Jumat, 22 Mei 2015

Karena perjuangan harus terus dilanjutkan



              “ Minggu depan si Pearce udah nggak di lab lagi. Berhenti dari PhDnya,” cerita Mas Basid beberapa hari lalu.
Saya agak kaget mendengarnya. Berhenti? Si pearce baru menginjakkan tahun pertama PhDnya. Saya agak lupa apa pernah ketemu apa enggak dengannya. Dulu saat lab saya masih di sekitar Main Building, kadangkala saya bergabung dengan group lab mas basid untuk makan siang bersama. Beberapa saya kenal dengan cukup baik. Tapi Pearce, saya tidak terlalu mengenalinya. Hanya saja, namanya sering disebut-sebut ketika Mas Basid bercerita tentang suasana labnya.
            “ Depresi katanya,” Begitu jawab mas basid ketika kutanya alasan kenapa Pearce berhenti dari studi PhDnya. Phew depresi, terdengar menyeramkan sekali. Seberat apakah depresi yang dialaminya sehingga harus berhenti dari PhDnya?
Laki-laki pula, saya masih agak aneh mendengar ada laki-laki yang depresi heheh.
Beberapa bulan lalu, seorang rekan di lab saya juga berhenti di tahun pertamanya, karena alasan apa saya kurang tahu pasti. Tapi yang jelas semenjak awal dia memang angin-anginan. Ah benarkah mahasiswa PhD rentan depresi? Ahaha.
Yang jelas bagi saya, jenjang studi doktoral ini terasa yang paling berat di antara jenjang studi saya sebelumnya yang relatif sangat mulus. Untuk jenjang PhD ini memang banyak hal yang membuatnya super berwarna. Perjalanan yang hampir self-guidance inilah yang membuat kita seperti berperang dengan diri sendiri. Kapan mulai, kapan harus berprogres, mau kemana riset kita? seberapa cepat kita berprogres? Sampai dimana batasnya? Kapan mau selesai? Hampir semua ditentukan oleh diri sendiri, hingga kadangkala seperti sebuah perjalanan panjang dan sunyi.
            “Bulan depan, kayaknya aku sekeluarga mau pulang ke Indo, duitnya sudah tidak cukup lagi,” kabar itu membuat dada saya sesak mendengarnya. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang. Dia sahabat sekaligus rekan seperjuangan saya sesama Diktiers di UK tetapi di lain kota.  Sering kali berbagi keluh kesah bersama, yang seringnya adalah keluh kesah administrasi dan beasiswa.
Kami berdua sama-sama belum diterima aplikasi perpanjangan beasiswa tahap ke 2. Dia tinggal di UK bersama keluarganya yang membuat biaya hidup lebih berat untuk ditanggung. Iya, biaya hidup di Uk sangat mahal, memang berat bila tanpa sokongan uang beasiswa. Akhirnya dengan persetujuan supervisornya, dia akan melanjutkan writing up di Indonesia kemudian kembali ke UK saat viva (ujian akhir doktoral).
Walau begitu, saya merasa sedih juga dengan rencana kepulangan sahabat saya itu. Meskipun nasib saya sendiripun belum pasti entah sampai kapan bisa bertahan ahah.
            “Kita selesaikan apa yang telah kita mulai,” kalimat ini sering kami ucapkan satu sama lain kala seringkali beban studi meninggi.
Karena perjuangan yang terus dilanjutkan, mari tetap mengalirkan energi pada jalan-jalan usaha. Pada ikhtiar-ihktiar, pada doa-doa.
Tuhan selalu memberikan kemudahan. Setahu saya, Dia Maha Baik.



Salam.Glasgow. 22 Mei 2015

Rabu, 20 Mei 2015

Jualan Bakso dan Sate Lilit di Pasar Hari Glasgow







Dari dulu saya berpikir kalau saya ini nggak “bakat” jualan. Aneh rasanya kalau nawarin barang atau apalah gitu namanya. Padahal orangtua saya sejak dulu berbisnis apa saja yang bisa dilakukan. Mulai bikin dan jualan telur asin, usaha ternak ayam, ternak ikan lele, usaha eternit, sablon, percetakan, rias pengantin dan lain lainnya. Di rumah sudah terbiasa dengan usaha yang dijalankan bapak ibu untuk bisa membiayai kami sekolah. Karena bila hanya mengandalkan gaji bapak saya yang PNS saja pastinya kurang untuk biaya hidup dan pendidikan kami bertiga bersaudara. Dan sungguh saya salut dengan kerja keras dan perjuangan orangtua saya demi anak-anaknya *huhuk terharu jadinya.
Akhir-akhir ini saya pengen menantangi diri sendiri untuk bisnis kecil-kecilan. Apalagi memang kepepet dana juga karena udah nggak dapat beasiswa lagi. Untuk biaya hidup di Glasgow sampai selesai studi belum kebayang dapat dari mana heheh. Dulu pernah saya jualan tempe dengan order tempe dari Manchester lalu saya jual lagi ke anak-anak di Glasgow. Tapi ini sporadis banget karena kulkas flat kecil mungil, nggak bisa nyimpen tempe banyak jadi harus habis dalam waktu cepat.
Nah kali ini ada acara Pasar Hari Glasgow, komunitas Malaysia yang menyelenggarakannya. Memang sih warga Malaysia banyak sekali yang ada di Glasgow ini. Akhirnya saya tertarik untuk ikut jualan, dan mengajak teman saya Yangie untuk share-lapak. Satu lapak terdiri dari dua meja, nah jadi kita bisa satu meja satu meja dan lebih murah untuk sewa stallnya. Saya memutuskan untuk jual sate lilit, bakso kuah, nastar, kastangel dan handmade brooch.
Saya sudah beberapa kali membuat sate lilit untuk sajian publik misalnya saja untuk acara konsumsi pengajian ataupun BBQ anak-anak PPI. So far sih komentarnya enak hihih. Kemudian untuk bakso, ini pertama kalinya saya publish bakso buatan saya untuk publik *halaah ahaha. Biasanya dimakan sendiri atau kalangan temen-temen dekat saja. Kali ini sudah pede untuk menjual karena saya rasa sudah bisa membuat bakso yang kenyal dan rasanya cukup maknyus. Kisah membuat bakso ini mengalami perjalanan trial and error serta kegagalan demi kegagalan sampai akhirnya nemu cara untuk bikin bakso kenyal. Intinya memang sih jangan berhenti belajar. Berkat banyak browsing kesana kemari karena penasaran untuk bisa bikin bakso kenyal dan enak, akhirnya jadi juga---dan berasa sebuah prestasi *ahaha halooo mahasiswa PhD :D
Untuk cookies nastar dan kastangel nekad aja sih jualnya hehe, karena sebenarnya saya belum terlalu ahli urusan per-cookies dan kue-an. Jarang saya bereksprimen karena memang tidak terlalu suka kue, lebih suka bereksperimen masakan tradisional Indonesia yang nampol di lidah.
Nah ternyata yaaa, pengalaman masak sendiri dan dijual memang seru. Karena capek dan ribetnya lumayaaan. Masak sistem kebut semalam bikin bakso dan sate lilit sekitar masing-masing 40 porsi lumayan bikin badan pegal-pegal. Dan sampai akhirnya satu tray sate lilit gosong karena saya ketiduraaaaan hihih. Sampai jam 2 pagi saya masih memanggang satu tray sate lilit terakhir plus menunggu nasi untuk bikin lontong di rice cooker. Eh sembari leyeh-leyeh, tahu-tahunya pas bangun udah jam 3 pagi. Dan ketika menengok oven, gosonglah satu tray sate lilit heheh.
Acara dimulai Sabtu, 16 Mei jam 2 siang. Dibantu sama mas basid yang dengan berbaik hati menjadi seksi angkut-angkut barang. Yang ribet tentu saja membawa microwave dan kuah bakso. Kuah bakso dimasukkan ke dalam botol-botol air minum 2 literan lalu nanti dituang ke wadah untuk dipanaskan di tempat acara, begitu rencananya.
Sampai di tempat acara jam 2 lebih ternyata venue sudah ramai orang. Ketika sampai di ruangan, orang-orang sudah ramai membeli dagangan lapak-lapak yang tersedia. Sementara saya mencari meja jatah lapak saya tidak ketemu-temu. Tidak ada tulisan atas nama saya atau Yangie. Akhirnya setelah mengontak panitia, ketemu juga meja untuk saya.
Rencana untuk mengalasi meja dengan kain cantik, menata dagangan rapi dan mengeluarkan kertas tulisan nama masakan serta harganya pun bubar. Begitupun rencana narsis di antara jualan saya gagal sudah. Karena ternyata begitu sampai, orang-orang sudah mengantri mau beli. Ahahaha jadilah hectic sendiri, untung ada mas basid untuk berubah jadi asisten yang melayani pembeli juga. Beberapa pesanan yang pre-order disimpan untuk menghindari kehabisan stok.

Suasana Pasar Hari Glasgow, foto diambil dari Fanpage-saya nggak terlihat ahaha ada di sebelah kanan :D

Dan ternyata sate lilit dalam waktu sekejab sudah ludes. Humm seharusnya bikin lebih banyak lagi. Tapi yaaa, mana tau bakalan selaris ini pembelinya. Bahkan pas masak saya kepikiran “ini masak sebanyak ini ntar ada yang beli nggak ya?”
Tapi alhamdulillah laris manis. Dan lebih senang lagi sih kalau si pembeli suka dengan makanan yang saya jual.
Ada yang menghampiri saya nanya masih ada nggak nastar (pinneaple cookies)nya, namun sayangnya stok saya cuma beberapa pack saja dan sudah habis, kebanyakan sudah diorder. Dia nyobain nastarnya dari Mbak Desita yang beli dari saya juga trus setelah nyicip, jadi pengen beli juga. Dan sayangnya nastarnya sudah habis.
Sekitar jam 4 lebih, pengunjung sudah mulai sepi karena hampir semua makanan habis. Wah ternyata ini orang Malaysia suka jajan juga. Mereka membeli banyak-banyak, ada yang makan di tempat atau pula yang dibawa pulang.
Ah alhamdulillah, ini pengalaman jualan langsung pertama saya hehe dan laris manis. Keuntungannya setelah dikalkulasi dengan bahan-bahan untuk membuatnya ternyata sangat lumayan. Bisnis makanan kalau laris memang menggiurkan ternyata ya.
Hari ini saya memutuskan untuk mendaftar book lapak di Bazar Ramadan selama 4 kali di Edinburgh. Walau jauh di luar kota, tapi mungkin inilah saatnya perjuangan harus dilebihkan. Jalani saja, nikmati saja. Mungkin suatu saat bisa dikenang dengan senyuman hehe, berjuang menyelesaikan S3 dengan jualan sate dan bakso ahaha.

Salam semangat dari Glasgow.



 


Senin, 11 Mei 2015

Ngamen Nari Saman di Buchanan Street, Glasgow

Terimakasih pada semua tim pendukung acara ini 

Kadang-kadang ada banyak hal besar yang terjadi “hanya” berawal dari iseng-iseng atau candaan belaka. Yang membedakan apakah hal tersebut bisa terwujud atau tidak hanyalah soal kemauan dan keseriusan kita. Hal ini kembali saya sadari setelah acara Saman Street performance a.k.a ngamen di Buchanan Street kemarin sabtu akhirnya terwujud dan berjalan lancar.
Tadinya cuma berawal dari candaan kami dan angan-angan kosong pas kumpul latihan nari saman untuk pentas di acara ASEAN-China Day di University of Stratclyde.
            “Eh, kapanlah kita tampil nari di Buchanan street gituu,” celetuk salah seorang dari kami. Dan kemudian disambut dengan antusias oleh anggota samaners lainnya. Tapi candaan itu kami anggap angin lalu belaka. Pengen sih, tapi sekedar becandaan iseng--begitu pikir kami tadinya.
Buchanan Street itu jalanan pusat kota yang ramai dengan lalu lalang orang-orang, kanan kirinya toko toko pusat perbelanjaan. Tempat itu relatif selalu ramai, apalagi pas weekend. Biasanya di sepanjang jalan ada yang ngamen seperti group Caledonia dengan atraksi khas ala Skotlandia dengan seragam kilt dan bag pipe mereka, ataupun juga pertunjukan lain sering saya lihat di Buchanan Street.
Ide ngaman nari saman sebetulnya seru juga, cuma gimana caranya bisa ngamen di sana kami nggak ngerti. Bagaimana perijinannnya, peraturannya, seragam samannya yang kami nggak punya, dan hal-hal lainnya.
Tapi memang benar, kadang-kadang hanya perlu kemauan dan keseriusan untuk membuat hal yang kita rencanakan terwujud.
Kemarin sabtu, 10 Mei 2015 sejarah tercetak dengan penampilan tari saman pertama kali di jalan (semacam street performance) di Glasgow. Finally We did it!
Begini ceritanya, ide tampil di Buchanan kembali muncul pas usai acara ASEAN-China Day ketika upload foto-foto trus terlontar lagi ide tampil di Buchanan. Tujuan awalnya untuk mempromosikan kegiatan Indonesian Cultural Day yang dilaksanakan Tanggal 18 Mei 2015. Alhamdulillah, Pak Nasir (salah seorang senior kami di sini) menyambut ide ini dengan kesediaan beliau untuk mencari informasi ke Glasgow city council, tanya tanya rekanannya tentang ijin street performance di Buchanan Street. Kemudian Ema, salah satu samaners-menjadi ketua acara ini-dan menindaklanjuti acara yang awalnya cuma iseng-iseng. 



Tujuan awal untuk mempromosikan ICD pun berubah ketika melihat waktu yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakan sebelum ICD. Dan kebetulan kami juga sedang punya gawe untuk mengadakan semacam acara “kelas inspirasi” kolaborasi dengan Rumah Zakat di Indonesia. Untuk pelaksanaan acara yang rencananya akan diselenggarakan akhir Mei tersebut, kami membutuhkan sejumlah dana. Nah pas lah, kami akhirnya ngamen nari saman sekaligus penggalangan dana untuk kegiatan pendidikan tersebut
***
Penat mendera setelah sebelumnya menyibukkan diri dengan acara ICD 2015. Selain menjadi performer dengan nari saman, saya juga menjadi koordinator konsumsi yang cukup memakan energi beberapa hari sebelum acara. Koordinasi, menyiapkan menu untuk 200 orang, belanja, latihan saman, gladi resik, dan masak bagian saya yakni nasi kuning 4 kg dan 225 tusuk sate cukup melelahkan. Jadi usai acara akhirnya tepar bahagia *halaaah. Tapi keesokan harinya kami harus ngamen di Buchanan Street, tepat sehari setelah ICD. Kami memilih sabtu karena lebih ramai dan juga mumpung kostum saman belum dikembalikan. Alhamdulillah cuaca yang sebelumnya diramalkan bakal hujan ternyata benderang. Rupanya Tuhan merestui niat kami untuk ngamen sekaligus penggalangan dana tersebut.
Jam 1 siang kami kumpul dan memakai kostum di flat teh siska-markas besar tim samaners, sebelumnya saya sudah make up sendiri jadi tinggal memakai kostum saja. Dan sekitar jam 2 siang sesuai rencana kami ke Buchanan Street, dimana rekan-rekan kami yang lain terlebih dulu men-tag tempat dengan menyiapkan matras yang dialasi batik.
Acara ini banyak dibantu rekan-rekan PPI Glasgow yang lain, baik yang bantu urusan sounds system, tag tempat, MC, fotografer maupun urusan publikasi ke media. Aih, senanglah kalau semuanya dilakukan dengan kebersamaan. Lelah tapi senang.


Interaksi dengan pengunjung saat sesi workshop

Ngamennya berisi pertunjukkan tarian saman kami, kemudian diselingi workshop beberapa gerakan saman bagi para pengunjung yang ingin mencoba. Alhamdulillah para pengunjung antusias, menonton menikmati tarian kami, ada yang mencoba beberapa gerakan dan bermurah hati menyumbangkan dana. Kami memainkan tiga kali pertunjukkan full, dan pas tari yang ketiga kalinya rasanya badan sudah jompo ahaha lelah maksimalis. Ngamen yang kurang dari 2 jam tersebut berhasil mengumpulkan 155.70 pounds (sekitar Rp. 3.174.878) . Wuaaa luar biasa rasanya. Semoga dana yang terkumpul bisa dipergunakan sebaik baiknya untuk membantu pendidikan di Indonesia. Seneng sih rasanya, narinya aja seneng, dapat duit untuk tujuan pendidikan pula, untuk Indonesia pula. Jadi rasa senangnya itu berlipat-lipat, Alhamdulillah.
Selain bahagia, saya juga merasa bangga bisa menjadi bagian dari acara tersebut. Terimakasih atas kerja keras semua samaners dan tim pendukung acara ini. Kalian semua luar biasa.
Sekali lagi, saya percaya ketika ada rencana atau keinginan, cukuplah dengan bekerja lebih keras, berkemauan lebih kuat, dan konsistensi untuk bertekad mewujudkan, maka Tuhan akan mendatangkan orang-orang dari segala penjuru untuk membantu mewujudkannya.
I do believe that!

We did it, Ladies! 



Glasgow, 11 Mei 2015. 


Photo credit : Varyan Aryo

Publikasi acara di media di link ini

Kamis, 23 April 2015

Mari Menari Bersama Hadapi Ketidakpastian


Foto : Dokumentasi Pribadi

Sering kali saat makan siang di ruang makan komunal lab, bapak dari Turki yang tengah menjadi visiting researcher di department menghampiri saya. Kadang-kadang cuma bilang “ Buon Appetite” sambil tersenyum lalu berjalan kembali menuju labnya bersama secangkir kopi di tangannya. Atau seringkali pula ia tiba-tiba duduk di kursi sebelah saya, lalu mengajak ngobrol. Usianya sudah kira-kira menjelang 50, bahasa inggrisnya terkadang patah-patah. Professor dari salah satu universitas di Turki itu di awal obrolannya selalu menanyakan pertanyaaan sejenis ini,
            “ How’s today?” “ How your feeling today?” sejenis pertanyaan yang agak sulit dijawab sebenarnya.
Bagaimana hidup saya akhir-akhir ini?
Ah, tentu saja hidup selalu saja dengan perputarannya yang menakjubkan. Penuh dengan kejutan dan tentu saja, dengan ketidakpastian.
Minggu lalu pengumuman perpanjangan beasiswa dikti saya sudah dirilis di situs dikti. Begitu membuka pengumuman udah berasa deg-deg an, dengan harapan bahwa saya akan diterima perpanjangan beasiswa saya untuk April-September 2015. Karena biaya living cost di UK memang luar biasa mahal kalau dikurs dengan rupiah. Gaji dosen saya sebulan bahkan tidak cukup membayar sewa flat dan utilitiesnya per bulan.
            “ Ayo belajar mengurangi ketergantungan terhadap hasil,” ada suara begitu dalam diri saya. Dan ketika saya buka lampiran pengumuman,  nyatanya saya masuk ke Lampiran 2 yakni yang belum menerima perpanjangan Dikti. Solusi yang ditawarkan cuma satu, menunggu pengumuman dibuka lagi tahap berikutnya untuk bisa apply lagi. Kapan? Entah.
Kecewa? Iya tentu saja ada rasa itu, tapi ternyata saya baik baik saja. Belajar mengurangi ketergantungan pada hasil, membuat diri terasa lebih tenang, lebih lepas dan lebih mudah menerima apapun yang datang dalam hidup. Padahal beasiswa saya habis periodenya Maret lalu, bagaimana saya bertahan sampai September (dan masa sesudah itu untuk menunggu viva akhir)? Saya tidak tahu, tapi saya yakin saya bisa menghadapinya. Dan lagi, sedapnya tabungan saya baru saja terkuras untuk pembelian rumah..lalala..que sera seraa.
Tapi nyatanya, fokus saya justru bukan pada kenyataan bahwa saya belum diterima perpanjangan beasiswa, namun dengan kembali disadarkan bahwa senantiasa ada orang-orang tercinta yang selalu ada untuk saya,
            “ Nanti kita pikir sama-sama, kita hadapi sama-sama,” begitu kata pasangan saya kala saya kabari info pengumuman tadi.
Oh, kalimat itu sudah seperti seluruh energi sedunia tiba-tiba diserahkan ke tangan saya *halaaah. Saya serius, that’s mean a lot. Terimakasih untuk dukungan yang selalu ada untuk saya.
            “Kalau ada yang bisa dibantu, jangan sungkan kabar-kabar,” begitu teks salah seorang sahabat saya.
Sejenis kalimat-kalimat itu datang dari orang-orang di sekitar saya yang membuat saya merasa sangat beruntung dan bersyukur. 
Perjalanan studi doktoral saya pun penuh dengan ketidakpastian. Keputusan Ethic Aproval yang entah kapan keluarnya, bisa nggaknya sampel dibawa ke Glasgow, kapan sampel bisa sampai dan sebagainya. Pun kala eksprimen lab saya masih belum berhasil juga.  Sejak awal tahun 2015 hingga sekarang masih juga belum menemukan hasil yang menggembirakan. Hampir tiap kali eksperimen, saya membiasakan diri untuk siap mendapatkan hasil yang belum seperti diinginkan. Mencari cara ini itu, baca ini itu, diskusi dengan X, Y bla blaa..belum juga ada titik terang sampai sekarang.
Dan di kala jalan mulai terlihat,  tiba-tiba saja  saya dikabari kalau asuransi lab saya sudah habis masanya, sehingga sudah tidak boleh lagi mengerjakan lab work. Jreng, what? Terus saya mau nulis apa di thesis saya? ini adalah final work yang menjadi inti dari projek saya. Apa jadinya thesis saya tanpa hasil lab yang sedang saya kerjakan ini. Sedangkan deadline submit thesis september, hanya beberapa bulan lagi.
Nyes rasanya, hidup memang selalu penuh kejutan dan ketidakpastian. Tapi bacalah kata Fadh Djibran :


Mungkin itulah pentingnya belajar untuk “berada di tengah roda”—istilah Gede Prama ini selalu saya ingat.
            “Kalau kamu masih berada di pinggir roda, hidupmu akan mudah sekali terasa naik turun berputar seiring dengan berputarnya hidup. Belajarlah berada di tengah roda, kamu tidak lagi terlalu terpengaruh perputaran  naik turunnya hidup,” saya selalu mengingat kalimat beliau.
Gampang  mencapai titik itu? Enggaaaaklah pastinya ahah.
Belajar mengurangi attachment terhadap hasil ataupun hal-hal di luar kendali kita memang tidak mudah, tapi pelan-pelan bisa membuat hidup terasa lebih tenang, lebih tentram.
Dan ternyata Tuhan sudah menyiapkan orang-orang tercinta yang selalu ada untuk kita. Mungkin masa-masa sulit dihadirkan dalam hidup untuk menyadarkan kembali bahwa ada orang-orang tercinta yang selalu ada dalam hidup kita.
Saya lebih banyak bersyukur dibanding harus mengeluh pada keadaan yang saya hadapi sekarang ini. Saya baik-baik saja dan mencoba menjalani semuanya dengan upaya terbaik yang saya bisa.
Dan kali ini, ijinkan saya mengucap terimakasih pada orang tercinta saya
- - - - -
Kamu, selalu saja bisa menjadi tempat yang nyaman dan damai untuk pulang.
Kamu, selalu membuat segala kejutan hidup dan tantangan menjadi penuh kejenakaan. Hidup kadang memang perlu dijalani dengan kejenakaan, agar urat-urat hidup kita tidak tegang.
Carilah seseorang yang bisa membuatmu senantiasa tersenyum. Begitu pernah kubaca entah dimana. Dan kamu selalu bisa menerbitkan senyumku, tawaku, bahagiaku.
Terimakasih, selalu menjadi tiang tangguh yang siap menopangku bila lelah, bila resah, bila gundah.
Terimakasih, untuk kesediannya belajar bersama mengerti satu sama lainnya sepanjang  usia,
Terimakasih untuk menari bersama saya, menghadapi ketidakpastian-ketidakpastian hidup yang datang pada kita.
Anggap saja hidup memang penuh dengan kejutan, ketidakpastian, keajaiban dan kejenakaan yang terkadang kita cukup rayakan dengan tangis dan tawa.
Kala kita bersama, bukankah hidup selalu luar biasa dan penuh cinta?
Ah, semoga.
Terimakasih, telah selalu ada.




 

Sabtu, 18 April 2015

Happiness is #

Cherry Blossom in Spring, Glasgow (dokumentasi pribadi)



Every man wants to be happy, but in order to be so he needs first to understand what happiness is (Jean-Jacques Rousseau)
                                                                         


Sebuah buku kembali datang pada saya. Iya, saya mengambilnya dari rak buku di sebuah charity shop di Great Western Road, harganya murah saja hanya sekitar 1.50 GBP.
Kenapa lagi-lagi soal buku tentang bahagia?
Apa saya nggak bahagia sampai harus baca buku begitu begitu? Hihi, No. Saya kini semakin menyadari bahwa saya tipe seeker, tipe pencari. Saya suka mencari-cari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya akan hidup. Saya menikmati proses pencarian, penantian, penemuan, hilang, menemukan lagi, ah iya..saya menikmati perjalanan.
Dan saya bacai buku tentang bahagia tadi, yang berjudul " Happiness- a Guide to Developing Life's Most Important Skill" ditulis oleh Matthieu Ricard, seorang buddist monk yang tadinya seorang peneliti cellular genetics.
Kalau kemarin-kemarin, buku Conversation with God, saya bisa baca hanya dua kali dudukan, namun untuk buku ini saya memerlukan waktu cukup lama untuk menyelesaikannya. Pertama, karena bahasanya “berat” heuheu. Iya, buku ini bahasanya rada berat, sehingga kecepatan saya membaca (dalam bahasa inggris) pun tidak secepat kalau bahasanya ringan-ringan saja. Penulisnya banyak menggunakan diksi antah berantah yang saya kadang nggak ngeh, tapi malas cari kamus-jadi akhirnya tebak tebak buah manggis, dilihat dari konteks kalimatnya apa. Kedua, isinya memang berat ahaha. Buku ini semacam review dari berbagai macam buku-buku yang mengupas tentang kebahagiaan yang dibaca oleh si penulis.
Tapi ternyata keren banget ini buku, karena saya menemukan AHA moment dalam buku ini. Walaupun awalnya sering dibikin gemes sama ini buku,
“Kenapa sih, teoritis banget nerangin perbedaan pleasure, joy dan happiness?
But what?
Ternyata memang saya sering keliru, menganggap pleasure, joy sebagai Happiness. Dan dengan mengerti perbedaan antara pleasure dan happiness, akhirnya saya tiba dalam titik pemahaman lebih dalam tentang happiness. Dulunya saya lebih mengartikan happiness pada kondisi seperti saat harapan kita terwujud, keinginan kita tercapai, kondisi baik-baik saja, lulus kuliah, dapat beasiswa, ketemu teman, ketemu pasangan, bersama keluarga bla bla dimana keadaan di luar kita nampak selaras dengan mau kita. Harapan kita sesuai dengan kenyataan.
Namun di posting saya  di sini , saya menemukan bahwa saya merasa bahagia walaupun dalam kondisi hidup yang tidak ideal (menurut saya). Hingga saya akhiri posting tulisan saya tersebut dengan ketidaktahuan, alih-alih mencoba mencari definisi lebih baik dirasai saja kebahagiaan yang mengada.
And then, dalam buku ini saya menemukan sesuatu yang lebih dalam
" unlike pleasure, genuine flourishing may be influenced by circumtance, but it isn't dependent on it.  Authentic happiness is not linked to an activity, it is a state of being"
Selama ini kondisi di luar seperti cuaca, perlakukan ataupun ucapan orang lain, keadaan, apakah keinginan saya terwujud atau tidak, hasil ujian bagus atau tidak atau kondisi di “luar diri kita” lah yang sering kali mempengaruhi kebahagiaan saya.
Tapi konsep- keadaan di luar kita mungkin bisa mempengaruhi kondisi di dalam diri kita- tapi kita bisa menjadi independent terhadap itu semua. Artinya tidak tergantung dari kondisi-kondisi di luar kita. Bayangkan?
Jadi itukah titik yang telah dicapai oleh pendahulu seperti Budha, Bunda Teresa, Gede Prama? Saya menjadi lebih mengerti sekarang. 
Itulah kenapa seringkali para tercerahkan mengatakan, kebahagiaan itu tergantung diri kita sendiri, ada di dalam diri kita sendiri. Selama ini saya masih dalam tataran "tahu" tentang konsep tersebut, dan mencoba mempraktekkannya tentu saja. Tapi seringkali masih gagal karena terpengaruh oleh kondisi-kondisi di luar diri saya misalnya hasil eksperimen gagal, mendapat perlakuan tidak seperti diharapkan dan lain-lain. Itu terjadi karena saya masih belum independent terhadap kondisi di luar diri saya.  
Tapi kira-kira bisa nggak sih mencapai titik balance itu? menjadikan happiness is a state of being?
Banyak pendahulu-pendahulu yang memberikan bukti mereka mampu berada di titik itu. Mari berjalan seperti mereka. Happiness is a skill, ternyata harus dilatih terus, dan terus.
Saya pun belajar menjadi semakin aware dengan the power of mind. Bagaimana mengendalikan pikiran kita adalah kunci menciptakan hidup yang luar biasa. Tadinya saya berpikir mengeliminasi pikiran negatif itu nggak mungkin karena aliran pikiran negatif itu secara alamiah terjadi. Tapi ternyata semua itu bisa dilatih, dengan disiplin dan terus menerus. Bagaimana kita terus mencoba memfokuskan diri pada pikiran-pikiran positif, kebersyukuran, kecukupan, keberlimpahan, cinta, kasih ternyata bisa berubah menjadi kebiasaan sehingga lama-lama kita akan terbiasa berpikir positif. Pikiran positif tentu saja akan menciptakan hidup yang positif pula.
Satu hal yang sedang saya pelajari sekarang adalah belajar semakin aware, semakin sadar kala pikiran pikian negatif mulai berseliweran di kepala.
Ketika mulai selintasan kecemasan, takut kehilangan, risau, kecewa, sebel mulai beruntun melintasi pikiran, ketika kita aware..akan ada semacam alarm peringatan.
            “Hayoo hayoo, di pindah channel ke yang positif-positif," ada chatter box seperti itu di kepala yang kadang-kadang mengingatkan diri sendiri.
Atau sekarang ini yang sering saya mantrakan ke pikiran saya kala sudah sadar beberapa pikiran negatif melintas adalah
“ Create! Create! Create!” perintah saya pada diri saya sendiri. Artinya saya harus mencoba menciptakan pikiran dan persepsi yang positif untuk menyingkirkan pikiran-pikiran negatif yang mulai melintas. Saya sadar kekuatan pikiran luar biasa dahsyatnya, jadi saya belajar bagaimana mengontrol pikiran saya. Hidup kita adalah hasil apa yang kita pikirkan dan persepsikan.
Mari ciptakan hidup luar biasa, seluarbiasa apa yang kita pikirkan, dengan luar biasanya  cara kita bersyukur dan menjalani hidup. Hidup yang kita inginkan, hidup yang kita maknai seperti apa yang benar-benar kita inginkan.
Salam perjalanan ke dalam diri

Glasgow, Saat kota ini dihiasi mekarnya cherry blossom seperti yang saya tangkap lewat kamera saya pada gambar di atas.

  

Sabtu, 11 April 2015

Easter Break : Menjelajah Linlithgow Palace




Kami di UK mendapat jatah libur 2 hari untuk menghormati yang merayakan paskah, hari jumat dan hari senin lalu, jadi total bisa break selama 4 hari. Sedangkan untuk anak-anak sekolah kabarnya libur sampai 6 minggu heuheu enak ya. Dan kemana easter break kali ini? Tahun lalu saya masih ingat saya pergi ke lake district untuk mengisi easter break. Catatan perjalanannya ada di sini. Dan kali ini saya jalan-jalan ke daerah Scotland saja *liburan murah meriah, yakni ke daerah bernama Linlithgow.
Awalnya random sih, sampai paginya kami juga masih belum memutuskan mau kemana. Tadinya mau ke the kelpies trus lanjut ke Linthgow. Jadi hari itu kami asal aja ke Queen street lalu beli tiket, karena tiket ke Edinburgh dan ke Linlithgow sama harganya dan satu jalur akhirnya kami memutuskan untuk membeli tiket Glasgow-Edinburgh return seharga 8.35 GBP.
            “ Ntar kalau ada waktu bisa ke Edinburgh Zoo trus mampir ke tempat makan biasanya (biasanya kami makan di Kitchen mosque di dekat Uni of Edinburgh, halal, enak dan terjangkau harganya)," kata teman seperjalanan saya. Iya baiklah, kami memang super random, yang penting jalan-jalan.
Kemudian kami naik kereta sekitar 20 menit dari Glasgow Queen Street sampai ke Linlithgow. Cuaca hari itu cerah ceria, matahari bersinar dengan hangatnya. Ramalan cuaca yang kami lihat memang selama Minggu dan Senin cuacanya bakal bagus. Dan tentu saja cuaca bagus itu langka di Scotland. Jadi ya, kami bersyukur hari itu cuacanya sangat mendukung untuk jalan-jalan. Dan satu lagi, enak banget rasanya jalan-jalan tanpa coat tebal. Kami sampai di Linlithgow sudah tengah hari karena berangkat dari Glasgow juga siangan. Linlithgow terletak di utara-timur dari West Lothian, dekat perbatasan dengan Stirlingshire. Kota ini terletak 20 mil (30 km) sebelah barat dari Edinburgh sepanjang rute kereta api utama ke Glasgow.
Begitu sampai stasiun, mata saya langsung menangkap spot cantik buat foto, ..langsunglah saya mengajak teman seperjalanan untuk mampir foto di sana, ternyata sekolah SD. Ya ampun cantik begitu bangunannya..simetris desain kanan dan kirinya, coba saja perhatikan

Tujuan wisata utama kota ini memang Linlithgow Palace, tempat lahirnya James V dan Queen Mary of Scot, Ratu Skotlandia. Mary of Scot lahir pada tahun 1542 dan menjadi ratu setelah 6 hari kelahirannya. Hiyaa masih bayi udah jadi ratu ya. Linlithgow Palace ini dibangun pada tahun 1424 oleh James I of Scotland dan pernah terbakar pada tahun 1424. Setelah kebakaran tersebut, James I memulai rekonstruksi istana tersebut dan menghabiskan 200 tahun untuk menyelesaikannya. Wah lama banget yaa.
Untuk mencapai istana ini sangat gampang dari stasiun, hanya sekitar 10 menit jalan kaki sampailah kami di Linlithgow Palace. Untuk masuk ke istana ini, harga tiket untuk dewasa sebesar 5.50 GBP, tapi karena kami member dari historic Scotland jadinya kami bisa free masuk ke sana ayeeee. 
 
pose dulu sebelum masuk ke palace

Dalam istananya biasa aja sih, nggak semewah Stirling Castle. Tapi kami bisa naik ke atas dan bisa melihat dari puncak palace, dimana dari situ bisa memandang hamparan danau Linlinthgow (Linlithgow loch). Memang letak palace ini sangat sempurna dengan dikelilingi oleh loch/ danau jadi terlihat sangat cantik. Lihatlah foto-foto yang kami ambil dari puncak palace, rasanya betah berlama-lama memandangi hamparan pemandangan yang sangat memanjakan mata
 
Linlinthgow loch terlihat membiru dari puncak Linlinthgow Palace
 
Foto ini diambil dari lubang angin puncak tertinggi Linlinthgow Palace..breathtaking scenery banget
Dan yaaa..tetap saja acara utamanya adalah foto-foto ria dan mencobai lensa baru. Masih rada kagok memakainya karena lensa fix, nggak bisa zoom. Tapi seru juga bereksperimen dengan lensa baru ini, walau tentu saja berganti ganti dengan lensa standar kit bawaan Nikon D5100 saya itu.

ini di lorong lorong bagian dalam Palace

Usai puas menjelajah palace, huhuh lumayan melelahkan juga naik turun tangga, kami memutuskan untuk leyeh leyeh di hamparan rerumputan sambil memandangi loch dari kejauhan. Plus makan siang tentu saja karena perut sudah keroncongan. Dan strategi wisata murah meriah kami adalah membawa bekal sendiri. Selain dipastikan halal (agak susah memang mencari tempat makan halal selain kebab dan fish and chips), pastinya jauh lebih murah. Kali ini menunya tahu telur (telur dicampur tofu lalu digoreng enak bangeeet) , tempe goreng dan sayur ahaay nikmatnyaaaa  plus teh panas yang kami juga bawa. 
            “Kayaknya kalau foto dari kastil dari jauh bagus deh, dari seberang loch kayak di foto foto di internet itu” kata saya ke teman seperjalanan. Sebelumnya saya cek foto foto Linlinthgow Palace, kebanyakan diambil dari seberang Loch, jadi palacenya kelihatan dari jauh, nampak cantik sekali. Dan kami akhirnya jalan-jalan santai mengelilingi Loch yang lumayan luaaaassss. Kami mengamati nelayan-nelayan yang baru saja selesai melaut, melihat mereka menimbang hasil tangkapan mereka. Sempat pula tergoda membeli es krim di tengah teriknya hari namun setelah melihat harga dan porsinya yang sedikit tapi mundur dari antrian *wisata pelit ahaha.
Benar saja, pemandangan palace dari seberang loch terlihat cantik sekali, dan waktunya bernarsis ria ehehe.

ini nyobain lensa baru, latihan bikin bokeh..lumayan laah hasilnya
 
shoes-selfie di LinlinthgowLoch

Favorit banget pemandangannya

 
biasanya lensa kit bawaan nggak bisa nangkep foto dengan depth of field sedalam ini

Linlinthgow palace di belakang

 
Pemandangan dari tempat kami berhenti untuk sholat..betah banget di sini lama-lama
Untuk bisa mengelilingi loch cukup lumayan memegalkan kaki juga. Hampir sejam-an lebih kami berjalan, kalau total diselingi foto-foto ya pasti lebih dari itu hihi. Ketika kaki mulai pegal, ada kursi yang tersedia untuk melepas lelah. Kami juga menyempatkan untuk sholat di pinggiran loch.
            “ Udah sore ternyata, nggak jadi kayaknya nih kita ke Edinburgh” kata teman seperjalanan saya. Haha iyaaah ternyata kami keasyikan menikmati LInlinthgow palace dan lochnya. Tak apa, tujuan jalan-jalan kan menikmati suasana yang ada. Dan hari itu terasa begitu sempurna dengan cuaca yang cerah dan pemandangan yang menakjubkan. Scotland ini semakin dijelajah semakin cantik. Benar-benar saya akui hal tersebut. Selama perjalanan sudah disuguhi lanskap yang cantik di luar jendela bis atau kereta, begitu sampai lokasinya, dimanjakan dengan objek wisata yang ada. Satu-satunya kelemahannya hanyalah cuaca, dan hari itu begitu sempurna karena cuaca sangat bermurah hati pada kami.
 
Menjelang senja
Lalu kamipun beranjak pulang, tadinya mau mampir ke the kelpies, tapi kaki sudah pegal dan juga waktu sudah menunjukkan pukul 19.00, walaupun suasana masih benderang. Tapi rasanya Glasgow sudah memanggil manggil pulang.
Terimakasih untuk easter break yang super menyenangkan. Bila kalian ke Scotland, Linlinthgow sangat recommended untuk dikunjungi lho.

Salam perjalanan