Jumat, 06 Februari 2009

Secangkir Kopi dan Teman Setia

Bubuk hitamnya itu menawarkan persenyawaan nan kental antara aku dengannya menjelang tengah malam, ataupun dini hari. Menemaniku nonton bola, film ataupun saat menghabiskan waktu nulis bersama lenovitoku. Teman paling setia yang selalu ada eehehe, hingga bila persediaannya habis aku bisa kalang kabut mencarinya di toko terdekat. Takut ditinggalkannya aku sendirian dalam kehambaran menjelang tengah malam, saat mata sudah mulai protes untuk diistirahatkan, hingga butuh topangan energi baru berupa secangkir kopi hangat yang mengebulkan semangat cadangan.

Uhmm..boleh juga peradaban manusia yang telah lalu hingga berhasil menemukan si bubuk yang kadang membuatku kecanduan ini. Sejarah kopi dapat ditelusuri jejaknya dari sekitar abad ke 9, di dataran tinggi Ethiopia. Dari sana lalu menyebar ke Mesir dan Yaman, dan kemudian pada abad limabelas menjangkau lebih luas ke Persia, Mesir, Turki dan Afrika utara.

Nah, Indonesia sendiri baru mendapat biji kopi untuk dibudidayakan pada saat penjajahan kolonial Belanda. Sepertinya minum kopi telah membudaya, hingga minum kopi bukan hanya menikmati secangkir kopi pekat ataupun kombinasi kopi lainnya untuk memuaskan dahaga kita akan rasa. Lihat saja sekarang ini Coffee break biasa terjadi saat rehat di berbagai acara baik acara formal ataupun informal. Secangkir kopi juga akan suguhkan bila orang bertamu, menemani kongkow-kongkow sambil bercerita tentang apa saja.

Dulu saat di Jogya, kadang bersama teman-teman nongkrong di kopi joss dimana kopi yang dibuat terasa istimewa dengan arang yang dimasukkan ke dalamnya. Arang panas yang dimasukkan ke dalam kopi akan mentralisir kadar kafeinnya sehingga bisa menciptakan secangkir kopi dengan kadar kafein yang rendah. Bukan mitos belaka, namun hal tersebut merupakan temuan dari penelitian mahasiswa UGM yang sering nongkrong di Angkringan Lik Man itu. Kopi Joss (Angkringan Lik Man) yang terletak di sebelah utara stasiun tugu itu memang selalu rame dengan sekumpulan orang, baik mahasiswa yang berjubel di kota pelajar itu, wartawan, seniman, tukang becak, ataupun bahkan kabarnya sering dikunjungi sejumlah tokoh terpandang Indonesia seperti Butet kertarajasa ataupun Emha Ainun Najib.

Dari situ kita bisa melihat bahwa kopi memang telah membudaya. Bahkan Mba Anik, teman kosku di Jogya telah mengganti zodiaknya yang Taurus menjadi kopitarius gara-gara saking gemarnya minum kopi ehehe.

Akupun begitu, walaupun tidak terlalu fanatik berani mengakui sebagai penggemar kopi, bahkan pernah mengalami kecanduan kopi.

Secangkir kopi bagiku adalah teman setia yang tersedia kapan saja.

Previous Post
Next Post

0 Comments: