Rabu, 06 Januari 2016

Catatan Awal Tahun 2016





Waktu sudah beranjak dari Tahun 2015 ke Tahun 2016. Salju belum turun juga di Glasgow, walaupun prediksinya akan datang akhir pekan ini. Namun rencananya akhir pekan ini saya habiskan di London, untuk mengurus keperluan ke KBRI sekalian bertemu dengan sahabat baik saya, Mita *plus jalan-jalan tentu saja. Pertemuan pertama bagi dua manusia boleh saja dibilang kebetulan, keajaiban, ketidaksengajaan atau entah apa istilah lainnya. Namun saya meyakini bahwa pertemuan berikutnya adalah cerita tentang kemauan untuk bertemu di antara dua manusia. Sahabat, saudara, guru, orang tua, kekasih..siapa saja, apakah engkau menyadari bahwa pertemuanmu dengan mereka pada akhirnya adalah cerita tentang seberapa upayamu untuk menciptakan pertemuan. Ah, memang sepertinya bagaimana hidup kita pun sedikit banyak adalah tentang cerita bagaimana upaya kita dalam menciptakannya.

Tahun 2015 telah berlalu, sederet peristiwa terjadi, dan tentu saja banyak cerita dan pelajaran yang datang menghampiri. Tahun lalu boleh dibilang tahun yang berat. Saat awal tahun 2015 lalu, saya sempat berpikir “melewati tahun 2015 dengan baik saja sudah bagus”—hal tersebut menggambarkan prediksi saya tentang tahun 2015 yang kemungkinan akan penuh dengan saat saat sulit. Nyatanya? Jauh lebih sulit dari apa yang saya siapkan sebelumnya. Dimulai dari awal tahun, saya harus mengembalikan energi, impian, rencana, harapan yang (rasanya) tiba-tiba karam. Sepertinya saat itu adalah salah satu saat yang paling berat pernah saya alami. Kemudian setelah itu, saya jatuh terpeleset di jalanan yang sudah berlapis es saat turun dari bus, hingga tangan kiri saya retak. Ke rumah sakit, check up dan recovery yang memakan waktu sekitar 1 bulan lamanya untuk tangan saya bisa berfungsi kembali. Kemudian kenyataan yang datang menghampir adalah bahwa perpanjangan beasiswa saya tidak diterima, membuat saya harus banyak memikirkan tentang bagaimana membiayai hidup saya sampai studi saya selesai. Studi PhD-saya juga banyak kesulitan, hasil di lab yang tak kunjung positif, writing yang lambat progressnya.

Tapi tahun yang berat bukan berarti tanpa kesenangan, kebahagiaan ataupun keberlimpahan. Tuhan tetap (selalu) saja memberikan saya banyak keberlimpahan. Ada orang orang yang selalu ada saat saya harus menghadapi masa-masa sulit. Keuangan yang sulit saat itupun malah mendorong saya untuk latihan berbisnis kecil-kecilan. Pengalaman jualan makanan di bazar, bikin bakso, tempe, jualan setiap minggu ke Edinburgh saat bulan Ramadan lalu,  semua itu sungguhlah membuat saya kaya pengalaman. Tahun lalu juga diisi dengan kebersamaan dengan rekan-rekan di Glasgow, ikut serta nari sama di ASEAN festival di Stratclyde University, ngamen saman bareng-bareng di Buchanan Street, ikutan ICD dan sebagainya. Semua itu juga kenangan yang luar biasa buat saya. Tahun 2015 pula banyak diisi dengan mencobai banyak resep-resep masakan baru. Hehe semenjak dua tahun terakhir memang memasak menjadi aktivitas yang mendatangkan kebahagiaan. Untuk menulis, sayangnya saya belum juga berhasil melahirkan karya lagi, hanya nulis mengisi blog dan juga ada proyek buku yang saya garap untuk PPI Glasgow, itupun belum selesai juga di akhir tahun kemarin. Memang fokus saya lebih pada riset, nulis dan thesis dan menyelesaikan PhD saya.

Dan highlight utama di Tahun 2015 tentu saja selesai PhD. Itu merupakan pencapaian dan kelegaan terbesar saya tahun lalu. Di saat harus menghadapi banyak masa masa sulit, saya bersyukur bisa menyelesaikan PhD dengan baik. Rasanya puas bisa memberikan dan mengupayakan yang terbaik di saat saat akhir studi saya. Dulu ternyata saya “terserang” penyakit excuse yang nggak saya sadari. Excuse semacam “mengkambinghitamkan” masa masa sulit yang hampir mewarnai perjalanan PhD saya sejak awal—untuk menjadi alasan untuk tidak menjadi high achiver-. Saya membaca tulisan mbak Fitri Ariyanti (yang akhirnya sekarang saya follow blognya) di link ini.  Dan juga saya banyak membaca tulisan-tulisan beliau lainnya. Menurut saya sangat bagus untuk yang ingin belajar parenting, psikologi dll.  Setelah membaca tulisan beliau, saya jadi semangat dan nggak mau excuse-excuse lagi lah. Kemudian highlight utama lainnya yakni akhirnya saya punya rumah ahaaay. Tentu saja bagi saya hal tersebut juga merupakan pencapaikan yang harus saya syukuri. InsyaAllah pulang ke tanah air, sudah ada rumah tinggal yang tetap.

Rencana Apa di Tahun 2016?
Awal tahun mungkin banyak orang membuat resolusi. Saya sendiri sudah tidak terlalu memusingkan tentang resolusi. “ Resolusi apa nih di tahun 2016?” tanya seorang sahabat yang menyapa via whataps. Di kepala saya, yang terlintas hanya ingin menikmati segala yang datang dalam hidup. Tentu saja bukan berarti tanpa rencana. Saya tetap membuat rencana rencana walaupun saya tahu Tuhan bisa membelokkan kapan saja, tapi membuat rencana dan mengupayakannya adalah hal yang bisa saya lakukan. Pulang ke tanah air di akhir bulan ini, rasanya seperti memulai hidup baru lagi. Akan ada banyak adaptasi, dan juga saya sudah mengantisipasi sindrom “gagal move on dari Glasgow” ahaha. Banyak sekali teman, sahabat yang mengalami hal ini, dan saya pun sepertinya akan mengalami hal yang sama. Untuk yang satu ini, saya ingin menghadapinya alami saja. Ada beberapa hal yang membuat saya  masih akan terikat dengan Glasgow selama beberapa tahun ke depan. Well, sepertinya tahun ini akan menjadi tahun yang menarik untuk dihadapi. We’ll see!


 
Previous Post
Next Post

0 Comments: