Secangkir coffee latte kupesan dari gerai
kopi Costa yang kujumpai di Terminal 3 Abu Dhabi International Airport. Sembari
menunggu jadwal penerbangan berikutnya menuju London yang masih beberapa jam
lagi. Sayang memang, setelah kutanya pada petugas ternyata tidak memungkinkan untuk
membuat visa transit untuk keluar jalan-jalan sebentar memanfaatkan
fasilitas free tour airport. Harusnya memang sebelumnya diurus
dulu. Ah perjalanan kali ini memang tanpa perencanaan yang jelas hehe. Himpitan
jadwal kerjaan menjelang berangkat membuat persiapan ala kadarnya banget. Nggak
sempet nyari oleh oleh khas Indonesia untuk supervisor saya di Glasgow nanti.
Baru ngeh juga saya ternyata nggak bawa sambungan charger colokon 3.
Printilan-printilan seperti itu terlewatkan karena persiapan yang ala kadarnya.
Ah ya sudahlah, dinikmati saja segala keseruan keseruan yang ada.
Di tengah membalas satu-satu pesan yang masuk dari beberapa
orang, ada satu pertanyaan dari sahabat saya yang menggelitik,
“Eh, kan sering pergi-pergi gini, biasanya gimana cara move on ketika
masa transisi dari satu momen ke momen yang lain?” begitu tanyanya,
Ealaah,
pertanyaannya berat. Tapi membuat saya berpikir juga sih. Salah satu kesulitan
manusia itu memang living in the moment. Living in the now.
Bagaimana untuk hidup pada saat ini, fokus pada masa sekarang yang terjadi.
Selalu ada tarikan tarikan perasaan dan memang ketika dalam bepergiaan,
fluktuasi perasaan perasaan seperti itu memang lebih terasa.
Dalam
perjalanan saya ke Gambir saja, masih ada beberapa telpon dan whataps-whataps
urusan pekerjaan. Dan yang tidak saya menyangka justru di situ saya
merasa bahwa saya merindukan pekerjaan dan orang-orang yang biasa bekerja
dengan saya. Di momen itu saya tiba tiba merasa beruntung. Mungkin saja banyak
di luar sana yang menganggap pekerjaan itu beban berat atau hal yang tidak
menyenangkan. Saat itu saya merasa beruntung karena walaupun sering ngeluh
karena kebanyakan kerjaan, tapi saya tetap menikmatinya. Menikmati segala
lelah, rusuh, dan penatnya kerjaan yang sering kali datang bertubi menghampiri.
Dan satu lagi yang membuat saya merasa beruntung, yakni pada saat itu juga saya
menyadari, lebih tepatnya kembali menyadari bahwa saya punya rekan rekan kerja
yang asik dan menyenangkan. Ini membuat ketika deraan pekerjaan datang, walau
lelah namun tetap terasa tidak terlalu memberatkan.
Ketika
pergi, entah mengapa kita menjadi lebih jelas untuk mengerti perasaan perasaan
kita sendiri. Lebih banyak mengamati orang-orang, dan mengamati diri kita
sendiri. Dalam pergi ke tempat tempat yang jauh, ada jeda yang istimewa di
sana. Yang sering luput kita dapat dalam rutinitas sehari-hari yang rasanya
sering berlarian. Waktu cepat berlalu, namun makna sering kali terluput. Dan
mungkin dengan pergi dan mengambil jeda, serupa memberikan waktu bagi jiwa
untuk kembali lebih mengamati diri sendiri.
Kembali
ke pertanyaan sahabat saya, “bagaimana caranya untuk move
on dari satu momen ke momen yang lain?" Apalagi ketika kita
merasai momen yang istimewa, kemudian harus kembali menjalani kehidupan yang
lain lagi. Iya bayangkan hanya selang beberapa jam, hidup bisa langsung
berubah. Berada di tempat antah berantah, sendirian. Tentu saja hidup berubah,
mengadaptasi perubahan demi perubahan. Mungkin itulah mengapa terkadang kita
butuh perjalanan. Bagaimana caranya move
on? Pertanyaan itu mungkin salah jika dialamatkan ke saya. Saya pun masih
kesusahan menghadapi ketika kadang perasaan masih ditarik-tarik oleh momen
momen di masa belakang yang tetap hadir di masa kini. Lha Glasgow aja selalu
narik narik pulang..seperti saat ini. Membuat saya mengerahkan tabungan dan
energi untuk mengurus perjalanan saya pulang ke Glasgow.
Ah
pulang, bukankah sebuah kata yang istimewa?
Semoga
saya menemukan pulang.
Perjalanan
kali ini saya tidak langsung menuju Glasgow. Tapi melalui London, karena ini
berjumpa dengan Mita, sahabat saya plus jalan-jalan di London. Lalu lanjut ke
beberapa kota sebelum pulang pada Glasgow.
Daripada mempertanyakan
bagaimana caranya move on dari satu momen ke momen lain yang
cepat berganti, saya cenderung untuk lebih banyak belajar menerima. Termasuk
menerima ketika beberapa momen enggan pergi dari hati. Biarkan..kalau memang
seperti itu adanya. Mungkin memang ada momen momen istimewa yang terus terpatri
dalam hati. Ah biarkan saja…
Ada
sebuah kalimat yang saya lupa kubaca dimana “ketika
kita menyangkal suatu perasaan tertentu, maka perasaan itu akan semakin
mengekal’.
Dan
ternyata, belajar menerima pun tidaklah mudah. Apalagi ketika belajar menerima
hal hal yang tidak kita rencanakan, tidak kita sukai, atau yang tidak kita
inginkan. Tapi kadang hidup, membuat kita harus belajar menerima hal hal
tersebut.
Coffee lattee saya
sudah mulai mendingin, orang orang di depan saya berlalu lalang dengan urusan
dan tujuannya masing masing. Saya masih di sini, bersama secangkir kopi dan
pikiran pikiran saya sendiri. ***
Abu
Dhabi International Airport, 30 Agustus 2019
1 Komentar
duh pengen icip, pasti wangi banget ya :D
BalasHapus