpi untuk melangkah melawan ketakutan dan kekawatiran. Tidak hanya membicarakan bola dan Italia, tapi ada hal yang lebih indah dari semua itu…

Friendly. Mungkin itu kata pertama yang bisa menggambarkan sosok beliau, penulis, sang aktor dalam novel ini,  Siwi Mars Wijayanti, dosen, penulis dan penikmat sastra, sehingga terbitlah Koloni Milanisti. Kalau secara legal, kami berbicara sebagai dosen-mahasiswa, tentu saja dengan kegiatan transpose materi kuliah, diskusi, power point, video-video atau handout materi serta jurnal Public Health. Dan terkadang ditambah motivasi hidup, dan ini adalah bagian yang saya suka dan kadang lebih menarik hehe.. Mempunyai apa yang disebut mimpi, yang tak pernah padam untuk dinyalakan. Seolah-olah apa yang beliau alami beliau berikan pada kami. Menjelajah ketakutan dan kekhawatrian. Memahami sebuah pilihan, karena hidup ini memang sebuah pilihan. Dan semua itu ada di Koloni Milanisti. Yah seperti kalau kami sedang berstatus formal. Sedangkan secara illegal, beliau adalah sosok guru sastra bagi saya, walaupun tidak ada embel-embel sastra di belakang namanya.

Alumnus Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) ini memang unik. Ibarat uang logam, beliau berjalan dengan dua sisi secara bersamaan, sebagai dosen dan juga penulis yang menjadikanya sosok berbeda bagi saya. Ada waktu dimana beliau akan menjawab 1 ditambah 1 sama dengan dua, jawaban dari sisi akademik yang sah, tepat dan mutlak. Tetapi akan berbeda saat jiwa penulisnya memberikan jawaban. Jawaban yang memerlukan imajinasi dan kreasi, dan itu adalah seni menulis yang menyenangkan. Mantan penggurus Persma Fakultas Biologi (Bioma) ini memang mempunyai kebanggaan tersendiri terhadap dunia menulis. Bagi beliau sastra meupakan bagian yang tak bisa terpisahkan. Hidup terasa kurang tanpa sebuah goresan tulisan. Mungkin seperti sayur tanpa garam. Hoby yang menyenangkan, dan ia ceritakan lewat perjalanan hidup negeri Italia, dan kota indah Perugia.


Beliau menulis begitu apik sebuah perjalanan hidup yang harus dilalui dengan semangat, kerja keras dan sedikit keunikan neko-neko dari seorang yang tak pernah lelah untuk sebuah mimpi. Berawal dari sebuah pertandingan bola serta kecintaanya terhadap italia, yang membuat beliau nekat belajar di kelas bahasa bermodal semangat belajar yang lebih dari seorang yang hanya mau belajar. Dan itulah semangat pemimpi…
Dan buku ini adalah inspirasi nyata tentang keajaiban bagi seseorang yang meyakini akan sebuah mimpi. Karena Tuhan akan selalu mendengar umatnya yang mau berusaha.. dalam wawancaranya dengan Suara Merdeka (edisi Sabtu 5 Mei 2012 di halaman 32) dan Humas Unsoed beliau selalu mengatakan “Jangan Pernah Menyerah jika Kau memiliki mimpi yang ingin di capai”…

-Kuberitahu satu hal, bila engkau mempunyai impian, maka agar impian itu menjadi nyata engkau harus membelinya dengan kredit sampai lunas dibayar. Karena Tuhan selalu pintar melabel harga setiap ”barang-barang” yang kita inginkan.  Aku selalu berpikir bahwa Ia tidak akan memberikan hal yang kita inginkan dengan cuma-cuma, bukan karena Ia pelit tapi karena ada banyak hal yang jauh lebih bermakna pada proses perjalanan mencapainya, bahkan terkadang lebih penting dari hasil akhir itu sendiri -(Koloni Milanisti)

Saat ini Penulis sedang melakukan penelitian dalam bidang epidemologi yaitu kasus demam berdarah di Kabupaten Banyumas untuk menyelesaikan studi Doktoralnya, sebagai mahasiswa S3 di University Of Glasgow, Skotlandia.  Novel Koloni Milanisti adalah buku ketiganya dan akan dibedah di Libero Cafe, Jl.HRBunyaminPurwokerto Hari Minggu, Tanggal 13 Mei 2012 pukul 10.00-Selesai. Sebagai Pembicara dalam bedah buku adalah Andi Sururi (sport editor detik.com),Widya Pramudita (salah satu tokoh Novel, Divisi News Trans7). 


-Arif Fadiyan Putra-
Alumnus Kesmas FKIK Unsoed, Pecinta Sastra.

Minggu, 20 Mei 2012

Bahagiakah orang yang bersamamu?



