Saya masih ingat pembicaraan
sederhana di bis yang saya tumpangi bersama orang tercinta saya. Seperti biasa,
saya pasti duduk di dekat jendela. Dan orang di samping saya pun sudah mahfum
dan selalu mempersilahkan saya menempati tempat duduk favorit saya yang dekat
jendela. Saya lebih suka menjelajahi pemandangan di luar jendela, sementara
yang di sebelah saya lebih suka membaca berita-berita politik via handphonenya.
Kami memang berbeda.
“
Cantik juga ya bangunan itu, sering kali lewat tapi seperti baru pertama kali
ngeliat,” kata saya pada sebelah saya. Yang kemudian mengalihkan perhatiannya
dari handphonenya kemudian memandang bangunan yang saya maksud.
Bangunan dengan atap membulat dan
patung malaikat di atasnya, nampak gagah di latari langit yang membiru.
“
Kan kita pernah kesana” sahutnya
“
Iyah, tapi kayaknya baru pertama kali liat. Kita melihat tapi kadang-kadang
tidak benar-benar melihat,” jawab saya.
Iya, kita melihat namun seringkali
hanya sekedarnya, atau memang kita hanya melihat apa yang ingin kita lihat.
Entahlah, saya sering mengalami dan merasakannya. Walau sudah berapa kali
melewati jalan yang sama, namun sering mendapati pemandangan yang baru.
Detail-detail yang terlewatkan. Motif-motif di bangunan-bangunan, simbol-simbol
di pinggir jalan, warna-warna atap rumah, dedaunan ataupun banyak hal lainnya.
“eh
lihat, ternyata di situ ada jembatan gantung ya..baru lihat juga” kata orang
yang di samping saya. Mata saya kemudian mengamati, dan baru sadar juga kalau
ada jembatan gantung yang melintasi jalan.
We only see what we wanted to see.
Mata kadang semacam indera yang
begitu mekanis mengerjakan perintah otak. Tapi apa yang ditangkap oleh mata dan
diterima otaklah sang pembeda.
Mungkin selama ini banyak hal-hal
yang terlewatkan terlihat. Mungkin detail-detail istimewa yang terlewatkan
mata.
Tapi saya masih terus ingin melihat banyak
hal-hal istimewa bersama. Kamu. Yang kala itu di samping saya.
0 Comments: