Minggu, 20 Mei 2018

Menuju Glasgow (Lagi)

I miss The Old ME



Dalam hidup, pasti kita punya suatu rentang waktu yang rasanya merupakan “the best moment in life”. Suatu waktu ketika hidup berjalan indah dan membahagiakan. Sehingga ketika suatu saat hidup terasa berat, banyak dilanda kekecewaan ataupun terasa berjalan membosankan. Ada keinginan untuk kembali “ke masa-masa indah” itu.
Kalian pernahkah merasakan seperti itu?
Bagi saya, masa-masa hidup di Glasgow adalah masa-masa yang membahagiakan, tenang dan damai sekaligus penuh kenangan indah.
Walaupun sebenarnya bila ditengok secara mendetail sebenarnya hidup saya di Glasgow termasuk masa-masa berat, harus menyelesaikan studi S3 dengan segala rintangannya, pun harus berjuang dengan beasiswa yang mepet serta sering terlambat cair. Ada banyak airmata, tapi memang lebih banyak tawa ceria.
Sometimes, I miss the old me!
Saya yang penuh senyum tawa ceria. Karena walaupun ada banyak masa-masa sulit, tapi ketika saya pulang ke tanah air, apa yang saya kenang dari kehidupan di Glasgow adalah masa-masa indah.
Kebetulan, dua tahun terakhir ini saya mengalami banyak hal-hal berat dalam hidup. Kehilangan bertubi-tubi, pekerjaan yang semakin menyita waktu dan energi, serta rangkaian peristiwa-peristiwa yang penuh tekanan bagi jiwa.
Saya sungguh butuh jeda.
Bila sudah seperti itu, ada terbersit rasa "andai bisa kembali ke Glasgow lagi, mungkin hidup akan lebih tenang.”
Memang seharusnya kebahagaian, ketenangan dan kedamaian hidup ditemukan di dalam diri. Sehingga dimanapun kita berada, tidak mengubah ketentraman di dalam diri. Iya, harusnya begitu teorinya. Tapi hidup ternyata tidak semudah itu. Lingkungan yang toksik, paparan energi negatif ada dimana-mana. Terkadang itu menjadikan upaya menjaga mood yang baik, bisa tiba-tiba terjun bebas.
Perjalanan saya kembali ke Glasgow September tahun lalu merupakan jeda yang begitu istimewa bagi saya. Dua minggu yang sangat berharga. Dua minggu yang saya habiskan untuk menikmati hidup dengan lebih tenang, dan nyaman.
Dan saya rindu untuk mengambil jeda kembali.
Tahun ini rasanya begitu berat, ada banyak kekecewaan, kehilangan harapan, kehilangan seseorang, kehilangan rencana-rencana ke depan. Hidup memang tak pernah tertebak, bisa saja kita dilemparkan dalam keadaaan, trus dibilangin kayak pas ngisi bensin,
            “Dimulai dari Nol ya” !
Adakalanya hidup bisa penuh semangat melesat lesat hingga ada banyak energi untuk mewujudkan impian impian.
Namun, adakalanya hidup meluluhlantakkan semuanya.
Hingga apa yang saya tahu hanya menjalani hidup, menghadapinya. Saya tidak tahu harus bagaimana, harus ngapain...ketika hidup kehilangan daya hidupnya.
Saya tidak baik baik saja,
Saya sungguh merindukan jeda.
Saat ini saya sedang mencoba mengajukan suatu program dari Dikti untuk kembali ke Glasgow, hanya beberapa bulan. Saya pun tidak tahu apakah nantinya akan diterima atau tidak.
Yang saya tahu, saya butuh jeda.
Dan Glasgow, adalah tempat yang pertama kali muncul dalam pikiran saya.
Doakan saya berhasil ya!
 

Jumat, 11 Mei 2018

Menerima Hidup




bluebells-Foto Koleksi Pribadi

Terkadang hidup menghadirkan banyak peristiwa peristiwa yang membuat kita ada dalam satu titik, “saya nggak tau harus  bagaimana”
Dan sesungguhnya itu jarang sekali terjadi salam hidup saya.
Biasanya saya tahu apa yang saya inginkan, tahu apa yang ingin saya kerjakan, tahu rencana-rencana ke depan..dan saya berjuang untuk semua hal-hal itu.
Tapi lagi-lagi saya harus belajar tentang penerimaan, bahwa tidak semua yang saya inginkan dan rencanakan sesuai dengan apa mau saya.
Menerima hidup yang tiba tiba berubah tidak seperti yang saya inginkan, menerima peristiwa pahit, menyakitkan dan kehilangan. Menerima keadaaan yang membuat saya tidak tahu harus bagaimana.
Pernah kalian ada dalam titik itu? Ternyata hidup menghadiahi lajur lajur peristiwa yang begitu roaller coaster-nya.
Dulu pernah saya menulis “melenturlah bersama perubahan hidup” karena hidup terus berubah. Ketika perubahan perubahan yang terjadi relatif “mild” dan dapat dihadapi tanpa banyak upaya berarti, semuanya terasa baik-baik saja. Tapi ketika terjadi perubahan yang begitu pahit dan menyakitkan, disitulah upaya penerimaan akan apa yang terjadi menjadi hal yang sungguh berat.
Tuhan, why me!
Protes-protes terlontar, ada banyak gejolak  gejolak yang membuat saya menjadi manusia yang harus belajar mengenali diri sendiri lagi.
Sadar dan menerima hidup dengan apa yang terjadi. Bersyukur dengan semua apa yang terjadi. Seharusnya itu yang harus dilakukan. Namun saya masih terseok seok belajar.
Ikhlas dan percaya bahwa semua yang terjadi pastilah yang terbaik yang Tuhan berikan. Hal tersebut  selintas nampak sederhana. Namun membutuhkan proses untuk bisa sampai dalam tahapan tersebut. Entah bisa atau tidak..mungkin yang perlu dilakukan hanya berjalan terus..bergerak..menjalani hari yang masih diberikan. Memaksakan ikhlas malah menjadikan protes protes makin sering muncul.
Mungkin saya perlu bersabar dengan diri saya sendiri.