Selasa, 04 November 2014

Jembatan-Jembatan Rasa




Usai jalan-jalan dari Necropolis Sabtu lalu, saya iseng mencari informasi mengenai tempat itu. Harusnya sebelum ke sana, baca dulu ehehe tapi karena perginya mendadak jadinya bacanya setelah jalan dari sana. Dalam artikel tersebut ada jembatan cantik yang menuju Necropolis, dan mata saya terpaku saat membaca nama jembatan itu, Bridge of Sigh, nama yang sama dengan sebuah jembatan di Venesia-Italia.
Kemarin saat ke Necropolis, saat jembatan itu baru nampak lamat-lamat di kejauhan, saya sudah notice kalau jembatannya bagus,
            “Eh jembatannya bagus banget,” kata saya pada teman seperjalanan saya. Dan saya pun nggak sadar kalau berusaha banget dapat spot foto dengan jembatan itu berkali-kali. Untunglah teman seperjalanan saya mahir urusan beginian, pun sudah tahu “taste” foto saya. Dan jadilah foto ini, ehehe terimakasih.

Jembatannya harus kelihatan yaaa..*rewel saya. sementara yg motret harus berupaya mengambil gambar dari atas :D

Dan tiba-tiba saya menyadari juga, kalau saya selalu suka jembatan. Dulu saya terobsesi untuk bisa sampai di Ponte Vecchio (jembatan di Firenze-Itali) dan juga Bridge of Sigh di Venezia. Dua-duanya sudah terwujud untuk saya sambangi—walau pengen kesana lagi--#eh
Jadi sadar juga kalau saya suka jembatan. Selain juga jalan,
            “ Karena jalan akan mengantarkan kita ke suatu tempat,” begitu jelasku saat ditanyai kenapa suka jalan.
Tapi serius, baru kepikiran kalau saya ternyata suka jembatan setelah sekian lama. Kenapa? Saya sempat memikirkannya sejenak *helow orang aneh, suka jembatan aja dipikir ahahah-iya sama anehnya dengan yang masih betah baca di sini LOL
Mungkin karena jembatan itu menghubungkan, iyah..harfiahnya menghubungkan dua tempat. Memberikan kesempatan orang-orang untuk terhubung, membangun kedekatan-kedekatan.
Jembatan, mungkin juga refleksi dari komunikasi. Saya selalu takjub dan mengagumi ajaibnya komunikasi, mungkin seperti juga saya takjub akan jembatan-jembatan. Komunikasi memungkinkan satu manusia dengan manusia lainnya untuk mengerti, memahami, berempati. Komunikasi mencairkan kebekuan-kebekuan, ketidakmengertian.
Ajaib.
Pernah kau merasa ingin mengatakan sesuatu tapi tak pernah terkatakan?
Pikirkanlah sejenak, mungkin ada sesuatu yang ingin sekali kau katakan tapi tak pernah kau katakan?
Dalam hidup ini, mungkin ada hal-hal yang kau simpan erat lalu tak pernah terkatakan. Kenapa? Apa yang tunggu? Apa kau yakin masih ada waktu?
Atau engkau takut? Apa yang kau takutkan?
Tidakkah salah satu penyesalan yang menyesakkan adalah menyimpan sesuatu yang tak pernah mampu kau katakan?
Selamanya akan disimpan semesta, tanpa tersampaikan pada empunya.
Alangkah sayangnya.
Itulah mengapa saya suka jembatan. Jembatan adalah simbolisme keberanian untuk menghubungkan dua rasa manusia.
Jembatan-jembatan rasa.
Sudahkah kita membangun jembatan-jembatan rasa dengan manusia lainnya?
            “ Aku tahu kau akan segera punya kehidupan yang baru, teman-teman lainnya juga sudah punya kehidupan yang baru. Aku pun mungkin demikian. Jadi aku harus bersiap,” kataku pada sahabat terdekatku yang sebentar lagi akan menikah.
            “ heuu kenapa bilang begitu?” sergahnya
            “ Itu kenyataan yang harus dihadapi kan? “ begitu kataku.
Kalimat di atas adalah perbincangan via whataps dengan sahabat terdekat saya. Sahabat dekat adalah orang-orang yang berputar terus dalam hidup kita. Namun perubahan adalah keniscayaan, satu per satu sahabat saya menikah. Dan kali ini sahabat terdekat saya yang akan menikah. Komunikasi yang kami bangun sudah belasan tahun, walau kami selalu berjarak jauh. Purwokerto-Bali; Glasgow-Bali, Glasgow-Australia. Jembatan bisa dibangun asal dua manusia masih ingin berusaha untuk menghubungkannya. Jembatan tak bisa dibangun hanya dari satu sisi. Sebagaimana komunikasi yang akan mentah bila hanya dilakukan sepihak.
Kenapa saya bilang kalimat seperti di atas? Saya ingin sahabat saya mengerti. Ada banyak sahabat-sahabat yang berubah jauh setelah menikah, tanpa mengerti kenapa. Saya paham, kehidupan seseorang memang berubah setelah berpasangan, kontak dengan sahabat pasti akan berkurang. Tapi biasanya tak pernah terkatakan, hanya terasa menjauh, jarang kontak, lalu mungkin saja menghilang.
Sayang kan.
Hanya karena tak ada jembatan komunikasi, tak saling mengerti. Saya hanya ingin mengatakan bahwa saya tahu dan paham konsekuensi akan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi. Agar kami saling mengerti.
Saya teringat sahabat saya ini pernah ditinggalkan oleh seseorang yang dicintainya, tanpa kata, tanpa penjelasan apa-apa. I believe she deserved for a proper Good Bye. Itu dulu yang saya selalu pikirkan. Andaikan ada komunikasi yang baik, sahabat saya pasti tidak perlu menanggung cerita yang tak terselesaikan.
Ah, begitulah.
Ternyata jembatan juga memberikan pelajaran, mengingatkan. Mungkin di situlah letak pentingnya perjalanan. Membacai semesta yang Tuhan anugerahkan.
Bagi saya, Jembatan adalah simbolisme keberanian, untuk mengupayakan rasa saling terhubung dengan orang-orang tercinta kita
Keberanian untuk mengatakan, bersikap, bertindak sesuai dengan apa yang ingin kita katakan, kita lakukan.
Beranikah kalian?

Salam,
Glasgow, 4 November 2014. Pohon-pohon sudah meranggas, mungkin musim dingin sudah mulai menyapa.


Previous Post
Next Post

3 komentar:

  1. itu kayak film india mohabatein #eh LOL
    kerennn...

    BalasHapus
  2. ajak-ajak dong teh kalo hunting foto :D

    BalasHapus
  3. @ari tunsa : apanya yg kayak Mohabatein? eheh
    @Yangie : ehehe iyaah boleh kapan2 yuk

    BalasHapus