Sabtu, 31 Oktober 2009

Sebuah Cerita di Musim Penghujan


“ Ciptakanlah desain untuk hidupmu sendiri, engkau mau seperti apa, ingin kemana atau meraih apa..tentukan petanya dan melangkahlah..

Bila ada semak belukar di jalanmu, singkirkanlah, berjalanlah lagi

Bila bertemu perempatan dan engkau bingung harus kemana, tanyakan pada hatimu dan dengarkan juga kepalamu, lalu tentukanlah arah mana yang ingin kau tempuh,

Lalu katakan dalam hati “apapun itu aku tidak akan menyesal mengambil jalan ini”, dan melangkahlah lagi..”


Pada hidup yang penuh ketidakpastian, aku berhutang pembelajaran bahwa justru saat itulah rasa penghambaanku padaMu menjadi sedemikian terasa. Saat desain hidup yang telah kutata tiba-tiba dibelokkan, saat diri tak kuasa dan harus mengakui banyak hal yang terjadi di luar kuasaku..aku semakin menemukanMu Bila dulu aku lahir saat orang belum mengenal Tuhan, tidak mengenal agama apapun, aku yakin pada akhirnya aku akan merasa ada “Sesuatu” yang mengendalikan segalanya dan menyadari kemanusiaaaku.

Aku mencariMu pada jalan-jalan yang nyata kurasakan, pada lembaran yang jelas-jelas Engkau berikan padaku untuk membacanya (hidupku), dan menemukanMu.

Aku menikmati pergulatanku dengan Engkau. Menikmati rasa kadang betapa “nakal”nya aku terus menerus menanyaimu, bersikeras pada akal manusiaku, keras kepala pada apa yang aku mau. Engkau tersenyum, kadang mengangguk..kadang menggelengkan kepala. Aku memang bukan manusia-mu yang tunduk runtut, mengiyakan, menghamba tanpa pertanyaan. Aku berubah menjadi pribadi yang gelisah menarik-narik ujung bajuMu, bertanya ini dan itu, memaksaMu terkadang untuk memberikan jawaban segera. Dan bila sudah begitu, Engkau akan tersenyum dan menjawabku dalam diam.

Manusia pemberontak, Engkau mungkin melabeliku seperti itu. Ehehe..aku lebih suka Engkau menyebutku seperti itu daripada menjadi si manusia penurut yang bodoh. Aku suka saat kurasa Engkau menggelengkan kepala pada kemauanku, lalu aku akan merajuk

“ayolah..aku benar-benar mau itu..pokoknya itu! Nggak mau yang lainnya” kataku dengan keras kepala. Aku menikmati kekukuhan hatiku saat memperjuangkan mauku padaMu.

Engkau tersenyum lagi, tetap menggelengkan kepala.

“ Ughhh..aku yakin nanti keputusanMu akan berubah, aku akan pegang keyakinanku ini, aku akan memperjuangkannya sampai aku lelah, biarkan aku keras kepala,” kataku bersikeras sambil mengerutkan kening di hadapanMu.

Tapi dengan segera aku akan menambahkan “ Tapi tunjukkan padaku pertandaMu, agar aku bisa mengerti, jangan biarkan aku tersesat”

Sekali lagi Engkau tersenyum, mungkin geli ada manusia seperti aku.

Aku ingat pemberontakanku beberapa saat yang lalu. Ada sebuah kalimat yang pasti semua orang pernah mendengarnya.

“Bila dia memang untukku maka dekatkanlah, bila memang bukan untukku jauhkanlah”. Fiuhhh…apakah engkau akan dengan tulus hati mengatakan seperti itu saat hatimu begitu menggebu menginginkan seseorang?ehehe..aku jamin tidak. Maka aku memilih untuk tidak mengatakan seperti itu, berkata seperti itu dalam barisan kalimat yang runtut dan nampak begitu bijaksana itu tentu saja mudah, tapi luncuran kata-kata itu akan mengalir bersama kekosongan, dan serasa bertolak belakang dengan hati. Aku memilih untuk tidak menurutinya. Aku memilih untuk menikmati pemberontakan itu. Deru akan terasa, ngilu, dan diri manusiaku yang keras kepala akan terlihat jelas di hadapanMu.

Aku membiarkan diriku meyakini apa mauku, mengikuti kata hatiku, dan puas dengan berpeluh akan perjuanganku. Aku merasa menjadi manusia.

Tapi Engkau memang..apa ya..uhmm..aku tidak bisa memilih kata yang tepat. Aku dengan heran mendapati diriku pada akhirnya merasakan “keikhlasan” yang bersumber dari pengingkaranku. Penghambaan itu terasai dengan begitu dalam. Merasakan gradasi perubahan itu, membuat apapun dalam hidup menjadi semakin “terasai”.

Aku tidak akan mencapai titik ini bila aku penurut dari awal, penurut yang hambar. Aku ingin “merasai” semuanya dengan sungguh. Keber-Tuhan-anku, dan semua sikap hidupku. Dan begitulah suatu cerita di musim penghujan, cerita tentang manusia yang ada dalam diriku. Dan dengan tersenyum aku menatap tulisan yang tertempel di dekat meja belajarku

“Urusanku bukan mencari tahu kehendakMu atasku. Tapi pada titik ini aku tahu apa yang aku inginkan, mempunyai tekad untuk memperjuangkannya, dan bersedia berpeluh dalam perjalanan untuk mewujudkannya. Dan manakala takdir jatuh, penerimaan atas KuasaMu lah proses yang memanusiakanku”

Aku memilih cara ini untuk menjadi manusiaMu, untuk mencari dan menemukanMu. Entah nanti!

Bersama derai hujan di luar jendela, aku ingin berkata padaMu sambil tersenyum,

“aku suka ketidakpastian yang Engkau ciptakan dalam hidup, karena hal itulah yang membuatku menemukanMu, bukan mengikuti apa yang ditunjukkan atau dikatakan orang lain …atau siapapun, aku menemukanMu sendiri”


***31 ottobre 09 7.28 am***

source of pic : http://www.freefoto.com/images/16/05/16_05_76---Rain_web.jpg

Jumat, 16 Oktober 2009

Kitab Pusaka TOEFL

Kenapa kitab pusaka? Ehehe..karena begitulah disebut oleh para milister beasiswa yang berbagai informasi tentang sumber-sumber buku yang recommended untuk menaklukan test TOEFL. Dulu aku beranggapan, yang penting belajar dengan baik, pasti skornya bagus.

Tapi nyatanya “belajar dengan baik” tidaklah sesederhana kalimatnya. Aku memang bukan jebolan kursus inggris yang bonafide seperti EF (kabarnya jebolan EF bahasa inggrisnya top), sayangnya di Purwokerto nan mungil ini nggak ada EF yah. Dari dulu pun belajar bahasa inggris dengan autodidak, jadi dalam menjawab soal lebih sering memakai “feeling” daripada teori ehehe, but so far so good..tapi yah pas-pasan, skor terakhir saat mau lulus S2 hanya mencapai 513, lha kok skornya segitu-gitu melulu yah..padahal untuk standard syarat pengajuan ke luar negeri harus minimal 570an. Masih banyak ya harus didongkraknya. Alhasil harus memutar otak untuk mendongkrak skor…

Pilihannya …ikut kursus TOEFL, untuk kursus TOEFL di LIA (hiks cuman itu tempat kursusan yang rada mending di Purwokerto) biayanya sekitar 500 ribu, brosur sudah di tangan, sudah ke kantornya sekali pas nganterin temen tanya tentang test TOEFL (busyet ternyata kagak ada tes TOEFL di Purwokerto…harus ke Jogya huhuhu).

Tapi setelah mempertimbangkannya, dan kembali membaca kitab pusaka menaklukkan TOEFL ala Ahmad Syamil yang kudownload dari file milis beasiswa, aku berpikir ulang, dan bertanya pada diri sendiri. “Apakah dengan ikut kursus akan secara signifikan meningkatkan skor TOEFLmu? I’m not so sure..bukannya tidak mau mencoba, bukannya meragukan kemampuan si lembaga itu, tapi pengalaman ikut kursus bahasa Inggris di Jogya hasilnya tidak signifikan meningkatkan kemampuan bahasa inggrisku.

Kelemahan terbesarku adalah tata bahasa, lemot bener aku dengan bagian yang satu ini. Dari sejak belajar bahasa inggris sampai sekarang, nggak mudeng-mudeng juga. Mending disuruh cas cis cus ngomong, soalnya dalam bahasa oral yang penting lancar dan yang kita ajak bicara ngerti apa maksudnya, that’s the point! Tapi kemampuan oral sama sekali tidak berbanding lurus dengan kemampuan menulis ataupun tata bahasa, sekilas menilai kemampuan diri di bagian itu..amburadul!!!ehehe..(walau lumayan banyak juga abstract skripsi dan tesis hasil buatanku yah… ehehe..sok PD aja).

Nah, berdasarkan rekomendasi dari si suhu yang menurunkan kitab pusaka TOEFL ini plus saran-saran dari milister, ada satu buku yang kayaknya favorit banget. Buku TOEFL Cliff.. judulnya : Cliffs TOEFL Preparation Guide.

Gosipnya buku ini sip bener buat belajar TOEFL, ufff dahi berkerut karena sebelumnya belum pernah mendengar reputasi buku ini. Si suhu bilang, kalau nilai TOEFL alami tanpa belajar sekitar 500an maka pakailah buku ini” begitu wasiatnya ehehe.

Ada beberapa buku lain yang direkomendasikan, yakni :

1. Barron: How to Prepare for TOEFL

Menurut si suhu, buku ini hanya menghadirkan pola-pola structure belaka. ketika Anda menginjak pola yang ke 30, kemungkinan besar Anda sudah melupakan pola 1 sampai dengan 10! Buku ini, menurut saya, bersifat mengingatkan tapi kurang memberikan pengertian pada para pembacanya”. Uhmm aku manggut-manggut, begitulah yang terjadi saat aku belajar structure sebelumnya, mudeng bagian yang satu, pindah ke bagian yang lain trus lupa..begitu terus berulang-ulang..jadinya nggak ada progress. Dan tata bahasa rasanya menjadi musuh besarku.

2. Building Skill for TOEFL terbitan Nelson atau Bina Rupa Aksara (khusus hak edar Indonesia). Nah katanya ini untuk yang nilai TOEFL awalnya 400an

3. Buku Preparation Course for the TOEFL terbitan Longman dengan pengarang Deborah Phillips. Nih bisa didownload e-booknya di :

http://www.scribd.com/doc/19709471/longman-toefl-test-preparation-by-dborah-philips

Sekedar iseng survey di Gramedia, sambil membayangkan bukuku selanjutnya mau ditempatkan di rak mana (doohhhhh PD abis ekekek, mending optimis daripada pesimis ya toh ehehe), aku meneliti buku-buku TOEFL yang dijual. Hampir 70% buku karangan orang Indonesia (dengan penuntun bahasa Indonesia tentu saja), covernya fantastis, ada yang bertuliskan ” raih skor 650! Dijamin” wuelah..wuelah...bombastis bener yah..tapi setelah melihat-lihat isi buku-buku tersebut, uhmmm...komentar apa yah...sayang duitnya deh buat beli ihihihi. Ada juga buku Barron yang super tebal, harganya 524 rebu plus CDnya...hmmm...bisa cenut-cenut duluan belajar dengan buku setebal itu, cenut-cenut juga kantongnya buat beli tuh buku.

Dan aku terlanjur penasaran dengan buku Cliff, hingga saat sahabatku Asti sedang ke Jogya, langsung saja aku menitip untuk dicarikan kitab pusaka itu. Ternyata memang tidak gampang mencarinya (di Gramedia nggak ada tuh...), akhirnya setelah ngubek-ubek Taman Pintar akhirnya nemu juga bukunya... Voila! Buku itu kini di tanganku dan sudah kuubek-ubek isinya. Dan membuatku takjub!Duuhhh kenapa nggak tau buku ini dari dulu-dulu yah..

Kenapa?yap...buku itu setidaknya bisa membuatku mudeng tata bahasa? Membuat mudeng si lemot grammar ini bukankah tidak mudah?? Ya betul betul betul (versi ipin upin), buku ini enak dipelajari, detail tapi tidak rumit. Aku kadang heran menyimaknya, sambil membandingkan dengan beberapa buku tata bahasa Inggris yang dulu kubeli. Nasib buku itu hanya kupajang di rak buku, beberapa kali kusentuh dan kupelajari saat mood mendongkrak bahasa Inggrisku lagi naik, tapi akhirnya lagi-lagi lupa dan berakhir tanpa kemajuan yang berarti.

Ah, baru kusadari ternyata belajar butuh bantuan metode yang sistemik..salah satunya buku yang dipelajari harus mengerti kerja otak. Sebuah buku dengan sistematika tertentu membuat otakku gampang mencerapnya, uhmm..memang tidak salah para pendahulu penakluk-penakluk TOEFL yang merekomendasikan buku ini. Makanya aku ingin men-share informasi ini, siapa tau bagi yang ingin mempelajari TOEFL cocok dengan buku ini. Oh ya, untuk Cliff Toefl yang CBT (computer based toefl) dapat didownload e-booknya di link ini :

www.scribd.com/doc/13090525/TOEFL-Cbt-Book

Untuk CD kaset untuk listeningnya bisa didownload di rapidshare

Rasanya cukup dengan dua kitab pusaka Cilffs ini di tangan, plus donlot-an e-book pelengkapnya. Bismillah.. bila sudah khatam akan segera mengikuti tes TOEFL beneran. Speed Up...Speed Up...

Senin, 05 Oktober 2009

Menentukan Arah


Gerimis rintis yang tiada henti sejak tadi siang membungkus suasana yang sendu menjelang sore di Purwokerto. Musim sudah mulai mendekati penghujan, hingga gerimis rintis di pagi ataupun hampir sepanjang hari harus bisa dimaklumi. Tetesannya yang lembut mengingatkanku akan salju, di negeri seberang sana mungkin sebentar lagi musim dingin. Di dunia antah berantah nun jauh di sana, dan aku tengah bergerak mendekati koordinat itu.

Ah, bicara tentang koordinat, aku merasa sejauh ini agak terlalu lambat melangkah. Bukankah tahun ini tak terasa sudah memasuki bulan-bulan akhir? Oh lihatlah serentetan rencana yang tersusun apik di awal tahun yang masih menunggu untuk segera diwujudkan. Sebenarnya di awal tahun, aku sudah menentukan titik-titik koordinat yang harus dituju, target yang harus diraih, tapi aku menemukan diriku masih tersendat dan belum lagi tersenyum puas akan hasil perjuangan.

Apakah aku meragu? Meragu pada apa dulu yang harus difokuskan pada hidup belakangan ini?

Seperti halnya keraguan yang belum menemukan jawaban tentang kemana? pada lembaga apa harus mengajukan beasiswa? topik apa?

Ah, aku memang agak sedikit terlena. Kebimbangan tentang fokus hidup memang agak mendua di pertengahan tahun ini, dan begitulah diri manusiaku lagi-lagi tersenyum rapuh.

Aku harus berpikir ulang, mengaudit langkah, memantapkan titik koordinat dan menyusun strategi. Aku jelas tidak mau menikmati hidup tanpa arahan yang jelas, ada peta yang harus dicermati, ada potongan-potongan puzzle yang harus dilengkapi. Dan yah, aku ingin memantapkan langkah dan arah. Bila memang keputusanku membawa hidup menuju ke hal-hal yang tidak biasa, lalu kenapa? Tidak harus menjadi biasa saja untuk bahagia kan ehehe?

Dan di sinilah aku, di sebuah kursi asyik meruntuti tuts pada keyboard lenovito yang selalu menempati meja belajarku, dengan serentetan musik yang menyelusup gendang telinga, dan secangkir kopi hangat yang selalu setia menemaniku. Bubuk-bubuk hitam dicampur creamer selalu saja membuatku jatuh cinta. Zona nyaman, yah..zona nyaman yang kadang melenakan. Tapi hidup yang dianugerahkan, setiap detik yang terlewati sepertinya harus dijalani dengan kualitas yang penuh sebagai manusia. Belum terlambat untuk kembali melihat koordinat itu dan mengumpulkan semua daya hidup untuk sampai di titik itu!


1'10'09