Rabu, 13 Maret 2013

So Grateful with Life :)





Kali ini saya ingin bersahabat dengan sunyi. Mungkin sunyi dapat membantu saya lebih jernih mendengarkan kata semesta, semakin jernih pula melihat keajaiban-keajaiban semesta. Hidup ternyata telah memberikan saya banyak sekali kelimpahan, yang sering kali alpa saya lihat.
Saya semakin jarang merasa adanya udara, saya semakin sering mengindahkan ajaibnya matahari, paling-paling saya peduli soal hujan, karena pesonanya tak pernah mampu kuindahkan.
Saya terlalu sering berlarian. Mengejar apa? Untungnya saya tahu apa yang saya kejar dan ingin wujudkan. Namun kali ini saya hanya ingin mengambil jeda bersama sunyi agar saya dapat merasa, melihat, mendengar lebih banyak lagi.
Saya harus bersyukur saya tahu apa yang saya tuju, alasan-alasan saya serta kebermaknaan yang ingin saya capai dalam hidup saya. Walau akhir-akhir sering berlarian, saya agak melupa keajaiban di sepanjang “perjalanan”.
Kali ini saya ingin bersyukur dan bersyukur, Tuhan selalu Maha Baik. 
Terimakasih, terimakasih, terimakasih.
Saya ingin kembali menyadari hadir udara, angin, dan kehadiran semesta di sekeliling saya yang selama ini saya melihatnya sebagai something take it for granted. Padahal harusnya saya berterimakasih bahwa semesta telah menyediakan serangkain kosmik-nya yang teratur agar kehidupan berjalan dengan normal.
Terimakasih, terimakasih,
Bahwa saya dipertemukan dengan orang-orang yang hadir dalam hidup saya. Karena tanpa mereka semua, hidup saya akan sama saja. Bila saya sendirian saja, kemanapun saya pergi, ke pelosok negeri, menjelajahi benua biru Eropa atau ke sudut-sudut Jogya sekalipun, apa bedanya? Hidup ternyata dihidupi oleh interaksi dengan orang lain, dan saya harus bersyukur untuk itu. Tawa saya akan terasa sumir bila sendirian, senyuman saya akan menguap hampa bila tak dibagi bersama kalian semua, tangis saya akan terasa sepi bila tangis sejenis tangis tanpa alasan, basi.
Terimakasih, terimakasih,
Hidup saya ternyata kaya, karena semua katalog rasa sudah pernah saya rasai, dan hidup ke depan menawarkan lebih banyak lagi keajaiban-keajaiban dan saya tidak ingin membuta dan mati rasa. 
Tuhan Maha Baik, Selalu.
Tak cukup bila saya harus satu-satu menghitung karuniaNya, tapi saya harus terus menghitung agar percaya bahwa hidup saya penuh dengan keberlimpahan.
Terimakasih, terimakasih kamu
Yang mengajari saya rasanya dicintai, mencintai. Memahamkan pada saya bahwa kita sama sekali tidak bisa mengubah seseorang. Mengajari saya rasanya terluka dan memaafkan diri sendiri, karena tak seorangpun bisa menyakiti hati kita tanpa kita ijinkan. Terimakasih telah membuat saya menerima kesalahan-kesalahan yang telah saya buat, memaafkan diri sendiri dan berterimakasih atas kesediaannya untuk mendukung dan membahagiakan saya. 
Apapun, seberapun yang saya terima dalam hidup, mungkin bila dikonversikan sama seperti yang telah saya berikan. Apa yang ada pada saya, pastilah sebanyak rasa syukur saya. Apabila saya merasa kekurangan dalam suatu hal dalam hidup pastilah karena kurangnya rasa syukur saya disitu.
Terimakasih, terimakasih. 
Saya sudah sering mendengar, diajari tentang rasa “syukur” tapi baru kali ini memahami “rasa syukur” dengan cara yang berbeda. Hidup ternyata penuh keajaiban setiap detiknya. Tuhan telah memberikan saya banyak sekali kelimpahan.
Sekarang saya punya serbuk ajaib bernama “syukur” yang ingin saya taburkan pada apa dan siapa saja. Saya juga punya batu ajaib bernama “gratitude stone” yang akan selalu bersama saya. Yang akan saya genggam menjelang tidur untuk berterimakasih pada hidup sepanjang hari dan memilih kejadian terbaik yang harus saya syukuri. Karena dengan memilih kejadian terbaik, saya sudah mengingat kejadian-kejadian baik yang patut disyukuri sepanjang hari, dan semakin percaya hidup penuh dengan keberlimpahan. Batu itupun akan saya genggam saat Tuhan menghidupkan saya kembali pada pagi berikutnya, terimakasih telah memberikan saya satu hari lagi.
Saya bersyukur kalian mau runtut membacai tulisan saya ini, karena saya hidup karena menulis, dan kalian semua membuat hidup saya semakin hidup. Terimakasih, terimakasih.

“Siapa yang memiliki syukur akan diberi lebih banyak, dan ia akan memiliki kelimpahan. Siapa yang tidak memiliki syukur, maka bahkan apa yang dimilikinya akan diambil darinya.”

Semoga hidup kalian penuh dengan keberlimpahan.

13 Maret 2013.


Rabu, 06 Maret 2013

Me/Laju





Me/Laju

Derasi aku dengan hujanmu, maka ia akan menyuburkan semangatku
Bekukan aku dengan saljumu, maka tubuhku akan mencari cara menghangatkan dirinya sendiri
Panasi aku dengan terik mentari, akan kujadikan bahan membakar energi menantangi hari
Jatuhkan aku, maka aku akan meloncat lebih tinggi lagi
Matikan aku, maka jiwaku akan merasuk pada jiwa-jiwa ribuan anak negeri ini.
Matikan aku,  maka jejak-jejakku dalam karya akan tetap tertinggal

Me/Lajulah//lajuku


*Titik terendah terkadang amat dekat dengan puncak tertinggi, selamat pagi !
Ndalem Pogung, 6 Maret 2013

Senin, 25 Februari 2013

Let The World Surprise You




Hujan  masih menderas, perciknya hampir sampai di ujung-ujung jari kakiku. Teras rumah saudara ini sepi, hanya aku dan orkestra suara hujan. Sepi tentu saja, karena pemilik rumahnya, Budhe Mami sekeluarga tengah arisan keluarga dilanjutkan acara 40 harian almarhum simbah putri di rumahku. Tapi justru aku yang berada di sini. Karena setengah jam yang lalu, dengan tanpa pikir panjang, aku segera mengemasi sampel-sampelku (RNA dari isolasi serum pasien DBD) dari kulkas rumah dan  menempatkannya ke cooler box, lalu segera melakukan aksi penyelamatan.
Pet! Di tengah-tengah acara kumpul arisan keluarga listrik tiba-tiba mati. Ah, Tuhan mau becanda lagi, begitu pikirku. Sampel-sampel yang harus disimpan dalam kulkas dengan suhu -20 C itupun harus kuselamatkan. Dan di tengah rintik hujan saya melarikan  motor cepat-cepat ke rumah saudara. Dan Alhamdulillah listrik menyala dan sampelku kutempatkan di freezer kulkas.
Sampel itu se-nomaden saya. Asalnya dari RS Margono (Purwokerto), saya bawa ke Laboratorium Mikrobiologi UGM, Jogya dan kemarin saya bawa ke rumah di Kebumen, untuk besok pagi saya bawa ke Loka Litbang Banjarnegara. Sampel itu nampaknya sudah bisa menyesuaikan diri dengan saya, yang nomaden tak tentu. Besok saya pindah lab ke Banjarnegara, pun tak tahu akan tinggal dimana, apa akan balik ke Purwokerto atau bisa ada tempat tinggal di sana sehingga saya bisa beberapa hari mengerjakan sampel. Hidup saya memang tak tentu.
            “ Lihat nanti bagaimana” itu yang sering saya ucapkan pada hati saya.
 Saya tumbuh hampir dengan ritme hidup seperti ini. Saya sendiri heran, ada apa dengan semesta yang gemar bercanda dengan saya. Kalau saya sedang sadar, maka dengan senyum lalu dalam hati saya berkata : Humm mau mainan lagi kan? Let’s Play!!
Hidup saya sering ada dalam situasi dan kondisi ekstrim, tak tentu, tak pasti. Seperti juga katamu suatu kali :
“ Bersamamu, penuh kejutan, ketidakpastian, Hidup ke depan tak bisa tertebak akan terjadi seperti apa,”
Saya memang tipikal orang yang nabrak-nabrak, nggak well prepared, nggak well organized. Tapi saya punya keyakinan yang sulit saya jelaskan, bahwa semuanya akan baik-baik saja. Semuanya akan berakhir baik, kalau belum baik-baik saja, berarti belum berakhir. Kemarin-kemarin saya berpikir, jangan-jangan saya memang mencandui rasa kejut itu, rasa ada dalam keadaan ekstrim, rasa ketika adrenalin terpacu? Mungkinkah saya mencandui rasa itu? Entahlah, mungkin juga begitu.
Namun terkadang, saya tak tega bila harus melibatkan orang-orang tercinta saya dalam keadaan-keadaan ekstrim. Orang tua saya paham benar ritme hidup saya, sehingga lama-lama merasa agak terbiasa. Pasti dikasih susah susah dulu, trus entar di kasih jalan, kata ibuku.
 Tapi kadang, sungguh tak tega juga. Rasanya pengen bilanng “ Bolehlah becandaan sama saya, nggak papa mau main-main kayak apa juga. Tapi jangan bawa-bawa orang-orang tercinta saya, apalagi orangtua huhu”
Seperti kala dalam taksi mengejar waktu menuju bandara saat sampai kembali ke Glasgow akhir Juni tahun lalu. Waktu yang sempit sementara jalanan macet. Cemas, terburu-buru, kesal, berbagai rasa campur aduk jadi satu. Padahal sebelumnya rencana sudah tersusun manis, karena berangkat dengan mobil pribadi jadi bisa pergi lebih awal ke bandara. Namun, semesta kembali bercanda, pak supir bilang bahwa ada sesuatu di stir-nya yang harus diperbaiki, katanya sangat berbahaya bila tidak segera diperbaiki. Maka dari subuh pak supir dan adik saya sudah ke bengkel untuk mereparasinya. Sampai waktunya hendak ke bandara, posisi mobil sudah selesai diperbaiki tapi butuh waktu untuk menuju tempat saya berada. Sedangkan waktu semakin sempit. Maka dengan taksilah akhirnya saya, ibu, bapak dan paklik saya ke bandara. Dan terjebak di kemacetan jakarta saat jam pulang kerja kantor.
Saya tahu ibu saya sudah menangis di sebelah kiri saya, sementara bapak terlihat sangat cemas sambil tak berhentinya berdoa. Di titik itulah, saya merasa, “ Saya lebih memilih rela membeli tiket pesawat dengan uang saya sendiri bila memang terlambat daripada melihat ibu dan bapak saya menghadapi situasi yang semacam ini.” Saya diam saja, tak menangis, berdoa dalam hati, walau cemas tak bisa terpungkiri. Tapi dalam pikir saya, sudah berderet rencana bila akhirnya telat. Saya akan membeli tiket pesawat dengan uang sendiri dan berangkat besok. Tak apa, semuanya akan baik-baik saja.
Tapi memang semesta pintar bercanda. Supir taksi yang kami tumpangi begitu gesit menerobos kemacetan dan berhasil mencapai bandara walau waktu check-in sudah mepet. Tak sempat bicara apa–apa, saya hanya berpamitan, cium tangan dan memeluk mereka sebentar, lalu segera lari untuk check in. Jenis perpisahan apa macam begitu?
Dan candaan semesta belum berakhir. Saya penumpang terakhir yang check-in dan saat bagasi saya ditimbang, eh pake over bagasi. Saat saya menanyakan biaya kelebihan bagasi, si mas petugas KLM itu menjawab dibayar sekitar 800 ribu. Secepat kilat saya berpikir, isinya nggak sampai duit segitu, sayang kalau harus bayar sejumlah uang tersebut.
            Oke mas, saya bongkar sebentar, “ lalu saya akan menggeser posisi koper saya ke belakang untuk saya bongkar dan memilah kembali barang yang akan saya buang atau saya masukkan.
            “ di sini aja mbak, udah mepet waktunya, mba-nya penumpang terakhir yang belum masuk” kata si mas petugasnya.
Akhirnya saya membongkar koper saya di depan counter check-in KLM. Bagian permukaan kebetulan memang buku-buku dan kertas. Buku lab saya yg tebal, saya pikir akan memberatkan bagian yang masih kosongnya. Maka dengan heroik (heroik? Mungkin lebih tepatnya dengan penuh frustasi ahaha) saya sobek bagian halaman-halaman yang masih kosong dan hanya menyisakan bagian yang saya butuhkan. Si mas petugas KLM itu tiba-tiba mendekati saya :
            “ Buku ya mba? Nggak ada yang bisa ditinggal?” tanya si mas itu dengan nada empati. Dia melemparkan pandangan mengamati koper saya. Memang nampak buku dan file-file berkas penelitian.
            “ Iya mas, buku-buku untuk studi saya, “ jawabku sambil terus berpikir keras mana barang yang harus saya tinggal”
            “ Gini aja mba, bawa aja semuanya. Anggap saja saya menolong anak negeri sekolah. Beresin aja lagi. Waktunya udah mepet” kata si mas tadi itu,
Eyaaaa...semesta becanda lagi kan? Kenapa enggak dari tadi dikasih masuk aja? Pakai saya harus melakukan aksi heroik sobek menyobek segala. Dan akhirnya dua koper saya masuk dengan mulus dengan dianggap “tidak over bagasi”.
Itu cuma sedikit contoh kecil betapa semesta hobi banget becandaan dengan saya. Sampai perjalanan riset inipun, bila dituliskan pasti bisa berhalaman-halaman.
Kadang lelah, iya. Kadang mengeluh, pasti. Kadang mewek, uhmm..iyalah. Tapi saya ingin belajar menganggap itu semua sebagai anugerah. Tuhan begitu murah hati memberikan banyak sekali kejutan-kejutan dalam hidup saya. Dan saya ingin membiarkan kejutan dan keajaiban-keajaiban terjadi dalam hidup saya. Bukankah tidak ada satu hari-pun berjalan dengan ritme yang sama?
Saya kembali diingatkan akan anugerah hidup dalam kekinian. Bila terbangun di pagi hari, saat kita dihidupkan kembali. Apakah kita merasa sebuah hidup yang baru? Anugerah Tuhan berupa waktuNya. Sinar matahari pertama di pagi hari tak pernah seharipun yang sama, senyuman penjual gudeg, sapaan tukang parkir, ataupun interaksi kita dengan orang-orang yang selibat dalam hidup kita. Setiap detik hidup tak pernah berlangsung sama persis bukan?. Keajaiban terjadi dimana-mana, asal kita mau mengijinkannya terjadi. Termasuk senyummu, candaanmu, dan segala tingkah ajaibmu. Jangan-jangan kau berkonspirasi dengan semesta? Ahaha.
Dan saya kini, di tengah segala kenomaden-an, segala ketidakpastian keadaaan, tapi cukup dengan satu keyakinkan  saya. Selama saya bersama Tuhan, tak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan dalam hidup kan?
Saya cukup melakukan yang terbaik, dan Tuhan akan menata semuanya untuk saya. Dan sampai sekarang, Tuhan tidak pernah gagal mengejutkan saya dengan semua rencana dan ketentuanNya.
Selamat merayakan hidup kawanku, Let the world surprise you!

*di akhir tulisan saya mengingat semesta dan motor saya yang berkonspirasi dengan tiba-tiba kempes ban saat itu. Sepertinya kamu harus mulai terbiasa dicandai semesta, termasuk ndorong-ndorong motor kempes saya ;p

Teras rumah saudara yang sepi, bersama sisa hujan. Masih menunggui sampel saya. 24 februari 2013. 15.11.

Kamis, 21 Februari 2013

Rectoverso- Sebuah Ramuan Lengkap Bagi Jiwa-




Membacai tulisan Dee itu membuatku sering menahan nafas, lalu disela-selanya sering ngedumel “ eghh keren banget, gilak!”. 
Lalu terburu-buru kembali menempatkan mataku untuk menelusuri barisan tulisannya lagi. Tulisan Dee selalu cerdas untuk membuat bertanya-tanya sampai akhir, walau mungkin terkadang yang tertinggal hanya pertanyaan itu sendiri. Ia tidak berjanji untuk memberikan ending dengan penyelesaian, ataupun dengan jawaban. Tapi dia dengan tidak sopannya selalu sangup membuat ending yang membuat rasa di hati saya “gleser-gleser” lalu mikir.
Membaca tulisannya seperti siap-siap dengan pijar kembang api, mengejutkan. Bukan hanya  kembang api, tapi juga bisa ledakan yang bikin kecanduan. Saya sungguh jatuh cinta dengan pilihan diksinya yang ajaib dan dalam. Seolah pilihan katanya itu sudah begitu cermat disusun, begitu cerdas mengusung makna yang hendak disampaikan. Butuh kedalaman pikir dan sederet pengalaman untuk bisa menciptakan tulisan seperti itu. Angka topi sekali lagi untuk Dee.
Kedalaman jiwanya untuk menyampaikan tema-tema universal makin ahli ia tuliskan. Kenapa hampir setiap cerita pendek dalam Rectoverso itu sangat berkesan dan langsung melekat pada pembacanya? Karena hampir semua cerita itu dialami oleh setiap manusia. Kisahnya terasa sedekat urat nadi pembacanya. Cinta terpendam pada sahabatnya sendiri mengawali buku ini dalam “ Curhat buat sahabat”. Tema universal yang banyak terjadi antar manusia. Siapapun yang membacanya, gampang sekali untuk merasuki kisah ini, karena kisah ini begitu” dekat” dalam hidup nyata. Entah itu kisah sendiri, kisah sahabat, saudara, tak pelak lagi ini cerita yang sangat universal.
Kisah seorang sahabat yang memendam rasa cinta pada sahabatnya sedemikian lama.

“Sebotol mahal anggur putih ada di depan matamu, tapi kamu tak pernah tahu. Kamu terus menanti. Segelas air putih (Curhat Buat Sahabat).

Tahap “mengalami” inilah yang menyebabkan pembaca seperti merasakan pergulatan-pergulatan batin yang disuguhkan dalam setiap ceritanya. Ada gelenyar rasa, sebentuk pertanyaan, dan jawaban yang dituliskan dengan begitu cerdas dan elegan.
Tulisannya hampir tak pernah terlalu berbunga-bunga, tapi romantisnya terkadang luar biasa.
Bagi saya, kecerdasan tulisannya menyebabkan tulisannya sangat seksi bukan kepalang. Tulisan yang masih sangat langka di antara para penulis Indonesia. Hal inilah salah satunya menyebabkan karyanya tidak pernah membosankan untuk dibaca ulang. Kebanyakan buku sekali baca nasibnya nangkring di lemari buku dan entah kapan lagi dibaca lagi. Tapi bagi saya, untuk karya Dee seperti filosofi kopi, Madre, Rectoverso sangat nikmat untuk dibaca ulang lagi.
Terkadang “rasa” dan “pemahaman” saat membacai lagi pun mempunyai tingkatan rasa yang berbeda saat membacanya saat terakhir kali. Tulisannya itu seperti bertumbuh seiring dengan pertumbuhan diri pembacanya. Itulah ajaibnya karya seorang Dee.
Terutama bila kisah yang dituliskan sedang dialami atau dihadapi, rasanya sungguh sangat tidak sopan dalam mengacak-acak rasa. Tulisannya itu candu. Yang sering membuat saya iri setengah mati, bagaimana bisa mencipta karya cerdas dan seksi seperti itu. Iri yang positif tentu saja. Sebagaimana Tasaro GK yang belajar diksi dari tulisan-tulisan Dee.
Di buku Rectoverso ini nampak Dee sudah semakin bertumbuh dengan kedewasaan dan kecerdasan jiwanya dalam mengulas kisah kisah manusia. Di banding Madre, buku ini ramuannya terasa lebih komplit. Ada pula secuplik kisah cinta ibu pada anaknya yang tanpa batas di “Malaikat Juga Tahu”, cinta yang dipisahkan oleh kematian (Aku ada), rumitnya cinta poliamori (Grow a day older), pasangan dengan kadaluarsa rasa (Peluk) dan kisah-kisah lainnya yang tal kalah mengesankannya.
Kisah favorit saya umm..  Grow a day older, curhat buat sahabat, dan aku ada. Ah, Hampir semuanya saya suka.
Dan saya menunggu untuk menonton film layar lebarnya. Dan rasa saya bersiap-siap diombang ambingkan.***

Mereka yang tak paham dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan sembrono. Mereka yang tak paham energi cinta kan meledakkannya dengan sia-sia (Malaikat Juga Tahu).

Sahabat saya itu adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang sanggup ia miliki. Saya adalah orang yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tak sanggup saya miliki (Hanya Isyarat)

Di pantai itu kau tampak sendiri, Tak ada jejakku di sisimu. Namun saat kau rasa. Pasir yang kau pijak pergi. Aku adalah lautan. Memeluk pantaimu erat. (Aku Ada).

 Ndalem Pogung, Jogya-21 Feb 2013. 1.21. am

Minggu, 17 Februari 2013

Untuk Lelakiku




Untuk Lelakiku,

Bila engkau berpikir aku bersamamu karena ingin berbahagia selama-lamanya, kau salah. Aku tahu bahagia itu melengkapi peran derita, senang itu sudah berkawan lama dengan susah.
Maka kau akan tahu, aku bersamamu karena ingin merasai hidup dengan utuh. Bahagia, derita, suka, senang, ambruk, bangkit, bukankah semuanya tanpa perlu ditarik ataupun dihindari, akan hadir dalam hidup kita? Aku bersamamu bukan untuk menghindari derita, nestapa, susah, air mata atau masa-masa sulit. Tapi aku bersamamu, untuk menghadapi semuanya.

Jingga di bahumu. Malam di depanmu. Dan bulan siaga sinari langkahmu. Teruslah berjalan. Teruslah melangkah. Kutahu kau tahu. Aku ada. (Aku Ada, Rectoverso).

Kalau kau mengira harus berbaik-baik terus agar aku terus bersamamu, mungkin saja kau keliru. Sampai kapan waktu akan pintar menyembunyikan masing-masing kita yang sesungguhnya? Kita membuka selapis-demi selapis diri kita seiring waktu dan kejadian, dibungkus kebersamaan. Karena bersamamu, aku menjadi diriku sendiri.

If you love someone, you have to embrace the whole package, right? Love the person as is.
For me, a perfect chocolate bar should be bitter sweet, and certainly not all bitter, for then you lose all the fun. We’re like dark chocolate bar where you can have four at once without getting jittery (Grow a day older-Rectoverso)

Aku bersamamu juga bukan karena memilih sebuah jalan yang mudah, karena jalan apapun ingin kulewati bersamamu. Entah dalam kuatmu, rapuhku, jatuhmu, tegarku, lalu mengapa gentar menghadapi setiap jalan asal kita masih bersisih-an?
Melewati fase limerence, Blending, Nesting, Self-Affirming, Collaborating, Adapting, Renewing.
Suatu saat ketika, kau bilang kau suka nasi goreng, tapi aku tak begitu suka, tapi aku tetap ingin memasak untukmu dan menemanimu makan.
Suatu ketika, saat pekerjaan mencumbumu lebih mesra dariku. Dan aku akan menyambutmu pulang tetap dengan senyum yang sama.
Suatu ketika, saat masakanku kepedesan, keasinan atau tak enak. Dan kau tak perlu lagi berpura-pura suka, tapi tetap menghabiskannya.
Suatu saat, ketika aku mungkin terlalu sibuk dengan dengan naskah-naskah tulisanku. Mungkin kau akan pura-pura marah, tapi tetap membuatkan secangkir teh manis hangat yang kau letakkan di meja.
Suatu saat, ketika masing-masing kita berdua begitu menyebalkan  dengan ego masing-masing. Mari kita berdoa pada Tuhan dan waktu, agar kita bisa bertumbuh untuk bisa saling mengkompromikan.
Dunia kita yang mungkin berbeda, tapi cinta kita sama.

Seribu jalan-pun kunanti bila berdua dengan dirimu..(Saat Bahagiaku-Ungu-Andien)

Mungkin akan ada marah, ada emosi, apalagi air mata, tapi juga ada maaf dan penerimaan. Lalu adakah yang lebih indah daripada sebuah cinta yang utuh?
Aku bersamamu karena ingin merasai cinta yang utuh. Bukankah menggelikan bila seseorang mencintai seseorang lainnya dengan berharap dibawakan hanya kebahagiaan seperti sesajen? Dilayani dan terus diberi seperti tuan putri.
Cinta mungkin memberi, walau mungkin memberi tanpa diketahui, membiarkan semesta menyimpankannya pada perputaran waktu, siang dan malam. Lalu kenapa harus gentar akan sakit dan airmata kalau engkau sudah memutuskan berani mencinta?

Bukan Cinta Jika Tak Meneteskan Airmata Karena Sedih Luar Biasa Atau Bahagia Tak Terhingga (Platic Heaven-Hilbram Dunar)

Kita kini dengan mesra, malu-malu saling bertukar tanya, Kapan kau pertama kali menyukaiku?
Ah, sepertinya cinta itu semacam konspirasi semesta. dan Tuhan sedang bercanda dengan kita.
Tapi mungkin nanti, mesra kita adalah aroma obat gosok dan pijitanku di bahumu yang renta. Lalu mengingatkanmu betapa gemas dirimu melihat rambutku diikat dua seperti ekor kuda saat remaja, saat nanti ingatmu sudah mulai melupa.

Lelakiku, aku mencintaimu, bersamamu, karena kamu itu kamu.

“Karena hati tidak perlu memilih, ia selalu tahu kemana harus berlabuh” (Perahu Kertas 2)


Ndalem Pogung, Jogya. 17 Feb 2013. 22.59 dalam dekap Jogya yang hangat.

Jumat, 15 Februari 2013

Dansa Lakrimasi




Desak rasa itu secepat kilat menusuk, menggeragap hatiku
Sedetik kemudian, pilu itu merayu-rayu mataku
Aku limbung, mataku mendung
Hatiku terhuyung-huyung
Petir menyambar-nyambar selaput precornealku, hujan lalu menderas
Aku tengadah, agar air mata tak turun ke bawah
Prolaktin, adrenokortikotropik dan leucine enchephalin berhamburan
Kelenjar lakrimasi berdansa lagi
Kita selalu begini,  berkelahi, sampai darah penghabisan,
Tinggal deru nafasku, dan air mata yang mengering
Aku ingin membanting tubuhku sendiri,
Sampai luluh lantak
Lalu perlahan-lahan aku meminta maaf
Diriku, kita impas!!


(Dansa Lakrimasi-Jogya. 15.02.2013)



Catatan :
Selaput precorneal : selaput air mata
Prolaktin, adrenokortikotropik dan leucine enchephalin adalah hormon yang keluar saat mengeluarkan air mata karena desakan emosional.

Kamis, 14 Februari 2013

Pertarungan/Diri




1.
Perempuan itu belum lama saya kenal, namun entah kenapa ia mau membagi hidupnya pada saya. Saya terhenyak mendengar runtut kisahnya di balik senyumnya yang bersahaja. Di samping hidupnya yang nampak sempurna, ada satu hal yang sangat ia inginkan dalam hidupnya. Dalam waktu ia menunggu, dan dalam usaha ia berdoa.
Sampai suatu ketika, mungkin sama yang dialami tiap manusia, tiba pada pertanyaan : sampai kapan harus menunggu? Sejauh mana harus berupaya?
Tuhan menganugerahinya ketidakpastian.
Dengan pilihan, ketidakpastian membuatnya menjauh atau mendekat padaNya. Naik turun, katanya. Kadang menjauh, kadang mendekat. Tapi saya ingin mendekat, begitu ia bilang.
Ada rasa trenyuh, haru, takjub, dan simpati padanya. Semoga malaikat semakin rajin menyampaikan doa-doanya agar mujizat Tuhan yang ia nantikan segera datang.
Semoga ia terus berani menjalani hidup dengan pertarungannya itu.

2.
Saya bertemu dengannya beberapa  bulan lalu. Masih cantik dan dinamis seperti terakhir kali saya bertemu dengannya. Hidupnya penuh warna, beberapa negara telah dijejakinya sementara karirnya tetap saja cemerlang. Hidup dalam kasih keluarga yang menyenangkan, dengan sahabat-sahabat yang membanjirinya dengan kasih dimanapun ia berada. Mungkin orang lain melihatnya sempurna, bahagia.
Senyumnya pun tak lepas dari bibirnya bila bertemu. Tapi siapa yang tahu tangis usai sujud yang ia curahkan padaNya? Harapnya dan perjuangannya selama ini, untuk sebuah keyakinan akan sebuah perwujudan.
Dia tetap yakin, walau ia berdoa dengan menengadahkan tangan sedang kekasih hatinya berdoa yang menangkupkannya.
Tuhan Maha Mampu memungkinkan hal yang tidak mungkin, dan memudahkan hal yang sulit.
Semoga tetap berani dan sabar dalam pertarunganmu.

3.
Ia masih mempersalahkan Tuhan, dulu..entah kini. Mungkin saja sudah bisa berkompromi.Semoga. Tuhan yang dulu ia kultuskan sekarang harus dia persalahkan. Tuhan yang dulu Maha Pemurah kini menurutnya jadi Maha Semena-mena. Ia masih tak terima.
Kepahitan hidup, kegetiran..kalian tak kan benar-benar paham, bila tidak mengalaminya. Bilangnya suatu saat.
Ia masih dengan pertarungannya. Semoga waktu dan Tuhan menyembuhkannya. Dan doaku tentu saja untuknya agar bisa menghadapi semuanya dengan lapang.

Baru tiga manusia, sebenarnya bisa seratus, sejuta. Setiap manusia menghadapi pertarungannya sendiri-sendiri. Tuhan tak pernah salah memberi, tak pernah salah memilih. Lalu mengapa harus gentar dan terhenti?

Saya pun dengan pertarungan saya sendiri. 
Ndalem Pogung, 14 feb 2013. 23.43