Selasa, 09 Februari 2016

See you again, Glasgow





Deru halus Emirates terdengar, perjalanan dari Glasgow menuju Dubai untuk transit masih sekitar 4 jam lagi, tapi entah apa yang terlintas di pikiranku. Rasa di hati juga entahlah, bercampur aduk tak pasti. Dan akhirnya saya memutuskan untuk membuka laptop dan menuliskan sesuatu di sini. Saya selama ini gemar merangkai kata-kata, menyusunnya untuk menceritakan sesuatu, menggambarkan suasana atau mewakili perasaan. Namun ada saatnya ketika saya menemukan, bahwa kata-kata rasanya tak sanggup untuk mewakili perasaan yang ada. Dan mungkin saat inilah satu dari sekian saat-saat itu.
Ah, ada rasa penat, lelah, sedih, namun ada pula bahagia hendak bertemu lagi dengan keluarga, ah bercampur-campur. Ini kali pertama saya bisa meluangkan waktu untuk menulis setelah rempong dengan segala macam urusan kepulangan. Yang pernah tinggal lama di suatu tempat lalu pindahan, pasti tahu betapa repot dan melelahkannya saat-saat seperti itu.
Beberapa hari terakhir di Glasgow diisi dengan segala macam persiapan untuk pulang. Beres-beres flat, ke cash and clothes untuk meloakkan barang-barang, bertemu dengan beberapa sahabat sebelum pulang dan juga submit thesis. Akhirnya sehari sebelum kepulangan, saya submit final thesis (setelah selesai revisi), dan officially saya sudah selesai dengan segala urusan studi S3 saya di University of Glasgow. Memang rasanya sedikit antiklimaks, setelah selesai revisian, kemudian disetujui semua revisi yang telah saya lsayakan oleh internal examiner, lalu print jilid dan dikumpulkan 1 eksemplar ke kantor jurusan.
            “That’s all?” tanya saya.
            “ Yup, that’s all,” jawab staff yang menerima hard copy thesisku.
Ah, yaa..perjuangan selama 4 tahun itu memang terasa berakhir biasa saja. Tapi Alhamdulillah, semua berjalan lancar dan rasanya tanggung jawab saya telah selesai ditunaikan.
Tinggal menunggu wisuda saja, humm ada segunung harapan untuk menghadiri acara wisuda tersebut. Kembali ke Glasgow sungguh merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri. Namun entahlah, kantong sampai saat ini belum ada alokasi untuk balik lagi saat wisuda. Semoga saja ada jalannya.
Sabtu minggu lalu, saya mengadakan acara kumpul-kumpul menjelang kepulangan. Saya hanya mengundang beberapa sahabat dekat saja. Rasanya setelah sekian lama bersama mereka, sedih pula meninggalkan sahabat-sahabat yang telah membersamai saya selama ini. Mereka adalah keluarga selama saya berada di Glasgow. Berkat mereka lah hidup di Glasgow menjadi terasa hangat dan menyenangkan.
Pamitan ke lab juga sempat menghadirkan perasaan sedih (dan lega sekaligus sebenarnya). Lab itu adalah memori perjuangan saya selama menempuh PhD, dengan orang-orang yang telah membantu membimbing saya selama ini. Sayangnya supervisor sedang berada di Prancis selama seminggu ini, jadi tidak bisa bertemu untuk pamitan.

Ah, tiap kali perjumpaan dengan orang-orang dan mengucapkan “sampai jumpa lagi”, rasanya ada yang tercerabut dari dalam hati. Saat-saat terakhir di Glasgow itu mengajarkan saya banyak sekali tentang kehilangan-kehilangan, namun hidup harus tetap berjalan.
Glasgow, yang setiap sudutnya mengisahkan kenang. Sungguh kala terakhir pagi tadi melintasinya lagi saat menuju bandara, ada semacam perasaan yang sulit sekali kujelaskan. Meninggalkan Glasgow yang telah lebih dari 4 tahun kutinggali, yang selama ini serasa menjadi rumah. Ah, Glasgow. Baru beberapa jam saja meninggalkan tempat itu, saya telah merinduinya.
Dan merinduimu, pasti,
Jarak, memang tak pernah bisa memisahkan manusia-manusia yang masih ingin saling mengkaitkan hati.
Namun, sayangnya jarak berarti dua manusia harus menjalani dua kehidupan yang berbeda. Dua tempat, dua negara, dua waktu dan hidup berjalan di antara keduanya.
Ah. Mari hadapi. Mari jalani...
Glasgow, sampai jumpa lagi.
Katakan, bagaimana aku tak merinduimu? Ketika separuh aku masih tertinggal di situ,

Dalam perjalanan Glasgow-Dubai. 29 Januari 2016.

Previous Post
Next Post

1 komentar: