Kamis, 13 November 2008

Memaafkan Diri Sendiri

argghhh kenapa nggak teliti saat menulis naskah yang kukirim ke Gagas?
baru setelah tau akan diterbitkan baru berniat cek dan ricek, dan ternyata...hufff banyak hal fatal yang sangat perlu untuk direvisi. Kesalahan nama orang dan tempat merupakan keteledoran yang sungguh tak termaafkan!! segera kukirim email revisi ke redaksi gagas..semoga masih bisa diselamatkan!
kalo tidak?hiks kesalahan yang memalukan, misalnya sebagai pengemar bola, masa salah menyebut stadion Friulli, Siena???arghh manusia memang merasa super dengan ingatannya. ternyata setelah tergelitik untuk mengecek di internet..ternyata stadion AC.Siena adalah Artemio Franchi!!!memalukan bukan??
yah, maklum saja, aku mengerjakan naskah itu hanya 2 hari, ngetiknya pun masih ngrental di komputer temen, nge-burn CDnya pun masih di rental komputer. .Cuman melalui revisi dua kali. Maklum PCku dulu di Jogya sudah dilungsurkan ke adikku yang kuliah di jogya, sedang laptop idamanku masih belum masuk barangnya ke Indo, plus kurs rupiah yang anjlok..huks...huks..
Tapi dengan kesalahan-kesalahan itu..Kecewa?iya...nyesel?pastinya! dan bukan satu atau dua kali aku dihadapkan pada hal-hal yang demikian. Bahkan contoh di atas hanyalah contoh yang amatlah sederhana. Aku pernah merasakan dunia terbalik saat impian yang hampir di ambang pintu tiba-tiba terasa tertutup, salah siapa?salahku! resiko dari pilihan yang aku ambil.
Tapi..ada banyak tapak dan pengalaman yang membuatku ingin belajar untuk berani memaafkan diri sendiri.
Konsep ini memang gampang diucapkan, tapi realisasinya tentulah tidak semudah membalik telapak tangan. Yah, benar sekali! perlu niatan, kesadaran dan komitmen untuk mencobanya. Bukankah pengetahuan dan kesadaran akan suatu konsep namun tidak pernah bertindak berarti sama sekali tak bermakna?
Dan memang benar perlu latihan dalam kehidupan sehari hari, perlahan-lahan..tapi sungguh melegakan!!!
telah mampukah kamu untuk bisa memaafkan diri sendiri? menerima kenyataan bahwa diri ini tidaklah sempurna?tapi bukan berarti nrimo akan kekurangan dan berdiam diri..
Kita kadang memberikan beban dan standar yang terlalu berat pada diri sendiri, kita akan menjadi "apa yang seharusnya orang lain harapkan" bukan "apa sesungguhnya diri kita".
Semoga tulisan ini tidak terkesan menggurui, seperti yang pernah kuutarakan pada adik kos yang curhat sore itu dengan wajahnya yang terlihat kusut.
Seminar penelitiannya tidak berjalan dengan baik, ada beberapa pertanyaan dari dosen yang tidak mampu dijawab. Dia merasa malu untuk masuk kampus untuk beberapa hari karena bila dia ketemu dengan teman-temannya dia merasa "pasti mereka dalam hati mengejekku" "seharusnya aku kemaren itu bla..bla..bla.." tuturnya sambil hampir menitikkan air mata.
Masih dalam kapasitas yang masih sedikit untuk memberikan nasihat ataupun pencerahan sebenarnya. Pun masih terbatasnya kemampuan berkomunikasi karena tentu saja aku bukan konselor.
Tapi tentu kucoba untuk memberikan kata-kata yang ingin rasanya membuat perasaannya menjadi lebih nyaman.
Kuselipkan konsep yang pada mulanya terdengar aneh olehnya, "berani memaafkan diri sendiri"
yah, kejadian yang sudah terjadi tidak pernah bisa berubah. Opsi yang ada ada dua, terus memperturutkan perasaan kecewa, menyesal, malu hingga terus membuat suasana hati menjadi buruk, minder.
Atau memilih opsi yang kedua, okey that's it! kemarin aku membuat kesalahan, apapun yang kulakukan tidak akan bisa merubah apapun yang telah terjadi kemarin. Tapi aku punya kesempatan dan pilihan untuk membuat perubahan yang lebih baik ke depan. Memaafkan diri sendiri, bahwa ada segala sesuatu yang kurang, ada yang gagal, terjatuh..apapun itu, maafkanlah dengan kebesaran hati, dan eitss..belum cukup sampai disitu, harus dengan tindakan konkret untuk terus bertumbuh ke depan.
Lalu menyimak penuturanku, si adik kos menyadari ternyata apapun stimulus (dalam hal ini seminar penelitiannya yang berjalan tidak seperti yang diharapkan), kita tidak bisa merubahnya.
Yang bisa kita rubah adalah respon kita. Mau terus kecewa, marah, menyesal?apakah kamu melihat ada gunanya dari itu semua?bukankah respon itu akan semakin membuat kita terpuruk?
Atau kita memilih untuk memaafkan diri kita sendiri, dan kemudian memperbaikinya ke depan?
Respon kita adalah pilihan kita..hayooo kamu pilih yang mana?
Halah ngomong aja sih gampang, kalo merasakannya sendiri pasti nggak segampang itu! mungkin hal itu ada di benak kamu sekarang..
ya..memang benar, pertama mengalami kekecewaan ataupun kegagalan..bila mau bersikap kecewa, menangis, itu wajar. Tapi eits jangan lama-lama. Aku yakin dengan penerimaan konsep di atas semuanya akan berjalan baik-baik saja.
Memaafkan diri sendiri, pastinya akan membuang beban-beban yang tidak perlu. Kasianilah jiwa-jiwa kita yang telah sarat kelebihan beban-beban yang tidak perlu...
Dan sekarang ini aku memillih untuk memaafkan kesalahanku sendiri, bahwa telah teledor, kurang teliti yang menyebabkan kesalahan fatal. Kecewa, ya. Tapi that's enough!yang bisa aku lakukan hanyalah kirim email revisi entah terlambat atau tidak. Dan hal itupun pastinya membekaskan pembelajaran untuk lebih teliti ke kedepannya lagi.
Makanya hayo..berani memaafkan diri sendiri!!
Previous Post
Next Post

0 Comments: