Minggu, 05 Agustus 2012

Buka Puasa Bersama PPI Glasgow



Yeaaah foto bareng sebelum pulaaaaang
Pulang dari lab hari jumat sore merupakan salah satu surga di Glasgow ehehe. Iyap, karena paling tidak dua hari free bisa digunakan untuk aktivitas lain selain riset dengan tidak merasa bersalah ehehe. Dan jumat sore ini ada acara buka puasa bersama PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Glasgow di rumah Mas Abas dan Mba lila di Ingram Street dekat city center. Untuk berkumpul dengan anak-anak memang harus “menciptakan” momen, karena akhir-akhir ini mereka tengah sibuk-sibuknya menyiapkan tesis untuk segera disubmit. Maka acara ini merupakan kali pertamanya aku kumpul bareng dengan anak-anak lainnya semenjak pulang ke Glasgow. Maka sekitar jam 18.45, aku sama ari wijayanti (temen se-flat)berangkat menuju flat Mas Abas dengan baik subway, lalu seperti biasa...jalan kakiiii ehehee.

Tiba di tempat sudah ada beberapa anak indo yang sudah datang. Maka seperti biasa ngobrol seru dengan mereka sebelum acara pengajian dimulai. Sedang di dapur, ibu dan ibu mertuanya Mas Abas tengan sibuk menyiapkan masakan untuk berbuka puasa untuk kami semua. Humm salah sau yang menyenangkan pada saat berkumpul bersama tentu saja acara makan bersama masakan Indonesia. Nyumm nyummy deh.
Setelah banyak anak-anak berkumpul, kami memulai sesi pengajian yang seperti biasa diisi oleh Ustadz Nanung, salah seorang PhD Student di Glasgow. Bahasan kali ini adalah tentang sadar vaksinasi. Hiyaaah jadi inget bahwa aku harus menjalani Vaksinasi Hepatitis B karena akan bekerja menggunakan serum manusia. Ah lagi-lagi healty and safety di sini memang ..humm..memang apa ya, yah mereka concern dengan keselamatan manusia. Jadi minggu lalu, bagian akademik sudah menghubungi bagian occupational health section untuk menjadwalkan kapan aku harus divaksinasi Hepatitis B. Supervisorku sampai heran saat aku menyebut bahwa di Indonesia, vaksinasi seperti itu sama sekali belum menjadi perhatian untuk dilakukan. Yeah, itulah beberapa hal yang mungkin bisa dipelajari dari belajar di luar negeri.
Menyimak Bahasan Pak Ustadz 
Mari mengunyah, gals...nyumm..nyummm
Bahasan yang disampaikan oleh ustadz nanung berakhir menjelang berbuka. Ayayayyy..saat jam sudah menunjukkan pukul 9.30 magrib, kami segera berbuka dengan minum es dawet, atau ada juga es buah..huaaaah..slurrrrp. setelah ngemil camilan sedikit, kami shalat magrib bersama. Baru setelah shalat magrib kami menyerbu menu yang elah disiapkan. Nasi, Fuyunghai, balado terong dan gulai ayam yang rasanya hummmm...nyummy. Makan sambil ngobrol dengan teman-teman dalam sebuah kebersamaan yang setidaknya mampu menggantikan suasana rumah. Ramadhan jauh dari rumah tentu saja terkadang merasa sendirian. Tapi bagi kami-kami yang harus jauh dari rumah, kami harus bisa menciptakan “rumah” dimanapun kaki dijejakkan. Dan kini, merekalah rumah saya di Glasgow, keluarga yang menyenangkan dengan kebersamaannya.
Tuhan itu mencintai manusia lebih dari yang kita perlu. Dia telah menyiapkan semuanya untuk kita, termasuk orang-orang yang selalu ada untuk kita, baik itu jauh, baik itu dekat. Karena jauh dan dekat, itu terasa absurb sekarang. Jarak bisa dilipat, keterhubungan bisa dijalin dengan berupaya terus menjaga silaturahim yang baik.
Sudah ada tehnologi yang memungkinan semuanya terkoneksi. Aku bisa menghubungi keluarga atau sahabat-sahabat dengan skype yang memungkinkan untuk ngobrol saling menyapa dengan melihat satu sama lain.
Aku memang belum mempunyai “rumah” dalam artian fisik yang tetap, tapi Tuhan memberikanku “rumah” yang hangat kemanapun diri menjejakkan kaki. Terimakasih untuk kasihMu yang selalu berlebih.
 
*Glasgow menjelang sore, dengan hujan yg menderas dan ditemani radio Swaragama. 


Jumat, 03 Agustus 2012

Memeluk Waktu




Pukul 01.30 kini dan aku masih saja terjaga, menanti waktu sahur yang jaraknya berdekatan dengan buka puasa. Kami di sini memulakan puasa pada pukul 03.00 pagi dan berbuka puasa pada pukul 09.30an malam (eh magrib). Semula di tanah air, waktu sepertinya tak pernah kuindahkan, siang dan malam begitu runtut berjalan masing-masing adil 12 jam. Pergantiannya seringkali terabaikan, karena berpikir memang begitulah semestinya mereka berjalan dalam detik dan menitnya. Mereka berlalu, tanpa banyak orang tahu ataupun mau tahu.
Ah waktu, kau kini seringkali meminta perhatianku. Sejak kali pertama datang ke daratan Britania Raya ini september lalu, aku diberinya waktu malam yang lebih panjang, hingga jam 8 pagi masih serasa jam 5 pagi di Indonesia. Lalu kini saat aku datang lagi, aku diberinya waktu siang yang begitu panjang, hingga jam 9 (malam?) langit baru terlihat agak menggelap. 
Dulu, tidur malam begitu runtutnya dengan jadwal yang tertata rapi (kecuali lembur kerjaan, nonton bola ehehe, atau digangguin telpon orang ituh hihi). Seakan waktu itu membagi menjadi dua kegiatan, siang untuk beraktivitas dan malam untuk beristirahat. Teratur benar sepertinya jadwal hidup di bumi pertiwi kupikir. Tapi kini, humm...waktu seakan begitu menggemaskannya hingga ia selalu saja meminta perhatian. Waktu shalatpun harus diikuti karena ia terus bergerak-gerak, terus berbeda-beda tiap waktunya. Prayer time table untuk tiap bulannya kudownload agar aku dan waktu saling mengingatkan akan waktunya bicara padaNya.
Aku dan waktu kini terasa saling berhubungan, karena ia selalu saja menarik perhatian, meminta perhatian, mungkin karena sekian lama kuacuhkan. Dulu, mungkin aku hanya peduli pada pagi yang merekah merona, atau pada senja yang manja. Pagi atau senja yang waktunya sebentar saja tapi rentang waktu yang entah kenapa waktu yang kusuka. Kini? Pagi, siang, senja, malam? Ah...waktu kini benar-benar mempermainkanku.
Apalagi saat masih saja menengok waktu Indonesiamu, ada ngilu, ada rindu, terasa ada jeda jarak di situ.
            “ Jam berapa disitu? Kapan buka puasa?” begitu tanya yang sering menggema dari orang-orang di daratan Indonesia.
Ah waktu, bukankah kamu satu? Tapi kau bisa membelah diri, membagi kami-kami di berbagai belahan dunia dengan jatah sendiri-sendiri.
Baiklah, mungkin kini aku harus berdamai denganmu. Bukankah kau juga pernah kupersalahkan? Atau pernah juga kukejar-kejar saat rasanya engkau berlari terlalu cepat. Mari berdamai saja, biar kupeluk engkau erat-erat. Kupeluk engkau entah di daratan manapun aku bergerak, biar aku tidak terlambat, biar aku selalu memperhatikanmu, waktu.
Walaupun terkadang kau curang, kenapa engkau serasa mempercepat 1 jam menjadi hanya beberapa menit kala aku bersamanya? Mungkin engkau sejenis makhluk pencemburu ahaha.
Ah sudahlah, mari kupeluk..entah dini hari seperti kala ini, entah pagi, entah siang, senja atau malam, kau beri tahu saja, aku akan terus berjalan bersamamu.
Di sela-sela menulis tulisan ini, tiba-tiba Hpku berbunyi, sebuah sms dari bumi Indonesia : “ ayoo banguuuuun..saatnya sahuuuur, biar ada cukup energi untuk menantang hari ini, *********** (selanjutnya terkena sensor).
Ah, ternyata bukan hanya aku yang mempunyai dua waktu.
Dan kini aku menunggui datangnya subuhmu, yang pernah kuprotes : “kenapa engkau mendatangkan subuh terlampau pagi?”
Lalu waktu bilang : “Sudah, diam saja, tak usah banyak protes. Peluk saja aku.”



Glasgow, 3 August 2012 saat menanti subuhmu.

Kamis, 02 Agustus 2012

The Jilbab Traveler—Sebuah Kejutan Manis


Hari di Glasgow sudah menjelang siang, aku masih duduk di kursi post graduate student di CVR tempatku biasa bekerja. Masih menggarap file presentasi untuk 2 minggu ke depan tentang hasil first year reportku. Sementara jendela facebook-ku masih terbuka (ehehe hobi kerja disambi nyambi facebook-an terbukti kadang lebih efektif*alesaaaan hihi). Lalu setelah file power point sudah tinggal dipoles-poles, iseng membuka update status di timeline facebook, kemudian mataku tertuju pada postingan mba Asma Nadia di Group jilbab traveller tentang buku The JIlbab Traveler yang segera terbit. Ah, langsung tertarik melihatnya, dan kaget menemukan namaku ada di cover belakangnya. Lah enggak ada woro-woro kalau naskahku yang kukirimkan iseng-iseng sekitar 2 bulan lalu itu masuk terpilih untuk diterbitkan dalam buku tersebut. Ah, senangnyaaaa...ada perasaan tak tergambarkan bila karyaku diterbitkan, walaupun karya ini karya rombongan dengan beberapa penulis. Tapi tetap saja sebuah kejutan yang menyenangkan, apalagi lagi buku ini siap dipasarkan di toko-toko buku Indonesia.
Ambisi untuk punya buku tunggal yang dipasarkan di toko buku masih meletup-letup nih. Dan setidaknya dengan terbitnya karyaku ini, bisa melecut semangatku untuk kembali menghasilkan karya lagi. Menulis, merangkaikan kata-kata yang ada dalam pikir dan hati untuk disajikan agar mampu dibacai dengan baik, selalu saja menjadi aktivitas yang menyenangkan (eits kapan yah nulis report in English menjadi sesuatu yang menyenangkan? Ehehe ;p). 
Karyaku dalam buku ini berupa tulisan saat traveliing ke Edinburgh, aih Edinburgh lagi? Ahaha cinta emang tak bisa bohong. Kenapa enggak nulis Glasgow coba? Entahlah. Tapi saat ada pemberitahuan seleksi naskah travelling itu yang terpikir pengen nulis tentang Edinburgh. Naskah tersebut kukirim sekitar 2 lalu saat aku masih mengerjakan riset di Indonesia, dan nasib naskah itu baru kuketahui hari ini saat cover itu muncul di timeline facebook.
Buku ini berisi kumpulan kisah-kisah travelling di berbagai negara di dunia yang dilakukan perempuan-perempuan berjilbab. Karena toh berjilbab bukan halangan untuk bertravelling dan merasai pengalaman di berbagai negara. Buku ini juga kaya oleh tips-tips tentang travelling yang pasti sip untuk dibaca para pecinta jalan-jalan. Banyak para jilbaber yang berpikir repot untuk jalan-jalan, padahal semuanya bisa disiasati kok, so, simak pengalaman beberapa penulis termasuk akuuu di bukuku, grab this book soon!! ehehe
Berdasarkan pengalaman, terkadang kesempatan bisa datang dimana dan kapan saja, asal mau menjemputnya. Lahirnya buku ini, tak lepas dari keikutsertaanku di group facebook “jilbab traveller” sehingga akses informasi tentang proyek jilbab traveller lebih mudah didapat. Jadi mau menjemput kesempatan lain lagi dan lagi ah..ehehe..
Kejutan kali ini lebih berupa sentilan, agar mulai semangat menulis  buku lagi. Selama ini hanya menulis biasa di blog untuk tetap menjaga performa menulis. Kadang update berita tentang lomba-lomba penulisan atau sekedar give away, sebenarnya tertarik untuk ikutan, tapi kemudian lupa deadline gara-gara aktivitas riset.

Buku ini, lebih berupa sebuah lecutan untuk terus berkarya lagi. Terimakasih pada sahabat dan orang-orang terkasih yang selalu memberikan dukungan dan perhatian. Cannot do all of this without you. Millions thanks for all of you, guys..luv you all..
 Ijinkan, aku mengutip sebuah kalimat seorang sahabat:
Ada yang mengukur hidup mereka dari hari dan tahun. Yang lain dengan denyut jantung, gairah, dan air mata. Ukuran sejati di bawah mentari adalah apa yang telah dilakukan dalam hidup ini untuk orang lain..berbagi (Shanti Oktavilia)


 

Glasgow, 2 August 2012.

Minggu, 29 Juli 2012

Jalan-Jalan Sore

Kelvingrove Art Gallery and Museum
Sabtu yang santai, diawali dengan ngobrol online denganmu walau belum cuci muka ehehe..lalu beres-beres kamar dan kemudian membuka message di Facebook dari mba Adrianti, salah seorang rekan di Glasgow yang juga mengambil PhD di Stratclyde Uni menanyakan apakah pesanannya (ragi tempe) sudah dibawakan. Sambung bersambung ngobrol dengan beliau di inbox Fb, akhirnya janjian jam 2 siang di BBC Scotland sekalian nonton opening ceremony Olimpiade di London dengan tehnologi pertelevisian terbaru yang diberi label Super Hi-Vision, kebetulan mba adrianti punya tiket berlebih satu. Aih, sip lah. Lalu bersiaplah saya jalan-jalan, iyaps jalan kaki. Jauh juga sih sebenarnya, dan juga jalannya saya cari di google  maps ahaha. Dulu pernah mengunjungi Exhibitionnya Glasgow bareng Wina dari Itali, seingatku BBC Glasgow letakknya tidak jauh dari situ, karena bangunannya tinggi dan tulisan BBC Scotlandnya terlihat. Humm susahnya disini, jalur bus-pun sangat terbatas ke lokasi tertentu, yah contohnya saja untuk ke arah BBC Scotland hanya ada jalur 100, dan itupun lewat city centre, huaah bolak balik dong. Dan enggak ada angkot, becak atau ojek, adanya cuman taksi yang mahalnya selangit ehehe..so, mendingan jalan kaki saja sambil berolahraga.
Maka bersiaplah saja dengan rok batik, tanpa jaket..yeaaah kan katanya summer ahaha. Lumayan juga cuaca sekarang ini, dibandingkan dengan saat aku meninggalkan Glasgow medio Februari lalu. Langit biru jadi semakin sering terlihat, dan siangnya jauh lebih lama. Dulu jam 8 pagi saja masih gelap, sekarang jam 5.30 sudah mulai terang sampai agak menggelap jam 9.30 malam. Dan yeaah, pastilah kami disini mengalami puasa lebih panjang daripada di Indonesia. Imsak pukul 3 pagi dan buka puasa pukul 9.30 malam. Seru kan ehehe..
Berbekal oret-oretan di kertas, mulailah jalan-jalan ditemani si angry bird merah—si mp3 yang mengalunkan deretan lagu-lagu di telinga. Cuacanya lumayan cerah jadi menyenangkan untuk jalan-jalan. Aku melewati CVR (Center of Virus Research) tempatku biasa nge-lab setiap hari kerja, lalu melewati Kelvongrove Art and museum. Humm selain bangunan utama Uni Glasgow, bangunan museum Kelvingrove ini salah satu bangunan favoritku. Aih, begitu menawan, hingga tak bisa menahan godaan untuk berpose berlatar belakang bangunan cantik ini. Walau sendirian, aku tak kehilangan akal untuk sekedar bernarsis ria..yeaaah self timer mode ON. Walau di dekatnya ada bus stop yang ada beberapa orang yang menunggu bus berikutnya, ah toh tak kenaaal...nekad sajaaaah. Dan dengan sekali jepretan tadaaaa...jadilah foto ini hihi...

Self timer euuy..

Beberapa kali juga kameraku mengarahkan lensanya mengabadikan bangunan yang membuatku jatuh hati itu. Lalu saat persis di depan Kelvingrove, banyak turis-turis yang tengah berfoto di depan kelvingrove, maka aku minta tolong pada seorang ibu-ibu untuk memfotokan aku di depan kelvingrove..hihihi..inilah fotoku bersama angrybird merah.


Sebenarnya sudah semenjak lama aku ingin masuk ke dalamnya, tapi belum dapat partner yang kuajak kesana. Kalau sendirian, huaaah susah narsisnya, masa pake self timer muluuuu..ahaha..
Melihat jam tangan (eh masih diset waktu indo), akhirnya melihat jam hp, sudah hampir jam 1.30 lalu segera bergegas melanjutkan langkah lagi mencari jalan menuju BBC Glasgow. Huaaah memang jauh ternyata, agak ngos-ngosan juga, setelah menempuh perjalanan hampir 1 jam (dikurangi berhenti di kelvingrove untuk foto-foto), akhirnya nemu BBC Glasgow juga, dan aaaa akhirnya ketemu dengan mba adrianti dan anak-anak (Hani dan Diya)...huaaah berpelukan. Kami kemudian masuk ke BBC Glasgow. Tak setiap saat BBC buka untuk umum, jadi beruntunglah aku bisa memasuki BBC Glasgow ini. Setelah dikasih tanda berupa gelang ungu (kayak pas mau ke Jatim Pask di Malang sajah), kami menunggu acara di sambil ngobrol sebentar, lalu berkeliling melihat-lihat beberapa sudut yang menarik.
Lihatlah model televisi awal, ultra T22 televisian, hihi lutjuuu yah bentuknya..ini model televisi awal yang mulai diperkenalkan tahun 1938. Dan disitu juga ada beberap model kamera yang digunakan untuk meliput olimpiade dari tahun ke tahun. Ini dia fotonya

Model Televisi Awal, Tahun 1938
Kamera yang dipakai meliput Olimpiade Tokyo 1954
Nah, yang akan kami saksikan ini adalah tehnologi terbaru pertelevisian yang digunakan untuk meliput olimpiade 2012 di London yang bernama Super Hi-Vision. Humm benar-benar peradaban sunggu berkembang dengan kemajuan tehnologi yaah..
lalu kami masuk ke dalam Studio B BBC Glasgow, dan menikmati suguhan tehnologi tinggi Super Hi Vision dengan layar sungguh lebar, seakan kami menonton langsung opening ceremony london Olympicsnya. Humm sungguh menghibur dan sebuah pengalaman yang berharga ehheehe, si akhir pertunjukan kami bertepuk tangan tanda terimakasih atas kesempatannya pada BBC Glasgow. Usai nonton opening ceremony, kami sempet berfoto di Glasgow Science centre (dan belum sempet lihat-lihat masuk)...kapan-kapan deh ehehe.
Akhirnya kami berpisah, aku jalan kaki lagi menuju flat, dan mba ad beserta anak-anak menunggu bus yang akan mengantarkan mereka ke city centre.
Berlatar BBC Scotland/Glasgow

Di depan Glasgow Science Centre
Yeaaah, setidaknya sabtu ini menyenangkan dengan jalan-jalan sore. Walau pulangnya gerimis rintis turun, ah Glasgow cuacamu selalu saja galaaauu :D
Kapan-kapan lagi akan kuceritakan jalan-jalanku berikutnya ehehe...

Kapan jalan-jalan ke wageningen? Ke paris? Itali? Semoga setelah lebaran yaaah. Puasa sampai lebaran ini di sini-sini saja duluuu ehehe

*Sebenarnya postingan ini untuk memastikan padamu aku baik-baik setelah tragedi kemarin hihi, Aku baik-baik saja..dan akan baik-baik saja. Cheers..



Kamis, 26 Juli 2012

Menikah atau Bekerja??

Menikah atau Bekerja??

Entah mengapa tertarik menulis tentang ini, mungkin karena beberapa waktu lalu, seorang sahabat menceritakan kegundahan hatinya padaku. Tentang pinangan seseorang namun mengharuskannya berhenti bekerja,
            “ Aku sudah berupaya sejauh ini, di titik ini. I am such a hardworking person. Masa harus melepas semua ini.” tuturnya kala itu.
Oh yeah, dia dengan posisinya yang sudah cemerlang di perusahannya itu dan mengingat perjalanan yang harus ditempuhnya, merasa sayang bila harus berhenti dari pekerjaannya itu. Ia gamang.
Kau, kalian? Memilih bagaimana?
Aku? Ahaha tanya padaku ;p
Jeleknya adalah terkadang saya terlalu spontanitas, terlalu main tabrak, tanpa terlalu banyak pertimbangan. Berbanding terbalik dengan sahabat saya ini yang banyak pertimbangan sebelum melangkah. Risiko, kecemasan sudah dipikirkannya jauh hari.
            ahaha gitulah, makanya aku kadang jadi stress duluan” ungkapnya.
Memilih pilihan, sungguh sangat subjektif. Karena “the why” orang toh berbeda-beda yang cukup untuk menjustifikasi segala macam apapun pilihannya tak bisa didebat orang lain. Kenapa? Eh apakah selalu harus ada “the why” dalam setiap pilihan apapun? Milih menjatuhkan cinta pada siapa? Sepertinya tidak ehehe...
Tentang pertanyaan di atas, pernah terlintas dalam pikiran saya tentu saja, dan pasti ada di pikiran banyak perempuan lainnya. Seorang sahabat yang tahun lalu menikahpun harus meninggalkan pekerjaan yang telah digelutinya selama bertahun-tahun untuk pindah bersama suaminya.
            tuh kan, akhir-akhirnya begitu juga” cemas sahabatku itu, setelah beberapa contoh-contoh nyata di sekitar kami tentang hal tersebut.
            Sepertinya aku ndak siap” katanya lagi.
Aku bisa memahami itu, sungguh-sungguh memahami itu. Tapi bila aku dihadapkan dengan pertanyaan itu, dan aku pun pernah mengajukan pertanyaan itu pada diri saya sendiri, jawabku sangat sederhana,
            I will trade everything just to be with him ” kataku pada sahabatku tadi itu. Lalu dia spontan tergelak,
            “ Huaaah so sweeet...gombaaal tapiii” diakhiri kalimatnya dengan tawa kami berdua. Kok gombal sih?
Seperti kataku tadi, saya termasuk dalam golongan orang yang nabrak-nabrak. Otak saya sering nakal untuk bilang ‘
            “ ntar pasti dikasih jalannya kok; ntar pasti terselesaikan kok; kan bisa dikompromikan kok, ah pasti ntar ada kejaiban kok; ntar Tuhan pasti bisa menjadikannya jadi mudah kok.” Ahaha parah emang.
I will trade everything just to be with you,
Pasti jawabanku ini mengejutkan bagi beberapa orang yang menyebutku carier minded—(karir dalam artian mereka adalah pekerjan—baca deh bukunya Rene Suhardono, Your job is not your carier haha promosi malah). You totally wrong about me, guys ehehe. Banyak yang mengira saya menunda menikah karena terlalu fokus pada pekerjaan, padahal..padahal...ahaha..;p
Perempuan bisa berkarya di mana saja, kapan saja, entah itu bekerja atau ibu rumah tangga. Apalagi karir adalah sesuatu within me, yang tak pernah bisa lepas walau “pekerjaan/job” mungkin terlepas. So why should worry?
Nah jeleknya, ntar di kalau sudah jalan, pasti sering terjadi hidup ala roaler coster, eh kok jadi begini yah? Haduh gimana inih? Ahaha...
Mungkin saya harus belajar lagi untuk lebih banyak mempertimbangkan sesuatu sebelum melangkah, tapi nggak mau juga terlalu banyak pertimbangan, ntar kapan jalannya dong.
Nah kalau nabrak, trus jadi jungkir balik (kata anak muda : galauuuu), mungkin jurusnya tinggal DOA,
Seperti kata Fadh Djibran
“Doa adalah cahaya bagi ketidakmengertian kita. Kata ayah, di tengah dunia yang gelap, malaikat pembawa rahmat hanya dapat melihat mereka yang menyalakan cahaya. Mereka yang berdoa adalah mereka yang sedang menyalakan cahaya dirinya dan memberi tahu para malaikat bahwa mereka masih mengingat Tuhan di dunia—meski tidak selalu mengerti. Mungkin, doa juga merupakan cara kita untuk belajar mengerti’


Termasuk itu pula satu-satunya jurus terakhir yang bisa saya lakukan saat ini, ahaha berdoa, pengakuan terhadap ketidakmengertian, tapi tetap menyalakan cahaya agar berjalan menuju pengertian-pengertian yang dimaksudkanNya. 
Maka, dalam pilihan apapun, berdoalah dan nyalakan cahaya hatimu, agar siapa tahu mendapat petunjuk pemberianNya.
Worry Less, Do More Sis !!

(untuk sahabatku yang tengah menggalau dengan pilihannya, nyalakan saja cahaya di hatimu, Tuhan akan menuntun dan mempermudah segalanya bagimu).

*Glasgow, 26 July 2012. 08.45 harusnya sudah mau berangkat, tapi yang menyebalkan mood nulis dateng di saat-saat yang tidak tepat. Langsung kabur mandiiiii ;p)

Pergi//Pulang




Malam kota itu menghampiri kita lagi, kita masih diberi waktu. Setidaknya untuk sebuah makan malam, terakhir sebelum pergi. Pergi/lagi/lagi/pergi/lagi//ah..
            Why you eat so slow?” tanyamu sambil mengamati caraku makan malam itu. Pelan-pelan mengunyah, pelan-pelan menyendok salah satu makanan favoritmu itu. Pelan-pelan, seakan ingin mengajak pelan-pelan waktu.
Aku tersenyum, tak menjawab. Mengaduk aduk lagi nasi goreng di piringku,
            I will tell you later” jawabku sambil tersenyum. Ah, “later” lagi. Seberapa banyak waktu yang tersisa hingga berani sering-sering menggunakan kata “later”? tak seorangpun tahu. Aku sebenarnya menghindari mengucap kata “later”, dan kau menolong dengan kemudian berkata,
            I guess I know why!” selidikmu memburu.
Aku tetap diam, tapi menyisakan senyum.
            You just want to stay closer with me much longer” lirik matamu mengintimidasi dengan pernyataanmu. Lalu senyummu itu terkembang. 
Beuh..
Fiuh..
Definetely true!

Aku ingin memaku waktu/agar dia tetap diam disitu/membeku/
Tapi jiwa-jiwa yang bertumbuh tidak pernah tinggal pada sesuatu yang diam

Maka aku akan  pergi/pulang
Bersama waktu/bersama kamu

n     (Sebuah dialog yang kucuri dengar di sebuah tempat makan di suatu kota, nampak manis..nampak, mungkin memang demikian adanya, manis..atau jangan-jangan lebih manis lagi ;p sepertimu, aih )



 


Jumat, 13 Juli 2012

Merasai Pesona Candi Ratu Boko


Alunan gending mengalun liris di telinga saat baru saja mobil hantaran kami berhenti di pelataran objek wisata Candi Ratu Boko. Dengan tiket tembusan dari Candi Prambanan dan Candi Ratu Boko sebesar Rp. 30.000 kami bisa menikmati fasilitas mobil hantaran langsung ke Candi Ratu Boko yang terletak sekitar 20 menit dengan perjalanan mobil dari Candi Prambanan. Jalanan yang sepi melewati pedesaan, diakhiri dengan jalanan yang semakin menanjak ke arah perbukitan, dan nantinya akan sampai di candi yang dibangun pada Abad ke 8 ini.
Dengan langkah santai kami menuju ke arah candi, sementara terdengar suara petugas yang menjelaskan tentang sejarah candi yang dibangun pada pemerintahan Rakai Penangkaran ini. Sepi dan damai, begitulah yang kesan yang tertangkap saat langkah kaki mulai melangkah naik, sementara sudut mata mulai menangkap bayangan candi yang menjulang di antara perbukitan. Ada getar indah saat menangkap pandang ke arah candi itu. Bangunan bersejarah selalu mampu memberikan ruang pada masa lalu dan perabadan untu bercerita kembali. Dan itu pula yang kutemukan di Candi Ratu Boko. Bila ditilik dari bentuknya, memang tak semegah candi Borobudur atau seanggun Candi Prambanan, tapi tetap layak untuk dikunjungi.
Bangunan candi yang memang kentara hasil pemugaran, dengan batu-batu candi yang terlihat masih baru. Berdiri (lagi) menemani waktu, agar manusia kini mampu membacai kembali tentang kehidupan masa lampau yang pernah manusia sebelumnya telah lewati. 

Berbeda dengan kebanyakan candi lainnya, Candi Ratu Boko ini mempunyai ciri-ciri yang merupakan tempat tinggal, ditandai dengan adanya atap dan tiang.  Saat kita memandangi istana/candi ini, maka bangunan yang paling mencolok terlihat yakni bagian tengah yang terdiri dari gapura utamanya. Bagian tengah terdiri dari bangunan gapura utama, lapangan, Candi Pembakaran, kolam, batu berumpak, dan Paseban. Kemudian, bagian tenggara meliputi Pendopo, tiga candi, kolam, balai serta kompleks Keputren. Kompleks gua, Stupa Budha, dan kolam terdapat di bagian timur. Sedangkan bagian barat hanya terdiri atas perbukitan.
Silahkan berpose dengan latar belakang istana yang walaupun tak lagi lengkap ini, dijamin eksotis ehehe. Bila tak lelah, silahkan menjelajah ke berbagai bagian dari istana ini, karena areal istana ini cukup luas sehingga menguras energi untuk mengitarinya.


Di depan pelataran candi, ada hamparan rumput yang dinaungi pohon rindang, hingga leyeh-leyeh di atas rerumputan sambil memandangi bangunan bersejarah diselingi sendau gurau sahabat seperjalanan merupakan aktivitas yang menyenangkan. Kemudian di bagian bawah/pelataran juga ada bangunan untuk bersantai, dengan hiburan gending jawa lengkap dengan karawitan dan sinden, serta resto dengan pemandangan perbukitan yang menawarkan pengalaman tak terlupakan
Jadi tak ada ruginya kawan, untuk mengunjungi tempat ini dan kembali merasai kedamaian penuh pesona candi Ratu Boko.


Terimakasih sahabat Bala kurawa atas kebersamaan perjalanan yang begitu indah dan mengesankan-(Sepenggal Catatan perjalanan 24-25 Maret 2012 lalu)

Kamis, 12 Juli 2012

BEGO


Angin lewat, semilir bergulir, lalu senyap.

I just want to give the best for him” kataku singkat.
Trus kapan dong kapan kamu try to give the best for yourself ? ” tanyanya dengan nada menyudutkan,
“ When I give the best for him” jawabku yakin, dan ditutup dengan sebuah lengkung senyumku.
BEGO” timpalnya, dengan wajah masam. Lalu dia berlalu.

Dalam lalu-nya, aku mendoakannya, semoga suatu saat dia dianugerahi dan diberkahi dengan sebuah ke-bego-an oleh Tuhan.
 Yang mungkin suatu kala tak mampu lagi menghitung untung-rugi, tak peduli lagi menang atau kalah, karena dengan memberi, apapun keadaannya, kondisinya, takdirNya, seseorang akan tetap jadi pemenang. Setidaknya pemenang bagi dirimu sendiri.

BEGO.
Akan kuingat kata itu,
Dan tiba-tiba aku bersyukur menerima anugerah itu.

Salam kasih dengan terus memberi kasih dan menjadi terbaik dari diri kita sendiri.

12 July 2012


Rabu, 11 Juli 2012

Di Ujung Senja


Malang, kota ini masih saja seperti saat terakhir kali aku meninggalkannya, walau lebih ramai, dan beberapa bangunan modern mewarnai tata kotanya. Namun satu hal, kota ini terlalu penuh kenangan, hingga menjadi salah satu kota yang sangat kuhindari untuk kukunjungi, walau sejujurnya aku merinduinya setengah mati. Andini, perempuan bermata binar dan berpipi merah itu menyesaki hatiku. Sepertinya setiap jengkal dan sudut kota ini menyimpankan kenanganku bersamanya, itu terkadang yang membuat hatiku sesak.
            “Terserah mas saja, Andin akan nungguin mas pulang,” rasanya masih terngiang-ngiang kalimatnya itu. Lalu aku mengulurkan tanganku untuk menggengam tangannya, ia nampak terkesiap, namun membiarkan tangan mungilnya kugenggam lembut, hingga rasanya tak ingin pernah kulepaskan lagi. Lalu dengan jelas kulihat perubahan mukanya, semburat merah yang tiba-tiba menjalari pipinya, lalu ia memalingkan muka, berpura-pura memandangi pak kebun yang tengah merapikan taman di kejauhan. Ah, aku hapal setiap perubahan mimik mukanya itu, dan sering menduga-duga hatinya dari teorema-teorema yang kususun setelah hampir tiga tahun bersamanya.
Kala itu dengan gamang kusampaikan kabar bahwa aku berhasil menggenggam beasiswa master ke University of Maastricht di Belanda, impianku sejak dulu, akhirnya mewujud. Namun justru dengan binar dan pekik bahagia perempuan itu begitu bahagia mendengar kabar itu,
            “ Andin seneeeeng banget. Andin selalu ingin mas mendapat apa yang mas inginkan. So happy for you..really happy for you, dear.” Katanya dengan matanya yang semakin nampak berbinar-binar saat kuberitahukan kabar itu.
Tapi itu berarti harus meninggalkannya, perempuan itu, yang memberitahuku bagaimana rasanya hidup yang sedemikian berwarnanya. Meninggalkan Andini adalah perkara tersulit yang harus kulakukan.

                                                                    
                                                                                                       ***


            Belanda ternyata menghilangkanku, aku hilang tertelan dalam pesona hingar bingar tanah antah berantah yang membuatku kehilangan diriku sendiri. Impian kadang bisa meracuni bila terlalu banyak ditelan, dan aku tak sanggup menjagai diriku dari hasrat untuk menaklukkan tantangan-tantangan yang rasanya semakin kutaklukkan, semakin muncul tantangan-tantangan baru lagi. Semuanya mengaburkanku dari bayangan Andini yang menungguiku. Sampai akhirnya,
            “ Mas, Andin tak bisa menunggui Mas terus bila tak ada kata pasti. Ibu dan Bapak menanyaiku, Mas Pras melamarku. Bila mas tak juga mengambil keputusan, Andin akan patuh kata Bapak dan Ibu,” tulis Andini kala itu di emailnya. Jarak memang kadang membutakan, dan keinginan yang terlalu tinggi kadang melenakan. Bagaimana bisa waktu itu kupikir, aku bisa dengan mudah mendapatkan perempuan lain yang jauh lebih baik, lebih cantik dan lebih berpendidikan tinggi dibandingkan Andini. Aku mendiamkan email itu berkarat tanpa balasan di inbox emailku.
            Waktu berlalu, berempat musim datang silih berganti,  jadwal kuliah yang berlarian, dan gelar pendidikan tinggi yang telah tersemat, kemenangan-kemenangan hidup yang akhirnya tergenggam oleh tangan-tanganku. Namun tiba-tiba, hatiku hampa. Ada yang kurang menghiasi hari, tak ada lagi senyum sapa Andini yang manis, candaannya yang lembut, pipinya yang merona saat kugodai, atau diamnya yang justru terkadang menggemaskan. Hatiku kosong. Pulang ke tanah air, aku kembali ke Bandung, tanah kelahiranku. Sesekali terlintas untuk mengunjungi Malang, mencari Andini. Tapi, rasa bersalahku terlalu dalam pada perempuan berpipi merah itu. Aku kalah, bertahun-tahun hidup dalam sejarah bersamanya, tanpa mampu mencipta sejarah baru, mungkin itu kutukan untukku.
                                                                                                      ***
            “ Dhan, elu sudah denger kabarnya Andini belum? Kaget kayak disamber geledek aku denger info dari Mutia tadi pagi,” Ninit, sahabat karib Andini saat kuliah tiba-tiba menelponku. Deg! Hatiku bereaksi.
            “ Memang kenapa?ada apa dengan Andini?” tanyaku dengan nada memburu.
            “ Andin dan suaminya meninggal, Dhan, kecelakaan mobil tadi pagi. Aku nggak bisa layat, besok aku terbang ke Hanoi, urusan kerjaan. Kasian Galuh, Dhan, semata wayang dia sekarang. Kalau ada waktu, pergilah ke Malang,” kata-kata Ninit seperti menghantam dadaku, langitku menggelap seketika. Semuanya terlihat hitam. Kelam.
                                                                                                     ***
Galuh, gadis kecil itu menggamit lenganku, seperti tak ingin melepaskannya. Kemudian dengan muka cerianya ini mengajakku memasuki rumahnya yang tertata rapi, dengan sentuhan-sentuhan tradisional Jawa yang kental.
            “ Om mau minum apa? Nanti Galuh ambilin,” Galuh menawariku minum. Hujan di luar sudah mereda. Aku seperti memasuki dunia antah berantah, walau inilah risiko dengan memberanikan diri mencari jejak-jejak Andini di kota Apel ini.
            “ Apa saja om suka kok,” jawabku sambil tak lepas mengamati setiap sudut rumah ini. Andini, kehidupan seperti apa yang kau jalani setelah berpisah denganku? Hatiku menderu bertanya. Foto berpigura, gambar keluarga kecil itu terpampang di ruang tengah. Ah senyum itu, senyum Andini, masih saja seperti dulu. Senyum yang bahkan masih tetap manis walau telat menjemputnya karena ban sepeda motorku kempes. Lalu gambar lelaki di sebelahnya itu, hanya sekilas kutatap, karena tak kuasa hatiku menahan rasa tertohok yang dalam kala melihat lelaki itu. Dia lelaki yang sungguh sangat beruntung, kilas pikirku sejenak.
            “ Om Ardhan itu temannya Bunda pas kuliah yah?” Galuh, gadis kecil nan manis itu datang membawakan secangkir teh hangat untukku.
            “ Iya, tapi beda fakultas, “ jawabku singkat, karena tak yakin Galuh sudah mengerti apa itu istilah fakultas.
            “ Kalau beda fakultas, kok Om sama bunda bisa saling kenal?” tanya Galuh yang tiba-tiba menggamit lagi lenganku, duduk dekat-dekat denganku. Entah mengapa aku terkesiap dengan sentuhan tangan si gadis kecil  itu yang nampak begitu manja menggelayut di lenganku. Aku tergeragap, seperti hatiku yang baru saja digenggamnya.
            “ Humm..kenal pas ada acara-acara kampus gitu deh,” Hanya itu yang mampu kujelaskan pada gadis berumur tujuh tahun itu. Ada sesuatu pada gadis kecil itu yang mengingatkanku pada Andini, ya..senyum itu benar-benar menjelma ada pada putri kecilnya.
            “ Bunda cantik enggak pas kuliah Om?pinter enggak? Om nggak nakalin Bunda kan dulu pas kuliah?” Ceriwis tanya Galuh yang memberondongku dengan pertanyaan. Pertanyaan itu mau tak mau mengulik sejarah lama yang walau telah dibawa lari waktu, tapi rasanya kenangan itu tetap ada di sana, di hatiku.
            “ Manis, seperti Galuh. Dan pinter juga loh, makanya Galuh harus rajin belajarnya, biar pinter kayak bunda,” Kujawab sambil mengusap-usap lembut rambut hitam panjang si gadis kecil itu. Galuh malah makin erat menggelayut pada lenganku, dan merebahkan kepalanya di bahuku. Dan anehnya hatiku berdenyar, namun beberapa detik kemudian merasakan ketenangan luar biasa. Entah mengapa ada rasa ingin melindungi gadis kecil ini.
            “Eh Om, Galuh mau kasih makan si Mimi sama Momo di taman belakang, ikut yu Om,” Galuh tiba-tiba menarik lenganku untuk mengikuti langkahnya ke taman belakang.
Taman yang hijau dan asri, nampak damai saat kakiku melangkahkan kaki. Mataku beradu pada kandang-kandang mungil di pojok, dimana Galuh dengan sigap membuka pintu kandang lalu hap..hap..keluarlah kelinci-kelinci berbulu putih berlompatan di rumput yang basah sehabis hujan. Lalu aku jongkok, menikmati melihat betapa telatennya gadis kecil itu memberi makan, sambil sesekali mengelus-elus punggung kelinci-kelinci itu.
            “ Lucu kan Om, Bunda yang kasih hadiah Mimi dan Momo pas Galuh ulang tahum, seneng banget Om, soalnya mereka lucu-lucu,” terang Galuh dengan ceria. Aku tersenyum mendengarnya. Lalu aku menyalangkan mata mengamati taman belakang ini, lalu hatiku terkesiap, saat pandangan mataku tertumbuk pada dua buah kursi taman kayu dan sebuah meja bundar tertata di sana. Ada vas bunga dengan bunga yang telah layu terdapat di sana.
Perlahan aku bangkit dan mendekati kursi taman itu, lalu pelan-pelan duduk di kursi itu. Hatiku merasa Andini begitu dekat, ada di situ.
            “ Mas kalau nanti suatu saat kita punya rumah, mas mau rumah seperti apa?” tanya Andini dengan matanya yang berbinar-binar, hampir selalu mampu menyilaukan hatiku.
            “ Mas pengen punya taman belakang yang asri, ada kelinci-kelinci lucu, trus ada kursi taman dan meja, jadi kalau pagi-pagi kita berdua bisa minum teh bersama, sambil ngobrol-ngobrol pagi hari, pasti romantis kan?” paparku kala itu.
Seingatku dulu Andini hanya menjawab pertanyaanku dengan senyum manisnya, kemudian pipinya tiba-tiba bersemu merah, merona. Tak berkata apa-apa setelahnya, hanya memainkan bilah-bilah rambut hitam panjang dengan tangan kecilnya. Memang begitulah Andini, tak banyak bicara. Tapi sanggup membuatku melakukan apa saja untuknya, untuk menjaganya, mencintainya, menyayanginya.
            Dan rasanya ada yang menyesak dalam dadaku, menyaksi sebuah gambaran indah dulu yang pernah kuutarakan. Andini mewujudkan gambaran rumah yang dulu ingin dibangunnya bersamaku. Kelinci-kelinci lucu dan kursi taman tempat kami bicara berdua, persis seperti gambarannya. Ah, Andini..rindu mendesak-desak dadaku.
            “ Om kok ngelamun, betah ya Om duduk di sini. Ini tempat favoritnya Bunda loh, Om. Bunda tu sering bawa laptopnya ke sini, lalu menulis sambil bawa secangkir teh. Galuh sering sungkan kalo mau ngajak main Bunda kalau bunda lagi duduk lama-lama di sini, nggak tau juga kenapa Bunda betah banget di tempat ini,” Galuh tanpa diminta berbicara banyak, ah terlalu banyak tentang bundanya itu.
Mataku berembun, dadaku sesak, hatiku penuh seketika, penuh kenangan seorang perempuan yang dulu mengisi hidupku. Kupeluk tubuh gadis kecil itu erat-erat, ingin kujagai dan kulindungi gadis kecil itu, seperti dulu aku ingin menjagai ibundanya, tapi tak bisa.
Di ujung senja yang merona, seperti jiwaku yang terasa hidup kembali, hidup karena sinar dari mata gadis kecil ini, dimana aku melihat Andini dalam dirinya. Hidupku selanjutnya adalah tentang aku dengan gadis kecil ini. Kupeluk ia lebih erat lagi, kuusap rambut hitam panjangnya dengan penuh sayang. Andini, akan kujagai engkau yang kini ada dalam diri putri kecilmu ini. ***

 



Senin, 09 Juli 2012

Menyusuri Indahnya Tepian Pantai Gunung Kidul

Pantai terkadang adalah tempat rehat jiwa, membiarkan tarikan nafas senada dengan aliran debur ombak yang menemui bibir pantai, kemudian menjauh lagi, ritmis. Karena itulah aku merindu pantai, menyegarkan kembali raga yang lelah karena banyak hal yang mendera raga ini, begitu juga jiwa yang butuh jeda, pada banyak cerita yang akhir-akhir ini harus ditanggungnya. Maka, segera kuiyakan ajakan seorang sahabat baik, mba nuk, untuk refreshing di akhir pekan ini. Jalan-jalan ke pantai Gunung Kidul merupakan rayuan yang sulit untuk kutampik.
Sabtu pagi, seusai sarapan pagi, kami meluncur ke UNY untuk ketemu pak supir, karena mba nuk menyewa supir kantornya untuk mengantarkan kami ke lokasi. Yeaaah, pak supir yang bernama pak Edi itupun kaget karena ternyata yang harus dianternya cuma kami berdua ahaha dikirain rombongan hihi ;p
Lalu sekitar jam 9 pagi, kamipun meluncur menuju daerah gunung kidul. Bersama obrolan ringan, alunan lagu, dan pemandangan sepanjang jalan. Beneran piknik hihi...soalnya pemandangan sepanjang jalan juga cukup menghibur mata, yeaaah apapun tentang jogya memang menenangkan jiwa  (haiaaaah ;p).

Jalanan memang kemudian lumayan berkelok-kelok dan menyempit. Sempat pula melewati daerah bukit bintang, yang terkenal menjadi tempat populer untuk melihat jogya dari atas saat malam. Heuuuu kepengeeeeen banget kesini pas malam-malam suatu saat nanti.
Perjalanan memang cukup lama sampai ke lokasi, mulai melewati daerah-daerah tak berpenghuni, serta bukit-bukit menghijau. Gunung kidul, kujejakkan kaki ke sini entah berapa tahun lalu, lama sekali sudah. Saat dulu masih semester awal kuliah S1 di Biologi Unsoed, pas praktikum Struktur Perkembangan Hewan ke pantai Krakal dan Kukup, jaman masih muda dulu hehe.
Dan tentang Gunung Kidul, adalah tentang kisah Galaksi Kinanthi-nya Tasaro GK. Karena salah satu setting tempatnya adalah gunung kidul.



Engkau ingin tahu mana saja tempat yang kukunjungi? Garis pantai yang mengingatkanku akan tali kasih Ajuj dan Kinanthi. Doaku untuk keduanya menyaingi jumlah pasir putih yang menumpahi lidah-lidah pantai di sepanjang batas daratan gunung kidul (Tasaro GK)

Pantai-pantai di sepanjang batas daratan gunung kidul memang beraneka, kalian bisa memilih mau pergi kemana, karena sepanjang batas itu menawarkan keindahannya masing-masing walau sepintas hampir sama. Pantai pertama yang kami kunjungi adalah Pantai Indrayanti, alasannya adalah bujuk rayu promosi dunia maya. 
Ahaha iyaap, beberapa fanpagenya Jogya yang kulike di jejaring sosial facebook (pengen ngitung berapa kali aku nge-like setiap ada postingan gambar tentang Jogya hihi)sering mempromosikan tempat-tempat wisata di Jogya. Dan pantai indrayanti ini tergolong pantai “baru” karena sebelumnya yang dikenal wisatawan biasanya seperti Pantai Baron, Kukup, dan Krakal. Maka benar saja, di petunjuk jalan, pantai Indrayanti belum ada di papan, tapi jangan khawatir karena jalannya memang searah, sepanjang batas daratan itu memang menyusur pantai-pantai nan indah itu. Dan pantai indrayanti terletak di bagian timur pantai sundak. Saat mobil sudah mendekati kawasan pantai, sekilas saja juga mengundang kesan indaaaaaaah, bikin enggak sabar turun dan menyusuri bibir pantai. 


Pantai indah, bersih dan terkelola dengan baik. Yups, karena pengelolaan pantai ini kabarnya dikelola oleh swasta, dan “Indrayanti” adalah nama pemilik cafe dan restoran di tempat itu,sehingga nama pantai yang awalnya “Pulang syawal” itu lebih terkenal dengan sebutan Pantai Indrayanti.
Pasir putihnya yang bersih, debur ombak yang ritmis menemui tepian pantai, hummm..indaaah. Sayangnya karena musim liburan, banyak pengunjungnya jadi rameeeee....Coba kalau sepi, tiba di sana menjelang senja, duduk di pasir-pasir itu sambil melintas cakrawala menyaksi mentari yang menua, heuuuu...deng..deng....banguuuuun...
Karena terlampau ramai, aku sama mba nuk beralih ke pantai sebelah, cuma jalan kaki saja dan hummm lebih sepi, dan lebih nyaman untuk duduk nongkrong sambil menikmati es kelapa muda.
Rehat, ya rehat yang cukup sempurna. Melupakan sejenak riset, administrasi, urusan pribadi dan memberikan waktu untuk istirahat bagi diri sendiri. Kadang, jiwa serta raga butuh jeda.
Jeda yang istimewa, meluangkan waktu di antara deretan rutinitas adalah hadiah bagi jiwa. Terimakasih atas kebersamaan yang istimewa.


Bulir-bulir pasir putih di tepian pantai itu mengajariku,
Bagaimana belajar mencintai tanpa terlalu takut lagi akan kehilangan,
Cinta, masih bisa tetap ada di situ, seperti bulir-bulir pasir putih itu,
Baik ombak datang menghampiri atau menjauh pergi, pasir itu tetap menyimpan semua
Entah dalam kebersamaan ataupun keterpisahan
Cinta itu mungkin menanti, tapi yang jelas ia terus memberi..

“ Apa di masa depan, biarkan
 Tersenyumlah, Tuhan mencintaimu lebih dari yang kamu perlu (Galaksi Kinanthi-Tasaro GK)

Lalu biarkan tembang Kinathi mengalun..

Mangka kanthining tumuwuh
Salami nipun awas eling
Eling lukitaning alam
Dadi wiryaning dumadi
Supadi nir ing sangsaya
Yeku pangreksaning urip
(Tembang Kinanthi : yang bisa berarti bergandengan tangan)

Dan kutinggalkan pantai-pantai indah Gunung Kidul dengan harap suatu saat akan kembali lagi. Menyusuri lagi pasir putihnya, semoga bisa menangkup senja dengan mentari membulat merona, atau mentari yang merekah mengawali hari. Suatu saat nanti!!

(merampungkan tulisan ini sembari menemanimu mengisi form dari jauh, 9 July 2012. 22.47)