Rabu, 12 November 2014

Menyaksi Larik Senja di Rouken Glen Park



Glasgow rasanya sudah semakin membeku. Suhu dingin mendekati 0 derajat sudah semakin sering menghiasi ramalan cuaca hari-hari di Glasgow. Kala saya melihat ramalan cuaca hari sabtu lumayan cerah, maka dengan spontan saya ke Rouken Glen Park. Sebulanan lalu saya dan teman seperjalan saya mengunjungi Rouken Glen Park namun hari sudah menggelap. Kala itu kami baru dari Pollock Park kemudian memutuskan untuk pindah ke Rouken Park, hasil googling dan nemu gambar air terjun cantik di Rouken Park. Namun sayangnya hari sudah agak menggelap ketika kami sampai, baterai kamera juga sudah keok, alhasil kami hanya berfoto dengan iphone saja. Dan ketika sampai di air terjunnya hari benar-benar sudah gelap, nggak ketangkap keindahan air terjunnya di kamera handphone. Makanya saya masih pengen ke sana lagi.
Rouken Park, namanya pasti asing bagi kami-kami WNI yang tinggal di Glasgow. Taman-taman yang terkenal mungkin ada Botanical Garden, Victoria Park, Glasgow Green, Queens Park dan Pollock Park. Tapi Rouken Park? Saya bahkan baru mengenal nama itu akhir-akhir ini.
            “ Pohon-pohonnya sudah meranggas ya, padahal bulan kemarin masih penuh daun-daun musim gugur yang menguning,” ujar saya ke teman seperjalanan saya. Dia mengiyakan sambil asik mengamati anjing-anjing yang bermain riang bersama tuan-tuannya sore itu. Hari ini Rouken Park nampak ramai. Jauh lebih ramai dibandingkan kala kami ke sini pertama kali. Mungkin karena hari ini cerah, dan juga belum terlalu sore. Sekarang ini waktu siang semakin pendek saja, hari terang dimulai sekitar pukul 7 kemudian jam 4 sore sudah mulai gelap.
Paradiso!
Saya menyalangkan mata ke sekeliling, padahal baru selang sebulan kami ke sini, pemandangannya sudah lain sekali. Daun-daun musim gugur sudah langka, berganti dengan pohon-pohon yang mulai meranggas. Kalian tahu apa yang kupikirkan?
Pergantian musim demi musim mengajarkan dan mengingatkan saya bahwa waktu memang tak bisa terulang.  Saya semakin tak berani untuk bilang “nanti”. Setiap waktu menyimpan keindahan dan kesempatannya sendiri. Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan selagi masih ada waktu, ucapkanlah hal-hal yang ingin kau ucapkan, tulislah apa-apa yang ingin kau tulis, bertindaklan segala engkau punya kesempatan, pergilah kemanapun engkau ingin pergi selagi waktu dan Tuhan masih memberikan anugerahnya.
Pergantian musim mengajarkan saya hal itu. Iyah, aku kan masih tinggal di sini setahun lagi, masih  bisa ke sini kapan-kapan, ataupun kalimat-kalimat lainnya yang mungkin sering kali terlintas. Tapi kalau kamu pergi lain waktu, kamu akan kehilangan keindahan saat ini, karena semuanya tak akan pernah sama.Ah, iya semesta sering kali mengingatkan saya akan hal itu. 
Kami menikmati Rouken Park dengan berjalan-jalan, foto-foto pastinya, duduk-duduk sambil menikmati buah yang kami bawa. Menyenangkan melihat anak-anak yang bermain riang di fasilitas bermain yang disediakan, anjing-anjing yang ceria dibawa jalan-jalan yang tuannya. Beberapa kali anjing-anjing lucu itu menghampiri kami, tadinya saya nggak ngeh kenapa si anjing-anjing itu tergoda mendekati kami,
            “ Soalnya anjingnya mengendus makanan, jadinya dia mau deket-deket ke sini,” ujar teman seperjalanan saya.
Rouken Park di derah Giffnock, East Renfrewshire ini cukup luas juga, walaupun tak seluas Pollock Park. Cocok untuk bersantai-santai dan menikmati udara segar. Ada kolam yang cukup luas, cafe yang harganya terjangkau, air terjun yang cantik, area bermain untuk anak-anak dan kursi-kursi taman untuk duduk santai. Letaknya memang agak jauh dari pusat kota, namun cocok untuk lokasi jalan-jalan murah meriah dan tidak perlu ke luar kota.
Air terjunnya cukup oke, dibandingkan dengan air terjun di New Lanark yang dulu pernah kami sambangi. Rutenya juga ringan untuk sampai, walaupun jalan sudah semakin basah. Upayakan sepatumu flat saat menjelajah ke sana.
 
