Aku dan diriku, tengah bercakap-cakap, berdebat, saling keras hati dan keras kepala. Dan ternyata, bukan pada orang lain, bukan pada keadaan, tapi peperangan terdahsyat sejatinya tergelar antara aku dan aku, engkau dan engkau, kalian dan diri kalian sendiri.
Kali ini, Tuhan menyiapkan halaman-halaman penuh percakapan, antara aku dan aku, yang harus segera disepakati.
Kali ini, Tuhan menyiapkan halaman-halaman penuh percakapan, antara aku dan aku, yang harus segera disepakati.
Kesepakatan, nampaknya selalu saja dipaksakan. Bahwa ada satu pihak salah satunya yang harus mengalah, ataupun kedua belah pihak, begitulah kesepakatan.
Halaman-halaman tentang kompromi. Halaman-halaman tentang inikah yang kuingini?kesepakatan..kompromi?bukan, tapi inilah pilihan yang terbaik yang bisa diambil.
Kuasa takdir bukan punyaku, bukan punyamu juga. Lalu kenapa tidak bawa saja seporsi galau kita padaNya?
Halaman-halaman tentang kompromi. Halaman-halaman tentang inikah yang kuingini?kesepakatan..kompromi?bukan, tapi inilah pilihan yang terbaik yang bisa diambil.
Kuasa takdir bukan punyaku, bukan punyamu juga. Lalu kenapa tidak bawa saja seporsi galau kita padaNya?
Dan pada akhirnya.. setidaknya, aku beruntung alur hidup telah membawaku ke dalam tahapan ini. Hidup bukan hidup bila tidak pernah dipertanyakan, tidak pernah didebatkan, tidak pernah dimaknakan, tidak pernah dicakapkan apa yang dialami. Lalu bila menengok ke belakang, apa yang mau kau bacai? halaman-halamanmu itu?
Halaman-halaman ke belakang akan dapat kau ketahui apakah engkau seorang pengecut yang bersembunyi atau seorang pemberani?
Halaman-halaman ke belakang akan dapat kau ketahui apakah engkau seorang pengecut yang bersembunyi atau seorang pemberani?
Manusia dan perang...memang peperangan mungkin tak pernah usai, agar damai terasa indah.
Aku dan aku, manusia biasa yang ada padaku saat ini. Bercakap-cakap antara baik dan tidak baik, antara hitam dan putih, antara malaikat dan setan yang saling beralih rupa. Karena memang selalu ada zona in between—ada abu-abu, dan mungkin itulah yang memanusiakan manusia.
Perasaan dan pikiran yang sering membuat kita letih dan sedih--tetapi sekaligus penting untuk kita miliki agar kita bisa seutuhnya menjadi manusia. Seperti Adam, ayah semua manusia, setiap kita memiliki tragedi buah Khuldi: kutub-kutub berseberangan yang membuat kita terus gelisah dan bertanya-tanya (Tragedi Buah Khuldi-Fadh Djibran)
Aku dan aku, kamu dan kamu, tiap kalian dengan kalian sendiri, mempunyai peperangannya sendiri. Mari hadapi dengan berani.***
0 Komentar