Senin, 15 Oktober 2012

Mengeja Cinta//Jogya//

Beberapa waktu lalu, seseorang menanggapi foto di Fb saya, dia bilang sering mampir baca ke blog saya dan paling suka kalau saya membahas Jogya. Saya tersenyum membacanya. Cinta saya pada Jogya, memang terkadang sulit untuk dicerna. Seperti juga cinta yang kadangkala sulit dicerna logika. Komentar seorang teman yang namanya asing bagi saya itu, membuat saya kembali mengeja lagi cinta saya pada Jogya. Semua sahabat dan orang yang dekat dengan saya pasti tahu bagaimana saya cinta kota itu, hingga ingin selalu kembali dan kembali lagi.
Sejak kapan saya cinta Jogya? Entahlah. Yang pasti saya masih ingat waktu kecil kala video klip Jogyakarta-nya Kla Project ada di televisi, getar bernama cinta itu telah ada. Sewaktu kecil dulu, sempat beberapa kali mengunjunginya, entah acara liburan keluarga  ataupun study tour sekolah. Saya bahkan masih ingat judul tugas untuk tulisan setelah study tour ke Yogya waktu SMP dulu. Judulnya “Menyibak Nuansa Kota Jogyakarta” hihi kalian tau sejak kapan saya suka menulis bila membaca judul tulisan saya kan? Hehe..
Saya pun tidak terlalu ingat kapan desir itu semakin menguat. Hanya saya, inginku hanya satu setelah menamatkan SMA yakni kuliah di Jogya. Maka saat UMPTN, pilihan pertama saya jatuhkan ke Jurusan Biologi UGM Jogya, dan pilihan keduanya, Jurusan Biologi Unsoed Purwokerto. Tapi takdir ternyata mendaratkan saya diterima di Unsoed Purwokerto. Namun cinta itu tak pernah hilang, desir itu selalu membuatku untuk berjuang. Saya mengikuti ujian UMPTN lagi tahun berikutnya, setelah setahun saya kuliah di Purwokerto. Jurusan yang saya pilih waktu itu sungguh jauh dari kesan eksakta,  saya pilih jurusan “HI/Hubungan Internasional” ehehe..kalian bisa bayangkan saya ada dimana dan bekerja sebagai apa bila saya diterima waktu itu?
Tapi kembali Tuhan menyuruh saya tetap menyelesaikan kuliah S1 saya di Unsoed, Purwokerto. Namun ternyata desir itu sepertinya tak pernah hilang. Hingga akhirnya Tuhan mengAcc keinginan saya untuk kuliah di Jogya tahun 2005 saat saya diterima di program pasca sarjana Ilmu Kedokteran Tropis UGM. Hidup saya di Jogya adalah salah satu bagian hidup saya yang berwarna, berharga dan penuh cerita. Penuh cerita pertemuan dengan sahabat-sahabat baru walaupun saya masih tetap menjaga persahabatan dengan inner circle saya semenjak kuliah S1. Desir rasa akan jogya memang berbeda, membuktikan bahwa cinta terkadang tak bisa berdusta. Rasa itu sulit untuk disembunyikan dari diri saya. Saya bahkan tak pernah merasa begitu pada “purwokerto”, tempat dimana saya menghabiskan waktu lebih banyak disana. Bahkan sampai kinipun rasa itu tetap sama. Desir itu, rindu itu, bagaimana bisa kututupi?
Dulu sewaktu saya masih tinggal disana, bahkan saya sudah merasa rindu sebelum meninggalkannya. Malam ini saya ingin mengeja cinta saya padanya,
 Saya rindu, benar-benar rindu.
Hati saya selalu berdesir kala bis yang saya naiki menuju Jogya, kadang ingin melaju cepat agar bis itu membawa saya segera sampai Jogya, namun kadang juga menikmati lajunya, merasai desir rindu itu lebih lama. Saya belum pernah mengalami rasa itu pada suatu kota bila akan mengunjunginya. Ada satu lagi sebenarnya, tapi belum pernah kucobai. Mungkin nanti saya pulang saya harus mengetes rasa ehehe.
Saya selalu menganggap jogya adalah “rumah”. Kemanapun saya pergi, saya selalu ingin kembali lagi padanya. Walau kadang hanya sehari, dua hari, tapi cukup meredakan rindu saya. Saya sangat menikmati kala saya menjadi “insider” selama 2 tahun disana. Hingga kembali ke sana sebagai seorang “pengunjung” rasanya aneh kadang kala. Saya ingin menjadi insider lagi. Saya ingat, bahwa dulu saya berupaya untuk bisa kerja di Jogya setelah selesai studi S2 saya. Tersenyum saat ini kala mengenang, saya dulu pernah memasukkan berkas untuk melamar jadi dosen saat CPNS di UNY namun tak lolos karena ijazah dianggap tidak sesuai kualifikasi lowongan, saya pernah mendaftar sebagai editor di salah satu penerbitan di Jogya, saya pernah membuat daftar sekolah tinggi ilmu kesehatan di Jogya untuk saya masuki lamaran kerja.  Saya juga pernah bekerja selama beberapa bulan di Jogya sebelum studi S2 hanya untuk menegaskan pada diri sendiri bahwa saya tidak cocok dengan pekerjaan tersebut, bahkan saya pernah sudah diterima sebagai pengajar di sekolah berwawasan islam di sana tapi tak jadi saya ambil karena alasan tertentu. Cinta saya pada jogya telah panjang waktu saya perjuangkan ternyata ahaha. Tapi justru lamaran ogah-ogahan di hari terakhir CPNS dosen Unsoed malah mengungkapkan takdirNya bahwa saya harus kembali lagi ke Purwokerto. Aih..
Begitulah hidup, kadang ingin kita diwujudkan olehNya, kadang kala ditunda, kadang pula dibelokkan sedemikian rupa. Tapi entah mengapa cinta saya pada Jogya selalu saja ada. Bila ada kesempatan tugas dinas luar, saya memilih untuk ke Jogya. Atau bila ada waktu senggang, sayapun menyempatkan waktu untuk berkunjung ke Jogya. Saya selalu merasa rindu, itu saja. Ada desir yang sulit untuk ditampikkan, bahkan oleh waktu sekalipun. Ringtone Hp saya semenjak saya punya Hp pertama kali, hingga kini tak pernah berubah. Lagu Yogyakarta-nya Kla Project pasti saya set-sebagai penanda nada sms atau telpon. Tiap kali mendengar lagu itu, hentak nada iramanya seperti mengingatkan lagi rindu saya akan Jogya. Desir itu akan selalu ada. Malam ini saya baru sadar, betapa saya begitu bodoh bila harus belajar mencintai, tapi bila cinta datang begitu saja, ia akan tetap akan ada disana, tanpa usaha apa-apa. Bila ditanya kini, berapa lama saya mencintai Jogya? Mungkin sudah hampir seumur hidup saya. Cinta ternyata bukan tentang berapa lama saya menghabiskan waktu ada di tempat itu. Dibandingkan dengan Purwokerto, Jogya hanya mengambil sedikit porsi waktu hidup saya untuk tinggal di kota itu. Tapi cinta kadang tak bisa serumus dengan waktu bukan?. Kadang hanya cukup sehari, dua hari, tapi rasa yang diciptakannya selalu membuat saya ingin kembali. Dan saya baru menyadari kini,
Purwokerto adalah tempat dimana komitmen dan tanggung jawab saya berada, sedangkan Jogya adalah tempat dimana cinta saya berada.”
Saya merindu naik angkot nomer 15 yang akan membawa saya ke selokan mataram, saya rindu makan di angkringan, minum jahe susu di Kopi Joss saat menemanimu makan, ngubek-ngubek pasar beringharjo, memilih batik, mencari serabi solo di Malioboro. Minum teh poci di alun-alun, mengunjungi pantai depok, parangtritis atau pantai-pantai cantiknya di Gunungkidul. Saya rindu makan gudeg langganan saya di Jakal, makan lesehan di kawasan UGM, rindu makan sate klatak dan obrolan hangat dengan penjualnya kala itu. Saya rindu jalan-jalan minggu pagi ke SunMor UGM, lalu sarapan lesehan di salah satu warung tendanya. Saya rindu menjelajahi deretan buku-buku di taman pintar, mencicipi soto klebengan atau soto “babi” di jakal atas. Lalu akhir-akhir ini saya rindu jalan ke jejamuran, walau saya tidak hapal jalannya. 

Makan Gudeg Langganan di Jakal Km 5.4 dengan Nata, Sahabat lama
di Keraton Yogyakarta
Apa kalian pernah merasa seperti itu? Entahlah, mungkin saya hanya berlebihan saja. Satu setengah bulan lagi saya akan kembali ke Indonesia lagi untuk beberapa bulan untuk riset. Tempat riset saya ada sebagian yang dilakukan di Jogya mungkin adalah usaha saya untuk kembali lagi ke kota itu. Ah, kenapa selalu seperti itu tenyata? saya baru menyadarinya. Kenapa saya tak pernah berhenti memperjuangkan cinta saya. Suatu saat saya dihadapkan pada pertanyaan “cintakah saya pada Purwokerto?”
Saya merasa nyaman hidup di kota mungil yang sejuk itu. Komitmen dan tanggung jawab telah mengikat saya di situ. Saya tidak merasa menderita atau terpaksa untuk tinggal disana. Bahkan saya sekarang ini tengah memikirkan untuk mencari rumah tetap di sana. Tapi cintakah saya? Saya menggelengkan kepala untuk kesekian kalinya.
Saya menghabiskan waktu 4 tahun untuk studi S1 saya, dan saya kembali lagi untuk bekerja disana, mungkin hampir sepuluh tahun totalnya saya tinggal di sana. Saya baik-baik saja, namun cinta ternyata mempunyai bahasanya sendiri yang hanya dikenali rasa. 

*Jogya, tunggu saya kembali lagi sebentar lagi.
Glasgow,14 Oktober 2012 11.00 pm

Minggu, 14 Oktober 2012

Sepiring Nasi Goreng kita


Dari seluruh masakan yang biasa kumasak, nasi goreng adalah menu yang tidak biasa. Nasi goreng adalah refleksi masakan sederhana yang dicipta agar tetap istimewa. Iya, bahan utamanya saja hanya nasi, namun biasanya ditambah dengan bahan-bahan lain agar menjadi istimewa. Bisa ditambah telur, teri, seafood, daging, mentimun, acar dll agar lebih terasa nikmatnya. Aku suka masak nasi goreng, baik yang paling sederhana maupun yang ditambah bermacam-macam bahan pendukungnya. Tapi entah mengapa, setelah memasak aku terkadang tak suka memakannya. Paling hanya kucicipi beberapa suap, dan sudah. Selesai.
Aneh.
Memang banyak orang bilang, bila sudah selesai memasak, orang akan malas memakannya. “sudah marem/puas membauinya” begitu kata orang. Memang terkadang begitu, namun bagiku untuk kasus nasi goreng memang tidak biasa dibanding masakan lainnya.
Tapi entah kenapa kau suka makan nasi goreng. Bahkan kau bisa makan dengan menu nasi goreng, dalam dua kali jam makan berturutan.
            Agak keasinan,” katamu sambil nyengir, tapi tetap memasukkan sesendok makan nasi goreng ke dalam mulutmu. Mengunyah dengan lahapnya, dan aku selalu suka memandangimu makan lahap.
Aku tergelak. Lalu kau menyorongkan sesendok makan ke mulutku. Aku menggeleng, aku tidak terlalu suka nasi goreng. Tapi kau selalu tahu caranya biar aku mau membuka mulut dan pasrah menikmati nasi goreng yang ada dalam mulutku.
            Jangan banyak-banyak” kilahku protes. Tapi akhirnya pun menyerah dengan terus mengunyah.
            iyah, sesuap lagi ya,” katamu, yang lagi-lagi berhasil membuatku mengunyah lagi.
           dikit lagi nih mau habis, ayo sesuap lagi, nanggung kasihan nasinya, ” begitu alasanmu. Dan lagi-lagi sesendok nasi goreng itu masuk lagi ke dalam mulutku.
Kemarin kumasak nasi goreng, dengan campuran udang dan suwiran daging ayam. Aku menikmati saat memasaknya, kucicipi dan rasanya lumayan enak. Namun, entah kenapa setelah itu hasrat makanku hilang entah kemana. Lenyap. Hanya kupandangi saja sepinggan nasi goreng itu. Anehnya aku malah membuat kentang goreng dan memakannya untuk mendiamkan perutku yang protes kelaparan.
Mungkin nasi goreng itu mengingatkanku lagi akanmu//atau aku hanya tak bisa lagi makan nasi goreng tanpamu//
Nasi goreng pertama kita, nasi goreng buatanku, yang membuatmu harus menghabiskan jatah porsiku.
Nasi goreng terakhir kita, nasi goreng di sebuah warung tenda kota kita,
Kapan kita nikmati sepiring nasi goreng berikutnya?

Glasgow, 14 Oktober 2012.

Jumat, 12 Oktober 2012

Bersama



Bersama,
Terkadang bukan soal aku dan kamu yang tengah berada di tempat yang sama, memandangi bulan yang sama,
Bersama,
Terkadang bukan juga berarti ada dalam zona waktu yang sama, ada dalam hirupan udara pagi pertama, dalam remang senja manja yang sama,
Bersama,
Terkadang bukan pula tentang duduk berdua atau berada dalam ruangan yang sama..
Bersama,
Mungkin bisa tentang aku dan kamu yang masih tetap saling mengingat zona waktu yang berbeda milik kita, untuk bisa terus senada.
Walau pagimu adalah malamku. Bersama yang tak sama.
Bersama,
Mungkin tentang aku dan kamu yang masih bisa terus bertukar canda, cerita, tawa, risau, galau berdua, walau dari tempat yang berbeda.
Bersama,
Terkadang bukan tentang fisik yang saling menyentuh, tapi dua hati manusia yang terus sama bersauh
Bersama,
Adalah aku dan kamu yang tak saling lupa, entah dimanapun berada.
Membuat jarak bertekuk takluk, dan waktu tergugu, termangu,
Membiarkan rindu menyeberangi hulu, mengalir ke dalam hatimu, berderu,
Bersama,
Mungkin cinta. Kita.
 
Glasgow, 11 Oktober 2012. 8.45 pm.

Kamis, 11 Oktober 2012

Sebuah Karya Untukmu, Malang-- "PULANG"



Saya masih sangat ingat rupa dan suasana kota nan sejuk itu, Malang. Rindu. Hanya satu kata itu yang terlintas di benakku.
Saya rindu untuk kembali pulang, mengulang kenang, atau sekedar berjalan-jalan menikmati kulinernya. Mencicipi lagi es krim OEN, Bakso Bakar malang, Mie pangsitnya, Sate Pak Sabar, Nasi Bhuk deket stasiun, ayam bakar Lintang, Resto Jepang Saboten atau rupa-rupa pilihan makanan di Food Corner-nya Matos. Saya rindu segelas coreng “coklat oranye” yang sepertinya hanya ada di Saboten. Menjelajahi lapak-lapak pedagang di pasar minggu dekat stadion Gajayana untuk membeli keripik tempe aneka rasa atau keripik nangka. Ataupun ke sana hanya sekedar jalan-jalan minggu pagi sambil sarapan. Nongkrong santai di alun-alun-nya, atau mencicipi jagung bakar/roti bakar ditemani jahe susu dan obrolan hangat di deretan wisata kuliner Jalan kawi.
Rindu.
Auranya hangat begitu kakiku menginjakkan kaki di kota itu dua tahun yang lalu. Begitu pula sambutan yang hangat dari sahabat maya yang akhirnya bertemu nyata di Stasiun Malang, menjemputku hanya berbekal informasi nama dan profilku di jejaring sosial facebook. Tapi lihatlah sekarang, dia dan keluarganya sudah saya anggap sebagai saudara saja. Bapak dan Mama Nuning (ortu sahabatku itu) berangkat menunaikan haji hari ini, semoga semuanya diberikan kelancaran. Pun dengan sahabat-sahabat sekelas pelatihan, selama tiga bulan belajar dan bersahabat dengan hangat (dan tentu saja untuk urusan hunting makanan ;p).
Kami kini telah melabuhkan impian ke negara masing-masing, tersebar ada di Belanda, UK, USA, Aussie, Thailand, Jepang, ada yang melanjutkan studi doktoral di dalam negeri, ada pula yang masih dalam proses perjuangan melanjutkan studi. Bahkan kini, teman sekelas saya dulu, mba Atika Dian menyusul saya ke Glasgow untuk melanjutkan studi masternya di bidang mental health..ehehe yeah from Malang to Glasgow!
Wisata Malang juga tergolong lengkap, wisata kuliner sudah pasti jempolan, wisata alam..siapa yang tak tahu kawasan sejuk Batu-Malang, ada rekreasi keluarga Jatim Park 1,2, kebun apel,dan kebun teh Wonosari. Wisata bola juga ada, ehehe ada stadion Gajayana maskasnya Persema dan Stadion Kanjuruhan, kandangnya Aremania. Hawanya sejuk untuk tinggal, dengan ciri kota tidak terlalu modern juga tak terlalu ndeso. Letaknya yang dekat dengan kota besar seperti Surabaya, nampaknya menjadikan kota ini kota satelit yang favorit.
Ahay...saya benar-benar rindu untuk pulang-ke Malang. Saya rindu naik bis zena dari Purwokerto menuju Malang. Saya rindu perjalanannya, saya rindu terminal arjosarinya, saya rindu angkotnya, semuanya ahaha ;p
Maka tak heran kalau Malang menjadi kota favorit saya setelah Jogya, Purwokerto, dan....dan lainnya ehehe. Oleh karena itu, saat timeline twitter menyinggung penseleksian naskah untuk project antologi cerpen bertajuk “Pulang” yang diselenggarakan NBC (Nulis Buku Club) Malang untuk diterbitkan awal oktober, saya tak lama-lama ikut memutuskan ikut serta mengirimkan naskah. Untuk antologi “Pulang” tersebut memang mengharuskan untuk memasukkan unsur Malang ke dalamnya, misal deskripsi tempat, atau bahasa/dialek malang yang khas. Saya memang mempunyai naskah cerpen berlatar belakang kota Malang, jadi hanya tinggal revisi, poles sana sini hingga akhirnya dikirimkan ke NBC Malang. Dan, tak dinyana sore ini saat menjelajah timeline twitter setelah rampung mengerjakan kerjaan lab, saya menemukan twit NBC tentang project antologinya dan nge-post Covernya..
Tadaaaaa....di cover belakangnya ada nama akun twitter saya di situ..horaaay, naskah saya masuk seleksi dan ikut diterbitkan bersama naskah-naskah lain di project antologi tersebut.
Memang lagi-lagi karya rombongan sih, tapi tetap saja membuat hati ini terkembang hangat. Kebahagiaan hati karena dunia tulis menulis ini memang selalu saja mampu membuat hati saya bahagia sedemikian rupa. Terkadang saya pikir, sebuah bahagia yang sederhana. Bahagia bahwa tulisan saya diakui, tulisan saya akan dibaca orang bahkan mungkin bisa menjejakkan “hati’ pada pembacanya. Tapi sebenarnya yang terpenting, saya bahagia karena proses menulis itu sendiri. Seperti saat ini, membiarkan jari jemari saya menari-nari, menuangkan apa yang ada di kepala dan di hati menjadi larik-larik tulisan yang tengah kaubacai. Bahagia saya terkadang sesederhana itu.
Dan melalui tulisan ini saya ingin membagi bahagia ini bersamamu.
---
Untuk Malang, ini sebuah persembahan cinta dan rindu untukmu.




Semoga ada kesempatan untuk bisa mengunjungimu lagi. Malang-ku.

 
Glasgow, 10 Oktober 2012.

Senin, 08 Oktober 2012

Glasgow Batik Day 2012



Siapa sih warga negara Indonesia yang tak berbangga pada batik? Warisan budaya bangsa kita itu bahkan telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009. Apalagi sekarang corak motifnya semakin berwarna-warni, semakin memikat hati. Dulu corak batik cenderung tidak terlalu banyak, dan warnanya pun tertentu. Corak batik tertentu terkadang juga hanya boleh dikenakan oleh kalangan tertentu, misalnya trah kerajaan. Untuk acara-acara tertentu juga mempunyai motif khusus yang harus dipakai. Namun seiring dengan perkembangan batik, dan pengaruh-pengaruh akulturasi budaya, motif dan warna batik makin semarak saja.
Model batikpun kalau kita lihat dimana-mana makin menawan saja. Batik kini bukan hanya dipakai pada acara-acara tradisional atau kebudayaan saja namun sudah menjadi busana sehari-hari. Keragaman motif dan modelnya semakin memudahkan kita untuk memilihnya sesuai dengan acara ataupun aktivitas kita masing-masing. Batik untuk busana kerja, untuk acara adat, untuk jalan-jalanpun sudah ada berbagai modelnya.
Tak heran makin banyak saja penggemar batik. Kalau aku memang semenjak dulu pecinta batik (kayaknya aku cinta semua-mua yang berbau tradisional). Koleksi batikku lumayan banyak, ada beberapa yang dari berbagai kota. Karena sekarang ini setiap kota nampaknya mempunyai motif khas tersendiri, hiii walaupun aku nggak hapal ciri khasnya. Habisnya susah dibedakaaaaan...ehehe..
Nah, untuk memperingati Batik Day 2 Oktober lalu, kami PPI Glasgow melanjutkan kegiatan tahunan yang salah satunya mengadakan acara Batik Day. Selain sebagai pelajar di sini, kami tentunya adalah duta-duta bangsa yang ingin turut memperkenalkan budaya bangsa kita yang adiluhung, salah satunya kain Batik ini. Maka Hari Selasa 2 Oktober kemaren, kami semua ke kampus masing dengan mengenakan baju batik dan foto di Uni masing-masing. Kebetulan aku koordinator untuk mahasiswa di University of Glasgow semenjak tahun lalu, dan juga berlanjut hingga kepengurusan tahun ini. Nah karena tahun ini, anak-anak yang kuliah di UoG cukup banyak, maka cukup ramailah kami berkumpul. Sesuai dengan janjian kita, kami berkumpul di Main Building jam 12 siang. Hiyaa agak susah juga untuk mengumpulkan kami dengan jadwalnya masing-masing, tapi demi Batik Day semuanya mengusahakan untuk hadir. Walau Glasgow saat itu hujan gerimis, kami tetap berkumpul di Main Building. Sambil menunggu yang lain datang, kami ngemil gorengan dicocol dengan sambel ABC...huaa ampun dah, jauh-jauh sampai Glasgow, makanannya teteeeep..

Hujan, Gorengan dan Sambel ABC
Setelah hujan agak reda kami mulai sesi foto-foto. Seperti biasa kalau masalah bernarsis ria, kami semua bergembira ehehe. Main Building UoG memang selalu fantastis buat dijadikan background foto. Nuansanya yang klasik memang lumayan bikin bangga, kalau Uni Glasgow bangunannnya cukup okay untuk dipamerin halaaah...pokoknya main building siap diadu deh ;p
Namun sayangnya memang tidak ada tulisan gede yang bertuliskan University of Glasgow, dimana kita bisa mejeng di depannya. Hanya ada tulisan di depan Main Building, itupun terlewatkan karena kami keasyikan makan gorengan saat hujan dan langsung menuju lantai 2 untuk mengambil foto-foto disana. Yaaaa..sudahlaaaah, fotonya tetep keren lah ;p
Foto Bersama di Main Building UoG
Foto Bersama di depan Main Building
Dan acara Batik Day-pun dilanjut hari sabtu, setelah acara lapor diri KBRI. Kami semua mengenakan baju batik dan foto bersama di George Square, landmark-nya Kota Glasgow. Acara kumpul-kumpul dengan sesama mahasiswa Indonesia selalu saja menyenangkan, dan tentu saja makan makanan masakan indo yang kali ini menunya Soto ayam dan siomay.
Kostum batikku untuk hari selasa, cukup mengenakan batik casual karena itu hari kerja, aku masih harus ngelab dengan jas lab seperti biasa sebelum foto bersama siang harinya. Saya suka modelnya yang lucu dengan model silang berkerut-kerut di depannya. Cukup dipadukan dengan manset hitam dan jeans, selesai.
Sedangkan untuk sabtu, aku pakai gamis batik Banyumasan karena tidak terlalu banyak aktivitas, hanya datang saja ke acara, ngobrol, makan dan foto. Gamis batik dengan model desain sendiri ini, lumayan bisa bertajuk “Batik Banyumas Go International” hehe. From Banyumas to Glasgow lah..ini batik banyumas asli yang  kainnya kubeli di sentra Batik Banyumasan daerah Sokaraja. Batiknya jenis Batik colet, yang ditandai dengan warnanya yang terang. Untuk tehniknya, batik ini dibuat dengan kombinasi batik tulis dan batik cap. Tehnik ini sepertinya dibuat untuk membuat batik dengan kualitas menengah. Karena biasanya untuk batik full tulis, harganya relatif mahal, bisa sekitar 200 ribu ke atas. Memang dari segi kualitas tak usah diragukan lagi, pasti bagus, namun harganya agak kurang terjangkau kalangan menengah. Sedangkan untuk batik cap kualitasnya kurang bagus dan tidak nyaman dipakai. Nah tehnik batik semi tulis ini, memfasilitasi untuk membuat kualitas batik yang lumayan.
Penjahit langgananku, Mba Mei (walau ibuku penjahit tapi kostumernya selalu didahulukan uhuks,jangan2 karena aku ga bayar yaaah ahaha) selalu berkomentar kalau denganku, tak usah susah-susah mencarikan model, karena biasanya sket desain bajunya sudah kusiapkan. Dulu masih rajin cari kain kombinasinya sendiri, jadi kain batik dan kombinasinya sudah kusiapkan, tinggal dibawa ke tempat Mba mei. Namun terakhir kali jahitin, tinggal pesen warna kombinasinya, tapi pasrah saja dicarikan kainnya sama Mba Mei.
Gamis batik hijau kuning itu, dipadankan dengan jilbab kuning. Hiii aku nyobain model hijab walau tetep pakai jilbab paris. Hasilnya kembali enggak pede, habisnya enggak biasa pakai begitu. Ini dia fotonya, not too bad lah ya...


Setelah hampir selesai acara lapor diri, kemudian aku sholat duhur, setelah wudhu kukenakan lagi dengan model biasa yang bisa diselesaikan dalam beberapa menit. Hihi habisnya lebih simpel, lebih cepet, dan sudah terbiasa.

Tadaaaaa...akhirnya batik banyumasan itu mejeng di George Square. Tunggu ya foto bareng-bareng-nya masih di tim dokumentasi ;p
Mejeng bersama mba atika, From Malang to Glasgow 
Batik Banyumas sampai Glasgow ;p
Usai foto-foto, sementara sebagian lain pulang, sebagian lain nungguin tim yang tengah membuat rekaman untuk laporan Metro TV. Hihi..ternyata bikin laporan berita bentar saja, lamaaa yaaa...take-nya berkali-kaliiii..ehehe..
Setelah semua selesai, kami yang tersisa jalan-jalan ke Winter Market (pasar menjelang musim dingin) di St.Enox, cukup jalan kaki 10 menitan. Jualannya macem-macem, coklat, keju, bunga, kerajinan, wol, makanan..hampir mirip SunMor-nya UGM Jogya..eaaaa...tetep ya ingetnya Jogya ;p
Begitulah acara Glasgow Batik Day 2012...Mari lestarikan batik, dengan berbangga mengenakan batik. Ini Batikku, Mana Batikmu?

Glasgow, 7 Oktober 2012.

Minggu, 07 Oktober 2012

Yipiee..Masuk Bintang Empatnya Leutika Read Your Blog

 
Beberapa hari lalu entah mengapa tiba-tiba terpikir untuk mengumpulkan beberapa postingan blog lalu membukukannya. Begitulah dua hari kemarin, di sela-sela kerja labku, aku kembali mengintip web-nya Leutika Prio untuk mencari informasi paketan penerbitan terbaru. Untuk project yang ini memang sama sekali tidak berniat komersial, hanya untuk dokumentasi saja. Sejarah nge-blogku memang belum terlalu lama, sejak tahun 2008, dan semenjak itu pula sepertinya aku terus menjagai “rumah” ini dengan postingan-postingan walau frekuensinya tergantung. Hiyaaa..tergantung suasana hati, waktu dan beberapa hal lainnya. Tapi melihat jumlah postingan dari tahun ke tahun, sepertinya cenderung stabil (Stabil dalam artian produktif lho ya ;p). Makanya tergerak hati untuk mengumpulkan beberapa tulisan yang menurutku layak masuk seleksi menurut diriku sendiri untuk dibukukan.
 Nah, saat mulai menjelajah web leutika prio dan melihat-lihat paket penerbitan yang nampaknya sudah naik harganya dibanding dulu saat menerbitkan Koloni Milanisti. Tapi eh, saat masuk halaman Home, ada tulisan pemenang Leutika Read Your Blog, iseng kuklik saja. Kuamat-amati saja siapa saja pemenangnya, dan berhenti di nomer 11 (dengan kategori peraih bintang 4), eh..itu ada namaku dan nama blogku. www. MarsDreams.blogspot.com. Eh kapan ikutannya aku yak? Ahaha..beneraaaan enggak inget sama sekali..
Lah postingan pemenangnya itu sejak bulan agustus, baru aku tau dua hari kemaren..hadeeeh. Mungkin iseng ikut lewat twitternya LeutikaPrio dengan mencantumkan nama blogku kali ya, itu sih yang lamat-lamat kuingat, selebihnya aku tak ingat sama sekali bagaimana caranya aku ikutan event ini. Hihi..tapi seneng juga sih ada di daftar peraih bintang empatnya LeutikaPrio dan dapet voucher penerbitan Rp. 200 rb. Aih pas banget ini, mau nerbitin buku, dapet voucher 200 rebu, kata guru bahasa Indonesia, pucuk dicinta ulampun tiba..hehe..
Eh, tapi penghargaan inipun seharusnya melecutkan semangat untuk terus berkarya lagi. Nulis lagi, posting lagi, berbuat banyak lagi yang bermanfaat. Di dinding kamar flat udah banyak tuh tempelan lomba-lomba penulisan, tapi belum satupun yang kelar ahaha...ayooh cerumuts.

 

Iyaaaah mari cerumuts!!!

 

Glasgow, 7 Oktober 2012
http://www.leutikaprio.com/berita/1208162/pengumuman_leutika_reads_your_blog

Jumat, 05 Oktober 2012

Bilangan Tak Terhingga

Bilangan Tak Terhingga
Bilangan tak terhingga,

Tentu bukan terdefinisi ada pada suatu titik, karena ketidakterhinggaannya itu sepertinya masih berproses, tak terhenti, tak berhingga.

Bilangan berapa? tidak tahu. Siapa yang tahu.

Apakah bilangan tak terhingga itu bisa disebut sebuah puncak? Bila aku mempunyai rasa. Kemudian rasa tersebut ditambahkan, dikalikan, dijumlahkan lagi, lalu dikalikan lagi. Tak terhingga

Aku memasuki bilangan tak terhingga,

Bila ada rindu yang mendesak-desak tak pasti, kemudian dia ditambahkan, dikalikan dengan rasa itu sendiri kemudian dikalikan satuan waktu, satuan jarak? apakah  dia menjelma menjadi bilangan tak terhingga? Atau justru kemudian dia bergerak mendekati titik nol. Seharusnya hasil perhitungan tersebut mendekati bilangan tak terhingga, bukan mendekati ketiadaan bilangan nol.

Tapi rasa, apakah mampu diterjemahkan dengan begitu lugas dengan matematika? Dengan model prediksi? Dengan model bayesian? Ataupun analisis spasial? Semua menjadi mentah. Kadang.

Rindu yang basi, apakah ia menjelma menjadi bilangan tak terhingga atau justru menjadi NOL?

Puncak dengan ketiadaan ternyata dekat.

Lebih dekat dibandingkan titik ketinggian dengan puncak, ataupun titik kerendahan dan nol. Mungkin.

Bilangan tak terhingga ~

Mungkin pertanda ketidakmampuan matematika menjamah ranah sebuah proses, yang terus berlangsung, dikalikan, dijumlahkan, terus..dan terus..

Bilangan seharusnya mampu berhenti dan mendefinisikan dirinya. Aku angka tujuh, kata angka tujuh. Aku seratus sepuluh, aku sepuluh ribu. Kata yang lainnya.

Tapi bilangan tak terhingga,

Berpasrah menjalani proses, dalam ketidakberhingaannya. Anggun dan Misterius.

Cinta. Rasa.

Mungkin serupa bilangan tak terhingga.

Mari menambah cinta, kasih, mengalikannya, menambah dengan waktu, tak apa dengan jarak. Menjalani proses ketidakberhinggaan.

 

Glasgow, 5 oktober 2012 05.30 am

Kamis, 04 Oktober 2012

Benci

Benci

Benci.
Kata dan rasa itu dulu terasa asing, hampir tak terkenali. Tapi entah kenapa sepertinya rasa itu mengendap-ngendap di seberang jalan, melintaskan diri, berkelebat lalu pergi lagi. Tapi aku sempat mendeteksi keberadaannya. Yang sebelumnya tak pernah ada dalam radarku. Sama sekali tak pernah.
Karena dunia berwarna putih, biru, ungu atau merah jambu, tapi tak pernah menjadi hitam. Dunia versiku dulu.
Namun usia, peristiwa, dan rasa telah mengantarkan pada berbagai lintasan hidup. Dunia bukan hanya putih atau bahkan hitam, mungkin pula abu-abu.
Mungkin selain katalog warna, telah banyak pula mencicipi katalog rasa. Setiap rasa ada takarannya, berapa kau taruh porsimu dalam rasa yang kau pilih itu.
Kala takaran-takaran tersebut melampaui porsinya, kemudian berbenturan dengan katalog rasa lainnya, mungkinkah ia beralih rupa?
“mba, coba deh buka twitterku. Sadis yak?” seorang sahabat mengirimkan BBM padaku. Dan saat membuka twitternya, ada twittnya :
emang baiknya kamu masuk calls blacklistku #####” diakhir twitt, dia mention akun orang yang dimaksud.
Apakah rasa benci yang telah dipilih sahabatku tersebut?
            nggak perlu kayak gitu juga kali, dulu kan kamu sayang sama dia” demikian kataku.
Walaupun aku mengerti mengapa sahabatku ini mengambil sikap demikian, namun tak juga membuatku bisa mensetujui sikapnya tersebut. Dia tengah menjalani proses dari lovers turn into stranger. Sepertinya terdengar mengerikan. Tapi bukankah ada puluhan kejadian yang serupa demikian? Bertebaran di sekitar kita, di sekitarmu, di sekitar kalian.
Benci,
Aku memikirkan kata itu.
Apa sebenarnya di balik rasa “benci” itu? Mengapa manusia bisa merasa benci dengan manusia lainnya.

Benci,
Benci bisa saja alihan rupa dari sebuah cinta yang meluber porsinya.
Benci bisa saja ketidakmampuan menerima kenyataan bahwa kita salah memilih pilihan yang kita ambil.
Benci bisa saja bukan karena ketidaksukaan pada sesuatu. Tapi efek dari ketidakbolehan menyukai sesuatu/seseorang.
Benci mungkin saja tameng yang kita buat sendiri untuk menutupi rasa sakit yang tak tertanggungkan.
Benci mungkin juga ketidakberanian untuk menerima bahwa kita mungkin salah.
Mungkin,
 
Benci
 
Aku mungkin sekarang mengenali kata dan rasa “benci” itu.
Tapi masih tetap tidak ingin memilih katalog rasa itu. Itu saja.
 
Glasgow, 3 Oktober 2012. 10.45 pm.

Rabu, 03 Oktober 2012

Asing



Asing
Aku menitik peta, aku, kamu, dunia. Aku menyeberangi lagi waktu, sepuluh tahun lalu, dua puluh tahun lalu, menata-nata kejadian, ada dimana dan apa. Melesati lorong waktu, mencari-cari jawab antara arah, ruang dan waktu. Namun tetap saja terasa asing.
Kita mengasing satu sama lain. Duniaku dengan ruang, waktu serta kejadiannya sendiri. Memintal ceritanya sendiri.
Asing.
Aku kemudian menarik lagi garis-garis waktu. Ada dimana kamu? Dengan dunia macam apa? Cerita macam apa yang kau pintal?
Asing.
Kita adalah dua buah himpunan yang tidak mempunyai irisan.
Kau , bukan alasan yang bisa membuatku tersenyum, melangkah, berkarya. Karena kita asing.
Kau, mungkin semacam makhluk ruang angkasa bagiku yang masih diperdebatkan keberadaannya
Kau, mungkin salah satu dari puluhan orang-orang yang berjalan di seberang jalan, di pertokoan, atau di jendela bus yang melintas di depanku. Asing di mataku, apalagi hatiku. Mungkin engkau melintas di salah satu terminal, atau stasiun, namun bergerak dengan tujuan kita masing-masing, tak saling menyapa apalagi bertukar canda.
Asing.
Kita bergerak dalam ruangan dan dunia masing-masing tanpa saling bersinggungan. Tak ada sms, email, chat YM, skype yang ada namamu dan namaku. Engkau anggota himpunan di luar semestaku.
Asing.
Dulu,

Karena lalu entah kenapa himpunan kita saling mengiris,
Untuk sebuah alasan apa?
Entah

Ku bahagia kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada di antara milyaran manusia
Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu

(Ost. Perahu Kertas)

 
 
Glasgow, 2 Oktober 2012

Senin, 01 Oktober 2012

Tidak Tahu

Tidak Tahu
Kenapa saya cinta Jogya? Mungkin karena kota itu penuh dengan campuran aura tradisional dan modern, hingga menjadikannya terasa istimewa. Mungkin karena makanannya yang maknyus dan selalu membuatku rindu, gudeg, sate klatak, bakpia. Atau mungkin karena karakter penghuninya? yang sumeh dengan bahasa jawanya yang membuat hati saya tentram. Mungkin juga karena di sanalah saya bertemu banyak sahabat-sahabat yang memberi arti hidup, banyak peristiwa yang terlah terjadi? Mungkin, karena selebihnya, saya tidak tahu.
  
Kenapa saya cinta gerimis? Mungkin karena harmoni suaranya menentramkan jiwa, mungkin karena baunya di tanah basah, mungkin karena menyejukkan, atau karena menciptakan suasana tersendiri saat gerimis rintis meliris manis. Selebihnya, saya tidak tahu.
 
 Kenapa saya suka senja? Mungkin karena romantis dengan matahari yang meredup hampir angslup, meronakan langit dengan semburat kemerahan. Mungkin saja karena saat senja adalah saat jeda antara siang dan malam, menjadikan keduanya saling menyadari keberadaannya. Selebihnya, saya tidak tahu.
  
Kenapa saya suka bintang? Mungkin karena kerlipnya membuat saya jatuh hati, mungkin keintimannya dengan malam yang membuat saya betah memandanginya. Mungkin juga karena letaknya yang tinggi, seperti impian-impian yang hendak saya gapai. Selebihnya saya tidak tahu.
 
Kenapa saya cinta kamu? Mungkin karena engkau pandai mencuri hatiku, mungkin karena telatenmu, pintarmu, pedemu, jenakamu, cerewetmu, romantismu, gantengmu. Selebihnya saya tidak tahu.
Sungguh saya tidak tahu.
 
 
Yang saya tahu, saya mencintaimu.
 
*tulisan gombal menjelang tidur, saat malam sudah menua, dan kepala butuh jeda dari materi yang harus saya baca..ahaha..;p
 
Glasgow, 1 Oktober 2012. 00.45 am.