ini super dekat dengan air terjunnya
Saya selalu suka taman, tempat paling mujarab untuk refreshing dari segala rutinitas. Di Glasgow ini banyak taman-taman cantik yang bisa dijadikan pilihan untuk jalan-jalan santai kala akhir pekan. Dan juga tentu saja untuk berfoto *tetep. Paling menyenangkan adalah melihat sudut cantik yang tak dilihat semua orang. Kita bisa pergi ke tempat sama, namun melihat hal-hal yang berbeda. Tadaaaa, bukit-bukit di belakang ini cantiknyaaa bikin ketagihan foto ahah
 
Gradasi perubahan musim dari musim gugur ke musim dinginnya terlihat jelas

Hari sudah menjejak senja, larik larik merah di langit sudah terlihat. Alhamdulillah, cuaca hari ini seharian bersahabat. Walaupun cerah tapi tetap saja dingin menyelusup. Cahaya senja dan kolam besar dengan latar belakang rumah cafe itu sangat pas untuk latar foto. Pendaran cahaya langit senja di air kolam itu sangat saya suka.
favorit banget motret senja

“Laper nih, ngopi yuk sama beli chips,” ajak saya ke teman seperjalanan. Kami akhirnya melewati sore dengan duduk-duduk minum coffe latte, makan chips sambil memandangi kelepak burung-burung di tengah kolam, pendaran cahaya senja yang menawan. Kabut tipis turun kala kami hendak pulang. Pemandangan istimewa yang tak pernah terulang, karena setiap saat adalah perubahan.

Salam,
Glasgow. 12 Nov 2014.


Selasa, 11 November 2014

Purnama



Purnama di Langit Glasgow kala itu --River Cylde--

Aku masih ingin terus mengumpulkan puluhan, ratusan bahkan ribuan purnama
Bersamamu
Kamu


Glasgow, 10 Nov 2014. Dengan secangkir kopi dan syal yang bergelung. Dingin menyelusup.
 

Selasa, 04 November 2014

Jembatan-Jembatan Rasa




Usai jalan-jalan dari Necropolis Sabtu lalu, saya iseng mencari informasi mengenai tempat itu. Harusnya sebelum ke sana, baca dulu ehehe tapi karena perginya mendadak jadinya bacanya setelah jalan dari sana. Dalam artikel tersebut ada jembatan cantik yang menuju Necropolis, dan mata saya terpaku saat membaca nama jembatan itu, Bridge of Sigh, nama yang sama dengan sebuah jembatan di Venesia-Italia.
Kemarin saat ke Necropolis, saat jembatan itu baru nampak lamat-lamat di kejauhan, saya sudah notice kalau jembatannya bagus,
            “Eh jembatannya bagus banget,” kata saya pada teman seperjalanan saya. Dan saya pun nggak sadar kalau berusaha banget dapat spot foto dengan jembatan itu berkali-kali. Untunglah teman seperjalanan saya mahir urusan beginian, pun sudah tahu “taste” foto saya. Dan jadilah foto ini, ehehe terimakasih.

Jembatannya harus kelihatan yaaa..*rewel saya. sementara yg motret harus berupaya mengambil gambar dari atas :D

Dan tiba-tiba saya menyadari juga, kalau saya selalu suka jembatan. Dulu saya terobsesi untuk bisa sampai di Ponte Vecchio (jembatan di Firenze-Itali) dan juga Bridge of Sigh di Venezia. Dua-duanya sudah terwujud untuk saya sambangi—walau pengen kesana lagi--#eh
Jadi sadar juga kalau saya suka jembatan. Selain juga jalan,
            “ Karena jalan akan mengantarkan kita ke suatu tempat,” begitu jelasku saat ditanyai kenapa suka jalan.
Tapi serius, baru kepikiran kalau saya ternyata suka jembatan setelah sekian lama. Kenapa? Saya sempat memikirkannya sejenak *helow orang aneh, suka jembatan aja dipikir ahahah-iya sama anehnya dengan yang masih betah baca di sini LOL
Mungkin karena jembatan itu menghubungkan, iyah..harfiahnya menghubungkan dua tempat. Memberikan kesempatan orang-orang untuk terhubung, membangun kedekatan-kedekatan.
Jembatan, mungkin juga refleksi dari komunikasi. Saya selalu takjub dan mengagumi ajaibnya komunikasi, mungkin seperti juga saya takjub akan jembatan-jembatan. Komunikasi memungkinkan satu manusia dengan manusia lainnya untuk mengerti, memahami, berempati. Komunikasi mencairkan kebekuan-kebekuan, ketidakmengertian.
Ajaib.
Pernah kau merasa ingin mengatakan sesuatu tapi tak pernah terkatakan?
Pikirkanlah sejenak, mungkin ada sesuatu yang ingin sekali kau katakan tapi tak pernah kau katakan?
Dalam hidup ini, mungkin ada hal-hal yang kau simpan erat lalu tak pernah terkatakan. Kenapa? Apa yang tunggu? Apa kau yakin masih ada waktu?
Atau engkau takut? Apa yang kau takutkan?
Tidakkah salah satu penyesalan yang menyesakkan adalah menyimpan sesuatu yang tak pernah mampu kau katakan?
Selamanya akan disimpan semesta, tanpa tersampaikan pada empunya.
Alangkah sayangnya.
Itulah mengapa saya suka jembatan. Jembatan adalah simbolisme keberanian untuk menghubungkan dua rasa manusia.
Jembatan-jembatan rasa.
Sudahkah kita membangun jembatan-jembatan rasa dengan manusia lainnya?
            “ Aku tahu kau akan segera punya kehidupan yang baru, teman-teman lainnya juga sudah punya kehidupan yang baru. Aku pun mungkin demikian. Jadi aku harus bersiap,” kataku pada sahabat terdekatku yang sebentar lagi akan menikah.
            “ heuu kenapa bilang begitu?” sergahnya
            “ Itu kenyataan yang harus dihadapi kan? “ begitu kataku.
Kalimat di atas adalah perbincangan via whataps dengan sahabat terdekat saya. Sahabat dekat adalah orang-orang yang berputar terus dalam hidup kita. Namun perubahan adalah keniscayaan, satu per satu sahabat saya menikah. Dan kali ini sahabat terdekat saya yang akan menikah. Komunikasi yang kami bangun sudah belasan tahun, walau kami selalu berjarak jauh. Purwokerto-Bali; Glasgow-Bali, Glasgow-Australia. Jembatan bisa dibangun asal dua manusia masih ingin berusaha untuk menghubungkannya. Jembatan tak bisa dibangun hanya dari satu sisi. Sebagaimana komunikasi yang akan mentah bila hanya dilakukan sepihak.
Kenapa saya bilang kalimat seperti di atas? Saya ingin sahabat saya mengerti. Ada banyak sahabat-sahabat yang berubah jauh setelah menikah, tanpa mengerti kenapa. Saya paham, kehidupan seseorang memang berubah setelah berpasangan, kontak dengan sahabat pasti akan berkurang. Tapi biasanya tak pernah terkatakan, hanya terasa menjauh, jarang kontak, lalu mungkin saja menghilang.
Sayang kan.
Hanya karena tak ada jembatan komunikasi, tak saling mengerti. Saya hanya ingin mengatakan bahwa saya tahu dan paham konsekuensi akan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi. Agar kami saling mengerti.
Saya teringat sahabat saya ini pernah ditinggalkan oleh seseorang yang dicintainya, tanpa kata, tanpa penjelasan apa-apa. I believe she deserved for a proper Good Bye. Itu dulu yang saya selalu pikirkan. Andaikan ada komunikasi yang baik, sahabat saya pasti tidak perlu menanggung cerita yang tak terselesaikan.
Ah, begitulah.
Ternyata jembatan juga memberikan pelajaran, mengingatkan. Mungkin di situlah letak pentingnya perjalanan. Membacai semesta yang Tuhan anugerahkan.
Bagi saya, Jembatan adalah simbolisme keberanian, untuk mengupayakan rasa saling terhubung dengan orang-orang tercinta kita
Keberanian untuk mengatakan, bersikap, bertindak sesuai dengan apa yang ingin kita katakan, kita lakukan.
Beranikah kalian?

Salam,
Glasgow, 4 November 2014. Pohon-pohon sudah meranggas, mungkin musim dingin sudah mulai menyapa.


Senin, 03 November 2014

Dua Cangkir Teh (Kita)



Bertahun lalu, sudah pasti kala dua cangkir teh kusajikan, engkau akan menunggu sampai agak menghangat lalu baru meminumnya, sedangkan aku segera menyesap dari cangkir saat masih panas. Tapi lihatlah sekarang,
Bila dua cangkir teh itu kusajikan, cangkirmu pasti lebih dahulu kosong dibanding cangkirku.
“Teh itu paling enak kalau diminum panas-panas,” sergahmu. Ah, itu kan kalimatku dulu.
Kau tahu, keajaiban apa yang tiap hari dijumpai manusia?
Mungkin keajaiban manusia lainnya, manusia yang terus berubah setiap detiknya
Dan aku terus merekam perubahan-perubahan itu.
Keajaiban-keajaiban itu.
Seperti halnya, keajaiban dalam dua cangkir teh kita

3 November 2014. Glasgow yang mulai mendingin.