Selasa, 20 Mei 2014

Ada Cinta dalam Olahan Rasa


Gambar di ambil dari sini

Mata saya terhenti pada sebuah gambar di Instagram milik Dee Lestari. Err..saya sungguh ingin membuatnya juga suatu saat. Iya, selain seorang penulis yang mumpuni, Dee ini mahir memasak dengan berupa-rupa masakan yang bikin drooling hanya dengan melihat foto-foto hasil masakannya saja. Foto yang diunggahnya di media Instagram tersebut adalah menu pilihan yang bisa dipilih oleh suami dan anak-anaknya untuk ia masak dan sajikan. Aih, terlihat menyenangkan sekali bisa seperti itu. Mewujudkan cinta dalam olahan rasa.
Pernahkah berpikir bahwa cinta juga bisa berasa seperti rasa manis, asin, pedas ataupun gurih? Pernahkah berpikir bahwa makanan yang kita makan juga merupakan perwujudkan cinta? Atau pernahkah memasak dengan cinta?
Ternyata memasak itu bisa menjadi aktivitas yang membahagiakan. Saya suka mengulik ngulik resep-resep baru dan mencobainya di dapur, hanya berdasarkan alasan sesederhana bahwa saya menyukai aktivitas tersebut. Apapun aktivitas yang membuat saya bahagia, akan saya lakukan ahaha. Seperti ketika saya ditanya sahabat saya,
            “Eh sampai kapan mau foto-foto narsis begitu, sampai nenek-nenek?” kata sahabat saya sambil mencandai saya.
           “ Ahaha  sepanjang itu membuat aku bahagia. Kemarin aku di Lake district ngelihat ada nenek-nenek yang jalan-jalan trus foto-foto gokil, huaaah seru banget.” Jawab saya sekenanya. 
Seperti halnya juga saya menikmati memasak walaupun masih dengan resep-resep sederhana. Tapi saya menikmatinya. Memasak juga butuh banyak belajar, banyak membaca. Seperti halnya keahlian-keahlian lainnya. Seperti juga mencintai juga membutuhkan banyak belajar. Belajar memahami orang lain, dan yang tak kalah penting adalah memahami diri sendiri.
Memasak bagi saya, adalah menyajikan cinta dalam rasa. Ada keinginan untuk menyajikan masakan yang enak untuk disantap oleh orang-orang yang kita cintai. Wujud cinta dalam olahan rasa baik itu manis, pedas, ataupun gurih. Saya masih harus banyak belajar untuk bisa lebih banyak lagi menyajikan masakan yang beraneka rupa. Kadang berhasil dalam sekali coba, kadang kala tidak berhasil atau malahan berhasil tapi berbeda hasilnya hihih.
Dan sambil belajar memasak, ada juga makna yang bisa dipelajari lho. Salah satunya, ternyata memang benar bahwa usaha ekstra bisa menghasilkan hal yang lebih luar biasa. Kalau mengerjakan atau mengusahakan sesuatu biasa-biasa saja, hasilnya juga standar saja, dan itu juga berlaku pada masak memasak ternyata.
Dulu, masakan saya paling-paling berbumbu standar. Udah enak kok, pikir saya (enak menurut lidah saya yah #mengantisipasi banyak yang protes ;p). Tapi setelah mengenal beraneka bumbu-bumbu dan menambah aneka macam bahan seperti lengkuas, serai, daun pandan, daun jeruk, daun salam ternyata memberikan tambahan rasa yang sungguh signifikan. Huaaah ternyata beda rasanya dengan masakan yang cuma dikasih bumbu standar saja. Ternyata dengan menambah usaha ekstra dengan menambahkan bahan-bahan ekstra memberikan sentuhan rasa yang makin menggugah selera.


Mungkin sama dengan cinta, cinta akan cepat kadaluarsa bila tidak dijaga dengan usaha ekstra. Bahwa cinta tidak serta merta bertahan bila dibiarkan apa adanya. Butuh usaha dan perjuangan untuk tetap menjaga cinta dua manusia yang terus berbeda dengan laju perubahannya. Maka sepertinya perlu upaya dari kedua belah pihak untuk tetap membuat cinta senantiasa mengada.
           " Terlepas dari betapa tidak logisnya cinta, namun ia punya mekanismenya sendiri untuk bertahan"
Saya teringat kalimat yang ditulis Dee, entah di bukunya yang mana ehehe.
Setiap orang punya caranya sendiri untuk mengekspresikan cinta, untuk saya..cinta, bagi saya salah satunya terwujud dalam olahan rasa masakan yang saya cipta.

Cinta saya..eh masakan saya ;p

Glasgow, 19 Mei 2014. Menjelang isya sambil menunggu sayur asem matang.

Selasa, 13 Mei 2014

Tentang Menemukan Kembali




Saya, seperti banyak anak perempuan lainnya adalan pecinta bapak. Anak perempuan mempunyai proyeksinya sendiri memandang lelaki pertama yang dikenal dalam hidupnya. Ayah, Bapak, Abi, Abah atau apapun itu sebutannya. Lelaki itu adalah lelaki pertama yang dikenal anak perempuan dalam hidupnya.
Saya adalah anak bapak. Bukan meniadakan kasih sayang, dan cinta saya pada ibu saya tentu saja. Tapi ada semacam talian rasa yang tak perlu banyak kata untuk mengetahuinya. Saya seperti reinkarnasi bapak saya dalam tubuh perempuan, menyalin lengkap hampir semua minat beliau. Kecuali dalam beberapa hal, saya sejak kecil pemalu, kurang pandai bersosialisasi sedangkan bapak saya terlahir sebagai seorang pemimpin. Sejak muda hingga pensiun, beliau adalam pemimpin yang biasa didengarkan apa katanya, mengatur banyak orang dan dikenal banyak orang. Bahkan kini saat pensiun, perkataan beliau masih didengarkan banyak orang atau banyak yang mencari beliau untuk dijadikan “semar”, sang penasihat.
Inilah yang berbeda dengan saya, saya tidak berbakat untuk mengatur banyak orang. Saya lebih luwes menjadi seorang pelaksana yang handal dibandingkan seorang pemimpin yang mampu mengambil keputusan tepat dan mempunyai aura untuk merangkul orang yang dipimpinnya. Saya tidak memiliki aura seperti itu, mungkin itu beda saya dengan bapak saya.
Dan karena tidak memiliki hal itulah, dalam perjalanan hidup saya, saya cenderung untuk mengagumi lelaki yang mempunyai kualitas-kualitas yang tidak saya miliki itu. 
Iya, saya adalah anak bapak, yang ketika kecil selalu enggan melepaskan tangan-tangan kecil saya yang bergelayutan di kaki bapak kemanapun beliau pergi. Simbolisme penganyom selalu didapatkan anak perempuan dari ayah mereka. Itulah mengapa figur ayah selalu mendominasi proyeksi rasa seorang perempuan. Energi feminim pada diri perempuan menemukan pelengkap pada sosok bapak, dengan energi maskulinnya.
Lalu perempuan tumbuh dewasa, kemudian ia akan mengenal laki-laki selain bapak yang biasa ia kenal sejak lahir. Mungkin ia akan menemukan sinkronitas pada sosok-sosok sahabat lelakinya, pacar, ataupun suami.
Pernahkah terpikirkan, atau cobalah lihatlah baik-baik pasangan kalian kini, hei perempuan?. Tidakkah kau lihat sosok bapak, ayah, abi atau abahmu di situ?
Kalian akan tersenyum mengangguk atau menggeleng? Ah itu tentu saja terserah.
Hanya saja, saya merasa bahwa hidup ini berjalan dengan sinkronitas, dengan kebetulan-kebetulan yang terencana. Ada gerakan dan pikiran bawah sadar yang menarik seseorang, sesuatu. Lalu ada momen seperti “menemukan kembali”, walau mungkin pada sosok yang lain.
Seperti menemukan sosok bapak saya pada orang tercinta saya. Seperti energi feminim saya menemukan energi maskulin yang seperti yang saya rasakan saat saya lahir dan ditumbuhkan.
Hidup, banyak menyimpan rahasia-rahasia, seperti peta yang tak dikenali manusia. Kita berjalan, kita memutuskan atau memilih sesuatu. Mungkin ada kait masa lalu, karena hidup adalah jalinan peristiwa-peristiwa yang mungkin padu.
Dan saya tentu tahu, siapa Maha pencipta skenario paling hebat itu.

Salam.
Glasgow, 13 May 2014

Tulisan Saya di Mata Mereka (1)

Tulisan Saya di Mata Mereka (1)

Terkadang asik juga berkelana maya, kemudian menemukan tulisan  mengenai karya saya. Walaupun ada pula yang lumayan bikin nyesek, karena menemukan beberapa tulisan saya di copas seenak hati tanpa menyebutkan sumbernya.
Namun ada pula yang memberikan apresiasi. Tulisan di bawah ini sudah tulisan lama namun baru saya temukan hasil iseng-iseng. Dia mengapresiasi tulisan blog saya di awal-awal kelahiran blog ini, tentang petualangan saya di Italia. Saya masukkan di sini, sekedar sebagai penyemangat diri.
Saya juga membaca kalimat Ibu Suri-Penulis favorit saya Dee Lestari :
“ Penulis yang masih mengandalkan ide atau inspirasi itu penulis semi profesional, kalau penulis profesional cukup dengan komitmen dan deadline”

Eaaa jleb jleb..Mari terus berkarya, diriku.

Setiap orang tau pasti apa mimpi-mimpinya, hanya saja ada yang membiarkannya hanya menjadi imaji yang membayangi dan menjalani hidup dalam khayalan semu yang menyenangkan tanpa mempunyai keberanian untuk mewujudkannya, tapi ada juga yang berbekal keyakinan bahwa segala ketidakmungkinan mewujudkan mimpi adalah sebuah dusta besar, ia memilih untuk berjalan setapak demi setapak, berpeluh dalam pahit, getir, manis dan permbelajaran di setiap tapak yang dijalaninya.Dan ia percaya penuh langkah-langkahnya menuju sebuah titik..seperti piramidanya Santiago dalam the alkemis.
Bermimpilah, dan kau harus mempunyai keyakinan dan keberanian untuk mewujudkannya..Dan niscaya seluruh jagat raya akan membantumu untuk mewujudkannya.


Dikutip dari sumber yang sama dengan kutipan di postingan lalu. Gw baru aja baca semua postingan mengenai petualangan singkat sang penulis di negeri pizza. Hasilnya, bulu kuduk berdiri dan air mata sempat menetes. Loh kok bisa? Iya, aneh memang gw sendiri ga tau kenapa. Mungkin karena gaya penulisannya yang bikin gw seakan terbawa mengikuti petualangannya, atau karena cerita2nya yang bisa dibilang ‘menyentil’ hati gw yang paling dalam. Tiba2 gw juga jadi mellow pas dia menceritakan petulangan-nya di Florence, ketika dia berdiri di atas jembatan Ponte Vecchio dan sempat menitikkan air mata. Tempat yang selama ini dia impi2kan, akhirnya dia bisa menjejakkan kaki disana. Nyata. Bukan apa2, gw bener2 kebayang aja kalo misalnya gw juga berada dalam posisinya. Mungkin gw juga akan melakukan hal yang sama. Buat gw tempat itu mungkin bukan Ponte Vecchio, walau gw ga menolak kalo ada yang mau ngajakin kesana hehehe.
Sebetulnya isi paragraf pertama di atas sedikit mirip dengan postingan yang beberapa hari lalu gw baca di salah satu blog tempat gw kesasar. Semua orang pasti punya mimpi, tapi ada yang membiarkannya hanya menjadi mimpi dan ada yang mengubahnya menjadi kenyataan. Atau seperti yang dikatakan Douglas Everett, “There are some people who live in a dream world, and there are some who face reality ; and then there are those who turn one into the other.”
Gw tentunya mau masuk kedalam kategori ketiga. Walaupun saat ini gw cuma bisa ngoceh di blog tentang mimpi2 gw itu (menyedihkan memang tapi ya mau bagaimana lagi), gw cukup yakin gw bisa mengubahnya menjadi kenyataan suatu saat. Kalau gw ga bermimpi, gw ga akan punya motivasi untuk menjalani hari. Dan satu langkah kecil untuk memulai semua itu adalah mencoba. Sekali waktu gw menyesal karena tidak mencoba akan suatu hal, alhasil gw (masih) penasaran. Bertanya-tanya dalam hati “Bagaimana seandainya waktu itu gw nyoba? mungkin….”, jadi mulai sekarang kalau gw liat ada kesempatan yang bisa membuat gw mewujudkan semua itu, tanpa ragu2 gw akan nyoba. Entah apapun hasilnya nanti.
“If you lose the moment, you might lose a lot. So why not? why not?

You’ll never get to heaven or even to LA if you don’t believe there’s a way”
- Hilary Duff ~ Why Not

Tulisan di atas diambil dari blog ini

Jumat, 09 Mei 2014

Catatan Tentang Kebahagiaan



Sambil istirahat siang di lab, saya asik melirik-lirik timeline jejaring social Facebook dan twitter saya. Terkadang hanya untuk melihat-lihat saja celotehan teman-teman. Dan hup, saya menemukan postingan tulisan teman saya si Eel, di sini :
Kemudian saya terpikir bahwa memang konstruksi pemikiran, termasuk nilai tentang kebahagiaan juga tergantung dari latar belakang seseorang, bagaimana kondisi sosial ekonomi dan cara ia ditumbuhkan.
Di sinilah tersadari kembali betapa uniknya manusia. Dan betapa semakin terasa tak perlunya menghakimi seseorang. Hey, we don’t know the whole story.
Seseorang berjalan dengan awalnya sendiri-sendiri, bergerak dengan lajunya sendiri, dengan jalannya masing-masing. Mungkin kita akan saling lihat, namun menghakimi seseorang sepertinya terlalu jauh bukan?
Setiap tahapan hidup manusia, ia punya konsep, nilai/value hidup yang ia yakini. Konsep dan nilai tersebut pun terus bergerak seiring dengan pengalaman, pertumbuhan diri seseorang. Seperti teman saya tadi, yang dulu menganggap ukuran kebahagiaan adalah punya uang banyak, kemudian kini bukan lagi.
Lalu karena tulisan teman saya itulah, saya tergerak untuk menelusur catatan-catatan kebahagiaan saya.
Konsep bahagia adalah dengan uang banyak, hampir tidak pernah saya alami. Mungkin karena saya ditumbuhkan dari keluarga yang biasa saja. Ayah saya dulu awalnya guru SD, kemudian pernah jadi Kepala Desa, kemudian jadi penilik Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Ibu saya, seorang ibu rumah tangga yang bekerja di rumah dengan punya usaha konveksi kecil-kecilan. Selama ini saya dibesarkan dengan keuangan yang serba pas-pasan. Untuk kebutuhan sekolah, jajan dan lain sebagainya. Jadi ukuran uang sebagai sumber kebahagiaan hampir tidak pernah mampir dalam benak saya. Dengan segala yang pas-pasan itu, saya bahagia.
Saya mungkin memikirkan bahagia itu apa dan rasanya itu bagaimana, mungkin saat MU mendapat treble winner tahun 1999.
Ehehe kalian mungkin akan mengkerutkan dahi. Tuh kan, apa yang membuat orang bahagia kadang-kadang tidak kita mengerti. Bahkan ketika saat ini diri saya menengok lagi ke belakang, sekarang saya sudah tidak bisa merasakan hal itu lagi, bahagia saya sudah lain lagi. Padahal saat itu saya hanya tahu bahwa saat itu saya merasa menjadi perempuan paling bahagia seluruh dunia. Ahahah, saat menuliskannya saat ini, saya geli sendiri.
Ukuran kebahagiaan yang super sederhana. Dan sepertinya nilai-nilai kebahagiaan saya pun bergerak sederhana.
Ketika kuliah S1, bahagia saya terukur dari nilai-nilai mata kuliah saya baik, kumpul bersama teman-teman, pulang tiap minggu berkumpul dengan keluarga lalu berangkat lagi hari senin dengan uang saku Rp. 50.000 untuk hidup selama satu minggu.
Kemudian selanjutnya bahagia saya masih sederhana, menulis, membaca buku-buku favorit saya, belajar Bahasa Italia, melanjutkan kuliah master, kumpul-kumpul dengan sahabat saya.
Jangan tanya tentang cinta pada lawan jenis dan ukuran kebahagiaan saat saya muda dulu (weks sekarang apa?) karena cinta saya paling-paling sebatas cinta lucu-lucuan.
Saya tidak pernah benar-benar memperhatikan konsep-konsep atau nilai kebahagiaan saya, sampai ketika saya berhasil menginjakkan kaki di Italia. Bahagia saat impian saya terwujud. Bahagia saat impian tertaklukan, ketika perjuangan panjang saya berbuah manis. Mungkin saat itulah, saya mengalami kadar kebahagiaan yang berbeda dan lebih memperhatikan tentang kebahagiaan.
Semua orang katanya ingin bahagia. Sekarang ini banyak sekali bertebaran di mana-mana, di status facebook, twitter, path dan dimanapun sepertinya setiap orang berupaya meyakinkan pada dunia bahwa dirinya bahagia.
Tidak salah pastinya.
Seorang sahabat saya yang lama belum dikarunia keturunan, tiba-tiba hamil kemudian melahirkan seorang putri cantik, tentu saja dia bahagia.
Seorang sahabat yang baru saja menemukan pasangan dan menikah, ia bahagia
Ada yang diterima di pekerjaan baru, ada yang diterima beasiswa, ada yang berhasil bikin masakan yang katanya enak trus bahagia (itu saya ahahaha).
Setelah saya menelusur semua cerita-cerita tentang bahagia, ada satu hal yang saya kini yakini. Kita hanya bisa tahu rasanya bahagia dan apa yang membuat kita bahagia berdasarkan pengalaman rasa kita sendiri. Bahagia  itu ternyata nggak bisa nyontek lho ahahah.
Saya pernah mendengar wawancara seseorang, dan ia menjawab :
            “ Ya bahagialah, nggak usah saya ceritakan. Kamu nggak akan tahu rasanya kayak apa”
Hihihi terkesan arogan, tapi ya benar juga.
Orang-orang bilang bla bla itu sangat membahagiakan. Tapi bagi orang lain atau saya mungkin biasa saja. Demikian pula sebaliknya, apa yang biasa-biasa bagi seseorang, mungkin bagi orang lain terasa luar biasa.
Di sinilah saya sampai dalam pemahaman bahwa saya memiliki rasa kebahagiaan unik tersendiri, dan juga orang-orang lainnya masing-masing. Tidak sama, dan mungkin tidak bisa dipahami satu lainnya karena tataran rasa sungguh terkadang  sulit dibedakan antara sederhana atau rumitnya.
Sekarang ini bahagia saya lebih pada melahirkan tulisan, jalan-jalan, memasak, bersama pasangan saya,  ngobrol dengan sahabat dan keluarga.
Rasa pun mengalami perubahan, ia bertumbuh seiring pertumbuhan pribadi. Bersama pengalaman yang mengiringi.
Ini bahagiaku, itu bahagiamu, bahagia kalian. Lihatlah bahwa kita bahagia dengan rasa kita masing-masing. 


Jangan Cintai Aku Apa Adanya





Pagi yang dingin, jendela samping pun berembun. Tapi hatiku menghangat. Dan lamat-lamat terdengar lagu Tulus- Jangan cintai aku apa adanya-

Jangan cintai aku Apa adanya
Jangan
Tuntutlah sesuatu Biar kita jalan
ke depan
Aku ingin lama jadi petamu
aku ingin jadi jagoan mu


(Jangan cintai aku apa adanya-Tulus)

Tersenyum sejenak. “Jangan cintai aku apa adanya” sepertinya sebuah lirik yang berkebalikan dengan jargon lama “Cintai aku apa adanya”. Betapa seseorang ingin dicintai dengan apa adanya dirinya. Dengan menerima segala kurang dan lebihnya. Benar juga. Saya termasuk salah satu yang mengamini bahwa kita tak bisa mengubah seseorang kecuali si orang tersebut berkeinginan sendiri untuk berubah.
Kompromi. Indeed.
Mudah? Tentu tidak.
Tapi bukankah salah satu seni dari mencintai dan dicintai adalah bagaimana dua manusia saling berkompromi masing-masing pihak.
Tapi lirik Tulus ini membawakan pesan yang menurut saya luar biasa.
Hei kamu, jangan diamkan aku menjadi biasa-biasa saja. Karena denganmu aku selalu ingin berusaha menjadi luar biasa.
Terbaik yang aku bisa
Hei kamu, jangan biarkan aku begini-begini saja. Karena denganmu, rasanya aku punya seluruh energi semesta untuk terus berkarya.
Hei kamu, ingatkan aku untuk menjadi diriku sendiri dalam versi yang terbaik.
Hei kamu, semangati aku agar bisa melahirkan tulisan-tulisan yang bisa dibaca banyak orang, bisa memasak masakan yang super lezat untukmu, dan segera memiliki dapur kita, tempat lahirnya cinta dalam rasa asin, manis, pedas, gurih.
Hei kamu, marilah bersama menjadi hambaNya yang berjalan menjadi pribadi yang lebih baik.
Hei kamu, are you happy with me? Ahahha iya pastilah. Katamu.
Maka jangan cintai aku apa adanya, mari saling membaikkan, menguatkan, dan tangguh menatap jalan ke depan.


Hei kamu..iya kamuu..lama yah tidak menuliskan sesuatu untukmu.

--Aku.  Perempuan yang bahagia bersamamu--

Lelaki Penerjang Badai itu





Rasanya badai makin kencang, sayang
Iyah, tapi bukan berarti tak ada jalan terang,
Langkahku kadang mulai lelah
Istirahatlah sejenak, lalu mari bersama kita kembali melangkah
Jalan makin terjal,
Tak apa, karena itulah kita harus makin pejal
Maafkan, bila terkadang aku mulai merapuh
Tak perlu, bukankah kita berdua bersama untuk saling memberi suluh?

Ah lelaki penerjang badai itu,
Lelakiku,


Rabu, 07 Mei 2014

A Beautiful Day in Victoria Park




Siapa bilang jalan-jalan itu harus jauh? Nggak loh, yang penting meluangkan waktu untuk refreshing dari rutinitas. Seperti kali ini, libur bank holiday sehari di Hari Senin lalu, sepertinya akan membosankan bila dihabiskan hanya di flat.Apalagi sekarang ini setiap hari kini saya bekerja (demi bertahan hidup di Glasgow #ahaha melas). Nah, walaupun ramalah cuacanya nggak terlalu cerah, bahkan gerimis rintis-rintis, kami tetep nekad jalan-jalan ke Victoria Park.
Ceritanya sekalian survey untuk tempat barbeque sekalian pengajian bulan depan. Saat cuaca mulai banyak matahari, memang kadang-kadang kami mengadakan pengajian outdoor, sekalian barbeque-an. Biar tidak bosan juga dengan rutinitas pengajian tiap bulannya. Nah, dengan malu hati, ini kali pertamanya saya ke Victoria Park. Hihih haduh selama dua tahun saya di Glasgow ini kemana saja sih? Padahal letak Victoria Park tidak terlalu jauh dari Hillhead, tempat tinggal saya. Kalau menggunakan bis pastinya hanya sebentar, tapi karena ceritanya jalan-jalan (ini ngirit maksudnya hihih) jadi kami jalan kaki saja ke sana. Yang menyenangkan di sini, jalanannya sangat friendly untuk pejalan kaki. Ada semacam track atau space yang disediakan untuk pejalan kaki. Dan juga jalanan lengang, adem ayem sementara udaranya bersih. Memang cocok untuk jalan kaki. Untuk mencapai Victoria Park, mungkin sekitar 45 menit- 1 jam jalan kaki ( udah plus mampir beli es krim, ngadem etc eheheh).
Dan setelah sampai, keinginan saya untuk membuka bekal kami dan makan langsung sirna ketika melihat bunga-bunga sakura (cherry blossom) yang berguguran. Fotoiiin, eheheh nggak bisa banget liat background bagus. Tadaaaa...





Yang saya amati, Glasgow terdapat banyak sekali taman-taman kota yang sediakan gratis untuk publik. Hampir di setiap area ada taman kota, tipikalnya hampir sama, ada taman bunga, kolam, area bermain anak-anak, cafe/shop jual teh/kopi atau makanan kecil, tempat duduk-duduk santai dan publik toilet.
Saya ingat kata Kang Emil, halaah sok akrab. Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil itu sering mengatakan kalau masyarakat yang sehat itu biasanya berkumpul dalam tempat-tempat publik seperti taman kota. Makanya sekarang Kang Emil sedang menata Kota Bandung menjadi kota yang nyaman dan sehat untuk masyarakatnya. Iya benar juga, masyarakat butuh tempat publik yang murah/gratis untuk berkumpul, refreshing karena selain kebutuhan kesejahteraan raga, kesejahteraan jiwa juga dibutuhkan.
Persis seperti apa yang saya lihat di sini, disediakan ruang-ruang publik yang nyaman dan bersih. Orang-orang bisa jalan-jalan bersama orang-orang tercintanya, atau biasanya membawa anjing-anjingnya juga, bersantai menghilangkan kepenatan. Ada hal yang awalnya membuat saya takjub. Bila mereka jalan-jalan bersama anjingnya, kemudian di anjing itu pub-meninggalkan kotoran, maka si pemilik anjing itu akan mengeluarkan kresek yang dibawanya kemudian membuang kotoran anjing mereka ke tempat sampah. Ih, kesadaran mereka akan kebersihan dan tanggung jawab terhadap peliharaannya saya lihat memang jempolan.
Di Victoria Park ini terbilang komplit, ada taman bunga yang indah dan luas seperti ini.





Duh siapa yang nggak betah lama-lama di tempat ini.
Ada pula kolam yang banyak belibis dan angsa, serta burung dara di sekitarnya. Jadi sangat menyenangkan dan menenangkan, duduk duduk santai di bangku dekat kolam sambil menikmati pemandangan sekitarnya yang adem.




Bila membawa anak-anak, ada pula wahana permainan anak-anak yang bisa dengan gratis digunakan. Kadang-kadang menghibur juga melihat anak-anak bermain, lucu-lucu, jadi pengen punya satu #eaaa ahahah.


Publik toilet juga tersedia dan cukup bersih. Ah, ke depan akan sangat baik bila konsep seperti ini diterapkan di Indonesia. Jangan hanya dibanyakin Mall, harusnya fasilitas publik untuk berkumpul seperti taman kota ini harus segera dipikirkan untuk diterapkan di Indonesia. Saya amati sudah mulai ada beberapa daerah di Indonesia yang memulai menciptakan tata kota yang baik, semoga akan disusul oleh daerah-daerah Indonesia lainnya.
Nah, jalan-jalan kali cukup sederhana. Hanya jalan kaki, santai-santai menikmati taman kota, foto-foto narsis #tetep, makan bekal dan duduk-duduk santai. Tapi rasanya jiwa kembali segar dan cerah ceriaaaaa. Iyah saya kalau deket-deket ijo-ijo, bunga-bunga sama air pasti bawaannya seger hihih.




Tuh kan jalan-jalan nggak harus mahal dan jauh. Tengok tempat menarik di sekitarmu and live your life!