Kamis, 23 April 2015

Mari Menari Bersama Hadapi Ketidakpastian


Foto : Dokumentasi Pribadi

Sering kali saat makan siang di ruang makan komunal lab, bapak dari Turki yang tengah menjadi visiting researcher di department menghampiri saya. Kadang-kadang cuma bilang “ Buon Appetite” sambil tersenyum lalu berjalan kembali menuju labnya bersama secangkir kopi di tangannya. Atau seringkali pula ia tiba-tiba duduk di kursi sebelah saya, lalu mengajak ngobrol. Usianya sudah kira-kira menjelang 50, bahasa inggrisnya terkadang patah-patah. Professor dari salah satu universitas di Turki itu di awal obrolannya selalu menanyakan pertanyaaan sejenis ini,
            “ How’s today?” “ How your feeling today?” sejenis pertanyaan yang agak sulit dijawab sebenarnya.
Bagaimana hidup saya akhir-akhir ini?
Ah, tentu saja hidup selalu saja dengan perputarannya yang menakjubkan. Penuh dengan kejutan dan tentu saja, dengan ketidakpastian.
Minggu lalu pengumuman perpanjangan beasiswa dikti saya sudah dirilis di situs dikti. Begitu membuka pengumuman udah berasa deg-deg an, dengan harapan bahwa saya akan diterima perpanjangan beasiswa saya untuk April-September 2015. Karena biaya living cost di UK memang luar biasa mahal kalau dikurs dengan rupiah. Gaji dosen saya sebulan bahkan tidak cukup membayar sewa flat dan utilitiesnya per bulan.
            “ Ayo belajar mengurangi ketergantungan terhadap hasil,” ada suara begitu dalam diri saya. Dan ketika saya buka lampiran pengumuman,  nyatanya saya masuk ke Lampiran 2 yakni yang belum menerima perpanjangan Dikti. Solusi yang ditawarkan cuma satu, menunggu pengumuman dibuka lagi tahap berikutnya untuk bisa apply lagi. Kapan? Entah.
Kecewa? Iya tentu saja ada rasa itu, tapi ternyata saya baik baik saja. Belajar mengurangi ketergantungan pada hasil, membuat diri terasa lebih tenang, lebih lepas dan lebih mudah menerima apapun yang datang dalam hidup. Padahal beasiswa saya habis periodenya Maret lalu, bagaimana saya bertahan sampai September (dan masa sesudah itu untuk menunggu viva akhir)? Saya tidak tahu, tapi saya yakin saya bisa menghadapinya. Dan lagi, sedapnya tabungan saya baru saja terkuras untuk pembelian rumah..lalala..que sera seraa.
Tapi nyatanya, fokus saya justru bukan pada kenyataan bahwa saya belum diterima perpanjangan beasiswa, namun dengan kembali disadarkan bahwa senantiasa ada orang-orang tercinta yang selalu ada untuk saya,
            “ Nanti kita pikir sama-sama, kita hadapi sama-sama,” begitu kata pasangan saya kala saya kabari info pengumuman tadi.
Oh, kalimat itu sudah seperti seluruh energi sedunia tiba-tiba diserahkan ke tangan saya *halaaah. Saya serius, that’s mean a lot. Terimakasih untuk dukungan yang selalu ada untuk saya.
            “Kalau ada yang bisa dibantu, jangan sungkan kabar-kabar,” begitu teks salah seorang sahabat saya.
Sejenis kalimat-kalimat itu datang dari orang-orang di sekitar saya yang membuat saya merasa sangat beruntung dan bersyukur. 
Perjalanan studi doktoral saya pun penuh dengan ketidakpastian. Keputusan Ethic Aproval yang entah kapan keluarnya, bisa nggaknya sampel dibawa ke Glasgow, kapan sampel bisa sampai dan sebagainya. Pun kala eksprimen lab saya masih belum berhasil juga.  Sejak awal tahun 2015 hingga sekarang masih juga belum menemukan hasil yang menggembirakan. Hampir tiap kali eksperimen, saya membiasakan diri untuk siap mendapatkan hasil yang belum seperti diinginkan. Mencari cara ini itu, baca ini itu, diskusi dengan X, Y bla blaa..belum juga ada titik terang sampai sekarang.
Dan di kala jalan mulai terlihat,  tiba-tiba saja  saya dikabari kalau asuransi lab saya sudah habis masanya, sehingga sudah tidak boleh lagi mengerjakan lab work. Jreng, what? Terus saya mau nulis apa di thesis saya? ini adalah final work yang menjadi inti dari projek saya. Apa jadinya thesis saya tanpa hasil lab yang sedang saya kerjakan ini. Sedangkan deadline submit thesis september, hanya beberapa bulan lagi.
Nyes rasanya, hidup memang selalu penuh kejutan dan ketidakpastian. Tapi bacalah kata Fadh Djibran :


Mungkin itulah pentingnya belajar untuk “berada di tengah roda”—istilah Gede Prama ini selalu saya ingat.
            “Kalau kamu masih berada di pinggir roda, hidupmu akan mudah sekali terasa naik turun berputar seiring dengan berputarnya hidup. Belajarlah berada di tengah roda, kamu tidak lagi terlalu terpengaruh perputaran  naik turunnya hidup,” saya selalu mengingat kalimat beliau.
Gampang  mencapai titik itu? Enggaaaaklah pastinya ahah.
Belajar mengurangi attachment terhadap hasil ataupun hal-hal di luar kendali kita memang tidak mudah, tapi pelan-pelan bisa membuat hidup terasa lebih tenang, lebih tentram.
Dan ternyata Tuhan sudah menyiapkan orang-orang tercinta yang selalu ada untuk kita. Mungkin masa-masa sulit dihadirkan dalam hidup untuk menyadarkan kembali bahwa ada orang-orang tercinta yang selalu ada dalam hidup kita.
Saya lebih banyak bersyukur dibanding harus mengeluh pada keadaan yang saya hadapi sekarang ini. Saya baik-baik saja dan mencoba menjalani semuanya dengan upaya terbaik yang saya bisa.
Dan kali ini, ijinkan saya mengucap terimakasih pada orang tercinta saya
- - - - -
Kamu, selalu saja bisa menjadi tempat yang nyaman dan damai untuk pulang.
Kamu, selalu membuat segala kejutan hidup dan tantangan menjadi penuh kejenakaan. Hidup kadang memang perlu dijalani dengan kejenakaan, agar urat-urat hidup kita tidak tegang.
Carilah seseorang yang bisa membuatmu senantiasa tersenyum. Begitu pernah kubaca entah dimana. Dan kamu selalu bisa menerbitkan senyumku, tawaku, bahagiaku.
Terimakasih, selalu menjadi tiang tangguh yang siap menopangku bila lelah, bila resah, bila gundah.
Terimakasih, untuk kesediannya belajar bersama mengerti satu sama lainnya sepanjang  usia,
Terimakasih untuk menari bersama saya, menghadapi ketidakpastian-ketidakpastian hidup yang datang pada kita.
Anggap saja hidup memang penuh dengan kejutan, ketidakpastian, keajaiban dan kejenakaan yang terkadang kita cukup rayakan dengan tangis dan tawa.
Kala kita bersama, bukankah hidup selalu luar biasa dan penuh cinta?
Ah, semoga.
Terimakasih, telah selalu ada.




 
Previous Post
Next Post

0 Comments: