Minggu, 30 Mei 2021

Satu Dekade Lalu




Tiba-tiba status saya 10 tahun lalu muncul di fitur "memories" di akun sosial media saya. Dan hal tersebut kembali membawa ingatan saya kembali pada masa itu. Saat saya akhirnya mendapatkan beasiswa studi ke luar negeri ke University of Edinburgh sesuai Letter of Acceptance yang saya terima.



Saat hidup terasa seperti penaklukan demi penaklukan, tentu dengan perjuangan panjang dan melelahkan. Tapi terasa sekali ketika saya kini menengok ke belakang, getar rasa itu masih membekas di ingatan. Sebuah awal dari perjalanan panjang studi PhD saya yang akhirnya di University of Glasgow, UK.

Sebuah episode panjang yang penuh dengan pembelajaran serta kenangan rupa-rupa rasanya baik manis, pahit, getir ataupun manis banget hehe. Saya bersyukur pernah ada episode tersebut dalam hidup saya. Glasgow, adalah saksi tapak kehidupan saya yang penuh perjuangan mewujudkan mimpi-mimpi. Ketika meraih PhD terasa seperti perjalanan yang penuh jatuh bangun. 

Ternyata mewujudkan impian itu seru ya! ketika menengok ke belakang, saya kembali tersadarkan akan hal itu. Beberapa hari lalu, sahabat saya Widya juga ngobrol di DM Instagram. Ketika saya membagikan foto lama ketika kami bertiga, saya, Widya dan Arif tengah berfoto di depan Vatikan, Roma.

    "Seru ya mbak cerita kita di masa muda dulu, rasanya pengen bisa ngulangin masa kejayaan-kejayaan itu!", kisahnya.

Masa kejayaan dia bilang haha! kalau dipikir iya juga sih. Kami dulu bersama kita belajar bahasa Italia di University per Stranieri di Perugia, sama-sama merupakan pengalaman pertama kali kuliah di luar negeri. Sungguh ketika mengenang masa-masa itu, getar energi masa muda dalam menaklukkan mimpi-mimpi itupun masih terasa.

Rasanya rindu merasai getar-getar rasa itu lagi hehe. Saat ini, tiga sahabat saya sedang dalam upaya untuk meraih beasiswa untuk menempuh studi PhD. Semoga diberikan kemudahan dan kelancaran, siapa tau saya dapat mengunjungi mereka nanti ya kan hehe..



Minggu, 24 Januari 2021

Greenwich dan Obrolan Ringan tentang Kebahagiaan



Kami berdua dengan berjalan santai menikmati siang yang cerah di Greenwich (dibacanya "Green-itch"). Entah sudah berapa kali kunjungan ke London, tapi saya belum pernah menyinggahi Greenwich. Maka, kunjungan "mudik" Tahun 2019 lalu, saya menyempatkan ke sana ditemani sahabat baik saya, Mita, yang masih menyelesaikan studi doktoralnya di Kings College. Area ini terletak di London Tenggara, sekitar 5,5 mil (8,9 km) timur-tenggara Charing Cross. 

Sebenarnya ada banyak objek wisata menarik di Greenwich, seperti Garis Meridian di Royal Observatory, Cutty Sark, National Maritime Museum, Old Royal Naval College termasuk Painted Hall yang luar biasa, kereta gantung London, Pasar Greenwich, Taman Greenwich, dan The O2 Arena. Tapi karena gaya jalan-jalan saya memang sekarang sudah lebih "selow" dan tidak ambisius seiring bertambahnya usia, ya hanya mengunjungi beberapa tempat saja. Usai menyaksi titik 0 derajat garis bujur di Royal Observatory, kami menuju ke Greenwich Park.

Hamparan luas rumput yang menghijau dengan latar belakang bangunan bersejarah, tempat yang nyaman untuk duduk-duduk santai setelah lumayan kaki lelah usai menjelajah Greenwich. Kami menggelar kain untuk duduk, lalu mengeluarkan perbekalan.


Lihatlah gambar di atas, kami manusia tropis milihnya gelar kain di tempat yang teduh, sementara orang-orang sini milihnya tempat yang bermandi matahari.
    
"Mbak, kok orang-orang di UK tuh kelihatan bahagia-bahagia yah?" lontar pertanyaan Mita mengudara. Sebuah pertanyaan yang lebih terasa seperti sebuah pernyataan.

" Hehe iya sih, Mit. Aku lihatnya juga gitu. Kayaknya orang-orang sini tuh lebih suka senyum, baik, kehidupan berasa tenang gitu. Apa karena semuanya terjamin yah?" sahutku.

Memang sih, selama saya tinggal di UK selama 4 tahun aura itu yang terasa. Ketika saya tinggal di Glasgow, beberapa hal yang saya rindui itu hal-hal yang sederhana. Sapaan manis supir bis, yang setiap kali kita naik apa di sapa
" Morning!", sapanya sambil tersenyum. Orang-orang sini juga mempunyai kebiasan-kebiasaan yang membuat hati terasa hangat. Orang-orang ketika akan turun dari bus, akan mengucapkan "Thank you" pada si supir bus. Kayak kita tuh ingin menyampaikan terimakasih sudah diantarkan sampai ke tujuan. Atau kalau kita ke kasir toko-toko makanan seperti di Tesco, Lidl, Sainsburry, sapaan kasir juga terasa menyenangkan. 

" Have a Good Day, Lovely!" duh, padahal itu sapaan dari orang-orang yang nggak dikenal. Mungkin mereka melakukan itu karena sudah semacam jadi SOP (standar operasional prosedur)-nya mereka ya, tapi entah ya, kok aku merasanya kayak tulus dan hangat. 

Kalau kita berpapasan jalan, orang-orang juga akan saling melempar senyuman. Apalagi kalau lagi jalan di taman tuh, orang-orang yang saya jumpai itu bahagianya terpancar. Seneng aja gitu liatnya. Ada lagi hal sederhana yang nampak biasa saja, yakni menahan pintu untuk mempersilahkan orang yang setelahnya untuk lewat itu jadi kebiasaan yang sampai saat ini pun masih terbawa. Hal-hal sederhana seperti itu lho yang bikin maknyes di hati.

Apa karena semua terjamin ya? lagi-lagi itu dugaan kami. Mungkin juga sih, ketika kebutuhan dasar terpenuhi, sistem kesehatan terjamin, dan aspek-aspek yang lain tercukupi, membuat orang-orang lebih merasa aman, tentram dan akhirnya menjadi lebih bahagia. Mungkin juga

Konon, Inggris merupakan negera pertama yang secara resmi mengamati tingkat kebahagiaan masyarakatnya yang dikenal dengan "indeks kebahagiaan". Nah untuk mengukur si indeks kebahagian ini ternyata meliputi beberapa aspek. Indeks Kebahagiaan mengukur kepuasan hidup, perasaan bahagia, dan kebahagiaan lainnya misalnya  domain: kesejahteraan psikologis, kesehatan, keseimbangan waktu, komunitas, dukungan sosial, pendidikan, seni. dan budaya, lingkungan, tata kelola, kesejahteraan materi, dan pekerjaan. 

Finlandia tercatat menjadi negara dengan indeks kebahagiaan tertinggi di dunia selama 3 tahun terakhir. Penasaran juga ya seperti apa suasana kehidupan di sana. Kalau dari situs world happiness report tuh, untuk menentukan ranking tersebut berdasarkan GDP per kapita, dukungan sosial, harapan kesehatan, kebebasan untuk membuat pilihan hidup, kebaikan.kemurahan hati  dan persepsi terhadap korupsi. 

Sementara, UK saya lihat ada di ranking 13. ya panteslah ya kalau masyarakatnya terlihat bahagia. Mungkin memang tidak dipungkiri ya, ketika kebutuhan-kebutuhan dasar terpenuhi, masyarakatnya menjadi lebih "tenang" dan tentram. Semoga sih Indonesia terus beranjak menuju kondisi tersebut.

Di kejauhan, kami melihat orang-orang yang sama-sama tengah menikmati suasana siang yang cerah di Greenwich Park. Ada rasa rindu untuk kembali merasakan seperti ketika saya tinggal di UK dulu, karena itulah ketika saya berkesempatan "mudik", saya selalu ingin menuntaskan rasa rindu pada daratan yang selalu saya sebut "rumah".


Salam baik,