Rabu, 19 Agustus 2015

Kabar dari Glasgow





Hai, lama tidak menyapa rumah saya ini. Ah, kangen sebenarnya. Tapi saya masih harus bersemedi untuk menyelesaikan studi doktoral yang deadlinenya sudah diambang pintu. Sekarang benar-benar semedi total ehehe. Aktivitas tiap hari tidak jauh dari masak, makan lalu bersemedi di depan laptop mengerjakan bab-bab thesis saya yang harus saya selesaikan segera. Tidak ada tawar menawar lagi sekarang. Saya pun sudah ingin segera selesai dan merdeka dari deraan ini *halaaah ahaha.
Sudah ingin segera merdeka lagi, jalan-jalan lagi, dan yang jelas nulis-nulis yang nggak jelas lagi.
Aih, saya kangen bermain-main dengan kata seperti biasanya.
Tapi kali ini, cukuplah saya menyapa sesekali dulu sampai saya benar-benar merdeka dari studi saya. Apa yang telah saya mulai toh harus saya selesaikan, dan inilah saatnya saya selesaikan, dan memulai hal yang baru lagi.
Dan Glasgow, semakin saya merasa akan segera meninggalkan, semakin terasa hommy saja. Beberapa kali saya foto-fotoan di kampus dan di sekitar Glasgow, selain untuk hiburan juga untuk  kenang-kenangan. Ah, kenang-kenangan-kalimat itu rasanya tak ingin saya ucapkan. Yang kangen saya, saya upload sedikit foto-fotoannya yaaa..ehehe,
 
Berasa dimana yaaa? padahal cuma bunga ilalang di pinggir jalan :)
 
Ngidam banget ke Lavender Farm di Hitchin atau Mayfield dekat london sana, tapi bisanya cuma foto bersama lavender di George Square ahaha, Alhamdulillah ;p
 
Kalau yang ini..hummm ya seperti itulah ;p;p

Hujan rintis di luar jendela, walau musim panas seharusnya masih menaungi Glasgow. Tapi beginilah, tak ada yang pasti tentang cuaca di Glasgow. Tapi saya menikmatinya..menikmati waktu-waktu yang masih tersisa sebaik baiknya.
Ada yang berdesir di hati kala menuliskan kalimat di atas, ah..saya sebenarnya belum ingin segera pergi. Tapi bukankah hidup harus terus dilajukan? Mari.
Mohon doa nya ya semua, semoga thesis segera kelar dengan baik dan studi doktoral saya bisa segera selesai.
 Dari Glasgow yang penuh cinta #eaaa
19 August 2015
 

Rabu, 29 Juli 2015

Pulang

Foto : Koleksi Pribadi (Stirling, 2014)



Terkadang rasanya beban terasa begitu beratnya dipanggul
Terkadang rasanya masalah datangnya tanpa permisi bertubi-tubi
Terkadang ada protes-protes kecil, kenapa dan kenapa lagi
Terkadang rasanya energi sudah diambang habis
Tapi Tuhan masih memberiku rasa pulang
Pulang,
Untuk menaruh beban sejenak, untuk meleraikan masalah
Rasa pulang kala tak usah berusaha pura-pura menjadi tegar
Tempat pulang yang senantiasa nyaman untuk bersandar
Pulang yang mengembalikan lagi kekuatan,
Tuhan masih memberiku rasa pulang
Pulang
Padamu
Kamu

Glasgow, di penghujung Juli 2015
 

Selasa, 07 Juli 2015

Ramadan Keempat

Kue sagu keju ciptaan saya semalam sambil nunggu subuh

Ini tahun keempat saya menjalani bulan puasa di Glasgow, UK. Ah, lama juga ya saya sudah tinggal di sini. Sudah berasa rumah, sudah berasa negeri sendiri. Dan Ramadan keempat ini pun berjalan lancar, salah satunya karena telah terbiasa dengan ritmenya. Ya, ritme jadwal puasa yang istimewa, 19 jam lebih lamanya.
Ketika artikel di beberapa media yang menampilkan artikel tentang pengalaman saya berpuasa selama 19 jam di UK, banyak yang berkomentar “lama sekali yaaa” bla bla blaaa..
Padahal nyatanya, tidaklah seberat itu. Biasa saja. Walaupun tetap saja berat, berat badanpun sudah turun beberapa kg. Tapi semuanya berjalan dengan lancar. Sama ketika saya dulu membayangkan musim dingin dan salju. Sebelum ke sini, kebayang apakah bisa bertahan dengan suhu yang minus-minus. Nyatanya ketika dijalani ya baik-baik saja, tidak sedingin yang saya kira. Entahlah, mungkin tubuh ciptaan Tuhan ini memang punya daya adaptasi yang sungguh luar biasa.
 Ramadan sudah berjalan sampai lewat di pertengahan. Ah tak terasa. Mungkin karena bulan Ramadan ini sibuknya luar biasa *sampai jarang posting blog yaa..aih kangen.
Sibuk jualan di bazar setiap sabtu di Edinburgh, bahkan minggu lalu dua kali (kamis di Glasgow, sabtu di Edinburgh). Pegel-pegelnya luar biasa ternyata. Hectic persiapannya, masaknya, jualan ke luar kota dengan geret-geret koper plus beres-beresnya habis jualan. Aih, tapi pengalaman yang luar biasa. Apalagi saya juga sedang dikejar deadline submit thesis, jadinya agak pontang panting juga atur atur jadwalnya.
Tapi Alhamdulillah, walaupun tidak sebanyak untungnya kayak di Pasar Hari Glasgow (karena pengunjung bazar di Edinburgh tidak sebanyak di Glasgow) tapi seneng ada penghasilan rutin tiap minggu selama Ramadan. Sangat lumayan untuk bertahan hidup di Glasgow.
Nikmati saja sih segala aktivitas di bulan Ramadan ini. Pagi ke lab sampai sore, lalu pulang ke flat, istirahat ataupun kalau ada jadwal bikin tempe berarti harus mengurusi kedelai kedelai. Atau kalau ada pesanan kue kering ya dikerjain. Tapi kalau free tentu saja memanfaatkan waktu untuk tidur agar nanti nggak ngantuk pas menunggu subuh. Karena biasanya dari maghrib sampai sahur harus tetap terjaga. Maghrib sekarang jam 22-an, sedangkan imsak jam 2.30an. dengan jeda yang pendek itu bisa bablas kalau tidur.
Pernah ditanya, kangen keluarga nggak? Iya pastilah. Bulan Ramadan dan lebaran itu identik dengan kumpul-kumpul dengan keluarga. Dan tahun ini kembali lagi harus berpuasa dan berlebaran di negeri orang. Sudah lebaran ke-empat lho nggak di rumah ehehe. Saya bersyukur orangtua punya keikhlasan  untuk memberikan kebebasan pada saya untuk memilih jalan hidup seperti yang saya inginkan. Pastilah tidak mudah untuk jauh-jauh dengan anak-anaknya *halaaah terharu.
Rindu tanah air? Ah tidak juga, entah mengapa. Hanya ingin menikmati kesempatan yang masih ada untuk menikmati kekinian sebaik-baiknya. Itu saja
Selamat berpuasa.

Salam
Glasgow, 7 Juli 2015


Rabu, 10 Juni 2015

Refleksi Garscube dan Secangkir Kopi



Tiba-tiba saja saya ingin berpindah jendela, dari jendela file thesis saya ke jendela ini. Terdistract lagi? Heheh. Enggak, saya lebih suka mengatakannya mengambil jeda sejenak, akhir-akhir ini aktivitas saya tidak jauh dari file-file thesis yang harus saya selesaikan segera. Sungguh menguras energi, maka kalau sedang tidak menulis tesis saya biasanya lebih suka istirahat, masak, makan, dan tidur. Makanya lama ya tidak menulis blog *ahah alasan lagi.
Tapi sore ini saya ingin mampir ke sini sejenak, menaruh selintasan-selintas pikir yang banyak melintas hari ini. Biasanya kalau banyak yang berseliweran di kepala, saya jadi “penuh”, maka demi kesehatan jiwa raga saya lebih suka menuangkannya dalam bentuk tulisan. Makanya menulis itu semacam kebutuhan (note : tapi bukan sejenis tulisan ilmiah seperti tesis atau paper/jurnal ilmiah ya).
Sore ini saya masih asik di depan komputer di lab saya di daerah Garscube, ditemani secangkir kopi yang sudah dingin. Saya membuatnya tadi siang kala menikmati santap makan siang menghabiskan bekal saya.
Ada suatu hal hari ini yang membuat hati saya sedikit tersentil sentil. Manusia, kadangkala memang layaknya membutuhkan penghargaan dari orang lain. Ada keinginan-keinginan normal manusia yang kadang muncul walau dalam bawah sadar kita. Manusia itu suka dipuji, dihargai, diacknowledge kehadirannya di publik dan sebagainya. Dan hari ini saya belajar,
            “ Kalaupun tidak ada orang pun yang tahu, kalaupun tak disebar di media sosial ataupun di ranah publik. Akankah kamu tetap melakukan apa yang ingin kau lakukan? Apakah tindakan-tindakanmu itu membutuhkan pengakuan?
Ah, manusia. Bukankah kamu bisa mengukur ketulusan dan keikhlasanmu saat hanya segelintir orang yang tau? Bukankah tindakan-tindakan yang kamu lakukan sejatinya itu untuk dirimu sendiri?. Melakukan yang terbaik yang bisa kamu lakukan. Setelah itu, apakah engkau masih membutuhkan pengakuan dari orang lain? Hingga jangan-jangan mungkin saja kau melakukannya demi pengakuan orang lain, demi puja puji dan sebagainya?
Kalimat di atas itu ditujukan untuk diri saya sendiri.
Ada satu detik di hari ini, pertanyaan itu datang pada saya. Dan pada akhirnya saya tersenyum, hari ini saya belajar tentang ketulusan.
Akhir-akhir ini saya juga belajar beberapa hal lainnya. Salah satunya Stop comparing yourself to others. Ini sebenarnya pelajaran sudah lama sekali. Tapi butuh latihan yang terus menerus, butuh diingatkan lagi. Hidup kita sehari hari dipenuhi polusi, seperti halnya polusi media, polusi dari ponsel kita dan sebagaimannya. Si X upload blab la, Si Y share link bla bla, ada yang media war, ah banyak sekali hal yang berseliweran dan hidup kita tiap harinya. Kita memang perlu sering rejuvenating diri, biar nggak kehabisan energi ehehe. Itulah sebabnya banyak pelajaran-pelajaran yang harus kita latih terus menerus. Salah satunya itu tadi, berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Melihat si X upload foto keluarga harmonis, foto-foto liburan bersama pasangan, si Y anaknya sudah masuk SD bla bla dan lain sebagainya. Ada satu titik yang kadang secara bawah sadar, akan membandingkan diri dengan orang lain.
Orang yang belum menikah kadang merasa terintimidasi dengan upload-an/share orang yang sudah menikah. Orang yang belum mempunyai keturunan pun bisa terintimidasi dengan postingan foto-foto anaknya sahabat atau orang lain. Orang yang ukuran kebahagiaannya diletakkan pada harta akan merasa iri kalau ada orang yang lebih kaya, lebih makmur dan sebagainya. Dan banyak lagi lainnya.
Sebenarnya jatuhnya jadi tidak baik, karena muncul iri. Namun ada sepersekian detik selintasan rasa tersebut kadang hadir. Inilah yang perlu latihan  terus menerus. Melihat perjalanan dan banyak sekali keberkahan Tuhan yang diberikan pada diri ini, dan melihat perjalanan orang lain sebagai teman seperjalanan yang beda jalur. Setiap orang ada jatahnya sendiri-sendiri. Bukan membandingkan ladang orang lain lebih “hijau”, lebih subur dan sebagainya, namun berupaya melihat betapa hijau dan suburnya ladang kita sendiri. Dan berupaya untuk membuat ladang kita lebih hijau dan lebih subur lagi hihi. Tuhan memberikan kelebihan juga pada hal-hal yang berbeda beda tiap orangnya. Memang benar sih, kuncinya itu lebih banyak bersyukur pada apa yang telah kita punyai.
"If you are content with what you have, you will have a happier life," 

(Robert Walker)
Rasanya cukup terus. Dan memang terasa lebih melegakan, membebaskan. Semoga terus menerus diingatkan untuk berlatih.
Yang kedua, saya sering kali diingatkan untuk “Don’t take everything for granted”. Apa ya enaknya dalam bahasa Indonesianya. Mungkin jangan menganggap apa yang ada padamu, apa yang kamu peroleh, apa yang Tuhan berikan padamu itu sebagai hal yang biasa saja. Ada beberapa hal yang biasanya kita anggap “biasa” saja  lama-lama akan kehilangan keistimewaannya. Apakah kamu merasa mulai biasa saja kala bersama pasangan? Tidak sadar bahwa setiap saat selalu berharga, kamu tidak tahu kan Tuhan akan kasih kamu kesempatan sampai kapan? Begitu pula kontak dengan orangtua, saudara, sahabat. Sampai kapan kamu diberi waktu bisa berupaya berbakti pada orangtua?
Ketika sahabat kamu masih setia mendengarkan cerita, masih sempat menyapa di sela-sela kesibukannya, itu istimewa. Ketika mulai menerapkan “Don’t take everything for granted”, bersyukur jadi lebih ringan dan mudah. 
Ah, manusia itu sering lupa. Maka sebenarnya kalimat-kalimat di atas seringkali sebenarnya untuk pengingat diri sendiri. Kadangkala membuka-buka tulisan lagi, lalu merasa ditampar-tampar tulisan sendiri. Tapi mungkin itulah salah satu kegunaan tulisan, sebagai pengingat.
Mari terus berjalan dengan perjalanan tiap kita masing-masing.

Glasgow hari ini cerah, langitnya biru. Memang lebih enak ke luar dan berjemur di bawah matahari, namun saya harus melanjutnya tulisan tesis saya.
Salam, Garcube 10 June 2015


Selasa, 02 Juni 2015

Yuk Intip Blog Baru Saya : Kreasi Mars

Blog baru saya, tapi pas pake template lama, sekarang udah ganti hihi yuk sila diintip



Ternyata postingan bulan Mei di blog ini cuman segelintir doang yah ehehe, padahal ada banyak yang kepengen ditulis. Mungkin gara-gara saya bikin blog baru di sebelah. Bulan Mei kemarin saya bikin blog baru loh, ehehe..saya sebenarnya nggak begitu pinter bagi bagi waktu untuk mengelola beberapa hal dalam satu waktu. Lumayan multitasking sih seperti kebanyakan perempuan *dibanding laki-laki ahaha, tapi tetep saja kadang susah bagi-bagi waktunya. Terbukti bikin blog baru di sono, eh blog yang di sini postingan menurun ahah.
Lahirnya blog baru itu sih gara-gara kalau nulis tentang masakan atau crafting di blog ini kok rasanya aneh, nggak nyambung, walaupun sebenarnya blog inipun isinya random. Tapi kebayang saja kalau lagi pengen bikin postingan resep berturut-turut trus ditaruh di blog ini kok rasanya janggal. Dan dulu juga pas kadang-kadang posting resep masakan ada yang protes, kok isinya resep masakan mulu hihih.
Berhubung hobi masak sedang meningkat serta tambah random dengan kadang suka bikin craft-craft, makanya pengen bikin blog baru. Kali ini mencoba memakai wordpress, biar ganti lah dengan blogger (baca : kayaknya wordpress lebih gampang dimasukin iklan *wink wink) ahaha. Tapi belum kesanalah, berproses. Ini juga masih belum dipindah ke domain dot com, nanti-nantilah melihat perkembangan, kira-kira rajin enggak update-nya LOL.
Tujuan bikin blog baru ini sebenarnya super sederhana, pengen mendokumentasikan hasil masakan atau kreasi craft saya. Masih jauh lah dari obsesi bikin blog masakan kesayangan saya seperti www.justandtry.com atau www.diahdidi.com, ih keren banget deh mereka. Tujuan bikin blog itu masih sesederhana pengen dokumentasikan resep-resep favorit saya aja, biar nggak usah cari-cari lagi, tinggal buka blog sendiri dan siapa tau juga bisa bermanfaat bagi pengunjung blog. As simple as that sih. Enggak muluk-muluk.
Oh iya, daritadi ceriwis tapi belum dikenalin blog baru-nya. Blognya di www.kreasimars.wordpress.com. Masih belum rapi sih rumahnya, kudu belajar banyak ngotak atik wordpress juga. Kudu bagi-bagi waktu juga dengan blog kesayangan ini biar tetap update dua-duanya. Monggo lho ya, kalau mau intip intip blog baru saya. Kalau banyak yang ngintip kan saya jadi semangat update dan semangat masak ehehe.

Salam blogger 
 

Jumat, 22 Mei 2015

Karena perjuangan harus terus dilanjutkan



              “ Minggu depan si Pearce udah nggak di lab lagi. Berhenti dari PhDnya,” cerita Mas Basid beberapa hari lalu.
Saya agak kaget mendengarnya. Berhenti? Si pearce baru menginjakkan tahun pertama PhDnya. Saya agak lupa apa pernah ketemu apa enggak dengannya. Dulu saat lab saya masih di sekitar Main Building, kadangkala saya bergabung dengan group lab mas basid untuk makan siang bersama. Beberapa saya kenal dengan cukup baik. Tapi Pearce, saya tidak terlalu mengenalinya. Hanya saja, namanya sering disebut-sebut ketika Mas Basid bercerita tentang suasana labnya.
            “ Depresi katanya,” Begitu jawab mas basid ketika kutanya alasan kenapa Pearce berhenti dari studi PhDnya. Phew depresi, terdengar menyeramkan sekali. Seberat apakah depresi yang dialaminya sehingga harus berhenti dari PhDnya?
Laki-laki pula, saya masih agak aneh mendengar ada laki-laki yang depresi heheh.
Beberapa bulan lalu, seorang rekan di lab saya juga berhenti di tahun pertamanya, karena alasan apa saya kurang tahu pasti. Tapi yang jelas semenjak awal dia memang angin-anginan. Ah benarkah mahasiswa PhD rentan depresi? Ahaha.
Yang jelas bagi saya, jenjang studi doktoral ini terasa yang paling berat di antara jenjang studi saya sebelumnya yang relatif sangat mulus. Untuk jenjang PhD ini memang banyak hal yang membuatnya super berwarna. Perjalanan yang hampir self-guidance inilah yang membuat kita seperti berperang dengan diri sendiri. Kapan mulai, kapan harus berprogres, mau kemana riset kita? seberapa cepat kita berprogres? Sampai dimana batasnya? Kapan mau selesai? Hampir semua ditentukan oleh diri sendiri, hingga kadangkala seperti sebuah perjalanan panjang dan sunyi.
            “Bulan depan, kayaknya aku sekeluarga mau pulang ke Indo, duitnya sudah tidak cukup lagi,” kabar itu membuat dada saya sesak mendengarnya. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang. Dia sahabat sekaligus rekan seperjuangan saya sesama Diktiers di UK tetapi di lain kota.  Sering kali berbagi keluh kesah bersama, yang seringnya adalah keluh kesah administrasi dan beasiswa.
Kami berdua sama-sama belum diterima aplikasi perpanjangan beasiswa tahap ke 2. Dia tinggal di UK bersama keluarganya yang membuat biaya hidup lebih berat untuk ditanggung. Iya, biaya hidup di Uk sangat mahal, memang berat bila tanpa sokongan uang beasiswa. Akhirnya dengan persetujuan supervisornya, dia akan melanjutkan writing up di Indonesia kemudian kembali ke UK saat viva (ujian akhir doktoral).
Walau begitu, saya merasa sedih juga dengan rencana kepulangan sahabat saya itu. Meskipun nasib saya sendiripun belum pasti entah sampai kapan bisa bertahan ahah.
            “Kita selesaikan apa yang telah kita mulai,” kalimat ini sering kami ucapkan satu sama lain kala seringkali beban studi meninggi.
Karena perjuangan yang terus dilanjutkan, mari tetap mengalirkan energi pada jalan-jalan usaha. Pada ikhtiar-ihktiar, pada doa-doa.
Tuhan selalu memberikan kemudahan. Setahu saya, Dia Maha Baik.



Salam.Glasgow. 22 Mei 2015

Rabu, 20 Mei 2015

Jualan Bakso dan Sate Lilit di Pasar Hari Glasgow







Dari dulu saya berpikir kalau saya ini nggak “bakat” jualan. Aneh rasanya kalau nawarin barang atau apalah gitu namanya. Padahal orangtua saya sejak dulu berbisnis apa saja yang bisa dilakukan. Mulai bikin dan jualan telur asin, usaha ternak ayam, ternak ikan lele, usaha eternit, sablon, percetakan, rias pengantin dan lain lainnya. Di rumah sudah terbiasa dengan usaha yang dijalankan bapak ibu untuk bisa membiayai kami sekolah. Karena bila hanya mengandalkan gaji bapak saya yang PNS saja pastinya kurang untuk biaya hidup dan pendidikan kami bertiga bersaudara. Dan sungguh saya salut dengan kerja keras dan perjuangan orangtua saya demi anak-anaknya *huhuk terharu jadinya.
Akhir-akhir ini saya pengen menantangi diri sendiri untuk bisnis kecil-kecilan. Apalagi memang kepepet dana juga karena udah nggak dapat beasiswa lagi. Untuk biaya hidup di Glasgow sampai selesai studi belum kebayang dapat dari mana heheh. Dulu pernah saya jualan tempe dengan order tempe dari Manchester lalu saya jual lagi ke anak-anak di Glasgow. Tapi ini sporadis banget karena kulkas flat kecil mungil, nggak bisa nyimpen tempe banyak jadi harus habis dalam waktu cepat.
Nah kali ini ada acara Pasar Hari Glasgow, komunitas Malaysia yang menyelenggarakannya. Memang sih warga Malaysia banyak sekali yang ada di Glasgow ini. Akhirnya saya tertarik untuk ikut jualan, dan mengajak teman saya Yangie untuk share-lapak. Satu lapak terdiri dari dua meja, nah jadi kita bisa satu meja satu meja dan lebih murah untuk sewa stallnya. Saya memutuskan untuk jual sate lilit, bakso kuah, nastar, kastangel dan handmade brooch.
Saya sudah beberapa kali membuat sate lilit untuk sajian publik misalnya saja untuk acara konsumsi pengajian ataupun BBQ anak-anak PPI. So far sih komentarnya enak hihih. Kemudian untuk bakso, ini pertama kalinya saya publish bakso buatan saya untuk publik *halaah ahaha. Biasanya dimakan sendiri atau kalangan temen-temen dekat saja. Kali ini sudah pede untuk menjual karena saya rasa sudah bisa membuat bakso yang kenyal dan rasanya cukup maknyus. Kisah membuat bakso ini mengalami perjalanan trial and error serta kegagalan demi kegagalan sampai akhirnya nemu cara untuk bikin bakso kenyal. Intinya memang sih jangan berhenti belajar. Berkat banyak browsing kesana kemari karena penasaran untuk bisa bikin bakso kenyal dan enak, akhirnya jadi juga---dan berasa sebuah prestasi *ahaha halooo mahasiswa PhD :D
Untuk cookies nastar dan kastangel nekad aja sih jualnya hehe, karena sebenarnya saya belum terlalu ahli urusan per-cookies dan kue-an. Jarang saya bereksprimen karena memang tidak terlalu suka kue, lebih suka bereksperimen masakan tradisional Indonesia yang nampol di lidah.
Nah ternyata yaaa, pengalaman masak sendiri dan dijual memang seru. Karena capek dan ribetnya lumayaaan. Masak sistem kebut semalam bikin bakso dan sate lilit sekitar masing-masing 40 porsi lumayan bikin badan pegal-pegal. Dan sampai akhirnya satu tray sate lilit gosong karena saya ketiduraaaaan hihih. Sampai jam 2 pagi saya masih memanggang satu tray sate lilit terakhir plus menunggu nasi untuk bikin lontong di rice cooker. Eh sembari leyeh-leyeh, tahu-tahunya pas bangun udah jam 3 pagi. Dan ketika menengok oven, gosonglah satu tray sate lilit heheh.
Acara dimulai Sabtu, 16 Mei jam 2 siang. Dibantu sama mas basid yang dengan berbaik hati menjadi seksi angkut-angkut barang. Yang ribet tentu saja membawa microwave dan kuah bakso. Kuah bakso dimasukkan ke dalam botol-botol air minum 2 literan lalu nanti dituang ke wadah untuk dipanaskan di tempat acara, begitu rencananya.
Sampai di tempat acara jam 2 lebih ternyata venue sudah ramai orang. Ketika sampai di ruangan, orang-orang sudah ramai membeli dagangan lapak-lapak yang tersedia. Sementara saya mencari meja jatah lapak saya tidak ketemu-temu. Tidak ada tulisan atas nama saya atau Yangie. Akhirnya setelah mengontak panitia, ketemu juga meja untuk saya.
Rencana untuk mengalasi meja dengan kain cantik, menata dagangan rapi dan mengeluarkan kertas tulisan nama masakan serta harganya pun bubar. Begitupun rencana narsis di antara jualan saya gagal sudah. Karena ternyata begitu sampai, orang-orang sudah mengantri mau beli. Ahahaha jadilah hectic sendiri, untung ada mas basid untuk berubah jadi asisten yang melayani pembeli juga. Beberapa pesanan yang pre-order disimpan untuk menghindari kehabisan stok.

Suasana Pasar Hari Glasgow, foto diambil dari Fanpage-saya nggak terlihat ahaha ada di sebelah kanan :D

Dan ternyata sate lilit dalam waktu sekejab sudah ludes. Humm seharusnya bikin lebih banyak lagi. Tapi yaaa, mana tau bakalan selaris ini pembelinya. Bahkan pas masak saya kepikiran “ini masak sebanyak ini ntar ada yang beli nggak ya?”
Tapi alhamdulillah laris manis. Dan lebih senang lagi sih kalau si pembeli suka dengan makanan yang saya jual.
Ada yang menghampiri saya nanya masih ada nggak nastar (pinneaple cookies)nya, namun sayangnya stok saya cuma beberapa pack saja dan sudah habis, kebanyakan sudah diorder. Dia nyobain nastarnya dari Mbak Desita yang beli dari saya juga trus setelah nyicip, jadi pengen beli juga. Dan sayangnya nastarnya sudah habis.
Sekitar jam 4 lebih, pengunjung sudah mulai sepi karena hampir semua makanan habis. Wah ternyata ini orang Malaysia suka jajan juga. Mereka membeli banyak-banyak, ada yang makan di tempat atau pula yang dibawa pulang.
Ah alhamdulillah, ini pengalaman jualan langsung pertama saya hehe dan laris manis. Keuntungannya setelah dikalkulasi dengan bahan-bahan untuk membuatnya ternyata sangat lumayan. Bisnis makanan kalau laris memang menggiurkan ternyata ya.
Hari ini saya memutuskan untuk mendaftar book lapak di Bazar Ramadan selama 4 kali di Edinburgh. Walau jauh di luar kota, tapi mungkin inilah saatnya perjuangan harus dilebihkan. Jalani saja, nikmati saja. Mungkin suatu saat bisa dikenang dengan senyuman hehe, berjuang menyelesaikan S3 dengan jualan sate dan bakso ahaha.

Salam semangat dari Glasgow.