Sebelumnya
semua nampak baik-baik saja di sepanjang perjalanan kereta menuju Koln. Kami
berencana menuju ke Brussel usai mengikuti Short Course di Heidelberg
University. Tadi pagi kami sudah berpamitan pada Bella, Ananda Bella dan Berta
yang akan pulang ke Indonesia, sementara kami bertujuh masih melanjutkan
perjalanan ke Brussel dan kemudian ke Paris. Kami mulai resah ketika kereta
mulai bergerak melambat dan notifikasi perkiraan keterlambatan mulai terdengar
di kereta. Kalau kereta terlambat cukup lama, maka kami akan terlambat untuk
bisa naik kereta yang menuju Brussel.
Notifikasi kereta terus
memberitahukan keterlambatan kereta, yang semula hanya 30 menit, kemudian terus
berangsur bertambah sampai hampir 2 jam lamanya. Kereta berhenti lumayan lama,
kabarnya akan perbaikan jalur kereta yang menyebabkan keterlambatan banyak
jalur-jalur kereta. Tapi di tengah-tengah keresahan itu, kami terhibur dengan
ibu-ibu petugas kereta yang begitu ramah dan sangat excited ketika mengetahui
kami
“Indonesia
sangat indah. Orang-orangnya juga sangat ramah. Dulu saya travelling bersama
anak saya. Sangat berkesan,” katanya
dengan bersemangat. Tiba-tiba dia mengambil sekotak besar berisi mainan anak
dan membagikan pada kami semua. Katanya untuk oleh-oleh buat anak-anak kami.
Sungguh pertemuan yang berkesan dan menyenangkan. Kami sempat ngobrol-ngobrol
sambil berdiri ketika menanti waktu turun di stasiun Koln.
Travelling
menuju Brussel ini terasa berbeda, karena kami membawa koper segede gaban
sehingga sungguh menyita tenaga untuk naik turun kereta, menatanya di dalam
kereta, sekaligus ketika membawanya kemana-mana. Untung di antara rombongan
kami ada dua laki heheh mas budi dan simbah yang membantu banget kalau tiba
waktunya angkat-angkat koper. Nggak kebayang lah kalau kami ini perempuan
semua.
Kami
tertinggal jadwal kereta yang menuju Brussel, jadi kami memutuskan untuk
menunggu kereta berikutnya sembari melihat-lihat suasana stasiun Koln. Suasana
stasiun begitu ramai, mungkin terdampak beberapa jadwal keterlambatan kereta.
Dan kereta berikutnya menuju Brussel juga sangat penuh ketika merapat ke
stasiun Koln. Dengan penuh upaya kami bertujuh berusaha untuk naik kereta yang
sudah penuh itu. Koper-koper yang super berat akhirnya bisa kami bawa ke atas
kereta. Tapi kereta yang sangat penuh sesak membuat kami tidak dapat tempat
duduk. Berdiri ditengah-tengah desak-desakan dengan penumpang lain. Ya ampun,
sangat tidak nyaman.
Kami merasa semua baik
baik saja, sampai ketika beberapa saat ada notifikasi dari kereta yang
menyatakan bahwa penumpang yang tidak punya reservasi pada kereta diminta untuk
turun. Kereta tiba-tiba berhenti. Kami saling berpandangan kebingungan.
Sementara beberapa penumpang berkata pada kami
“ Kereta ini tidak akan
berjalan lagi kalau penumpang yang nggak punya reservasi belum turun,” Ucapnya
terasa sedikit mengintimidasi.
Faktanya
memang kami tidak punya reservasi pada kereta yang kami tumpangi, karena kereta
kami terlambat sampai Koln dan nggak dapat mengejar kereta menuju Brussel.
“
Kalian harus turun biar kereta ini berjalan lagi,” beberapa penumpang kembali
melontarkan ucapan itu pada kami. Kami semakin ciut dan akhirnya memutuskan
untuk turun membawa koper-koper berat kami.
Dengan kebingungan dan lelah kami
akhirnya turun dari kereta. Kami belum tahu harus bagaimana melanjutkan
perjalanan. Kemungkinan kereta-kereta penuh karena imbas keterlambatan banyak
rute tadi pagi. Kalau menunggu kereta berikutnya, bisa jadi hal yang tadi akan
terjadi lagi.
“
Selama hidupku, baru kali ini saya melihat kejadian sesemrawut ini,” kata
seorang ibu separuh baya yang duduk di bangku. Humm, nampaknya memang ini
kejadian yang tidak biasa terjadi.
Di tengah-tengah kebingungan kami.
Ada seorang laki-laki jerman yang mungkin berumur hampir 50 tahunan. Dia duduk
di bangku panjang di selasar stasiun. Badannya terlihat tinggi tegap dan
berkaca mata. Sosoknya mengingatkanku pada Bill Pulman di film While You Were
Sleeping. Mirip banget hehe. Agak lama dia mengobrol dengan kami, dan
mengetahui situasi yang terjadi pada kami. Dia bilang mungkin solusi dari
situasi kami yakni mencoba melakukan reservasi tempat duduk di kereta. Ia
mencoba membantu menggunakan HPnya dengan membuka website kereta api Deutsche
Bhan. Namun rupanya percobaannya berkali kali gagal.
“Kalian
ambil kereta api regional saja menuju Aachen, kemudian setelah itu ambil kereta
dari Aachen menuju Brussel.” Sarannya. Hummm lama kami mencerna saran tersebut.
Tapi kami sepertinya tidak punya banyak opsi.
“
Ayo saya punya waktu sekitar 10 menit untuk mengantarkan kalian ke Customer
Service,” ajak si bapak Bill Pulman itu.
Akhirnya saya dan Mas Budi mengikuti
di Bapak Bill Pulman menuju ke Customer Service. Saya mencoba mengimbangi
langkahnya yang panjang-panjang. Sembari berjalan dia bilang akan mengunjungi
ibunya. Nampak ia membawa beberapa tas di tangan kanan dan kirinya. Di tengah
langkah-langkah kaki menuju customer service, saya tiba-tiba merasa “baik
banget yah si bapak ini”. Dia bisa saja tidak peduli dengan urusan kami. Dia
sebenarnya sangat bisa untuk diam saja, tanpa berusaha membantu kami.
Tapi di tengah waktunya yang sempit,
dia masih menyempatkan berupaya membantu kami yang kebingungan. Tiba di
customer service, kami mengantri sebentar. Untunglah antrian hanya satu orang.
Kemudian si Bapak Bill Pulman itu menjelaskan kondisi kami pada si Mbak
Customer Service. Dan si mbak CS pun memberikan opsi yang dapat kami tempuh
untuk melanjutkan perjalanan menuju Brussel. Sarannya sama dengan apa yang
disarankan Bapak Bill Pulman, yakni menggunakan kereta regional menuju Aachen.
Dan berita baiknya, Si Bapak Bill
Pulman dan si Mbak CS tadi menunjukkan form yang diberikan pada kami,
“
isi form ini dan juga rekening banknya. Kalian akan mendapatkan reimbursement
tiket karena keterlambatan kereta yang dialami. Humm tidak 100 persen
tergantung dari lama keterlambatannya, tapi lumayan kalau kalian isi ini,”
jelas si mbak CS tadi.
Saya dan Mas Budi pun sumringah
ketika mengetahui informasi ini. Problem selesai! Si bapak Bill Pulman tadipun
terlihat senang dari air mukanya ketika masalah kami beres. Dia mengangkat
tangannya mengajak saja toss. Saya pun menyambutnya dengan antusias dan
mengucapkan banyak terima kasih.
Dia langsung berpamitan karena akan
mengejar kereta yang mengantarkannya ke rumah ibunya. Langkah-langkah kakinya
yang panjang membuatnya lebih menghilang dari pandangan. Sungguh sebuah
pelajaran tentang kebaikan yang tulus. Saya bersyukur bertemu dengan
orang-orang baik, yang mungkin hanya sekali bertemu dalam hidup. Bertemu sekali
kemudian menghilang.
Perjalanan
menuju Brussel memang panjang dan menguras energi. Tapi kami bertemu dengan banyak
orang-orang baik. Ibu-ibu petugas kereta menuju Koln, si Bapak Bill Pulman yang
membantu kami mencari solusi menuju Brussel, ataupun anak-anak muda yang dengan
suka rela membantu mengangkat koper-koper super berat kami ketika naik turun
tangga stasiun. Sungguh sebuah Random act of Kindness. Kebaikan-kebaikan yang
tulus tak bernama. Karena kami pun tak tahu siapa nama-nama orang yang kami
temui sepanjang perjalanan itu. Tapi tulus kebaikan mereka akan kami kenang
selalu. **
0 Komentar