Rabu, 20 Mei 2020

London : Sepenggal Cerita Tentang Kembali



London, Akhir Agustus 2019


Akhirnya saya menemukan koper besar saya setelah sekian lama menanti di tempat pengambilan koper Etihad di Bandara Heathrow, London. Hati saya rada deg-degan selama di pesawat, mikirin gimana nanti ke Flat Mita, sahabat saya dimana saya akan tinggal selama 2 hari di London. Biasanya saya selalu memesan tiket langsung ke Glasgow ketika mau “mudik”. Tapi kali ini saya memutuskan untuk memesan tiket ke London, alasan utamanya pasti karena harga tiket PP Jakarta-London lebih murah dibandingkan saya langsung PP Jakarta-Glasgow. Memang perjalanan ini ada sebagian yang menggunakan dana riset saya, karena ada tujuan akademik yang berhubungan dengan riset yakni presentasi di IMAV (International Meeting on Arbovirus) di Glasgow. Tapi saya juga modus memanfaatkan momen itu untuk mengambil cuti selama 2 minggu untuk “kembali” ke UK dan berencana untuk jalan-jalan di beberapa kota. Dan tentunya, ya merogoh kocek sendiri dong dari tabungan. Makanya tetep berhemat termasuk juga untuk tiket pesawatnya. Kedua, saya juga berencana untuk ke Birmingham, ketemu dengan sahabat saya mbak Isnia yang juga ikut konferensi di sana. Jadi okelah ya rute-nya dari London ke Birmingham, baru ke Glasgow.

Masalahnya, saya belum pernah ke London sendirian hihi. Kalau terbang pulang pergi ke Glasgow ya sering selama studi dulu, dan Glasgow itu rasanya sudah seperti rumah. Sudah terbiasa sesampainya bandara Glasgow yang kecil dan tidak terlalu ramai tinggal naik taksi atau ngebis. Sudah familiar dengan tempat dan rute-rutenya. Tapi London? Ish…hati saya agak-agak ciut.

Aku selalu males lewat London, ngantri keluar bandaranya panjang banget. Ribet pula,” kata salah satu sahabat saya. Hummm okee..dududu

Dan bener juga sih, karena Heathrow itu bandaranya gede banget jadi memang harus sabar mengantri. Di imigrasi sih mulus-mulus saja, mungkin karena visa saya tipe yang business (academic) ya jadi nggak ditanya macem-macem. Begitu keluar, yang pertama kali saya lakukan itu beli paket data, ganti nomer UK sementara. Soalnya saya butuh banget akses internet untuk cari informasi gimana menuju flatnya Mitha. Memang sih udah diancer-ancerin, naik subway ini, pindah ke jalur itu..habis itu jalan kaki. Awalnya membayangkan udah bikin hati ketar ketir. Karena saya itu nyasaran, trus..tau dong jalur subway-nya London..hadeww runyam. Kalau di Glasgow itu cuman lingkaran doang jalurnya, kalau London mah ampun.Tapi bagaimanapun saya harus mengumpulkan tekad, lha mau gimana lagi?

Begitu saya ganti kartu, minta tolong diaktifkan, dan tersambung ke internet kemudian whatapps aktif, hati saya agak lega. Saya kirimkan pesan ke Mitha kalau saya sudah sampai di Heathrow dan hendak mencari jalan menuju flatnya. Saya pun mengirimkan pesan-pesan pada keluarga dan orang terdekat kalau saya sudah sampai dengan selamat. Saya jadi kepikir sih, orang tua saya (yang sekarang tinggal ibu) tuh ajaib sih. Hampir nggak pernah lho cemas nanya-nanya…nanti kamu gimana? Naik apa…bla bla blaa..enggak!

Yang penting saya komunikasikan saya mau kemana, dimana, dan selalu kasih kabar via whataps ataupun telpon or  videocall. Udah. Saya bersyukur untuk itu sih..

Dengan bertanya ke petugas, saya mencari jalur dari di Bandara Heathrow yang ke arah akses subway/underground dan harus turun naik. Walaupun ada tangga berjalan, tetep aja ya koper segede gaban dan tas punggung bikin tarik nafas panjang-panjang. Tapi ternyata London memberi sambutan hangat, ketika saya tengah kerepotan dengan koper saya ketika di tangga. Dengan serta merta lho, ada orang yang bantu ngangkatin. Saya cuma bengong, dengan gesture bilang  “Udah nggak usah, itu berat”. Tapi dianya selow-selow aja dan bilang “ no problem” sambil senyum.
Hati rasanya menghangat dong kalau dapat kebaikan-kebaikan dari orang nggak kenal kayak gitu. Ya karena orang membantu tanpa syarat, tanpa pretensi apa apa. Dia bantu ya karena pengen bantu aja. Dan ternyata itu terasa banget bikin hati hangat. Dan mungkin juga karena tadinya saya nggak berharap banyak. Sejak dulu sebenarnya dari dulu saya nggak terlalu suka London. Ke London itu mirip rasanya kalau saya ke Jakarta, pengen cepet-cepet balik hihi. Apa yaa…kesan saya London itu kaku, dingin, orang orangnya sibuk nggak ramah. Eh tapi agenda mudik kali ini disambut dengan ramah.

Setelah men-top up kartu Oyster yang masih saya simpen, saya kemudian naik subway sesuai jalur yang sudah disebutkan Mitha. Seingat saya, harus sekali pindah jalur kemudian dari stasiun terdekat dengan flat Mitha harus jalan kaki. Dan Alhamdulillah dong, saya nggak nyasar dan nggak seserem yang saya bayangkan sebelumnya. Dari stasiun (lupa dong apa namanya haha)- saya jalan kaki ke arah flat Mitha. Saya pakai google map jadi lumayan banget menolong untuk sampai ke flat Mitha. Walaupun lumayan juga ya, geret geret koper dan tas punggung…setelah perjalanan dari Purwokerto-Jakarta; Jakarta-Abu Dhabi, dan Abu Dhabi-London. Rasanya badan udah campur aduklah haha..tapi pemandangan di kanan kiri kembali membuat saya mengenang nostalgia. 

Ada Tesco di pinggir jalan, lalu bis-bis berwarna merah khas London yang membuat saya seperti disambut kembali ke tanah Inggris Raya. Udara akhir bulan Agustus juga belum terlalu dingin, dan memang London tidak sedingin Glasgow. Membuat jalan kaki dari stasiun ke arah Flat Mita yang sekitar 20 menitan itu terasa nyaman. Kali ini Mitha tinggal di Zona 1, dulu banget pas saya mengunjunginya Tahun 2017 awal, dia masih tinggal di Zona 3 yang daerahnya agak kurang nyaman. Kali ini daerahnya terasa nyaman banget, dan akhirnya saya sampai dong di Flat Mitha dengan lancar selamat. Berasa prestasi gitu hahah..

Saya tiba di Flat Mitha dan rasanya udah pengen mandiiiiii. Sambil cerita ke sana kemari, dia menawari makan. Ada ayam goreng dan sayur, tentu menu yang istimewa di London. Saya bersyukur bisa punya tempat untuk numpang tinggal dan akan menemani saya jalan jalan selama di London. Thank you, Mitha!

Dari sepenggal cerita ringan ini, saya belajar sih bahwa berbuat baik dengan tulus itu akan terasa lho di hati orang lain. Dan kebaikan itu ternyata bahasa universal yang mampu menyentuh hati semua orang.***

-Cerita perjalanan saya ke UK Agustus-September 2019 lalu yang belum sempat tertulis-

Previous Post
Next Post

1 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus