Sabtu, 06 September 2014

Dimana letak rasa?





Pernahkah engkau bertanya, rasa itu sebenarnya letaknya ada dimana? Entah mengapa pertanyaan menggelitik itu tiba-tiba muncul dengan absurb-nya dini hari tadi. Kalau ditilik dari jenis-jenis indera, ada indera perasa yang diperankan oleh lidah. Namun bukan “perasa” itu yang saya maksudkan.  Tapi rasa semacam rasa sedih, gundah, lelah, senang, bahagia, riang. Mungkinkah memang rasa itu ada dalam hati seperti kebanyakan orang mengerti?
Pernah kau merasa tiba-tiba terasa ada yang sesak, saat rasamu gundah. Ada rasa yang mendesak-desak, kala merindu. Ada yang bergelenyar gelenyar kala mencinta, kadang ada rasa yang ringan, saat merasa lega. Tidakkah kau merasakan perbedaannya dan mengamati perbedaan rasa-rasa itu dalam hidupmu, dalam harimu?
Pernahkah membayangkan bila engkau tak bisa merasai? Bila rasa tidak ada, tidak pernah ada, seperti apa rasanya menjadi manusia?
Rasa perih, sedih, cinta, rindu, lelah secara fisik memang begitu terasa di dada, mungkin banyak orang mengatakan di hati.
Hatiku sedih, hatiku berbunga-bunga, hatiku riang..begitu biasanya orang bilang.
Secara letak memang masuk akal, karena apapun katalog rasa yang terjadi dan terasa, memang terasanya di bagian dada.
Tapi apakah memang benar rasa itu letaknya ada dalam hati, jantung atau dada?
Saya memang seringkali mempertanyakan hal-hal yang mungkin tak biasa. Tapi saya penasaran dan sedikit googling dengan iseng mencari : dimanakah letak rasa?
Dalam beberapa sumber yang saya baca, ternyata perasaan manusia diproses di dalam otak, bukan di hati. Otak, terutama bagian amygdala sebagai pusat ingatan emosi memproses perasaan sedih, senang, marah, sebal dan perasaan manusia yang lainnya.  Kemudian ada bagian korteks yang juga turut mengatur proses timbulnya perasaan pada manusia setelah ia menerima stimulus. Setelah manusia menerima stimulus maka selanjutnya akan diproses di dalam otak sehingga menunjukkan respon sedih, murung, bahagia ataupun yang lainnya.
Tapi bagaimana caranya proses “pengolahan rasa” yang terjadi di dalam otak tersebut, secara fisik terasanya di dalam hati (bagian dada)? Ada yang berdenyut-dengut, mendesak-desak, bergelanyar ada kalanya teriris perih. Berarti letak proses rasa dan terasanya rasa berada di tempat yang berbeda. 
Saya kemudian tiba dalam pemikiran, betapa uniknya rasa dan bagaimana rasa menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Bukankah setiap harinya kita adalah serupa arak-arakan rasa yang berwarna-warni. Berarakan kadang sedih, kadang sebal, kadang gembira, bahagia. Kita begitu kaya.
Namun saya juga tiba dalam pemikiran lain, bisakah stimuli rasa yang diterima otak misalnya rasa sedih, rasa gundah, tak tenang ataupun rasa yang cenderung negatif yang secara otomatis diolah otak menjadi respon sedih dan sebagainya itu kita ubah atau kita netralisir menjadi respon yang positif.
Kenapa setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam merespon setiap rasa yang dialaminya?
Kenapa ada orang yang lebih cenderung mempunyai rasa positif dalam hidupnya, sedangkan yang lain lebih cenderung dipengaruhi rasa-rasa negatifnya?
Ah, saya banyak bertanya.
Selamat datang setiap rasa, mari bergabung dalam hidup saya yang berwarna.


Glasgow, 5 September 2014 menjelang akhir pekan
Previous Post
Next Post

0 Comments: