Kamis, 03 Juni 2010

Kesendirian // Kesepian


“Aku mendengar lonceng gereja di sini. Benciii.takut” aku menerima sms dari seorang sahabatku. Beberapa saat yang lalu aku dan dia ngobrol bahwa kami mempunyai perasaan yang berbeda bila mendengar suara lonceng gereja. Iyap, kami sama-sama pernah tinggal di Perugia (walau dalam waktu yang berbeda) dimana setiap jam lonceng gereja akan berdentang untuk menunjukkan waktu/jam. Tapi kami punya rasa yang berbeda bila mendengarnya,

“ Aku nggak suka, rasanya suara lonceng itu menghadirkan sesuatu yang sepi, sendiri, aku nggak suka denger bunyinya” katanya beberapa hari yang lalu saat kami bertemu. Sedangkan aku berpendapat lain,

“ Uhmm aku kangen denger suaranya, damai..hening” memang begitulah. Walaupun memang dalam suara lonceng itu aku juga merasakan aroma kesepian, kesendirian, tapi aku suka. Sering saat masih di Perugia, dalam malam yang sudah larut kudengar sendunya dentang lonceng gereja yang bersuara dalam keheningan. Deng..deng…deng…lamat-lamat terdengar suara lonceng gereja dari katedral San Lorenzo di depan rumahku..pukul tiga dini hari, saat dunia gelap, saat dunia tertidur, dan aku masih terjaga..aku merasakan suatu keintiman dengan hidup.

Aku baru tahu ada orang-orang yang memang sungguh-sungguh tidak suka sendirian. Kemarin juga aku melihat sendiri bagaimana adik sahabatku ini tidur dengan mendengarkan radio,

“ Karena biar dia merasa ada suara-suara lain, Jadi dia nggak merasa sendirian. Dia nggak bisa tidur tanpa suara-suara” jelasnya. O o jadi begitu, pernah melihat orang yang menyalakan tv atau radio ketika akan tidur, mendengarkan musik atau apapun? Banyak orang yang takut sendirian.

Ada orang yang untuk makan saja harus ada orang yang menemaninya makan, makan bersama orang lain membuat manusia merasa mempunyai orang lain dalam hidupnya. Bahkan ada adegan di serial korea yang kutonton yang mengatakan,

“ Kau punya hutang padaku, maka kau harus membayarnya. Sederhana saja, Kau harus mau menemaniku makan malam selama bertahun-tahun agar aku tidak pernah lagi makan sendirian, karena aku benci makan sendirian” begitu dialog yang diucapkan si pemeran wanita.

Wew ada yah orang-orang seperti itu. Aku tidak begitu, makanya tidak terlalu paham dengan semua itu. Aku memang tidak suka sendirian, kesepian..tapi rasanya aku juga tidak benci sendirian, biasa saja.

“ Aku akan baik-baik saja tanpamu, tanpa kalian, tapi hidupku akan lebih berwarna bila bersamamu, bersama kalian” that’s it..

Aku mengamati hidup Signora laura yang kudatangi kemaren sabtu bersama teman-teman. Ia hidup seorang diri di tanah yang jauh dari negaranya, dan sekarang ia sudah menjadi WNI. Dulu ia mempunyai suami orang Indonesia tapi pernikahannya gagal. Ia tidak mempunyai anak, tidak punya saudara…ia tinggal di rumahnya yang hommy dan indah itu sendirian..sendirian..selama bertahun-tahun. Tapi she looks okey..bahagia dengan hidupnya, tidak terlihat seperti seorang wanita yang kesepian. Ia telah berhasil menciptakan surganya sendiri.

Yah, aku tahu setiap orang tidak sama. Sendirian memang tidak serta merta menjadikanmu sebagai seorang yang kesepian. Tergantung bagaimana orang menciptakan dunianya sendiri. Bukankah pada dasarnya seorang manusia sendirian? Tapi ada keluarga, sahabat, kekasih, orang-orang di sekeliling yang bersinggungan hidup dengan kita. Mereka adalah hadiah-hadiah terbaik yang dipersembahkan sebuah kehidupan.

Mengutip sedikit dari naskah Koloni Milanisti :

Walau terkadang kesedirian tidaklah sama dengan kesepian. Tapi setahuku kesendirian tempat yang sering didatangi kesepian. Dan saat dengan mereka, rasa sepi sudah pasti menyingkir pergi”

Rabu, 02 Juni 2010

BuOn Compleanno, Signora Laura


“ Nanti di kereta kayaknya kita kudu ngomong pake Itali deh wie..brainwashing ehehe” sms dari Wida pagi-pagi. Tersenyum sejenak membaca smsnya, hiyaaa kami dilanda sedikit grogi sebelum ketemu ketemu Signora laura, jangan-jangan nanti dibombardir dengan bahasa Itali. Apalagi wida yang baru saja pulang dari Itali, merasa was-was kalo diuji kemajuan bahasa Italinya ehehe, kalo aku masih bisa ngeles,

e’ gia due anni fa, Signora (udah dua tahun yang lalu, bu)” itu kalimat pamungkas yang rencananya akan aku keluarkan bila kudu ngomong bahasa Itali.

Setelah bersiap-siap dan menikmati teh manis hangat dan lumpia, aku dan sandy berangkat dari rumah Sandy. Sebelum ke Stasiun Tugu kami membeli kue ulang tahun dulu di Parsley. Sebelum jam 8 ,kami sudah siap di Stasiun, lalu satu per satu temen-temen datang. Wida, Tieka, Monis..jadi kami semuanya berlima, sayangnya beberapa temen tidak bisa ikut gabung karena ada acara masing-masing. Kereta prameks yang akan kami tumpangi telat..baru sekitar jam 8.45 kereta datang. Di kereta, kami mengingat bagaimana khasnya suara-suara pengumuman di stasiun di Italia.

- Kue ulang tahun untuk Signora Laura Romano-

Attenzione, sorpresa in transito al binario 2, allontanarsi dalla linea gialla.” berkali-kali kami mengucapkan kalimat itu dengan aksen yang khas, seperti kubilang bahasa Itali memang unik dengan penekanan nada suara di suku kata tertentu. Iyaa… suara-suara itu memang memorable banget. Stasiun..memang merupakan suatu tempat yang istimewa, saat orang akan mulai petualangannya, persilangan suatu tempat, tempat bertemu dengan orang-orang tercinta, ataupun juga tempat berpisah. Dan ini kali pertama aku naik kereta lagi semenjak dua tahun lalu aku pulang dari Italia yakni dari Jakarta ke rumah. Wew..menyedihkan ehehe…payah....


Sandy e Wida…with flowers

Io..with flowers

Kami sampai di Stasiun Solo balapan jam 10an, disambut dengan suasana yang penuh banyak orang yang bersliweran. Langsung di depan stasiun, kami naik andong menuju Mangkubumen, rumah Signora laura. Hihi asyik banget naik andong menyusuri kota Solo, hmm…bagaimana Signora sekarang? Masih seperti dulukah? Sudah hampir 2,5 tahun tidak bertemu dengan beliau. Sekarang beliau tidak lagi mengajar di UGM, tapi mengajar di UMS. Ini kali pertama aku main ke rumah Signora, sedangkan Monis dan Sandy sudah beberapa kali pergi ke sana. Tiba di rumah Signora, Tieka memencet bel sedangkan lainnya bersembunyi di balik pagar. Surprise buat beliau…terdengar suara-suara membuka pintu,

Ciao tieka..sendirian?” kata Signora sambil membuka pagar. Lalu….uno..due...tre...surpriseeee…..

tanti auguri a te..tanti auguri a te..tanti auguriiiii cara Laura..tanti auguri a te!” kami nongol dan bernyanyi selamat ulang tahun bersama-sama. Ahahaaayyy…kejutan buat Signora, bunga dan kue di berikan, binar-binar kebahagiaaan langsung nampak di wajah beliau.

“ wah kalian…kejutan..bener-bener nggak nyangka, grazie mille…” kata Signora sambil memeluk kami satu per satu. Mamma Mia..akhirnya bertemu lagi dengan beliau...

Signora laura….surpriseee


“ Duuh siwi, kamu menghilang kemana aja?” hiyaaa..aku ditodong…aku memang sudah lama sekali tidak memberi kabar pada beliau.

Kami segera memasuki rumah Signora, dan mataku terbelalak dengan suasana yang sangat hommy, sangat jawa, sangat indah…sangat personal. Dalam detik itu juga aku langsung jatuh cinta dengan rumah Signora. Cantik banget…setiap sudutnya disentuh dengan detail-detail pribadi yang manis. Sebuah rak buku besar yang berisi jajaran buku-buku, serta hamparan kasur dengan bantal-bantal warna warni yang nyaman untuk tempat membaca, jendela-jendela kecil dengan gorden-gorden warna-warni melambai-malambai diciumi angin, sungguh memanjakan mata. Di ruang tamu, pigura-pigura dengan foto-foto yang ditata rapi, lukisan-lukisan jawa, pernak pernik jawa dan semua serba tradisional. Sedangkan ruang dapurnya sangat Itali, duuuh aku suka dapurnya. Belum lagi halaman belakang, bangunan khusus yang lucu dengan bentuknya yang unik di belakang rumah. Pengen punya rumah seperti ini…bener-bener keren....

Kami duduk-duduk di bagian belakang rumah, duduk di kursi-kursi kayu dengan suasana pedesaan yang nyaman. Suasana tidak begitu panas, apalagi angin sepoi-sepoi berhembus. Kami ngobrol santai, dan untungnya…lebih banyak dalam bahasa Indonesia ehehe…amin..amin...

“ saya pikir kamu nggak jadi ke Itali lho” kata Signora padaku. Memang dulu terakhir kali aku berjumpa dengan Signora, aku tidak dipanggil wawancara di beasiswa pemerintah Italia. Bercelotehlah aku menceritakan apa yang terjadi,berlikunya hidup dan sampai akhirnya aku bisa menjejakkan kaki ke negeri Itali, dan nonton bola ke San Siro. Kami disuruh bercerita satu per satu sambil menikmati kue yang kami bawa tadi.

Chat..

“ Membuat buku itu harus sempurna, kalau mau mengkoreksi naskah baca dari belakang, teliti hurufnya satu persatu…” begitu kata Signora setelah mendengarkan ceritaku bahwa tengah menyelesaikan sebuah naskah buku. Ia pun seorang penulis, ia tengah menulis buku

tentang pengalaman spiritualnya di Indonesia. Ayahnya di Milan memiliki sebuah perusahaan penerbitan, sehingga ia terbiasa dengan dunia penulisan.Hmm jadi inget naskahku, wew kalimat Italiaku di naskah kudu dikoreksi lagi nih...

Lelah bercerita kami bersantai-santai di ruang depan, sementara Signora membereskan urusan untuk menyiapkan perjalanannya ke Italia. Seperti biasa, setiap tahun Signora pulang kampung ke Itali. Huhuhu..pengeeenn...

“ Habis ini kita ke rumah baru saya ya....belum selesai dibangun, nggak jauh dari sini” yupiiiee..kita akan diajak ke rumah baru Signora. Dan setelah menyelesaikan urusannya, kami dengan mobil berjalan-jalan ke rumah barunya. Dan tadaaaaa…kami surprise dengan rumah barunya yang sangat Jawa, rumah joglo yang besar dengan halaman yang luas. Wew seleraku banget…kami berkeliling di seluruh ruangan, beberapa pekerja masih merapikan rumah. Ada yang sedang menghaluskan tegel (tegelnya khusus tegel jaman dulu), mengecat kursi-kursi kayu, dan tukang kebun sedang merapikan tanaman-tanaman yang merambat di pagar rumah.

“ Parjo, iki lho irung-irungane cat-e tesih kurang..nah, warnane kusen iki podo yo karo jendelane” perintah Signora ke Parjo, si pekerja rumahnya. wawawww…seorang Itali bicara basa Jawa, wuihhh…

“Itu desain art deco, bukan asli Jawa..mungkin keliatan seperti desain Jawa” begitu terangnya sambil menunjuk ornamen-ornamen yang banyak menghiasi rumah itu. Bener-bener detail. Tidak sabar melihat bagaimana rupanya bila rumah ini sudah jadi, pasti mempesona. Tapi rencananya rumah ini akan disewakan ke orang asing yang ingin tinggal di Solo, tidak ditempati sendiri. Rumahnya yang sekarang sudah sangat nyaman, jadi mungkin rumah barunya untuk disewakan. Puas ngobrol dan muter-muter rumah baru kami pamitan pulang. Foto-foto bersama, dan pelukan hangat melepas kepergian kami.

Rumah Baru Signora...

Duuh kapan ya bisa main lagi…Senang sekali bisa ketemu Signora laura, orang yang membuka pintu-pintu keajaiban dalam hidupku. Setelah makan Soto Kuali Solo kami mengejar kereta ke Stasiun dan kembali ke Jogya. Liburan yang seruuuu…

Batere penuh dengan liburan di Jogya, minggu pagi jalan-jalan ke Pasar pagi lembah UGM dengan berburu pernak pernik asesoris cantik dengan harga miring, makan lontong rendang langgananku, minum es carica, kemudian bersama-sama ke Gramedia hunting buku, cari oleh-oleh bakpia…wew, hari sudah sore..waktunya aku menyudahi liburanku di Jogya dengan segera pulang.

Di tengah perjalanan pulang, aku berpikir...Bila aku tidak bisa tinggal di Jogya, aku akan membawa Jogya kemanapun aku tinggal.