Your job is not your career. Mungkin saya salah satu orang yang memegang nasihat itu. Saat ini saya bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai peneliti yang menggeluti kebijakan perdagangan dan ekonomi-politik internasional. Tetapi passion saya ada di dunia sastra dan kesenian. Saya lebih senang menjadi seorang “seniman kata-kata”, meskipun saya juga mencintai dunia riset dan ilmu pengetahuan. Demikianlah, rupanya kadang-kadang takdir kita sebagai manusia memang mengharuskan kita hidup di wilayah yang mendua, ambigu, bahkan paradoks. Tapi kita harus menikmatinya (profil Fadh Djibran)
Yeaap, membaca tulisan Fadh di blognya membuatku setidaknya berkata, aku tidak sendirian yang berada dalam posisi seperti itu. Bahkan mungkin lebih banyak dan banyak lagi orang yang sebenarnya mengalami kondisi yang serupa. Aku yakin ada banyak orang yang “terjebak” dalam situasi ini, dan takdir memang mengharuskan kita untuk menjalani dan melewatinya.
Mengapa?? Hei..aku yang bertanya..jangan mengharapkan jawaban sok bijaksana dariku sekarang..ehehe..
Kalian tahu, terkadang ada sisi dalam diriku yang membayangkan, betapa menyenangkannya menggeluti sebuah pekerjaan ataupun bidang yang benar-benar kita cintai. Cinta membuat segalanya terasa lebih sederhana bukan? Bukankah cinta yang membuat kita bahkan lupa waktu, lupa lelah saat mengerjakan sesuatu yang kita suka?
Coba bandingkan saja, kita harus melakukan dua macam hal. Pertama, hal yang kita sukai, dan yang kedua, sesuatu yang “tidak” kita sukai. Lupakan sekarang bahwa kau orang baik, lupakan bahwa engkau orang yang maha bijaksana, lupakan bahwa engkau melakukan sesuatu itu untuk kebaikan banyak orang. Mari kita berbincang-bincang antara manusia dan manusia biasa saja. Atau bila ada setan yang muncul dalam hatimu dan menyela berbicara, biarkan saja. Aku ingin mendengarnya.
Bila aku harus menjawabnya, tentu saja aku akan menjawab bahwa aku lebih menyukai melakukan hal yang kusukai. Kupikir semua orang..humm fine, aku menerima perkecualian, so..kebanyakan orang mungkin akan sependapat denganku. Tapi walaupun begitu, kutanya berapa kali kau harus melakukan hal-hal yang tidak kau sukai? Sering? Ahahaha....bergembiralah!! Mungkin Tuhan menambahkan porsi untukmu.
Yeah, aku sering menulis tentang ini, seingatku di posting blog terdahalu, aku pernah menulis tentang kompromi, tentang pertentangan, tentang “perdamaian” dengan hati. Ini mungkin berarti, hidup terus menjalankan “mekanisme” tersebut, berulang-ulang kali. Untuk apa? Entahlah masih kupertanyakan. Atau engkau sudah punya jawabannya?
Akhir-akhir ini sebenarnya, seperti biasa, nakalku padaNya kambuh lagi, dan bertanya,
“ Tuhan, kenapa sih selalu Engkau tempatkan aku dalam posisi yang begini rupa?seingatku, tidak hanya sekali..berkali-kali, maksudMu apa sebenarnya?”
Setan mencuri dengar suara lamat-lamat dalam hatiku, yang bilang “ Tuhan, terkadang aku lelah menghadapi itu semua”
Lalu setan mencuri dengar lagi, lalu dia berbagi gosip : “ Bayangkan, bila engkau mengerjakan akan yang kau sukai, kau tenggelam dengan sepenuh hati, tenaga, waktu demi mengerjakannya, tapi engkau menyukainya. Semakin mengerjakannya, semakin kau menyukainya. Bahkan lelahpun tak terasa. Kau mungkin harus membacai buku-buku yang banyak, harus begadang sampai dini hari, tapi kau menganggapnya sebagai hiburan, bukan siksaan. Segala kesulitan yang ada saat kau mengerjakaan apa yang kaucintai, akan kau anggap sebagai tantangan, memacu adrenalinmu, memicu seribu akalmu mencari cara bagaimana menghadapinya”
Ah, sepertinya setan mencuri dengar terlalu banyak.
Bahkan setanpun pun juga tahu, bahwa diam-diam aku sering “iri dan cemburu” pada orang-orang yang bekerja/melakukan sesuatu yang mereka cintai dengan penuh totalitas. Aku mengenal beberapa orang yang seperti itu, terlihat dari antusiasme saat membicarakan sesuatu yang mereka kerjakan itu, karena mereka membawa rasa, membawa cinta di dalamnya. Bukan hanya sekedar label-label kewajiban, tapi sebuah totalitas. Jujur, aku iri berat.
Dan manusia biasa dalam diriku, protes : “Kenapa sih aku nggak begitu?” Aku harus selalu membagi porsi, karena terbentur dalam dualitas.
Setan yang mencuri dengar itu benar, aku merasa lelah. Lelah berkompromi. Lelah membangun semangat tingkat tinggi tiap kali, lalu terjun bebas, terpuruk , kemudian bangkit lagi. Lari lagi, lelah, memasok semangat lagi, lari lagi.
Rasa-rasa seperti itulah yang ternyata dirasai manusia, dan pada satu titik, manusia harus berjuang berserah pada takdir. Saat kita sudah merencanakan sesuatu seperti apa yang kita suka, apa yang kita mau, tapi keadaan menempatkan kita pada sebuah “kondisi” yang sama sekali di luar dugaan kita. So? Tuhan memang selalu mempunyai mekanismenya sendiri.
Lalu tiba-tiba, Malaikat datang untuk duduk bersama, lalu mulai menanggapi celotehanku tentang dualitas :
--Anggap saja engkau diberi lebihan jatah, bahwa selain kau mempunyai porsi sesuatu yang engkau senangi, Tuhan mencobaimu seberapa kuat kau bisa bertahan bila dihadapkan pada sesuatu yang tidak kau sukai
--Heii..coba kau lihat, kalau orang berhasil karena mengerjakan sesuatu yang mereka sukai, emang mah wajar, memang sebaiknya begitu. Tapi kalau kau berhasil mengerjakan sesuatu yang sebenarnya engkau tidak kau sukai, itu baru luar biasa!
--Teruslah berpikir positif, pasti ada sesuatu yang menyenangkan di balik itu semua.
--Begitulah hidup, santai saja, anggap saja sebuah permainan, kau hanya butuh berupaya lebih keras lagi, sayang...
Hihhihi...sudahlah, kubiarkan saja setan dan malaikat dalam diriku terus bicara, aku baik-baik saja..walau sudah lumayan setengah gila. Itu bisa ditilik dari berapa posting tulisanku bulan ini. Suatu saat mungkin bisa diadakan penelitian hubungan tingkat kegalauan dengan banyaknya tulisan yang dihasilkan, sepertinya korelasinya signifikan!!
Sambil kunanti hasil diskusi setan dan malaikat, aku memasak saja, cah jamur dan ikan sarden. Karena kuprediksi, diskusi setan dan malaikat ini akan memakan waktu yang relatif lama, akan kuingat-ingat untuk menuliskannya hasil diskusi mereka suatu saat.
Kalianpun, kuyakin pada suatu masa, sama denganku, pernah mengalami diskusi seru antara setan dan malaikat. Dan bersyukurlah, itu berarti kalian “hidup”
Oh ya, mungkin kalian pernah mendengar kutipan ini :
Intinya bukan pada mengerjakan apa yang kita sukai, tapi menyukai apa yang kita kerjakan
Sejak lama aku agak tidak setuju dengan hal itu, dan lebih memilih :
“ Aku ingin mengerjakan apa yang kusukai, dan mencoba belajar menyukai apapun yang harus kukerjakan”
Setan menyela “ yeah..that’s sounds great..but It’s hard... you know (aksennya sengau..sepertinya setannya fasih berbahasa Glaswegian ekekek)
Malaikat balas menjawab : Justru karena berat itulah, bila kau berhasil melewatinya, rasanya sungguh terasa berharga...
Lalu orang lewat berkomentar : Ah, kagak bersyukur banget sih elu jadi orang”..
sedetik kemudian, aku tersentil mendengar pernyataannya, “ Hei..ini bukan masalah bersyukur atau tidak..tapi masalah....”
Baiklah...diskusi mereka memang masih lama...daripada mendebat mereka, mari temani aku menumis saja..***
Glasgow, 29 Nov 2011. 8.45 pm..