Minggu, 03 Februari 2013

Orgasme Otak


Ups..aku tahu kalian sudah memprotes judulnya. Diamlah saja dulu, tak usah banyak memprotesku kali ini. Diam saja dan nikmatilah. 
Ah, atau kalau protes membuat kalian lebih nikmat, maka proteslah. Saya hanya ingin bercerita, tentang orgasme. Eit, orgasme otak!
            “ Mba, bisa nggak ketemuan sore ini habis aku balik kerja,” kata Widya, seorang sahabat lama. Teman sekamarku saat kami berdua berpetualang selama tiga bulan di Itali tahun 2008 lalu.
Segera kuiyakan, sudah beberapa kali janjian ketemuan gagal terwujud, padahal kami berada di kota yang sama, Jogya.
            “ Udah lama nggak orgasme otak ahaha..masih inget kan istilahnya Trully hihi, susah dapet partner di sini,” katanya sambil terkekeh setelah ia sampai di kamar kosku. Masih cantik seperti biasa, masih dengan kebiasaannya yang selalu maniak cermin. Bila melihat bayangan cermin, ia selalu segera melihat dan mematut-matut dirinya di depan cermin secara spontan.  Ia terlihat lebih dewasa dibanding kali terakhir aku bertemu dengannya. Pernikahan mungkin memang membuat orang menjadi dewasa, beberapa iya, banyak juga yang tidak. Dan saya sering menjadi “tempat sampah bagi kedua jenis tersebut.
Tapi kali ini ia tidak ingin menemuiku untuk menjadi keranjang sampahnya, ia menemui untuk mengajakku orgasme. Orgasme otak!
Istilahnya memang sedikit ekstrim dan nyeleneh. Orgasme otak? Kalian mungkin akan mengerutkan kening? Dulu akupun demikian. Dulu aku menyebutnya momen “bertukar kepala” saat bertemu dengan “lawan” yang berimbang untuk ngobrol tentang hidup. Tapi Trully, sahabat se-flat sewaktu di Italy mengenalkan istilah baru, orgasme otak dan akhirnya sekarang lebih sering menyebut momen itu dengan orgasme otak, karena memang terasa lebih pas.
            Karena dia sengaja menemuiku untuk melakukan orgasme otak, maka aku tahu apa yang harus kulakukan. Cukup dengan menyentil syaraf-syaraf otak berpikir tentang hidup dengan pertanyaan-pertanyaan, maka kami dengan mengalir saling bertukar kalimat. Kalimat-kalimat yang saling berloncatan, saling menemukan, kadang saling melawan, kadang saling bersinergi, ataupun kadang meledak lalu terdiam, relaksasi. Orgasme! Kepuasan tertinggi saat otak dan pikiran mendapatkan lawan yang berimbang untuk melepaskan segala pikiran-pikiran, wacana, sikap, sudut pandang mengenai sesuatu hal yang dibicarakan dan mendapatkan respons dahsyat yang seimbang. Begitulah orgasme otak. Terbayangkan apa yang kujelaskan pada kalian? Atau kalian malah membayangkan hal yang lainnya? LOL
Istilah orgasme memang lebih ke arah konotasi seksual. Tapi lihatlah definisinya hampir sama.  Orgasme berarti pelepasan tiba-tiba ketegangan seksual yang terkumpul, dan orgasme otakpun demikian, pelepasan ketegangan atau kumpulan pikiran-pikiran yang mengendap.
Manusia dipenuhi kumpulan pikiran-pikiran yang seringkali bersembunyi di bawah permukaan, sering tak tergali. Mengendap sekian lama, dan tak semua orang mampu menggalinya. Orgasme otak berbeda dengan sesi “curhat”, dimana curhat seringkali lebih pada bercerita tentang masalah, unek-unek ataupun luapan perasaan yang dialami seseorang. Biasanya satu orang akan bercerita, sedangkan partnernya akan berperan sebagai seorang pendengar. Bisa sepihak, namun bisa juga bergantian setelah seseorang selesai dengan curhatannya. 
Curhat membutuhkan seorang partner yang siap menjadi “tempat sampah”, memberikan saran, pandangannya ataupun hanya sekedar mendengarkan.
Tapi orgasme otak adalah peristiwa saat dua orang atau lebih saling menimpali, saling berupaya memberikan pandangannya, terjadi persilangan, mungkin sedikit perdebatan atau persetujuan, ataupun berakhir dengan pemakluman. Untuk mencapai orgasme otak yang berkualitas diperlukan seorang partner yang seimbang. Inilah yang membuat tak semua orang bisa dijadikan partner untuk melakukan orgasme otak. Bagiku sendiri pun demikian, bahkan sahabat inner circle yang sudah sekian lama bersamapun tak semuanya bisa diajak orgasme otak. Beberapa hanya bisa terlibat dalam sesi “curhat” tapi susah untuk diajak orgasme otak.
Manusia punya banyak pikiran yang perlu dicurahkan,  bertukar pandangan hidup, mendengar pandangan lain, berpikir, mempertimbangkan, ataupun menerima. Cukup dengan satu dua pertanyaan, pembicaraan akan mengalir, saling menimpali, meninggi, memuncak, klimaks. Ada syaraf-syaraf yang menegang melepas, kepalamu akan terasa ringan, jiwamu tersegarkan kembali. Orgasme otak seperti re-charge pikiran dan jiwa sehingga dua orang akan merasa lebih berenergi, bersemangat kembali. Curhat biasanya hanya mampu melegakan bagi satu pihak saja, si “pencurhat” karena ia merelease pikiran-pikiran tentang masalah atau apapun yang menggelayuti pikirannya. Tapi orgasme otak akan berefek positif pada kedua belah pihak, mutualisme.
Tapi bila partner tidak seimbang, biasanya pembicaraan akan mentok, gagal untuk saling meledakkan satu sama lain. Ejakulasi dini.
Nah inilah seninya bagaimana melakukan orgasme otak yang berkualitas. Terus terang aku senang melakukannya, terasa manfaatnya bagi jiwa. Bicara soal hidup, impian-impian, makna hidup, pembelajaran diri, pandangan-pandangan akan suatu hal.
            “ Hidup kini bukan lagi hitam atau putih saja, tapi kadang juga abu-abu. Nggak berani lagi untuk nge-judge orang sebelum tahu latar belakangnya. “ kataku. Lalu ia dengan cepat menangkap umpan, lalu melakukan “serangan balik”
            “ Kontribusi wid, kalau udah umur segini..apalagi yang dipikirin, hidup bukan lagi untuk diri kita sendiri. Cuman selama ini masih sporadis, belum nemu komunitas yang bisa konsisten..bla..bla”  Kalimat yang terlontar saat kami bicara soal makna hidup.
Tentang kenangan, tentang kekinian ataupun masa depan. Tentang impian, keterpurukan, cinta ataupun hubungan. Bukan melulu soal “cerita” tapi pandangan yang saling menyetujui atau bahkan berbenturan. Namun kami tahu, kami berdua mengalami kenikmatan bersama-sama dalam bertukar pemikiran. Di momento cafe itu  tak terasa waktu cepat berlalu,
            “ Duh, kudu pulang mba. Suamiku sudah selesai jadwal ngajar di LIP jam segini, tengkiu ngobrol-ngobrolnya,” pamit Widya mengakhiri sesi malam ini.
Manusia butuh orgasme otak untuk menyegarkan kembali pemikiran-pemikirannya, jiwanya. Ada energi baru saat kami berdua pulang. Terimakasih for the priceless moment, dear friend.***


Ndalem pogung, Jogya. 3 February 2013. 2.20 am.
Previous Post
Next Post

0 Comments: