Selasa, 29 September 2015

Pencarian ke dalam Diri




Saya baru saja melihat tayangan “Satu Indonesia bersama Reza Rahardian” di Net TV melalui Youtube. Silahkan kalau mau ditonton bisa diakses di sini. Iyah, salah satu bonus tinggal di sini adalah akses internet yang super cepat, jadi bisa nonton live streaming ataupun menonton video-video di youtube yang ternyata banyak sekali yang dapat kita ambil manfaatnya. Kali ini saya ingin nonton yang ringan-ringan saja, tapi menyaksikan tanyangan tersebut saya sempet merinding.
Ih, gila keren banget ya kalau orang cinta saya apa yang dikerjainnya. Orang yang berjalan di jalur jalur passionnya. Reza rahardian salah satu contohnya. Dari tayangan yang saya saksikan, jelas sekali bagaimana dia mencintai seni peran dalam hidupnya. Saya jadi teringat dengan pembicaraan saya dengan rekan saya di Glasgow beberapa saat yang lalu. Di sela-sela undangan acara silaturahmi Idul Adha di flat Teh Siska.
            “ Belum tau sih mbak, soalnya setelah setahun di sini aku malah menemukan beberapa hal lain yang aku sukai.” Begitu kata rekan saya tersebut ketika saya tanya apa yang akan dikerjakan setelah dia pulang ke Indonesia nanti.
Dia baru saja merampungkan studi masternya di bidang Public Health, basicnya ia adalah seorang dokter yang sebelumnya bekerja di WHO Jakarta. Tapi kemudian dari percakapan kami, saya menangkap dia masih mencari cari apa yang ingin dia lakukan untuk hidupnya.
            “Tadinya sih aku lanjut S2 karena pengen jadi dosen sih mbak, tapi setelah di sini..bla blaa..” dia banyak bercerita tentang perjalanan dan pencarian-pencariannya. Tentang hobi baru memotretnya. Kalau orang melihat hasil-hasil fotonya, mungkin orang akan mengira kalau dia sudah lama menekuni dunia fotografi. Padahal ternyata baru semenjak di Glasgow katanya.
            “Makanya aku belum tau mbak. Yang jelas aku mau lakukan apa yang aku inginkan dulu” sambungnya.
Aku sih mendukungnya. Hidup terlalu mahal untuk dijalani dengan pilihan salah. Walaupun ada orang yang mungkin pernah bilang : “Cintai apa yang kamu kerjakan, bukan kerjakan apa yang kamu cintai”
Well, kalau bisa cinta sih silahkan silahkan saja. Tapi orang bermacam-macam, ada yang bisa ada yang enggak bukan?
Contoh gampangnya saja soal cinta pada lawan jenis. Sahabat saya  adalah orang dengan karakter yang gampang mencinta orang yang mencintainya lebih dulu, memberikannya perhatian, bla bla bla..udah pasti jadi. Dan ada banyak orang yang memang seperti itu. Tapi ada pula yang lain, kayak saya misalnya hahah..saya bukan tipe orang yang gampang mencintai baik orang atapun hal, bidang. Dan waktu pun bahkan tidak membantu, bahkan dengan mengamati variabel waktu inilah saya menjadi semakin yakin itu, bahwa bertahun tahun kalau nggak suka ya tetep aja nggak suka.
Saya hanya ingin menegaskan sekali lagi bahwa tiap orang berbeda-beda, termasuk dalam menentukan apa yang ingin ia kerjakan dalam hidupnya. Ada yang asal mengerjakan sesuatu, yang penting apa yang dia kerjakan mendatangkan uang, mampu menghidupi dirinya atau keluarganya. Udah, cukup itu. Tapi ada pula yang memerlukan semacam “rasa”, reason, atapun orang biasa menamainya passion untuk menjadi tenaga penggerak untuk apa apa yang dia kerjakan. Saya tidak ingin bilang yang X lebih baik dari yang Y ataupun sebaliknya. Orang berbeda-beda dan bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri-sendiri.
Saya termasuk ke golongan orang yang mempertimbangkan rasa dalam hal-hal yang saya kerjakan. Saya tahu betul mana yang saya sukai mana yang tidak, walaupun begitu saya masih dalam pencarian jalur mana yang harus saya fokuskan. Saya masih belum pasti.
            “ Mbak siwi nggak niat untuk post doc?” beberapa saat lalu Teh Siska bertanya pada saya.
Post Doc? Enggaklah, buat menyelesaikan PhD aja udah struggle begini, apalagi post doc. Saya lebih memilih mengerjakan hal-hal lainnya. Post doc itu semacam researcher di luar negeri yang bekerja dalam suatu  lab group. Tugasnya mengerjakan penelitian, menulis grant dan juga menghasilkan paper. Sangat ilmiah, itu sih pointnya. Saya sih saat ini belum kepikiran sama sekali ke sana. Saya berpikir rada nggak cocok untuk saya.
Setelah selesai studi ini, tentu saja saya kembali ke institusi dan bekerja lagi menjadi dosen. Saya cukup menikmati peran itu, walaupun saya masih merasa belum menemukan jalur yang benar-benar saya cintai. Sesuatu yang bisa saya kerjakan suka rela, nggak kenal waktu, berasa capek tapi seneng, jatuh bangun tapi tetep cinta. Ahaha saya masih dalam perjalanan pencarian.
Saya dulu berpikir kalau mungkin saja saya menemukannya dalam dunia kepenulisan. Yeah I feel it, but..mungkin juga ada di beberapa bidang lainnya. Saya suka mencobai hal-hal yang baru, belajar hal-hal yang baru. Saya mencoba merasai apakah yang saya lakukan itu membahagiakan untuk saya atau biasa saja. Bertumbuh, bertumbuh dan bertumbuh. Mungkin itulah yang semakin saya rasakan menjadi sebuah kebutuhan.
Ada gerak maju, berjalan, mencari, menemukan, merasai, mempertimbangkan. Sepertinya memang hidup adalah perjalanan tak hentinya untuk mengenali diri sendiri. Ah ya, mungkin demikian.

Salam,
Glasgow, 28 September 2015. Saat daun daun sudah mulai berubah warnanya.
 
 
Previous Post
Next Post

0 Comments: