Jumat, 28 November 2014

Angel of The North, Si Malaikat Utara Britania Raya




Menghabiskan hari kedua di Newcastle, kami hendak menuju Durham, sebuah kota kecil yang katanya cantik. Itinerary kami di Newcastle sudah rapi disiapkan Mbak Yayuk  yang sayangnya tidak bisa menemani kami jalan-jalan di Newcastle karena saat itu tengah liburan juga di Highland, Scotland (lah tukar tempat banget). Tapi alhamdulillahnya, Mba Yayuk sudah mententor Dek Yunita untuk menemani kami jalan-jalan. Jadi ngak repot tanya-tanya rute dan lainnya, jadi tinggal menikmati perjalanan dan objek wisata yang kami singgahi.

Kami naik bus menuju Durham, namun mampir dulu di salah satu tempat yang namanya Angel of The North. Katanya sih salah satu landmarknya daerah North East England, dan lumayan oke untuk foto-foto. Ya gitu deh, publikasi wisata di UK ini memang yahud. Para wisatawan banyak yang tertarik untuk mengunjungi karena sering ada cerita-cerita atau latar belakang yang membuat suatu tempat menarik untuk dikunjungi. Contohnya saja Alnwick Castle yang terkenal karena jadi tempat syuting Harry Potter, Glenco di Highland juga karena menjadi salah satu spot syuting film-nya James Bond dan masih banyak lagi lainnya. Setiap objek wisata mendandani dirinya dan mempromosikan agar menjadi istimewa. Mungkin hal ini patut dicontoh pula oleh industri pariwisata Indonesia.
Lihat saja, bahkan bus yang akan kami tumpangi menuju lokasi Angel of The North pun special bertuliskan The Angel. Ini dia pose mas basid sebelum naik bus. Dia yang bus lover tentu saja gembira ria kalau di foto bersama bus.

Mas Basid dan The Angel
 Dan serunya kalau jalan bareng-bareng berbanyak (asal jangan terlalu banyak si) itu ramaaaii dan seru,  bisa narsis-narsis nggak jelas seperti ini sampai si supirnya senyum-senyum. Urat malunya udah ilang semua kayaknya.

Liat si penumpang bis yang di belakang itu, kira-kira apa yang dia pikirkan liat kelakuan kami? 

Kami menikmati perjalanan dari Stasiun Newcastle ke bus stop terdekat dengan lokasi Angel of The North sekitar 45 menit. Terasa sekali perbedaan daerah perkotaan dan daerah pinggiran yang nampak lebih tenang, damai, segar dan menghijau. Akhirnya kami turun di bus stop terdekat dan si Malaikat Utara itu sudah nampak gigantis dari kejauhan. Patung yang berciri kontemporer hasil desain dari Antony Gormley ini tepatnya terletak di Gatehead, Tyne and Wear, England. Patung ini bertinggi 20 meter dengan ukuran sayap-sayapnya mencapai 54 meter. Sayap-sayapnya ini posisinya tidak lurus ke samping, namun miring 3.5 derajat ke depan. Kata pembuat desainnya sih biar terlihat seperti posisi memeluk “ a sense of embrace”. Walaupun nggak keliatan banget sih posisi memeluknya pas saya memandanginya.
Kami berjalan mendekati patung itu, sambil pastinya foto-fotonya dengan latar belakang si Malaikat Utara tersebut. 

Tentu saja Thanks untuk si self timer heheh
Begitu mendekat di arah patung, seperti biasa ada papan-papan informasi objek wisata yang kita datangi. Salah satu ciri objek wisata di UK yakni mereka menyediakan papan-papan informasi yang memberikan kesempatan kita untuk lebih banyak tahu informasi seperti sejarah dll dari objek wisata tersebut. Nah ternyata si Malaikat Utara ini dibangun untuk menandai bahwa di tempat ini merupakan lokasi konstruksi dimana para penambang batubara bekerja selama dua abad lamanya. Kemudian juga untuk menunjukkan adanya transisi dari era industri ke era informasi. Patung ini dibangun pada tahun 1994 dan selesai pada 16 Februari 1998 dengan biaya sekitar 1 juta poundsterling.

Papan informasi di objek wisata yang hampir selalu ada

Tak banyak memang aktivitas yang dilakukan di tempat ini, cocok untuk tempat pemberhentian untuk sekedar foto-foto saja. Jadi yang kami lakukan pastilah foto-foto dengan berbagai pose dengan latar belakang si malaikat Utara ini. Kemudian di area sekitarnya ada peternakan dan juga disediakan tempat untuk duduk-duduk. Cukup recommended untuk mampir sebentar ketika mungkin perjalanan kalian melewati area ini. Dan itulah yang kami lakukan, setelah puas berfoto-foto kami melanjutkan perjalanan kami menuju Durham. Dan masih sempat narsis di bus stop ahah 



Catatan Perjalanan UK Trip Desember 2013. Merapikan Kenangan. 

Rabu, 26 November 2014

Maukah Menua Bersamaku?



“Lalu kapan ada waktu untuk periksain kakinya?” tanya pasangan saya ketika saya bercerita tentang kaki kiri saya yang akhir-akhir ini terasa sakit bila berjalan jauh.
Sejak kecelakaan yang saya alami tahun 2012 lalu, saya agak melupakan untuk periksa lagi. Padahal waktu itu, perawatan yang saya terima hanya menyembuhkan luka-luka, sampai luka jahitan saya dilepas. Setelah sekitar 3 minggu, saat siangnya jahitan di kaki saya dilepas, sore harinya saya sudah naik motor lagi lalu agenda menyelesaikan penelitian lapangan sudah menunggu. Kemudian setelah kembali ke Glasgow, sibuk dengan kegiatan studi dan jalan-jalan #tetep. Jadi sampai saat ini, kaki saya belum sempat discan secara  menyeluruh.
Baru-baru ini saya mendengar obrolan rekan satu lab, Joy yang cerita baru saja periksa lengannya yang sakit. Issabele yang ada di ruangan juga menceritakan pengalamannya saat kakinya keseleo sampai harus pakai kruk dan menjalani perawatan terapi beberapa kali. Lalu dari mereka, saya baru tahu kalau semua perawatannya gratis, tercover oleh NHS (National Health Service). Akhirnya saya jadi kepikiran untuk cek kondisi kaki kiri saya. Akhir-akhir ini kaki kiri saya kadang terasa sakit bila berjalan jauh, apalagi semenjak lab saya pindah ke daerah Garscube yang mengharuskan saya jalan kaki 20 menit (2x 20 menit pulang pergi) setelah turun dari bus untuk menuju ke lab. Kaki kiri saya ini merupakan bagian yang paling parah saat kecelakaan, karena kaki kiri saya membentur bagian depan mobil saat kecelakaan dulu.
Wah, lumayan juga kalau bisa periksa atau perawatan gratis selagi di sini. Saya sebagai student di University of Glasgow tentu saja tercover layanan NHS ini. Beberapa kali juga saya memanfaatkan layanannya namun terbatas saat periksa flu/demam/radang tenggorokan biasa.
Beberapa saat lalu saya juga mendengarkan pengalaman Sani yang dirawat karena kanker stadium awal. Mulai dari periksa, operasi, sampai kemoterapi semuanya gratis dengan pelayanan yang sangat bagus. Pelayanan kesehatan di Inggris Raya ini memang patut dicontoh. 
Nah, mungkin karena informasi-informasi itu pulalah saya kepikiran untuk memeriksakan kaki kiri saya ini,
“Lalu kapan jadwal labnya longgar untuk sempetin periksa? “ tanyanya lagi, ketika mendapati saya hanya terdiam.
Pernah nggak sih merasa agak cemas kalau-kalau ada terjadi apa-apa sama tubuh kita? Hihih, gimana kalau..kalau…banyak kalau-kalau yang melintas. Saya jadi paham perasaan sahabat saya yang dulu saya suruh-suruh periksa terus. Di rahimnya ada kistanya, sampai perutnya kelihatan menggembung, dia menunda-nunda terus untuk periksa. Walaupun akhirnya dia periksa juga lalu menjalani operasi pengangkatan kistanya. Kayaknya memang normal ya ada perasaan cemas seperti itu.
“Ayo segera periksa. Kan biar nanti pas udah nenek-nenek masih bisa jalan-jalan, foto-foto narsis, nulis” ujarnya.
Tiba-tiba yang terlintas di pikiran saya bukan kapan jadwal lab saya agak longgar agar saya bisa ke NHS university untuk periksa ke GP (general practitioner), bukan kecemasan saya kalau-kalau ada yang aneh terjadi pada kaki saya. Bukan, bukan itu.  Ada selintasan pikir yang urung terlontarkan saat itu,
“Maukah menua bersamaku?”

Jumat, 14 November 2014

We have Our Own Option, Wanita Karir atau Ibu Rumah Tangga?



Salah satu postingan yang selalu bikin saya “males baca”—tapi akhirnya dibaca, bikin geregetan tapi akhirnya membuat saya enggan berkomentar adalah postingan soal dualisme perempuan, menjadi wanita karier atau ibu rumah tangga. Ini topik yang banyak banget dishare teman-teman perempuan, di status BBM, FB, twitter ataupun tulisan blog. Jujur  seringkali bikin saya “eneg”, please kenapa sih masih saja saling ngotot kalau salah satu dari pilihan itu yang terbaik? dengan menyalahkan atau merendahkan pilihan yang lainnya.
Kalau kamu sudah memilih sesuatu, kamu nggak harus mempublikasikannya pada seluruh dunia agar pilihan kamu didukung orang lain kan?. Nggak perlu juga nyari pendukung untuk meyakinkan dirimu sendiri kalau pilihan itulah yang terbaik yang kamu ambil. Atau jangan-jangan kamu nggak yakin dengan pilihanmu sendiri?
Iyah, begitu rasanya kala saya membaca postingan dengan tema-tema itu. Kenapa sih maksa semua orang harus setuju dengan pilihanmu? Keberagaman itu keniscayaan. Bukankah yang terpenting adalah hatimu seiya sekata dengan pilihan yang kamu ambil? We have our option to choose whatever in our life, entah  kamu mau milih jadi wanita karier (bekerja di luar rumah), ataupun jadi wanita yang stay at home. Bayangkan kalau semua wanita memilih berhenti bekerja, siapa yang akan jadi dokter, dosen, perawat, guru, menteri? Kalau semua wanita memilih bekerja, dari siapa kita bisa melihat ibu yang yang merawat anak-anaknya penuh waktu? Semuanya istimewa dengan peran dan pilihannya masing-masing.
Trus kenapa sih masih ribut saling mengaku pilihannya paling oke? Coba kalau energi itu bisa dialihkan untuk to do something great?
Wanita yang stay di rumah kadang merasa diri mereka direndahkan karena nggak punya penghasilan tetap, nggak dihargai kerja kerasnya mengurus suami dan anak-anak, merasa kurang aktulisasi dirinya. Ada pula yang sensi karena merasa ijazahnya nggak berguna.
Sedangkan wanita karir seringkali merasa disalahkan karena meninggalkan anak-anak di rumah, kurang waktu untuk mengurus keluarga dan lain-lainnya.
Yang merasa begitu siapa? Mereka sendiri. Dan yang sering “sadis” dengan tuduhan-tuduhan itu sayangnya adalah antar perempuan itu sendiri. Rasanya jarang laki-laki yang saya dengar terlibat dalam diskusi wanita karir-wanita rumahan. Iyah, kayaknya perempuan mempunyai gen berlebihan dalam mengurusi dan mengomentari urusan perempuan lainnya.
Bagi saya, semua orang punya pilihan masing-masing untuk memutuskan untuk menjadi wanita karir (bekerja di luar rumah) atau menjadi ibu rumah tangga (atau stay at home). We have a right to choose, and should ready for its consequence. Cukup itu. Kita bisa menjadi wanita karir yang sekaligus menjadi ibu rumah tangga yang tetap jago mengurus suami dan anak-anak. Kita bisa juga menjadi ibu rumah tangga yang produktif. Saya kenal banyak perempuan yang memutuskan stay at home tapi tetap berkarya dari rumah, bisa menjalankan bisnis online, nulis, punya kerjaan sampingan ataupun berkarya untuk mengaktualisasikan diri. Dan saya juga banyak mengagumi rekan perempuan yang memilih tetap bekerja namun tetap pintar membagi waktu dan energinya untuk suami dan anak-anak. So, sebenarnya damai-damai saja kan kalau bisa menghargai pilihan masing-masing?
Kita punya hak untuk memilih apapun yang kita putuskan dalam hidup, kemudian kalau sudah berpasangan tentu saja komunikasi dengan pasangan pastilah utama untuk memutuskan menjadi wanita karir atau wanita yang stay at home. Dan setelah memilih, jalanilah dengan memainkan peranmu dengan cara terbaik yang kamu bisa. Bukankah tugas kita hanya itu? Bukan untuk memuaskan pendapat orang lain tentang bagaimana wanita ideal seharusnya ataupun bla bla bla pendapat lainnya. Kenapa menjadi lelah dengan pendapat orang lain?
Asal seiya sekata dengan diri sendiri. Apalagi yang kau khawatirkan? Apalagi yang kau resahkan?

Salam,
Glasgow 14 November 2014

Rabu, 12 November 2014

Menyaksi Larik Senja di Rouken Glen Park



Glasgow rasanya sudah semakin membeku. Suhu dingin mendekati 0 derajat sudah semakin sering menghiasi ramalan cuaca hari-hari di Glasgow. Kala saya melihat ramalan cuaca hari sabtu lumayan cerah, maka dengan spontan saya ke Rouken Glen Park. Sebulanan lalu saya dan teman seperjalan saya mengunjungi Rouken Glen Park namun hari sudah menggelap. Kala itu kami baru dari Pollock Park kemudian memutuskan untuk pindah ke Rouken Park, hasil googling dan nemu gambar air terjun cantik di Rouken Park. Namun sayangnya hari sudah agak menggelap ketika kami sampai, baterai kamera juga sudah keok, alhasil kami hanya berfoto dengan iphone saja. Dan ketika sampai di air terjunnya hari benar-benar sudah gelap, nggak ketangkap keindahan air terjunnya di kamera handphone. Makanya saya masih pengen ke sana lagi.
Rouken Park, namanya pasti asing bagi kami-kami WNI yang tinggal di Glasgow. Taman-taman yang terkenal mungkin ada Botanical Garden, Victoria Park, Glasgow Green, Queens Park dan Pollock Park. Tapi Rouken Park? Saya bahkan baru mengenal nama itu akhir-akhir ini.
            “ Pohon-pohonnya sudah meranggas ya, padahal bulan kemarin masih penuh daun-daun musim gugur yang menguning,” ujar saya ke teman seperjalanan saya. Dia mengiyakan sambil asik mengamati anjing-anjing yang bermain riang bersama tuan-tuannya sore itu. Hari ini Rouken Park nampak ramai. Jauh lebih ramai dibandingkan kala kami ke sini pertama kali. Mungkin karena hari ini cerah, dan juga belum terlalu sore. Sekarang ini waktu siang semakin pendek saja, hari terang dimulai sekitar pukul 7 kemudian jam 4 sore sudah mulai gelap.
Paradiso!
Saya menyalangkan mata ke sekeliling, padahal baru selang sebulan kami ke sini, pemandangannya sudah lain sekali. Daun-daun musim gugur sudah langka, berganti dengan pohon-pohon yang mulai meranggas. Kalian tahu apa yang kupikirkan?
Pergantian musim demi musim mengajarkan dan mengingatkan saya bahwa waktu memang tak bisa terulang.  Saya semakin tak berani untuk bilang “nanti”. Setiap waktu menyimpan keindahan dan kesempatannya sendiri. Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan selagi masih ada waktu, ucapkanlah hal-hal yang ingin kau ucapkan, tulislah apa-apa yang ingin kau tulis, bertindaklan segala engkau punya kesempatan, pergilah kemanapun engkau ingin pergi selagi waktu dan Tuhan masih memberikan anugerahnya.
Pergantian musim mengajarkan saya hal itu. Iyah, aku kan masih tinggal di sini setahun lagi, masih  bisa ke sini kapan-kapan, ataupun kalimat-kalimat lainnya yang mungkin sering kali terlintas. Tapi kalau kamu pergi lain waktu, kamu akan kehilangan keindahan saat ini, karena semuanya tak akan pernah sama.Ah, iya semesta sering kali mengingatkan saya akan hal itu. 
Kami menikmati Rouken Park dengan berjalan-jalan, foto-foto pastinya, duduk-duduk sambil menikmati buah yang kami bawa. Menyenangkan melihat anak-anak yang bermain riang di fasilitas bermain yang disediakan, anjing-anjing yang ceria dibawa jalan-jalan yang tuannya. Beberapa kali anjing-anjing lucu itu menghampiri kami, tadinya saya nggak ngeh kenapa si anjing-anjing itu tergoda mendekati kami,
            “ Soalnya anjingnya mengendus makanan, jadinya dia mau deket-deket ke sini,” ujar teman seperjalanan saya.
Rouken Park di derah Giffnock, East Renfrewshire ini cukup luas juga, walaupun tak seluas Pollock Park. Cocok untuk bersantai-santai dan menikmati udara segar. Ada kolam yang cukup luas, cafe yang harganya terjangkau, air terjun yang cantik, area bermain untuk anak-anak dan kursi-kursi taman untuk duduk santai. Letaknya memang agak jauh dari pusat kota, namun cocok untuk lokasi jalan-jalan murah meriah dan tidak perlu ke luar kota.
Air terjunnya cukup oke, dibandingkan dengan air terjun di New Lanark yang dulu pernah kami sambangi. Rutenya juga ringan untuk sampai, walaupun jalan sudah semakin basah. Upayakan sepatumu flat saat menjelajah ke sana.
 
ini super dekat dengan air terjunnya
Saya selalu suka taman, tempat paling mujarab untuk refreshing dari segala rutinitas. Di Glasgow ini banyak taman-taman cantik yang bisa dijadikan pilihan untuk jalan-jalan santai kala akhir pekan. Dan juga tentu saja untuk berfoto *tetep. Paling menyenangkan adalah melihat sudut cantik yang tak dilihat semua orang. Kita bisa pergi ke tempat sama, namun melihat hal-hal yang berbeda. Tadaaaa, bukit-bukit di belakang ini cantiknyaaa bikin ketagihan foto ahah
 
Gradasi perubahan musim dari musim gugur ke musim dinginnya terlihat jelas

Hari sudah menjejak senja, larik larik merah di langit sudah terlihat. Alhamdulillah, cuaca hari ini seharian bersahabat. Walaupun cerah tapi tetap saja dingin menyelusup. Cahaya senja dan kolam besar dengan latar belakang rumah cafe itu sangat pas untuk latar foto. Pendaran cahaya langit senja di air kolam itu sangat saya suka.
favorit banget motret senja

“Laper nih, ngopi yuk sama beli chips,” ajak saya ke teman seperjalanan. Kami akhirnya melewati sore dengan duduk-duduk minum coffe latte, makan chips sambil memandangi kelepak burung-burung di tengah kolam, pendaran cahaya senja yang menawan. Kabut tipis turun kala kami hendak pulang. Pemandangan istimewa yang tak pernah terulang, karena setiap saat adalah perubahan.

Salam,
Glasgow. 12 Nov 2014.