Kamis, 07 Mei 2009

Flu Babi, Babak Baru Peperangan terhadap Virus Influenza


MANUSIA selalu dihadapkan pada peperangan menghadapi berbagai penyakit, baik penyakit menular maupun tidak menular. Menghadapi penyakit yang secara terus menerus menyerang umat manusia, ataupun penyakit lama yang baru-baru ini muncul kembali (new emerging disease). Setelah menghebohkan dengan merebaknya virus influenza subtipe H5N1 yang mengakibatkan penyakit flu burung beberapa tahun yang lalu, sekarang muncul fenomena baru yakni flu babi yang merupakan virus influenza subtipe H1N1. Munculnya wabah flu babi seperti kembali menunjukkan bahwa manusia sekali lagi kalah berlari dengan virus influenza yang memang mempunyai karakteristik yang cepat sekali mengalami mutasi. Tingginya tingkat mutasi ini disebabkan karena virus ini termasuk virus RNA bersegmen 8 yang lebih peka terhadap variasi genetik dibandingkan dengan virus DNA. Betapa ahlinya virus ini beralih rupa mengelabui sistem pertahanan tubuh manusia inilah yang menyebabkan sulitnya pembuatan vaksin yang mujarab untuk mengatasi virus ini. Manusia dan virus influenza seperti selalu berkejaran, dan tampaknya virus influenza selalu selangkah lebih jauh. Saat peneliti tengah meneliti lebih jauh tentang virus H5N1 yang mengakibatkan penyakit flu burung dalam upaya pengendaliaannya, tiba-tiba saja muncul flu babi yang menimbulkan pandemi.

Flu babi (swine flu) yang baru-baru ini menyerang Mexico dan akhirnya menyebar ke berbagai negara merupakan virus influenza subtype H1N1 yang pada tahun 1976 di Amerika pernah menewaskan seorang tentara. Pandemi influenza pertama yang terjadi pada tahun 1918 juga dihubungkan dengan virus influenza subtipe H1N1 yang menewaskan 20-40 juta orang. Hal yang mengkhawatirkan dunia sekarang ini yakni bahwa ternyata virus ini mampu menular dari manusia ke manusia, hal yang tidak terjadi pada flu burung. Fakta tersebut sangat mengkhawatirkan melihat mode transportasi dan mobilitas penduduk yang sangat tinggi akibat globalisasi. Sampai saat ini WHO telah menetapkan dunia tengah berada di tahap 5 pandemi yakni adanya penularan dari manusia ke manusia setidaknya dua negara dalam satu wilayah. Data terakhir yang dikeluarkan WHO, virus ini telah menjangkiti 21 negara di berbagai benua dengan jumlah kasus yang terkonfirmasi sebanyak 1490. Di Mexico, tempat pertama kali virus ini merebak, dilaporkan 822 kasus infeksi pada manusia terkonfirmasi dengan 29 kematian. Di Indonesia sendiri, sampai saat ini belum terkonfirmasi adanya kasus flu babi, namun kesiapsiagaan harus terus dilakukan. Mengingat penyebaran penyakit ini yang menular antar manusia maka peran karantina di pintu masuk bandara dan pelabuhan sangat penting untuk mendeteksi dan mengantisipasi orang-orang yang mungkin membawa virus tersebut. Pengalaman menghadapi flu burung paling tidak merupakan bekal bagi pemerintah Indonesia dalam menghadapi penyakit ini dengan kewaspadaan yang proporsional.

Penggantian nama

Istilah flu babi yang digunakan selama ini ternyata mengakibatkan dampak yang luas pada industri maupun peternakan babi. Kekhawatiran masyarakat akan tertular akibat mengkonsumsi daging babi menyebabkan harga daging babi di pasaran terus menurun. Padahal sebenarnya orang tidak akan tertular virus ini bila mengkonsumsi daging babi yang dimasak dengan baik. Setelah mendapat kritik dari berbagai negara, mulai tanggal 30 April 2009, WHO mengganti nama flu babi menjadi influenza A (H1N1). Gejala awal flu babi hampir sama seperti influenza biasa seperti sakit kepala, demam, sakit pada tenggorokan, iritasi pada mata, ngilu di seluruh badan, dan terkadang terjadi mual dan diare. Tetapi gejala sesak nafasnya tidak seperti pada avian influenza atau flu burung.

Babi, tempat “koalisi” virus

Babi ternyata juga merupakan tempat strategis bertemunya virus-virus influenza sehingga memungkinkan terjadinya mekanisme reassortment (pertukaran materi genetik). Sel-sel epithelial trakhea babi mempunyai reseptor NeuAcα2,3Gal (reseptor untuk virus influenza avian/unggas, babi) dan juga NeuAcα2,6Gal (reseptor untuk virus influenza manusia). Hal tersebut menyebabkan babi dapat terinfeksi oleh virus influenza manusia, babi maupun avian/unggas bahkan dalam waktu yang bersamaan. Fakta tersebut memungkinkan bercampurnya materi genetik dan dapat memunculkan strain virus baru dan berbahaya. Penelitian terbaru menyebutkan virus baru ini berasal dari ancestor (leluhur) dua virus influenza babi, yang salah satunya berhubungan dengan virus triple reassortant yakni campuran virus influenza manusia, babi dan unggas yang diisolasi di Amerika Utara tahun 1998. Sampai saat ini virus influenza H1N1 yang merebak di Mexico belum diketahui apakah spesifitas tapak perlekatan reseptornya sudah berubah sehingga bisa menginfeksi manusia.

Salah satu faktor yang berperan dalam infeksi virus influenza adalah adanya kecocokan antara virus dengan reseptor permukaan sel hospes. Swine flu biasanya tidak dapat menginfeksi manusia, namun kasus yang merebak belakangan ini membuktikan bahwa virus ini telah mampu menginfeksi manusia bahkan mode transmisinya sudah bisa menular dari manusia ke manusia. Hal ini membuktikan virus ini telah menembus batas spesies sehingga bisa menginfeksi manusia. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai biologi molekuler virus ini guna mendapat informasi mendetail sehingga manusia dapat mencari cara untuk dapat mengendalikannya. Informasi terakhir menyebutkan bahwa virus influenza H1N1 yang diisolasi dari pasien flu babi di Mexico resisten terhadap obat antiviral kelas inhibitor neuraminidase (oseltamivir dan zanamivir), namun resiten terhadap kelas adamantanes (amantadin dan rimantadin). Selama ini manusia masih mengandalkan obat-obat antiretroviral tersebut untuk mengatasi infeksi virus influenza. Vaksin untuk virus influenza masih terus dikembangkan untuk diterapkan, namun sayangnya pembuatan vaksin influenza inipun harus terus berpacu dengan si virus terus beralih rupa, mengecoh sistem pertahanan tubuh manusia. Vaksin yang dibuat tidak dapat melindungi infeksi virus influenza secara total karena banyaknya subtipe dan kemampuan mutasi virus influenza yang tinggi.

Virus influenza memang terus menyita perhatian manusia, setelah menimbulkan kejadian luar biasa dengan kasus flu burung yang belum lagi reda, virus inipun berhasil menyedot perhatian dunia dengan pandemi flu babi yang membuat dunia bersiaga menghadapi penyebaran virus yang terus meluas. Flu babi inipun menjadi babak baru peperangan manusia menghadapi virus influenza, walaupun sebenarnya cerita peperangan terhadap flu burung belum lagi usai. Jangan sampai terlena memfokuskan pada babak baru hingga melupakan kesiagaan pada bahaya flu burung yang terus mengancam. Virus ini sepertinya terus menyiapkan skenario yang mengejutkan laiknya cerita yang menyita perhatian dalam setiap babaknya. Umat manusia saat ini tengah ditantang kesiagaan dan kekompakannya menghadapi serangan babak baru virus influenza, karena upaya sebagian pihak tanpa kerjasama dengan pihak lain adalah menghadapi peperangan tanpa amunisi yang lengkap.***


7 maggio'09 8:21 pm

Previous Post
Next Post

0 Comments: