Kamis, 02 April 2015

Your Achievement is Your Contribution



Akan ada suatu titik dalam hidup manusia ketika sampai dalam pertanyaan, apa misi hidupmu? Apa yang membuat hidupmu terasa bermakna? What the purpose of your life? Saya sendiri menikmati menjalani hidup dengan sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut pada diri sendiri. Hal tersebut membantu saya untuk tetap sadar akan sejauh mana saya berjalan. Hidup adalah serangkaian perjalanan ke dalam diri. Apa yang membuat saya bahagia? Apa yang membuat hidup saya bermakna? Kualitas hidup seseorang kadang kala ditentukan oleh seberapa baik manusia itu berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Pada awalnya, pertanyaan-pertanyaan itu terjawab dengan saya bahagia kala impian-impian saya menjadi nyata.
Pernah dulu salah satu impian terbesar saya adalah menjejakkan kaki di Italia, dan pada akhirnya hal tersebut menjadi nyata dengan memperoleh beasiswa short course bahasa dan budaya Italia selama 3 bulan di Universita Per Stranieri di Perugia pada Tahun 2008. Kemudian setelah menyelesaikan pendidikan master di Ilmu Kedokteran Tropis di Universitas Gadjah Mada dengan Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana, saya diterima CPNS sebagai Dosen di Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan di Universitas Jenderal Soedirman. Sekitar dua tahun menjadi tugas saya menjadi dosen, saya mendapatkan Beasiswa DIKTI Luar Negeri ke University of Glasgow, United Kingdom pada tahun 2011 untuk melanjutkan studi saya jenjang doktoral (S3). Dan kemudian tercapainya suatu impian, akan membawamu untuk melemparkan impian lebih jauh lagi.
“Oke, saya sudah pergi ke beberapa benua, menjelajah ke berbagai negara, menempuh pendidikan doktoral di UK, then what?” itu pertanyaan yang pada akhirnya membawa saya dalam pencarian-pencarian. What matters to me in my life? Apa yang membuat saya merasa bermakna sebagai manusia?
What next? Itu yang membuat hidup selalu berupa tantangan menarik untuk mewujudkan impuan-impian menjadi kenyataan. Mantra sakti saya waktu itu adalah salah satu kalimat di buku Paulo Coelho, the alchemist
“ Bila kau inginkan sesuatu, pada seluruh jagat raya akan bersatu padu untuk mewujudkannya”. Maka rumus yang saya pakai adalah berusaha dengan segala macam cara, tak kenal  menyerah, konsistensi dan persistensi. Bagi saya persistensi sangat penting. Banyak orang bermimpi besar, dengan semangat besar pada awalnya. Namun perlu diingat perjalanan mencapai impian tak pernah mudah, banyak rintangan,  kesulitan dan butuh banyak kesabaran. Banyak yang langkahnya terjegal di tengah jalan. Dalam hal inilah bagaimana persistensi seseorang menjadi poin penting keberhasilan seseorang mencapai mimpi-mimpinya.
Namun pada langkah meraih beasiswa doktoral saya, Tuhan nampaknya ingin saya belajar hal lainnya. Rumus awal yang saya pakai nampaknya belum cukup, perjalanan saya menempuh phD mengajarkan saya tentang penerimaan. Tak selamanya impian yang kamu perjuangkan akan menjadi nyata seperti yang engkau harapkan, hati-hati kadangkala Tuhan menyiapkan rencana yang jauh lebih istimewa lagi. Namun pada awalnya kamu tidak menyadarinya. Pelajaran tentang penerimaan tentang ada hal-hal yang tidak bisa kau ubah, ini akan menjadikan manusia lebih lentur menghadapi hidup. Setelah hampir semua impian-impian saya tercapai, ada pertanyaan-pertanyaan yang hadir.     
Pencapaian pribadi pada suatu titik hanya akan membuat rasa kepuasan diri, namun saat kita mulai berbagi, berkontribusi ada rasa bermakna yang membuat kita merasa ingin berbuat lebih banyak lagi. Sebagaimana bahagia lebih lengkap rasanya bila dibagi dengan orang-orang yang kita cintai, begitupun hidup, lebih lengkap rasanya saat kita sudah mencapai titik berkontribusi. Bagi saya, pencapaian hidup saya adalah bagaimana saya bisa berkontribusi dengan ilmu, passion dan segala potensi yang saya miliki untuk orang lain, masyarakat dan bangsa.
Kita semua sebagai generasi terdidik, mempunyai hutang kontribusi untuk bagaimana berperan untuk dunia pendidikan di Indonesia agar lebih baik.
Saya menikmati peran saya sebagai pendidik dan mempunyai kesempatan untuk melanjutkan misi saya di bidang pendidikan.
Tugas dosen dalam pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat memberikan kesempatan saya untuk berbagi ilmu yang saya miliki. Menjadi dosen yang produktif dengan ilmu dan karya ilmiah merupakan bentuk kontribusi saya  pada dunia pendidikan.
Menempuh pendidikan di luar negeri, membukakan kesadaran saya akan berbagai kekurangan saya (dan juga sistem pendidikan di Indonesia), salah satunya kurangnya pemahaman akan keilmuan, keingintahuan akan ilmu, kejujuran dalam penelitian dan juga bagaimana mereka menghargai proses belajar selain hasil akhir. Ke depan, saya berharap dunia pendidikan mampu melahirkan generasi-generasi terdidik yang cerdas, kritis, inovatif, jujur dan kontributif. Saya percaya, pendidikan memainkan peranan yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa.
 Masih banyak PR dunia pendidikan di Indonesia, yang bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja namun juga  memerlukan peranan kita.
 “Hidup kita ini bukan untuk bersaing dengan orang lain. Tapi untuk menunjukkan sisi terbaik dari diri kita sendiri
Itu sih mantra sakti saya tatkala hidup kadang riuh rendah dengan berseliweran kegaduhan tentang opini, pendapat, persepsi dan lain sebagaimana, konsekuensi dari manusia sebagai makhluk sosial.
Definisi kusuksesan bagi saya, bisa melampaui “saya” yang sekarang dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Semacam perjalanan ke dalam diri yang tak pernah henti.
Selain itu, saya mempunyai passion di  dunia kepenulisan.  Saya menerbitkan karya-karya fiksi seperti True Love Keeps No Secret (Gagas Media, 2008), Koloni Milanisti (2013), kontributor di beberapa antologi seperti The Jilbab Traveller (Asma Nadia Publishing, 2013), Pulang (Nulis Buku, 2012). Saya ini saya tengah menggarap naskah buku tentang travelling dan juga paper ilmiah.
Saya menikmati menulis dengan secangkir kopi, tentang travelling, hidup, cerpen, flash fiction ataupun lainnya. Menulis bagi saya merupakan salah satu cara saya membincangi diri saya sendiri sekaligus berbagi dengan orang lain. Menulis untuk merapikan kenangan, untuk menuangkan ide pemikirian ataupun sekedar menikmati proses menulis itu sendiri, saat jari-jari bergerak di keyboard melahirkan kata demi kata. Seperti Kata Pramudya Ananta Toer, menulis itu bekerja untuk keabadian, dan saya sangat menikmati itu.
Saya juga percaya banyak sekali anak-anak muda berpotensi dari Kebumen. Hanya saja mungkin harus lebih banyak keyakinan bahwa setiap orang boleh mempunyai mimpi besar apa saja dan tidak ada yang tidak mungkin untuk mewujudkannya. Apapun latar belakangnya. Selain itu, dibutuhkan keberanian. Berani untuk percaya akan mimp-mimpi,berani untuk memperjuangkan selain itu juga berani untuk menerima apapun yang terjadi sebagai konsekuensi dari berjuang mencapai mimpi-mimpi. Keluar dari zona nyaman, melakukan dan menjalani perubahan memerlukan keberanian-keberanian. Beranilah berjuang untuk mimpi-mimpimu, dan berkontribusilah pada negerimu. Live your life. Nikmatilah hidupmu dengan sebenar-benarnya hidup.
Tekad saya masih terus sama, bahwa kebermaknaan hidup ada dalam kontribusi untuk sesama. Terus menghidupi passion dengan tindakan dan karya. Bahwa passion menjadi nyala bila dihidupi dengan karya, bila tanpa itu, sia-sia.

Salam karya dari Glasgow, United Kingdom


Siwi Mars Wijayanti
Tulisan ini dipublish di portal Kebumen Muda di link berikut
Previous Post
Next Post

1 komentar:

  1. Impressive,hehe :p

    Dulu, waktu masih imut2 (kuliah maxutnyah,hi), aku juga seperti banyak mahasiswa lain. Memiliki banyak mimpi, bahkan, aku mempelajari alkemis, yaitu merekayasa pikiran sedemikian rupa, sampai apa yang direkayasa itu terwujud. Aku mencintai ilmu pengetahuan, menurut logika ku waktu itu, hal seperti itu hanya bisa dilakukan oleh jin (mengendalikan awan, menghentikan hujan, memanggil seseorang dalam hati/pikiran, sampai clairvoyance/melihat orang di suatu tempat lain yang cukup jauh). Sebagian teman menganggapku anak dukun/setan (haha), sebagian lagi 'memuja' tanpa alasan logis. Akhirnya, sampailah aku pada satu ujian Tuhan (katakanlah begitu), yang menyadarkanku, membawaku berkeliling ke masa lalu jaman para nabi. Intinya, suatu permasalahan pelik terjadi, sampai aku melepaskan itu, menerbangkan semua mimpi, dan di hadapan Tuhan aku bersimpuh 'fakir' (merasa tak memiliki apa-apa lagi yang bisa dibanggakan bahkan sebatas mimpi).

    Seorang senior berkata agak satire, "Mungkin itu (ketiadaan mimpi lagi) yang menjadi masalah dalam hidupmu! Kamu harus punya mimpi, punya keinginan meski tak harus ambisius, tujuan hidup, sesuatu yang membuatmu benar-benar bahagia, dan merasa 'ada',"

    Apa jawabku?

    "Mengapa orang berpikir aku tak bahagia? Baju-ku yang lusuh dan hidupku yang sederhana, apakah itu tanda orang tak bahagia?" sampai ini terkadang aku bingung.hehe

    Seekor burung merasa bahagia
    Terbang bebas di langit sana
    Meski tak membawa apa-apa
    Meski bahaya pemburu mengancamnya

    Apa yang membuatnya bahagia
    Ketiadaan keinginan
    Ataukah merangkai keinginan
    Lalu terbang menuju ke sana bergantian

    Pada akhirnya manusia harus bahagia
    Dengan mengerti di mana ia memang harus berada
    Ada yang seperti burung terbang bebas di angkasa
    Dan ada yang harus seperti lebah terus menjadi berguna

    Seperti langit yang harus bertahan meski tanpa tiang
    Seperti bumi yang terus menjadi tempat perjalanan
    Segala sesuatu tercipta sebagaimana tempatnya
    Segala sesuatu tercipta tak akan mampu berlari dari takdirnya

    :)

    BalasHapus