Perawat kembali mendekati kami, yang tengah menunggu cemas di Ruang IGD RS Ananda Purwokerto.
“ Bu, dari dokter Ika, ibu dan
bapak diberikan pilihan. Mau operasi Caesar saja atau mau dicoba induksi bila
mau mencoba persalinan normal (per vaginam). Kondisi bayi sejauh ini dalam
keadaan baik, silahkan dipertimbangkan dulu ya bu,” kata si perawat yang
barusan berkonsultasi dengan dokter ika via telpon.
Jam tiga
tadi, ketika terbangun saya tiba-tiba merasa ada merembes. Jangan-jangan ketuban rembes, pikir saya. Seketika gelisah dan
membangunkan suami saya. Ketika aliran rembesan terasa lebih deras, kami
memutuskan untuk langsung ke rumah sakit. Dini hari saat hujan gerimis. Setelah
dicek, benar saja bahwa ketuban rembes, tapi belum ada tanda pembukaan dan kami
harus memutuskan langkah selanjutnya.
“ kalau diinduksi nanti efeknya
bagaimana mbak?” tanya saya, agar ada gambaran dari pilihan-pilihan yang akan
diambil.
“ ya mules-mules bu. Tapi belum
tentu efeknya sama, ada yang sudah diinduksi tapi pembukaannya tidak maju-maju,
ada yang kemudian cepat maju pembukaannya,” begitu terang perawat yang
menangani saya.
Akhirnya
kami memutuskan untuk mencoba induksi, ada seperti pil kecil yang diberikan di
bawah lidah. Kata perawatnya, saya akan diobservasi selama 6 jam untuk melihat
perkembangannya, bila tidak ada progress yang bagus, akan dicoba diinduksi lagi
untuk 6 jam lagi.
Kami kemudian menunggu di ruangan
rumah sakit, sembari menunggu Ibu saya datang dari Kebumen. Sebenarnya beberapa hari lalu ibu sudah
datang, tapi tanda-tanda persalinan belum datang juga. Sekitar pukul 8 pagi,
rasanya masih biasa-biasa saja. Saya masih sarapan seperti biasanya. Hanya saja
karena ketuban sudah rembes, jadi saya tidak boleh beraktivitas seperti biasa,
diminta berbaring di ranjang saja. Rasa mules-mules yang mulai datang dan pergi
mulai menghampiri jam 9. Dan kemudian jam 10an, perawat datang untuk mengecek
kondisi saya.
“ wah bu sudah pembukaan 4, kita
bersiap ke ruang persalinan ya”, kata perawat yang datang mengobservasi.
Tiba di ruang persalinan, saya melihat ada sekat-sekat bilik yang dibatas tirai putih. Saya ditempatkan di pojok paling kanan. Rasa mules dan sakit mulai semakin sering saya rasakan. Bilik di sebelah kiri saya terdengar gaduh teriakan-teriakan kesakitan si ibu. Membuat hati saya kecut. Suara-suara gaduh itu cukup menggangu saya yang juga tengah merasakan sakit.
Semakin lama rasa
sakit itu semakin intens, jadi nggak sadar saya mencengkeram tangan suami saya
untuk mengalihkan rasa sakit. Rasa sakitnya memang sedemikian intensnya, dan
rasa ingin mengejan untuk terasa otomatis. Padahal dari yang saya baca dan
cari-cari info soal persalinan, ibu nggak boleh mengejan sebelum pembukaan
penuh (10). Tapi dorongan mengejan seperti otomatis terasa, dan rasa sakitnya
semakin lama semakin luar biasa.
“ dokter, ini anak saya tambah
kesakitan harus bagaimana?” tanya Ibu saya dengan gelisah. Saya pun menangkap
rasa cemas, gelisah di muka ibu saya.
“ Nggak papa bu, malah bagus kalau
makin sakit, artinya pembukaannya bertambah,” terang dokternya. Suaranya
lamat-lamat kudengar, karena rasa sakit yang hampir di luar ambang batas tadi
lumayan membuat saya nggak fokus. Saya hanya ingat harus mengatur ritme nafas
yang diajarkan salah satu akun yang saya ikuti di Youtube, untuk meminimalisir
rasa sakit.
Akhirnya
di bilik itu hanya saya dan suami saja, karena perawat meminta ibu saya
menunggu di luar ruangan saja. Mungkin ia melihat ibu saya yang terlalu cemas.
Yang saya ingat, ibu pernah cerita saat dulu menunggu persalinan adiknya, malah
ibu yang pingsan hehe..jadinya biarlah ibu menunggu di luar ruangan saja.
Dokter dan
perawat nampaknya fokus menangani pasien di bilik sebelah kiri saya yang
“heboh” tadi itu. Baru setelah selasai, mereka menghampir saya sekitar pukul
12.30an.
“ loh ini anteng-anteng aja tapi
udah pembukaan lengkap. Ayo bersiap ke bilik persalinan”. Saya dan suami kaget,
senang dan juga cemas. Pengalaman yang sama sekali baru untuk kami.
Ada
sekitar 6 orang yang seingat saya yang menangani saya waktu itu. Dokter, bidan
dan perawat. Mereka nampak santai seperti melihat bahwa kejadian-kejadian di
ruangan itu merupakan kejadian yang sangat biasa. Mereka memberikan instruksi
posisi, dan memberi aba-aba kapan harus mengejan,
Ternyata
dorong mengejan itu ketika gelombang mules itu datang. Beberapa kali para
petugas medis itu memberi aba-aba yang menyemangati saya untuk mengeluarkan
sekuat tenaga untuk mengejan.Sementara suami memegangi bahu saya, turut
memberikan dukungan dan semangat untuk saya yang sudah mulai kelelahan.
Tapi yang
saya rasakan, sakitnya sudah tidak seintens ketika induksi menuju pembukaan
lengkap. Justru saat-saat mengejan untuk melahirkan rasa sakitnya lebih
terkontrol. Hanya saja fokusnya untuk mendorong mengejan untuk mengeluarkan si
baby boy.
“ Ayo bu, kali ini harus lahir bu.
Dorong sekuat tenaga bu.” Begitu dorong semangat para petugas medis kala itu.
Dan
akhirnya entah untuk dorongan berapa kalinya, akhirnya si baby boy gantengku,
Arsyanendra Radeva Pramadana, Lahir juga kedua.
Si bayi
yang suka nendang-nendang dan muter-muter di dalam perut saya itu lahir juga.
Tangisnya pecah, hati saya juga tak terkira. Begini rasanya melahirkan.
Tapi rasa
lega berganti dengan keingintahuan, apakah bayi saya sehat dan normal?
Belum juga
hilang rasa sakit usai melahirkan bayi, terlalu belum selesai sampai disitu.
Masih ada tahapan mengeluarkan plasenta (ari-ari) bayi, yang ternyata prosesnya
tak kalah sakitnya. Dan setelah itu, dokter ika sudah datang untuk menjahit
robekan di jalan lahir. Rasanya tuh “
sudahlah mau diapain aja, yang penting bayi saya sudah lahir” hehe.
Karena sempat membatin..Ya ampun, begini banget prosesnya….heheh begitu pikir
saya waktu itu.
Begitu tak terlupakan…campuran rasa sakit,
lelah luar biasa tapi juga bahagia tak terkira.
Beberapa
saat perawat membawa bayi saya ke ruang untuk inisiasi menyusui dini. Ada rasa
baru yang tak tergambar saat ia diserahkan dalam dekapku. Anakku..
Tak terasa
ya nak, kisah lahirmu ini sudah setahun yang lalu..setahun ini yang penuh
kisah. Menjadi ibu baru, orang tua baru.
Ada hari
hari dimana tidur hampir tak pernah bisa nyenyak lagi, juggling membagi waktu
antara pekerjaan dan mengasuhmu. Ada kalanya tiba-tiba mood begitu berubah
ketika lelah, kemudian airmata tak terbendung lalu menangis tanpa sebab. Tapi
tak ada yang bisa menggantikan rasa ketika kamu menatapku saat menyusui,
senyummu yang entah bagaimana caranya selalu membuat hati bunda meleleh
nak..tawanya yang renyah, teriakanmu yang nyaring.
Kamu,
semangat bunda untuk menjalani hari-hari yang ke depan. Pijar energi yang
selalu membuncah untuk memberikanmu yang terbaik apa yang bisa bunda berikan.
Tumbuhlah
dengan sehat dan bahagia, anakku.
-Sehari setelah ulang tahunmu yang pertama, 14 Desember 2022-
0 Komentar