Senin, 03 Maret 2008

VISA - A Long StoRy

19 Feb’08-04:30- Stasiun Pasar Senen

Udara dingin menyambutku di stasiun Senen, Wew..hujan rintis menambah bekunya suasana. Penumpang kereta Sawunggalih Malam jurusan Kutoarjo-Pasar Senen telah berangsur keluar lewat pintu bawah, mengalir dengan tujuan masing-masing. Mungkin jemputan yang menunggu mereka sudah berjam-jamnya lamanya menunggu. Tapi aku…tidak ada yang akan menjemputku di sini. Perjuanganku hari ini baru akan dimulai, Sendiri!. Kurapatkan jaketku, melapisi sweater coklat yang lumayan tebal namun tak jua mengusir dingin yang menembus tulang. Backpack-ku kupeluk erat, dokumen-dokumen pengurusan VISA, passport..huff harta karunku. Aku memutuskan untuk menunggu pagi menjelang di stasiun Senen. Aku duduk di lantai, dasar pojok tiang penyangga di bawah sebuah board besar elektronik bertulisankan “Selamat Datang di Stasiun Senen” bergantian dengan tulisan “Say No to Drug” melintas silih berganti. Badanku penat, huff walaupun naik kereta api bisnis tapi sialnya tempat duduknya berhadap-hadapan membuatku susah tidur, dan celakanya lagi bapak-bapak di depanku adalah cerobong asap, yang tak hentinya menghabiskan batang rokoknya. Sementara hujan di luar sana bertambah deras, atap stasiun yang sebagian bilahannya kabur membuat lantai mulai dibanjiri air, angin semakin ganas meniupkan bekunya udara, seperti hendak melunturkan semangatku.Huff..

Air hujan yang dibuncahkan langit, tak tertahankan menyirami bumi menjelang pagi. Wew..jangan-jangan hari yang buruk. Angin yang membawakan tempias air hujan semakin keras menerpa, memaksaku berpindah ke arah tengah. Ada beberapa orang di sana, entah menunggu kereta yang akan tiba, atau ada juga yang sepertiku, menunggu pagi dan menunggu luruhnya kemarahan hujan. Aku mengamati beberapa orang yang lalu lalang, kupandang sebuah tulisan di kaus merah keunguan seorang wanita yang hendak keluar lewat pintu bawah, kusimak perlahan “I’m Gonna be around” hmm..tiba-tiba mengingatkanku pada seorang sahabat yang kemarin tiba-tiba saja menyapa lagi lewat YM.

Terpaan angin dan udara dingin menyapu ingatanku, memaksaku bergidik menahan dingin. Seorang wanita setengah baya, berkeliling menawarkan jualannya, kopi hangat, hmm sempat tergerak untuk mencobanya, lumayan untuk menghangatkan badan. Tapi minum kopi di pagi hari, khawatir akan membuat perutku yang kosong akan protes.

06.30 Masih di Sta.Pasar Senen

Setelah pergi ke toilet dan berganti pakaian. Walaupun tidak mandi ;p tubuhku agak terasa segar. Sambil menunggu hujan yang masih saja mengalir deras, aku minum sekotak susu coklat bekalku, hmm lumayan untuk perutku yang kosong. Kupandang air hujan menerpa gerbong-gerbong kereta yang diam..beku. Mencurahkan kemarahan yang tertahankan pada awan hitam setengah hari lalu.

08.30. Halte Senen.

Lebih dari empat jam aku menunggu di stasiun ini. Kuputuskan untuk segera keluar stasiun, walaupun di kepalaku masih saja bingung entah naik apa. Bajaj? Metro P17 seperti saran ibu-ibu yang sempat kuajak ngobrol tadi?atau naik metro 01 ke kampung melayu lalu lanjut dengan PPD 213 seperti saran “Bapak tyo”..but kampung melayu tu dimana? Kalo nyasar lebih parah lagi. Akhirnya setelah hampir setengah jam menunggu di halte tanpa tahu harus naik apa, akhirnya mencoba naik bajaj saja.

09.30.Intituto Italiano di Cultura, Menteng


Bajaj yang aku naiki tidak sampai depan IIC. Akhirnya dengan jalan kaki sambil mengingat-ingat letak belokan IIC (aku selalu payah dengan arah, tempat dan peta L).beberapa bulir air hujan masih menapaki jalanan bumi. Ufff finally, that’s IIC. Setelah mengurus segala dokumen dan mendapat keterangan dari mba Rufina, everything seems okey! kecuali masalah bookingan tiket pesawatku L.

10.30.Jln HOS Cokro-Jln Diponegoro

Segera menuju Kedutaan Besar Italia, baru sekali kesana. Tapi jalannya aku lupa, untunglah kemarin sempat kutanyakan pada Widya. Melewati Masjid Sunda Kelapa dan mengarah ke halte Taman Suropati, kemudian akan terlihat jalan Diponegoro. Kakiku pegal, terlalu banyak berjalan rupanya. Brak..ow, aku kaget sesuatu terjatuh dari backpack-ku. Wew ternyata gantungan kunci laskar Pelangi Andrea Hirata yang selalu tergantung di backpack-ku lepas dari kaitnya. Ah, semoga bukan pertanda buruk. Kupungut, sekilas tulisan di baliknya kembali mengingatkanku akan impian –“ Bermimpilah, Karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu-Arai” Yup,Ah sangat insipiring!.Setelah menyusuri jalan Diponegoro yang ternyata jauuuh…Wew, kakiku pegal.

11.00. Kedutaan Besar Italia

Akhirnya ketemukan juga, seperti halnya gedung kedutaan yang lain. Khas bertembok tinggi dan rapat, hanya menyisakan beberapa saptam di luar mencerminkan pengawasan yang ekstra ketat. Segera mengisi formulir VISA, kadang berkerut-kerut, ada beberapa hal yang tidak kutau, tapi di sekitarku hanya duduk orang-orang yang terlihat asing. Aku mendapat beasiswa short course bahasa dan budaya dari pemerintah Italia selama 3 bulan, tapi toh enggak mungkin VISAnya bener-bener pas 90 hari. Pastinya kan butuh waktu untuk prepare, nyari kos dll, makanya maunya bikin VISA lebih dari 90 hari. Tapi menurut widya, teman seperjuanganku yang sama-sama akan berangkat ke Itali, pihak kedutaan sangat rewel soal nego VISA lebih dari 90 hari. Minggu kemaren, Dia cerita soal ngenesnya pengurusan VISA di kebudes, dan dia berpesan siap-siaplah mendengar “Itu kan urusan anda!”. Khas birokrasi Indonesia, dan cerita hampir serupapun juga kubaca dari beberapa blog yang berbagi pengalaman tentang pengurusan VISA. Karena males dengan ribetnya nego dengan petugas, akhirnya kumasukkan formulir permohonanku-90 hari sesuai dengan bookingan tiketku dengan Malaysian Air, padahal sebenarnya maunya lebih dari 90 hari. You know what? Bapak yang mengurus formulir itu bertanya “yakin cukup 90 hari? Kan kesana nggak mungkin langsung kuliah? khawatirnya nanti kurang ijin tinggalnya”. Wew…sungguh ini sebuah anomali! Helpful banget, akhirnya kuganti saja dengan bookingan Kuwait air yang memang itu bookingan utamaku, dengan tiket PP rentang sekitar 94 hari. Ah, urusan selesai. Ternyata memang tidak semua pegawai birokrasi menyebalkan (walaupun entah kenapa most of them..noioso!), teringat betapa perjuangan pembuatan paspor, yang dicurigai kena kasus “Women traficking!” Mamma Mia..memangnya aku mirip gadis-gadis yang kena kasus perdagangan wanita itu, huff betapa dongkolnya waktu itu. Entah bolak balik ke kantor imigrasi Yogja berapa kali waktu itu gara-gara surat penerimaan beasiswa belum sampai L. Yup, begitulah rumus perjuangan! Berat tapi Worthy.

13.30 Terminal Pulo Gadung

Kuputuskan untuk langsung pulang saja, walaupun sebelum keberangkatan aku sudah ngontak Femi, jaga-jaga bila urusanku tidak selesai dalam sehari aku mo numpang di tempatnya. Berdasarkan pengalaman tahun lalu, Bus jurusan Jakarta-Purworejo ada jadwal jam 3an pake Sinar Jaya, Jadi mungkin hanya 1-1.5 jam menunggu. Aku bergegas mencari tempat bus Sinar Jaya, sebelumnya kulirik kantor Polisi Pulo Gadung, in case..jaga-jaga aku tau kemana harus lari kalau bermasalah lagi (Agustus tahun lalu 2 jam nunggu di kantor polisi). Ah, kejadian sama terulang, walaupun sudah kupasang wajah nyantai dan rileks, seakan tau kemana harus melangkah. Tapi ternyata preman-preman pulo gadung sudah hapal mangsa empuk,mulailah seorang calo melancarkan aksi membuntutiku. “Mau kemana Mbak”..ugh..menyebalkan. Ia terus membuntutiku, sambil terus menebak arah tujuan sambil memaksaku untuk mengatakan tujuanku. Aku tak peduli, terus melangkah..sambil mataku mencari-cari dimana tempat ngetem Sinar jaya. Seharusnya ketemu, setengah lalu aku menunggu di sana. Ah,setelah aku menyadari kondisinya membahayakanku, Aku langsung berbalik arah dan menuju kantor polisi he..he… Tadi sempat ada dua orang ibu-ibu menanyaiku “ Mo kemana mbak, cari kerja ya? Ayo ini mbak ada kerjaan lho!” Wuih Jakarta! Menyeramkan Wew..Begitulah, setiap kali menjejakkan kaki di Ibukota, sendirian. Adrenalinku selalu meningkat, dan tameng-tameng alarm kewaspadaan tingkat tinggi selalu kupasang, Huff benar-benar menguras energi.

Untunglah, seorang polisi mengantarku ke dinas perhubungan Pulo Gadung, dimana disitu ada petugas yang mencatat masuknya bis. Aku disuruh menunggu di situ, Hah…aku lega. Tapi ternyata perjuanganku hari itu tidak berakhir sampai di situ. lewat jam 3 belum juga ada bus Sinar Jaya jurusan Jakarta-Purworejo yang masuk ke terminal.Aku gelisah, walaupun petugas di situ begitu baik ngajak ngobrol ngalor ngidul, membuang bosanku. “Wi, jurusan Purworejo adanya biasanya setelah Maghrib! Dan bla..bla..bla Cuu, temanku langsung menelpon saat kukirim sms kalo aku tengah terdampar (lagi!) di terminal Pulo Gadung. Mamma Mia, setelah maghrib, kubayangkan berapa lama harus mendekam dalam bosan di sini.

Ah, badanku penat. Dan ternyata, walaupun ada di dinas perhubungan bukan berarti benar-benar aman. Namanya saja terminal, dan laki-laki tetap saja laki-laki. Wew, tetap saja punya “hobby” untuk menggoda. Beberapa kali menggoda dengan bahasa sunda yang sekelebat dapat kutangkap maknanya. Dan maafkanlah bila satu nama harus kusebut saat ditanya “ sudah punya pacar Dik?”. Blaik, seperti pertanyaan wajib dimana-mana, di bus, di kereta, eh..di terminal juga, menyusahkan! non rompere le palle! (mind your own business!. So,Scusami..aku harus menyebut satu nama he..he..(I know surely u’ll permit me to do that, soalnya hanya nama itu yang beberapa saat yg lalu masuk (lagi!) ke dalam listku walaupun sebenarnya sudah kudelete.. Kekekek). Manjur, setidaknya setelah tau aku sudah punya seseorang, mereka tidak terlalu menyebalkan.

17.30 Bus Sinar Jaya

Lelah..huff berlikunya hidup. Sepi..semuanya menggelap di terminal Pulo Gadung. Berbagai kisah hidup beraduk di sini..getir, lugu, satir, sederhana, Yup..pembelajaran hidup. Penat, perjuangan hingga akhir.Kadang bertanya untuk apa? Tapi inilah demi mimpi yang kugenggam dengan erat. Kukaitkan kuat dalam hatiku.