Hujan tiba-tiba turun menderas di luar jendela, aku rindu suaranya, dinginnya, hujannya. Semakin lebat semakin damai kurasa, entahlah, aku dan hujan sepertinya berjodoh. Aih ngomongin jodoh jadinya ehehe..hujan sih *enggak nyambung ;p
Tapi bukan itu yang ingin kuperbincangkan sedikit malam ini.
Hujan yang berderai-derai malam ini membawakan sebuah pertanyaan padaku, juga padamu, pada kalian semua,
Bahagaikah ia yang tengah bersamamu kini?
Siapapun itu, mungkin pasanganmu, mungkin sahabatmu, mungkin keluargamu, mungkin anak-anakmu. Bahagiakah ia yang bersamamu?
Aku, kamu, kalian mungkin lebih sering memilikirkan dan bilang : Aku bahagia bila bersamamu..aku bahagia denganmu, aku bahagia..bla bla..bla..
Tapi mungkin yang sering tak terpikirkan adalah pertanyaan yang harus kautanyai pada dirimu sendiri : bahagiakah orang-orang yang bersamamu?
Lalu tiba-tiba aku berpikir,
Pertanyaan yang dibawa hujan malam ini membuatku berpikir..kamu juga, kalian juga..mungkin..
Peran sebagai “tempat sampah” beberapa orang dan sahabat membuatku mengerti sedikit beberapa cerita. Tentang seorang anak yang hidup bertahun-tahun di tengah keluarga tanpa cinta, yang tak pernah merasai pulang ke “rumah” tapi Tuhan maha kasih dengan memberinya “rumah” dimanapun ia menjejakkan kaki. Semoga aku pernah dan akan terus menjadi salah satu “rumah”  untuknya. Hanya terpikir saja, bila salah satu atau kedua orangtuanya, mau mengajukan pertanyaan : bahagiakah orang yang bersamaku? Apa yang terjadi? Akupun tak tahu, tapi mungkin akan ada perubahan.
Ataupun tentang rumah tangga seperti “kontrak status” yang masih juga susah dimengerti, bagaimana dua orang menjalani sebuah perjalanan hidup dengan pondasi sedemikian adanya. Tapi di sisi lain, aku adalah saksi dua orang manusia yang dengan keterbatasan apapun, adalah pasangan yang saling menggenapkan satu sama lainnya. Lain lagi cerita, ada juga yang berprinsip “ elu mainin, gue ladenin, tapi enggak pake hati” humm macam macam cerita..aku mungkin terlalu sederhana hingga tak bisa banyak mencerna itu semua. Tapi aku adalah telinga yang setia mendengar cerita kalian. Entah kalian bahagia bersamaku atau tidak, itu yang hujan yang berderai tadi tanyakan padaku, yang membuatku berpikir sejenak..
Mungkin setelah sedetik membacai tulisanku, kalian sejenak menyempatkan diri memikirkan pertanyaan tadi, dengan apapun prinsip hidup yang kalian pegang.
Aku, mungkin masih banyak kekurangan dalam membagi perhatian dan waktu pada keluarga, agar mampu menerbitkan senyum di wajah ibuku, ayahku, dan masih belum menjadi kakak yang layak bagi adik-adikku. Masih menjadi sahabat yang menyebalkan terkadang, menjadi ibu yang belum sepenuhnya menjadi “rumah” bagi kalian anak-anakku.
Dan kamu, yang bersamaku..bahagiakah bersamaku?

Karena ternyata di atas semua, bahagiamu adalah segala,

Karena bila tidak, untuk apa?


# Bila aku tak bisa menjadi alasan binarmu, sinarmu, senyummu, tawamu, daya hidupmu, pacu impianmu, daya karyamu, setidaknya aku tidak ingin menjadi orang yang melayukanmu.***

Malam Sabtu menuju minggu kala hujan menderas di luar jendela.21.46 Sat 19 May 2012.
 

Kamis, 17 Mei 2012

Tentang Launching Buku "Koloni Milanisti"

Bersama Pembicara dan Panitia Usai Acara


Menjadi penulis ya nulis, itu saja yang ada di pikirku selama ini. Aktivitas menulis lebih terasa soliter, yang seringkali membutuhkan suasana yang sepi, pagi hari atau malam hari yang terkadang hanya berteman secangkir teh dan lagu-lagu yang mengalun dari laptop. Karena itulah, menyampaikan apa yang telah ditulis dengan berbicara di tengah khalayak merupakan hal yang tak biasa bagiku. Apalagi suruh tampil di depan publik, aih..bukan aku banget. Tapi bila selama hidup kau hanya melakukan hal-hal yang terbiasa kau lakukan, lalu apa menariknya hidup? Ehehe alesan sih sebenarnya.
Sebenarnya motif di balik acara Launching buku ini adalah merasai pengalaman baru, lalu ingin menapakkan jejak yang lebi mantap di jalur kepenulisan, trus latian ngomonglah di depan publik. Toh ini bicara tentang apa yang kutulis, dan semoga mampu memberikan resonansi positif pada sekitar.
Maka dengan bantuan anak-anakku, tergelarlah acara launching buku “koloni Milanisti” di Libero Cafe lantai 2, Minggu 13 Mei 2012 pukul 10.00-selesai.
Just wanna thanks to :
1.   Anak-anakku : Nena Fauzia yang bantuin sejak awal, atas desain pin-nya dan koordinator seksi acara, Muhamad Arif Fadiyan Putra, thanks untuk videonya, desain pamlet dan kenang-kenangannya plus seksi humas publikasi yang muter-muter bareng Galuh Chandra yang sekaligus seksi perkab, dibantu Agung Budiawan. Lalu Ani yang bantuin di seksi acara, Ayu sekardini yang bantuin di stand buku, dan Desi Soesanti yang mau direpotin jadi MC acara. Tak lupa buat Widi Taufik Ridwan sama Eko Fitrianto Nugroho, fotografer2ku ehehe..foto-fotonya mantaaap, Many thanks for all of you, guys!!
2.   Pembicara acara ini, buat Mas Andi Sururi yang mau ikut berpartisipasi di acara “nekad-nekad-an” ini ehehe, semoga enggak kapok hihi..trus buat Widya Pramudita dan suami, Arya Seta, terimakasih bersedia hadir..seneng banget bisa ketemuan setelah lama banget enggak ketemu.
3.   My bro, Danang Setyo Pambudi yang bersedia jadi supir sebelum dan selama acara berlangsung ehehe..
4.   Seluruh hadirin yang berkenan dateng ke acara, anggota koloni milanisti Iin Marlina, Gunawan Fitrianto. Dan juga sahabat-sahabatku Dewi sulistyowati, Dyah Purwani, Kang Agustav Triono, M. Ayat, pak guru novelis Arian Sahidi, dan rekan-rekan Milanisti Purwokerto yang hadir bareng presidennya Tyo. Serta rekan-rekan media yang berkenan hadir di acara ini dan memberitakan di medianya masing-masing.
5.   Penerbit Leutika atas supportnya, bonus buku-buku dan voucher penerbitan.
6.   Semua yang telah mendukung acara ini, baik yang terlibat secara langsung atau terlibat secara hati, ehehe maksudnya support dari jauh dengan doa.
7.   Untukmu, yap..ini semua persembahan kecil untukmu, yang mampu meyakinkanku dengan satu katamu kala itu, “maju”. Yeah I did it !
Dan senang mendapati tulisanmu “ My proud of u, *****ku, u make me really-really proud..how happy I am, speechless..thanks to make me as happy as now

Terimakasih semuanya, selamat berkarya,dengan hal terbaik yang bisa kita lakukan. Salam Karya!!
 



Selasa, 15 Mei 2012

Hingar Bingar



Hingar Bingar, dunia berkelebatan segala rupa
Mengombang ambing rasa, dan posisi angka usia
Menjadi tua, dewasa, remaja, beroda dalam jeda sejenak saja
Terkadang letih rasa
Suatu kala,
Aku ingin menepi dari hingar bingar dunia itu
Menjadi perempuan polos yang terkadang malu-malu saat bersamamu,
Aku yang berwujud itu
Bahkan dunia tak pernah tahu
Hanya kamu,

14 May 2012.

Selasa, 08 Mei 2012

Being The Ultimate U



Sabtu pagi kemarin, masih dengan suasana leyeh-leyeh sambil menikmati teh hangat pagi hari dan browsing kesana kemari, tiba-tiba “magic” lyla berbunyi, satu sms masuk. “ Bu siwi mohon melengkapi data ini, siapa tahu wartawan tiba-tiba minta data”. Dan kulihat beberapa pertanyaan itu, salah satunya adalah moto hidup. Humm tik tik...apa moto hidupku? Mikir sejenak.
Lalu kuketik jawaban beberapa pertanyaan tersebut, termasuk pertanyaan tentang moto hidup, kutulis singkat saja : 

Terus berusaha menjadi diri sendiri dalam versi yang terbaik

Humm..nampak aku cukup puas dengan kalimat itu, yeaap being the ultimate U!
Bicara tentang moto hidup, pastilah akupun mengalami metamorfosa “value” yang mendasari perilaku, dan sikap-sikap hidup. Beranjak dari remaja ababil, kemudian sibuk mencari cari identitas diri, sampai akhirnya “merasa” agak cukup matang hihi, moto hidup pun akan mengalami perubahan. Jaman dulu kayaknya, prinsip hidup lebih mengarah pada “kerja keras” dan lebih ke arah “ngoyo” ehehe, mungkin karena cara pandang hidup yang membisiki otak bahwa “life is not easy, so you must struggle”. Maka hiduppun berisi tentang perjuangan-perjuangan, tapi aku terkadang lupa menikmati pemandangan di kanan kiri (baca : hey..hidup ini indah, kawan, tengoklah dunia sekitarmu !!).
Aku masih ingat pembicaraanku dengan teman dan kakak angkatan saat di kampus biru Biologi dulu.
Aku nggak suka ketemu orang, kira-kira pekerjaan apa ya yang nggak usah banyak berurusan dengan orang?” tanyaku pada pembicaraan ringan di kursi taman kampus itu.
            “ Jadi pegawai perpustakaan saja,” jawab seorang kakak angkatan. Mungkin dia tahu aku suka buku, suka menulis dan dengan pertanyaanku barusan, nampaknya sebuah jawaban yang masuk akal. Tapi sebenarnya diam-diam dalam hati, sebenarnya aku lebih menginginkan jawaban, “kamunya dong yang berupaya berubah, biar suka interaksi sama orang”
Begitulah kawan, gara-gara introvert itulah, halaman persembahan skripsiku dulu itu masih menyebut “ tas export ijo—ampun sampai sekarang aku masih bisa kebayang-bayang tas kesayanganku itu, ahaha parah..trus apaan lagi ya, pokoknya innanimate lovers berat. Sekarangpun masih, cuman lebih kerenan dikit..selain benda-benda mati, suka juga yang idup..kayak sapi, kuda, sama domba hihihi..I’m kidding!
Tapi persentuhan hidup dengan banyak orang ternyata mampu memberikan serapan-serapan yang lama-lama akan mengubah prinsip hidup. Jogya, dimana aku nemu orang-orang dengan berbagai karakter itulah benar-benar kusadari..hidup itu berwarna, kawan..benar-benar berwarna!! Karena tiba-tiba saja ada temen marah-marah yang menurutku untuk hal yang yang biasa aja, kata-katanya pun terkadang tanpa tedeng aling-aling, hampir tak pernah berjumpa dengan orang-orang macam begini di Purwokerto. Beragam nian sikap orang-orang, dan justru pada saat itulah aku mengalami “daya kenyal” terhadap hidup. Bagaimana cara menghadapi orang, toleransi-toleransi dan cara bersikap. Kenapa aku begitu cinta mati dengan Jogya, selain karena alasan-alasan yang tak juga kumengerti, alasan bahwa di sanalah aku mulai menemukan diriku sendiri adalah alasan yang menjelaskan mengapa betapa kucintai tempat itu.
Hidup akan membawamu bertemu dengan banyak orang, banyak keadaan, banyak jalur-jalur hidup, yang akan membawakan perubahan bagimu. Hidup dan perubahan, seiring sejalan.
Berhentikan sejenak membacai kalimatku, pikirlah beberapa menit, pernahkah engkau bertemu orang yang mungkin selama ini tak kausadari mengubahmu? Atau engkau ada dalam keadaan yang mencipta perubahan dalam dirimu?
Kuyakin pasti ada, pasti pernah... 
Lalu, apa moto atau prinsip hidupmu? Wink wink..ehehe..siapa tau hanya salam hitungan detik ada  yang menanyaimu dan kau harus menjawab segera ahaha.
Apapun itu, You such an incredibile and special person just the way you are, with reflect the best of yourself.
Kagumilah dirimu, cintailah dirimu, tunjukkan sisi terbaik dari dirimu..karena dengan begitu engkau dapat mengagumi, mencintai dan melihat sisi terbaik dari orang lain.

Keep on shining, for  our better world..cheers!! ***

"Orang-orang yang kita anggap paling berbahagiapun tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya---sebuah inspirasi kamis pagi ini, semoga bermanfaat". (Aku tak tahu itu kalimatmu atau kau kutip darimana, yang kutahu itu bunyi smsmu 24.03. 2011)"

 
6 May 2012. 21.53.


Jumat, 27 April 2012

Kamu

Kamu


Kali ini, satu kalimatmu saja, “maju” kau bilang
He-eh, jalan” jawabku, walau setengah ragu
Bukan jalan, jalan bisa saja mundur, tapi maju” katamu lagi. Dan keajaiban terjadi lagi
Satu kata darimu,
Musnahkan raguku, terbitkan nyaliku, kamu
Kali ini satu kata, atau nanti akan ada banyak kata-kata
Atau bahkan tanpa kata,
Asal itu kamu
Kamu
Aih

Minggu, 22 April 2012

Balada Minggu Pagi

Balada Minggu Pagi


Kupandangi box-box besar yang sudah tergeletak di ruang tamu rumah kontrakanku, akhirnya sampai juga. Ah, sungguh sebuah minggu pagi yang sungguh menguji kesabaran. Tadi malam sambil mengerjakan tulisan untuk lomba yang deadlinenya jam 12 malam, kutunggu kedatangan kiriman barang dan bahan kimia yang kupesan untuk penelitian. Padahal sudah kutunda kepulanganku ke rumah kebumen gara-gara dikabari bahwa barang sudah dikirim dan diperkirakan sampai sabtu malam. Tapi sampai tulisanku sudah kukirim, dan malam telah larut, belum juga ada yang mengantarkan ke rumah. Dan paginya, tiba-tiba pihak travel meng-sms menyuruhku untuk mengambil kiriman ke agent travelnya. Mood sudah mulai berubah menerima kabar itu, Lalu kutelpon balik, kutanyakan seharusnya dikirimkan sampai ke alamat rumah, dan ada bahan kimia yang harus segera dimasukan dalam freezer.
            Wah kami nggak tau itu bu, kami kan di sini hanya sekedar penerima. Dari pihak pengirim juga nggak bilang apa-apa. Dan alamat ibu itu di luar coverage kami. Jadi barang diambil sendiri bu”. Jelasnya,yang membuat aku harus menarik nafas panjang-panjang.
Setelah itu saya kontak untuk komplain ke pihak pengirim barang, mengkonfirmasi apa yang sebenarnya terjadi.
            Saya sudah memberitahukan barang ke pihak travel bu, “jelasnya, tanpa ada kata maaf yang keluar. Tapi nyatanya kondisi seperti ini yang terjadi.
            Ya sudah, nanti barangnya dimasukan freezer dulu, kapan saya ambil dan saya ganti baru,” akhirnya opsi itu yang dia tawarkan.
Dan akhirnya saya melarikan si beat hitam manis menuju ke agent travel, bertemu dengan petugas yang ada di sana. Rasanya mau marah ke petugas itupun tiada guna, selain saya memang sama sekali tidak berbakat marah, dan sebenarnya tidak tahu caranya bagaimana. Hanya bengong menatap 3 box besar barang yang harus kubawa hanya dengan menggunakan si beat hitam manisku itu.
            Trus gimana bawanya mba?” tanya si petugas itu.
            Nanti saya balik lagi” jawabku singkat. Sambil mengangkat dua box yang dijadikan satu itu. Aku khawatir dengan lama-lama bicara malah hati jadi semakin mangkel, menghabiskan energiku. Jadi lebih baik segera kuangkat box itu dan kucoba mengaturnya, dengan menempatkan antara badan dan stang motor. Memang sangat merepotkan, karena hampir menghalangi pandang dan susah belok, tapi memang harus begitu. Lalu kulajukan lagi motorku, entah karena apa, mungkin karena akumulasi kejadian akhir-akhir ini dan kejadian tidak mengenakan dari pagi tadi, saya disergap rasa yang mendesak-desak dadaku. Mataku berembun dan kemudian bertaburan kaca di balik kaca helmku. Saya menemukan saya sendirian. I wish you were here, bisik batinku. Mungkin hanya dengan melihatmu saja bisa membuat semuanya menjadi baik. But You always here, bisik batinku lagi. Kuseka mataku, dan tak ada yang menetes. Terus kulajukan motorku, bahwa hidup harus berjalan dan harus terus dihadapi.
Paket pertama sudah berhasil sampai dan mastermix langsung kumasukkan kulkas. Kuambil tali rafia di dapur, dan kembali berangkat ke agent travel yang berjarak tempuh sekitar 30 menit itu. Tiba di agent travel, tak banyak bicara lagi, kuambil paketan besar yang tak mungkin kuletakkan dalam posisi saat mengambil paketan pertama tadi. Jadi sendirian kuangkat dan kuikat kencang-kencang dengan tali rafia. Kulajukan motorku, dengan tangan kiri memegang box di belakang. Dan paket kedua itupun selamat sampai di rumah.
Ah, pelayanan di Indonesiaku, betapa mirisnya. Baru kemarin jumat saya juga dikecewakan oleh agent bahan kimia lain yang berjanji menemui saya di jogya, yang lagi-lagi tak bisa menepati janjinya. Padahal pihak universitas saya yang jauh-jauh di Glasgow, sebelum mengirimkan barang sudah mengecek baik-baik. Bahkan memberitahu bahwa alamat yang saya berikan tidak dicoverage oleh pengiriman Fed-Ex, sehingga meminta saya mengkontak agen Fed-Ex terdekat supaya barang dapat segera dikirimkan. Jadi saya menggunakan alamat seorang yang tengah berada di jogya sebagai penerima kiriman itu. Sungguh terasa berbeda bagaimana pelayanan dan perlakuan terhadap konsumen antara pihak luar dan layanan di Indonesia. Ah memang harus banyak bersabar. Dan entah kenapa, tiba-tiba kamu yang di ujung sana, mengontak dan menelpon saya, dan ajaibnya hanya mendengar suaramu saja, semua terasa baik-baik saja.
Saya tidak banyak waktu untuk mengeluh, bagaimanapun hidup ke depan, saya hanya punya satu cara : hadapi!!

22 April 2012..

Senin, 09 April 2012

Mungkin Rindu


            Matanya menyalang ke arah deretan warung-warung makan di Jalan Mangkubumi yang biasanya menawarkan berbagai macam makanan yang bikin ngiler, tapi tak juga ada ide terlintas di kepalanya, apa yang ingin ia makan malam ini. Ayam goreng sambel bawang, Bakso Iga Pak Jono, Mie Ayam Laras, enggak pengen..lagi enggak pengen..perut dan kepala menolaknya. Akhirnya ia memutuskan untuk terus dilajukan setir mobilnya ke arah Jalan Suropati, siapa tahu ada ide muncul. Tapi nihil. Nara menggigit bibir bawahnya perlahan, hai perut apa maumu sekarang? Tanyanya pada akhirnya, seakan putus asa apa yang dimaui perutnya sendiri. Akhirnya setelah Jalan Suropati hampir sampai di ujung, ia memutuskan untuk membeli Capcay, hanya karena ia tak ingin pulang dengan tangan kosong, dan setelah itu ia melajukan mobilnya dengan kencang menuju rumah, pulang.
            Dan nasib si capcay dengan bumbu “terpaksa” itupun dapat terprediksi dengan jelas. Bungkusnya di taruh di meja makan, tak tersentuh, walau perut sebenarnya sudah protes minta diisi, tapi sialnya impuls ke pusat lapar di otak, hipotalamus bagian lateral tidak bekerja, seperti halnya dirinya kini, tidak berfungsi dengan alasan yang tak pasti. Nara malah memilih untuk selonjoran di sofa berwarna hijau beludru, menempatkan kepalanya di bantalan sambil memandangi bulan kekuningan di kejauhan. Masa hyphoprenia lagi? pikirnya..fiuuh..
            “ Huhu..Aku sedang tak berfungsi T_T” ketiknya ke BBM Alia.
Bengkelin sih, belum makan kali..robot juga perlu makanan” Balas Alia
Nggak doyan L” penjelasan singkat yang masih juga Nara tidak tahu mengapa. Dan sialnya Alia tak membalasnya lagi, ufff Nara tahu hal apa yang paling bisa dilakukan Alia pada sabtu malam minggu? Tidur.
Hati Nara terasa sesak oleh rasa yang tak jua ia mengerti.  Terasa mendesak-desak tak pasti, yang mendorongnya untuk mengetikkan beberapa kata di keypad Hpnya, hendak mengirimkan ke seseorang, namun kemudian dihapus lagi.
Mungkin rindu, jawab hatinya tentang mengapa akhir-akhir ini ia “tidak berfungsi”.
Rindu itu ternyata bukan terdefinisikan dengan seberapa jauh jarak antara dua orang terpisah, atau berapa lama dua orang tersebut terakhir kali bertemu. Ternyata bukan itu, rindu itu lahir karena sebenarnya apapun yang kita lakukan, kita ingin membagi dan mengalaminya bersama-sama dengan orang yang kita sayang. Kok ngomongin rindu sih, sergah batin Nara menyangkali apa yang berkelebatan dalam kepalanya, dan hatinya.
Kau tahu bagaimana rasanya merindui seseorang bahkan saat orang itu masih ada di dekatmu?
Nara bahkan rindu saat Radit masih duduk di sebelahannya, mengamatinya hingga detail walau Radit tak pernah menyadarinya. Merekam mimik mukanya saat laki-laki itu bicara, meledek, tersenyum atau tertawa. Hapal tanpa Radit memberitahunya bahwa ia selalu mencukur janggutnya setiap hari jumat, dan menyimpan sapu tangan di saku kanan celananya. Membuat kopi dengan porsi 2-2-1, dua sendok gula, dua sendok kopi dan satu sendok kreamer,
            “ Karena aku suka yang manis-manis, sepertimu” kata Radit menggoda, saat Nara menanyakan komposisi kopinya itu.
Ia sejenis manusia yang tidak bisa tertampikkan, irresistable. Itu yang membuat mekanisme lama Nara yang sudah sukses berjalan bertahun-tahun kehilangan keefektifannya. Sejak dulu Nara semacam manusia robotik yang dengan mudah mengatur diri dan seluruh kontrol mekanismenya. Ia menyukai jatuh cinta sendirian, dan kemudian menyadap habis-habisan energi jatuh cintanya itu untuk membuat hidupnya nampak berwarna dan memasok semangat tiap harinya. Ia terbiasa pula melakukan perpisahan paling sepi, perpisahan yang ia lakukan sendirian, tanpa tangan yang menahannya pergi, tanpa pelukan terakhir kali, hanya dengan isak tangisnya sendiri. Mengepak sejarah lalu pergi. Begitu setiap kali, dan dengan begitulah Nara tetap waras sampai hari ini. Bahkan sukses menjadi desainer interior kelas wahid dengan bayaran tinggi, tapi tetap sahabat-sahabatnya menyebutnya, manusia robotik. Mekanis, fungsionalis, dan hampir tanpa salah.
Kini, jam dinding di ruang tengahnya hampir sampai di angka 11, tapi matanya masih belum jua menunjukkan tanda-tanda mengantuk, dan perutnya sebenarnya sudah setengah mati lapar, tapi mulutnya sama sekali tidak mengirimkan signal ingin mengunyah. Sedangkan hatinya semakin tak dimengerti. Ah, Nara seperti benar-benar mengalami disfungsi, dan akhirnya ia pun memencet nomor di Hpnya, walau ia tahu risiko bila merusak ritme tidur Alia, si putri tidur itu.
Heeeh bangun, apaaan kok BBMku nggak dibales sih!” suara Nara langsung meninggi saat nada tunggu telponnya usai.
hummm...apaan,” suara ogah-ogahan di ujung sana.
eghhh sebel gue, Radit itu manusia angin, datang dan pergi seenak perutnya sendiri,memangnya aku ini...” belum lagi kalimat Nara selesai, sudah dipotong tawa terbahak-bahak Alia di ujung telpon.
Ahaha gilaaa....aku saksi keajaiban dunia nomer delapaaan...manusia robotik itu sudah mati,” suara di ujung telpon terdengar begitu antusias.
            “ Apaan sih lu?” cecar Nara tak mengerti,
            “ Mana ada manusia robotik bisa ngambek..ahay happy for you!!kiss kiss “ jawabnya dengan nada gembira ria merayakan kematian manusia robotik. Lalu klik, telpon ditutup, si putri tidur kembali melanjutkan ritualnya. Sedetik kemudian Nara berpikir, seketika ia merasa asing dengan dirinya sendiri.***
 
