04.00. Jum’at. 12
April 2013. Terminal Arjosari, Malang
Gerimis rintis menyambut kami begitu
sampai di Terminal Arjosari, Malang. Hawa dingin khas Malang langsung
menghampiri kulitku. Saya langsung menyalangkan mata ke sekitar terminal yang
aku tinggalkan sekitar dua tahun yang lalu. Mengira-ngira perubahan bilakah
ada, memutar lagi rekaman lama dan mencipta rekaman baru. Ini kali pertama saya
mengunjungi Malang lagi, dan ada getar-getar hati yang tak bisa kupungkiri. Bahwa
saya memang mencintai kota ini. Dengan bis Zena yang berangkat jam 20.00 semalam
dari Terminal Giwangan, Jogyakarta, saya kembali mengunjungi kota apel nan sejuk
ini. Saya sengaja mengambil opsi transportasi yang persis sama saat dulu saya
terbiasa bolak balik ke Malang untuk pelatihan bahasa Inggris. Saya pun
mengulang ritual yang sama, menaiki bis Zena, dan tiba di Terminal Arjosari
menjelang subuh. Semuanya hampir sama. Terminalnya yang masih “buluk”,
berantakan dan banyak calo-calo premannya. Tapi aroma sejuk kota ini juga masih
sama. Ingin saya hirup udaranya dalam-dalam hingga memasuki tubuh saya bersama
kenang lama. Suara adzan subuh dari masjib terminal pun sepertinya masih
seperti dulu, dan membawa saya dan sahabat saya melangkahkah kaki ke arah
masjid. Badan terasa sedikit penat, tapi mungkin raga saja sudah terbiasa
dengan perjalanan, ia menikmatinya.
Kami tiba di masjid
yang terletak di bagian belakang
terminal, dan masjid pastilah tempat yang nyaman dan aman untuk menunggu terang,
begitu pikirku. Setelah sholat subuh, kami menunggu terang sambil leyeh-leyeh
di masjid. Eh leyeh-leyeh itu maksudnya saya tidur hehe, sementara sahabat saya
duduk bersandar ke tembok sambil mendengarkan lantunan ayat-ayatNya lewat headset sambil menjagai barang-barang
kami. Namun ada insiden yang cukup tidak menyenangkan terjadi, yakni saat
sahabat saya ternyata ketiduran sambil duduk, dan seseorang mengambil tas
selempangnya yang berisi dompet, kartu atm dll. Untung saja, sahabat saya langsung
sadar beberapa saat setelah kecurian dan mengejar orang tersebut. Beruntunglah
tas itu beserta isinya berhasil kembali ke tangannya dengan selamat. Ah memang,
dimanapun kita harus berhati-hati walaupun itu di dalam masjid. Apalagi bila di
area terminal antar kota begini. Alhamdulillah, tas teman saya masih aman.
Hari sudah mulai
terang, kami memutuskan untuk mencari kopi dan sarapan di kedai-kedai terminal,
sambil memikirkan mau kemana setelah ini. Ah ah mau kemana? ehehe selamat
datang pada duniaku, dunia serba tak terduga hihi. Gila aja ya, jauh-jauh ke
Malang terus nggak tau mau kemana. Sebenarnya niat utama kedatanganku ke Malang
kali ini untuk menghadiri resepsi kakaknya sahabat saya. Sahabat saya dan
keluarganya sudah saya anggap seperti saudara, jadi pengen sekali hadir pada
acara istimewa tersebut. Apalagi sahabat saya itu, Nuning, sengaja pulang dari
Wageningen, Belanda di sela-sela studi masternya dengan diam-diam tanpa bilang
dulu pada keluarga. Ceritanya dia mau bikin kejutan dengan tiba-tiba muncul di
depan pintu rumahnya. Aish, kejutan memang selalu menyenangkan, termasuk saya
pun senang dengan terlibat memesankan tiketnya dari Jakarta-Malang lalu
Malang-Jakarta. Jadi, misi saya ke Malang memang untuk ketemu lagi dengan Nuning,
sahabat saya itu, setelah lama tak bertemu sekalian mengulang kenang
mengunjungi Malang. Rindu saya pada kota ini sudah menggila rasanya.
Sebenarnya tadinya
saya dan Nuning ingin sekali bereunian di Eropa, karena saya kini tengah
melanjutkan studi di University of Glasgow, UK sementara dia mengambil master
di Wageningen University, Belanda. Tapi waktunya belum sempat, dan akhirnya
kami bereunian dulu di Malang. Semoga terlaksana untuk reunian di benua biru
itu suatu saat.
Tadinya saya akan
berangkat sendirian, jadi memang saya tidak terlalu mempersiapkan rencana,
kecuali sudah booking penginapan di
Enny’s Guest House jauh hari. Niat saya hanya keliling-keliling sendirian lalu
ketemu sahabat saya hari jumatnya, lalu sabtu ke acara resepsi, lalu ada janji
dengan Mba Nurhay, dosen pelatihan saat saya pelatihan dulu lalu pulang kembali
ke Jogya.
Tapi saya dan rencana
memang selalu saling mengejutkan, karena perubahan adalah kata yang terlalu
akbab bagi saya. Siang sebelum malamnya saya berangkat, sahabat saya, Mba rahmi
tiba-tiba ingin juga ikut jalan-jalan. Mba rahmi itu sahabat saya saat menempuh
master di Tropical Medicine UGM dulu, dan kini satu lab lagi di Mikro UGM.
Hidup memang penuh kejutan kan? Maka saya pun memesankan tiket bis segera dan
malamnya berangkat bersamanya. Dan karena ada partner jalan, sepertinya sayang
bila cuma muter-muter nggak jelas di Malang. Maka saat Zena melintasi Pasuruan
dengan kerlip bintang gemintang di luar jendela, saya bbm beberapa teman untuk mensuggest tempat wisata di Malang yang
asik untuk dikunjungi. Rizka, teman saya menyarankan saya ke Selecta. Setelah
sebelumnya dia terus menerus menggodai saya untuk pergi ke Bromo.
“
Ayo mba, sekalian ke Bromo, nanggung udah
deket lho” godanya. Aih, saya sebenarnya sudah lama ingin sekali ke Bromo,
dan dia sangat tahu itu, maka tak henti dia menggodaiku. Huhu, Bromo, salah
satu wishlist wisata saya, tapi belum
juga kesampaian. Rute ke sana sepertinya harus dipersiapkan dengan matang
karena agak uniknya jalan. Jadi saya tidak terlalu berani nekad untuk ke sana
tanpa persiapan. Bromo, tunggu saya untuk menjejakkan kaki suatu saat nanti!
Rizka,
itu mahasiswi kedokteran unsoed dan saya dosen unsoed tapi hubungan kami tak
pernah seperti dosen dan mahasiswi. Selain saya memang tidak pernah mengajarnya, kami memang dipertemukan
karena kesamaan interest akan eropa, buku, wisata dan filsafat. Beberapa kali
kami nongkrong di cafe es krim, atau cafe coklat sambil ngobrol. Baiklah, saya
akhirnya memutuskan untuk ke Selecta sesuai rekomendasinya sambil menunggu
waktu check-in hotel tiba.
Masalahnya, bagaimana
caranya menuju Selecta? #jreng.
Sambil menikmati
secangkir kopi pertama pagi itu, saya bertanya pada si mba penjual kopi itu
tapi dia menggelengkan kepala tidak tahu. Lalu sambil menunggu pesanan bakso
Malang untuk sarapan, saya ke toilet dan nanya-nanya jalur ke Selecta pada si
penjaganya.
“Muter-muter
mba kalau pakai kendaraan umum, nyewa mobil saja. “ terangnya. Sambil serta
merta memanggil si bapak-bapak setengah baya dengan kaus hitam yang menawarkan
jasa anter jemput.
“ Anter aja atau anter jemput mba? Gampang nyewa mobil mba. Kalau
seharian 300an lah. Kalau cuma anter 100 ribu. Jauh soalnya mba,” kata si
bapak itu.
Weih, mahal juga.
Kalau rombongan mungkin masih ok untuk sewa mobil, tapi kalau cuma berdua
sepertinya kemahalan. Setelah berbasa basi dengan si bapak penyewa mobil saya
kembali ke kedai untuk menikmati bakso Malang menu sarapan saya. Tapi otak saya
masih berpikir, nanya ke siapa yang kira-kira menyebutkan informasi yang
membantu.
Nah ada ibu-ibu yang
keliatan baik (ahaha sok bisa baca muka orang) yang mau sarapan juga di kedai
yang sama. Lalu dengan berbasa basi (aih, saya kebanyakan basa basi), saya
nanya cara menuju ke Selecta pada si ibu itu. Eh, ternyata beneran si ibu itu
baik.
“ dari sini ke Terminal Landungsari dulu mba, trus dari situ naik angkot
oranye ke arah Mbatu (Batu-red), nah ntar tanya-tanya di terminal angkot yang
menuju Selecta,” Jawab si ibu itu.
Ah ah, sepertinya
dengan keterangan itu maka Selecta bakal bisa dijangkau. Itung-itung
jalan-jalan beneran pakai angkot.
08.30.
Angkot A-L menuju Terminal Landungsari.
Cus, kita berangkat
menuju angkot-angkot kecil mencari plat A-L (Arjosari-Landungsari). Eits dulu
saya kalau mau ke kos saya dulu di Jalan jember no 5 juga naik angkot plat ini.
Hiyaaa dan angkot AL membawa saya melintasi rute yang sama, jalan-jalan yang
sama, dan kenangan kembali berhamburan. Termasuk saat saya lihat Jalan Jember
dan kos saya dari jauh, jalan saya biasa jalan kaki menuju kampus pagi-pagi,
Matos (Malang Town Square) tempat saya nge-mall dan makan bersama teman-teman,
sementara tempat saya pelatihan dulu sudah pindah ke gedung yang baru. Saya
benar-benar menikmati perjalanan menuju Terminal Landungsari walaupun saya
belum mandi ahaha. Dengan ongkos Rp. 3500/per orang kami tiba di terminal
Landungsari.
Nah dari terminal
Landungsari, kami naik angkot berwarna oranye yang ke arah batu. Udara mulai
terasa lebih sejuk, semilir anginnya bikin betah dan nuansa hijau-hijaunya
sungguh memanjakan mata. Angkot kota Malang ini memang tidak terlalu nyaman,
karena kecil, tempat duduknya sempit dan berdempet-dempetan. Hampir sama dengan
angkot kota Purwokerto. Tapi memang itulah satu-satunya pilihan transportasi
yang ada, kecuali kamu bawa mobil sendiri, naik taksi atau sewa mobil. Selain
itu, memang harus sabar sedikit karena kadang lama, berhenti dulu menunggu
penumpang penuh. Yaaah, nggak apa-apalah, itung-itung beneran jalan-jalan
keliling pakai angkot ehehe,
Nah dengan ongkos Rp
3000/orang kami tiba di terminal batu. Nah, di terminal batu, kamu tinggal
memilih jurusan mana sudah ada labelnya masing-masing. Hampir semua wisata kota
Malang terkonsentrasi di daerah batu, jadi ada banyak sekali pilihan yang bisa
kamu coba.
Nah, kami kemudian
menaiki angkot berwarna ungu menuju Selecta. Saya sendiri belum pernah ke
Selecta, dulu saat di Malang jarang juga jalan-jalan, lebih sering berwisata
kuliner bersama teman-teman. Semakin menanjak, udaranya makin sejuk, hijaunya
menentramkan. Saya melihat beberapa penginapan asri di sana, aih sepertinya
sangat menyenangkan bila bisa menginap. Saya memang maniak dengan suasana asri,
hijau, udara sejuk di dataran tinggi seperti di Batu, di Dieng-Wonosobo,
Tawangmangu, ataupun Baturaden-Purwokerto. Betaaaaah pokoknya.
“ Coba ya, nginep di sini, pagi-pagi di balkon, menghirupi udara segar,
sambil minum secangkir kopi atau teh manis hangat. Atau nulis-nulis sambil
memandangi perbukitan yang menghijau. Ditemani kamu,” kata hati saya
bisik-bisik. Aih, abaikan ahaha.
Nah sampailah kami di
Selecta akhirnya. Dengan ongkos Rp 3000/orang saja. Aih kalau dihitung-hitung
murah ya, dibandingkan dengan sewa mobil yang 100 rebu tadi itu hihi *ngirit. Sesampainya di gerbang kami
membeli tiket seharga Rp. 15.000/orang sambil menitipkan tas-tas kami. Hehe
maklumlah kami langsung dari terminal ke sini jadi barang bawaannya cukup berat.
Si bapak penjaga yang ramah itupun menyilahkan untuk menitipkan tas kami.
Dan kalian tahu apa
yang saya lakukan begitu sampai? Mandi! Ahaha
“ Ya ampun, jauh-jauh kemari cuma numpang mandi,” ledek Mba rahmi.
Aih, saya cuma
ketawa-tawa saja. Badan lengket nggak enak, dan pula ingin ganti baju untuk
siap-siap foto-fotoan di Selecta *haish
tetep. Hawanya yang sejuk, airnya yang sedingin es sungguh sukses menyejukkan
badan sekaligus hati saya. Dan kami bersiap keliling Selecta. Yipieee..
Ah, memang indah tempat
ini. Cocok untuk refreshing ala saya. Asal aja ijo-ijo, asri, udara sejuk,
dijamin saya susah pulang hehe. Dan selecta menawarkan itu semua. Lihat fotonya
cantik bukan?
Kami puas berpose,
foto-foto dan melihat-lihat sekeliling dengan bebas karena tidak terlalu banyak
pengunjung. Nah, salah satu yang saya hindari saat pergi jalan-jalan justru
pada saat hari libur. Saya sering merasa nggak nyaman kalau di tempat wisata terlalu
banyak orang dan ramai. Jadi kali ini, pas sekali waktunya, hari jumat dijamin
jarang yang ke tempat wisata.
Saya akui penataan
dan pengelolaan tempat ini cukup yahud. Ada banyak pilihan wisata, ada taman
bunga, ada bungalow lapang pandang yang bisa untuk bersantai, ada restoran atau
tempat makan, tempat permainan anak-anak ataupun wisata air. Saya harus bilang
tempat ini sungguh reccomended untuk
dikunjungi.
Tempatnya masih
banyak yang alami, seperti foto saya di depan air mancur kecil ini. Salah satu
hobi saya adalah foto-foto dengan latar yang tak biasa dilihat orang. Artinya,
orang bisa saja datang ke tempat yang sama, tapi foto saya mengambil lokasi
dengan sudut yang tidak biasa *somboooong
haha. Nah, untung saja saya jalan bersama Mba Rahmi yang dengan murah hati
menjepret jepret saya, yaaah terpuaskanlah hasrat foto-foto saya ehehe.
Sayangnya kalau sudah
begitu, saya jadi males belajar fotografi. Karena ternyata masih menikmati jadi
objek jepretan daripada subjeknya. Saya dulu beli kamera rasa seriusan niatnya
untuk belajar fotografi, karena saya suka travelling. Tapi sampai sekarang
belum juga serius belajar mengutak atik kamera Nikon D 5100 saya itu, karena
masih menikmati jadi modelnya LOL.
Nah, tibalah kami di
taman bunga yang mirip taman bunganya Keukenhof, Belanda *kayaknya sih, soalnya belum sempet kesana ahaha. Begitu mau
foto-foto mengambil latar belakang bunga-bunga warna itu, tiba-tiba hujan
rinai-rinai turun perlahan. Saya dan hujan rinai rinai memang jodoh. Kami
akhirnya berteduh di kursi-kursi sambil memandangi hamparan kebun bunga dan
hujan rinai-rinai. Aih, momen yang magis.
Saya paling menyukai
hujan rinai-rinai, bulirannya lembut hampir tak terlihat, seperti
terbang-terbang menuju hatimu. Suara hujannya nya rintis lirih, tapi gemanya
begitu terasa di dada. Udara sejuk, hujan rinai-rinai,dan hamparan bunga. What a perfect combination!
Ternyata hujan
rinai-rinai itu betah lama-lama menciumi bunga-bunga itu, sementara perut mulai
protes kelaparan, maka kami beranjak menuju tempat makan yang tak jauh dari
kebun bunga. Tapi sebelum makan siang, secangkir kopi pastilah pas untuk
memadukan suasana. Hummm sebuah jalan-jalan yang begitu menyenangkan, kecuali
resahku karena kau menghilang #eh.
Setelah minum kopi,
pesanan kami selanjutnya adalah makan siang. Nasi, ayam bakarnya sungguh
maknyuusss. Apalagi sambelnya bikin makan lahap hap hap.
Usai makan siang,
hujan mulai reda..maka kami menyusuri kebun bunga sehabis hujan dan foto-foto
di sana. Sayangnya indahnya pandangan mata ternyata tak bisa tertangkap
indahnya sempurna dalam kamera. Jadi kalian harus ke sini sendiri untuk
menikmati indahnya.
Termasuk bila ingin
berpose jadi sok putri bunga seperti ini
hihi :
Oh ya, di sini juga
ada flying fox bila kalian mau berwisata adrenalin. Sayang saat itu, tidak buka
jadi kami tak bisa mencoba. Kami melanjutkan jalan-jalan sebelum pulang dengan
terus mengarahkan lensa. Seperti pada pemandangan maha indah seperti ini :
Memandangi lukisan
alam maha sempurna dari ketinggian, ah cantiknya tiada tara. Rasanya rehat
jiwa, sejuklah raga karenanya. Saya selalu terpikat dengan lanskap seperti ini,
favorit banget untuk saya.
Setelah puas, saya
dan sahabat saya pulang menuju hotel tempat saya menginap. Dan yes! Hotelnya reccomended juga, saya akan cerita di
catatan saya selanjutnya. Hari itu ditutup dengan istirahat sebentar dan sholat
di guest house. Kemudian selepas maghrib kami menuju Matos dengan becak! Yeiiih
mbecak melewati jalan-jalan yang dulu saya lewati membuat hati saya dilanda
badai kecil-kecil (ahaha mana ada badai kecil-kecil). Tiba di Matos, saya
mencari kado buat Dik Dian (kakaknya Nuning), lalu makan di food courtnya.
Dengan menu yang selalu sama saat saya makan di food court Matos dulu. Kwetiew
goreng pedas, menunya sama seperti dulu, rasanya juga masih seenak dulu, walau
saya kini adalah saya yang berbeda saat menginjakkan kaki lagi di kota ini.
Saya mengulang kenang, dan mencipta terus sejarah dalam kekinian. Hidup bagi
saya adalah kekayaan masa lalu, keberkahan hari ini dan harapan masa depan.
Malamnya, dengan suara lamat-lamat Mikha Angelo yang menyanyikan “What makes you beautiful” di X Factor
Indonesia, saya terlelap. Sambil berharap kamu terbawa serta ke dalamnya.
Catatan -Antara Banjarnegara-Kebumen dan Jogyakarta-