Pagi yang terlampau pagi di Purwokerto, 9 April 2012.

Minggu, 08 April 2012

Saat Hidup Kita Tak lagi Sederhana...


 
Dear sahabatku,


Yang masih juga bertahan, saat terkadang aku begitu menjengkelkan.

Saat kau juga menjengkelkan

Saat kita sama-sama menjengkelkan

Saat sudah berapa kali kita saling mengingatkan satu sama lain

Tapi kau memilih berjalan bersama jalan pikirmu itu,

Dan jalan hatimu itu,

Dan sialnya aku juga,
Tapi ajaibnya kita masih terus berbagi cerita

Menertawakan ironi

Menangisi lelucon hidup

Lihatlah kita semua,

Lihatlah...sebuah transformasi apa yang telah terjadi setelah kita menahun

Saat bincang kita tidak lagi soal tugas, soal jalan-jalan,

Saat kita sebenarnya kadang berselisih paham, tapi terus bertahan
Saat hidup kita tidak sederhana lagi

Syukurku selalu, karena kalian tetap ada



Jumat, 06 April 2012

Dua Perempuan

Dua Perempuan
Kutatap wajahnya, tidak banyak yang berubah dari terakhir kali saat bertemu dengannya, dengan rambut sebahu, dan tahi lalat di dagunya, tidak terlalu cantik tapi lelaki akan melihat dua kali padanya. Ditambah dengan senyumannya yang selalu nampak sumringah itu, kuakui dia sungguh wanita yang mempesona.
            “Tambah cantik aja lu,” kataku sambil kembali menyesap secangkir kopi lumbung vanilla. Di cafe “rumah kopi” yang dulu menjadi tempat favorit nongkrong kami saat kuliah.
            “ ehehe, tambah mateng kali. Dan kau tau, kematangan perempuan itu merupakan salah satu daya tarik tersendiri, “ balasnya dengan setengah becanda, dengan nada suara yang terasa jauh lebih matang daripada empat tahun lalu saat kami masih sama-sama di Jogya.
Aku hanya tersenyum mendengarnya, kematangan perempuan macam apa, yang selalu berubah menjadi seorang remaja lagi saat bersama dengan lelaki pujaannya? Haiiih...
Tak sengaja kami bersua lagi, bermula di check-in status FB Eza di Yogya, sedangkan aku tengah menuju Yogya untuk urusan jual beli tanah di Kaliurang. Kebetulan memang hanya sebuah rencanaNya yang semula tak kita ketahui.
            “Aku memutuskan untuk tak lagi menunggu Ovan, Nggi” jawabnya saat aku bertanya bagaimana kabar Ovan, satu-satunya lelaki yang kutahu ada dalam hidupnya, dalam hatinya.
Detik berganti menit, aku diam memandanginya. Pergantian raut muka Eza jelas sekali kutangkap kala nama Ovan kembali ia sebut. Seakan kembali menghampirkan setumpuk kenangan yang kembali melintas di pikirannya.
            I need to move on, Nggi, sudah lebih dari enam tahun, waktu terus berjalan “ jawabnya berat.
Aku terpekur menatapnya. Cinta memang terkadang sejenis rasa yang aneh, mampu menghadirkan ketidakwarasan. Setidaknya itu yang kulihat dari diri Eza, yang hidup bersama sejarah Ovan dalam hatinya. Eza dan Ovan dulu bagiku seperti dua manusia yang memang ditakdirkan untuk saling menemukan. Sampai saat Ovan memutuskan untuk melajutkan studinya ke Swiss, dan meninggalkan janji bahwa suatu saat akan kembali pada Eza untuk menikahinya. Tapi Ovan menghilang dari hidup Eza.
            “ Trus, elu lagi deket sama siapa sekarang Za?” tanyaku, sambil melambaikan tangan di waitress. Perutku sekarang sering rewel, protes bila lama tak diisi.
            “entahlah, ada sih yang deketin..tapi masih pikir-pikir. He seems nice, tapi rasaku tak seperti pada...” kalimatnya menggantung sampai situ, tak diteruskannya lagi. Dan dengan gampang aku bisa menebak kelanjutkan kalimatnya itu. Ovan dan Ovan, setahuku hatinya tak pernah bisa menghilangkan nama itu.
            “ Anggia, kau tahu..setahuku perempuan bisa hidup bersama sejarah, tetapi lelaki tidak. Aku ingin berubah menjadi laki-laki saja”
Aku hampir saja tersedak mendengar kalimatnya barusan. Kemudian tertawa terbahak-bahak.
            “ Lelaki lebih pintar daripada perempuan dalam masalah cinta, Nggi. Dan kali ini aku juga ingin pintar juga. Aku juga ingin berkata seperti mereka, bahwa sejarah yang indah memang layak untuk dikenang, tapi yang ada di depan mata layak untuk dipertahankan,” katanya dengan mukanya yang dipalingkan ke arah jalanan yang tengah padat. Kucoba menemukan apa yang dibalik kata-katanya tadi,tapi belum sempet kumengerti, dia melanjutkan kalimatnya lagi,
            “ Kau tahu apa doaku pada Tuhan? Semoga aku berjodoh dengan Ovan di surga, sedang di dunia ini, biarlah  kupinta saja pertemukanlah aku dengan lelaki baik yang dengannya aku ingin menyempurnakan agamaku, itu saja” katanya lirih.
Aku tertengun mendengarnya.
            “ Dan kau, How’s  your life? Who’s the lucky guy?” dia balik bertanya dengan mata menggodaku,
            “ahaha..ah kau, haven’t met him yet” jawabku pendek
            seriously?” tanyanya mendesak.
            “ hihi..humm...kind of....met with the right guy..but not in the right time..ehehe,” kataku sambil menghabiskan sesapan terkahir kopiku, menghilangkan gugupku dengan pertanyaan Eza barusan.
            you don’t need to tell me, tapi satu hal  yang sungguh kupercayai, tak peduli siapa dan bagaimanapun dia, kuyakin dia pasti orang baik,” dia berkata sambil menatapku tajam, dengan pandangan yang penuh keyakinan.
Aku sedikit terpengarah dengan ucapannya barusan, sekaligus merasa terharu. Persahabatan memang terkadang juga seperti cinta, tidak waras.
Lamat-lamat suara Michael Buble terdengar di cafe ini..

I might have to wait.
 I'll never give up.
 I guess it's half timing,
 And the other half's luck.
 Wherever you are.
 Whenever it's right.
 You'll come out of nowhere and into my life
(Haven’t met you yet-Michael Buble)

Kami, dua orang perempuan yang masih saja tak mau disebut bodoh oleh cinta, tersenyum, entah bermakna apa. Tapi kami tetap tersenyum, berdua. ***