Selasa, 08 Januari 2013

Uban




Uban,
Bilah-bilah rambut putih itu, seringkali mungkin menakutkan bagi banyak orang. Aku tua. Aku  mulai menua, mungkin begitu pikir manusia.
Tua, menua, hanya soal formalitas hubungan manusia dengan waktu saja.
Mungkin uban hanya sebagai pertanda bahwa umur seseorang tak lagi muda. Tapi bukankah jiwa tetap saja bisa meremaja setiap harinya.
Seperti juga cinta, masih terus bisa meremaja, agar tak pernah ada batas kadaluarsa.
Walau uban di rambutku mungkin akan mulai muncul satu per satu,
Hari ini muncul  satu ubanku, suatu saat nanti bila uban demi uban makin menghiasi rambutku, biarkan saja bilah-bilah itu di situ. Mungkin kau bisa mencipta konversi cintaku dan waktu.
Wanna grow old with you,

I have died everyday, waiting for you
Darlin' don't be afraid, I have loved you for a Thousand years
I'll love you for a Thousand more
(A Thousand Years-Christina Perry)
 
Ndalem Pogung 9 January 2013. 22.56

Sabtu, 05 Januari 2013

And I Luv you more...and more




Malam sudah terlalu tua. Tapi ingatku masih padamu jua. Yang kuberi nama cinta. 
Memang bukan kisah penuh berbunga, bukan pula seperti kisah cinderella. Tak sempurna.
Kadang berisi cerita pagi ke pagi lagi, silih berganti, dengan cerita yang masih kita bagi.
Kesahmu, semangatmu, candamu, pura-pura keluhmu atau setangkup rindu. Cinta masih di situ.
Mengakrabi kurangmu, dan menemukan diriku masih bertahan di situ.
Tunjukkan sisiku, baik setan, manusia atau malaikatku. Dan kau masih sabar di situ.
Melewati jembatan demi jembatan dengan bergerak bersama, walau nampak putus di kejauhan mata. 
Tapi entah kenapa kita masih terus memandang harapan yang sama.
Terluka, tersingkir, tersanjung sering merotasi, bergerak dari sisi ke sisi 
Dan menemukan diriku, hatiku, masih berdiri dan tetap untukmu.
Hingga doa-doa yang terus mengada.
Malam kini sudah semakin menua. Tak ada suara. Hingga tak perlu kuulang kata :
Luv you more and more...

Ndalem Pogung-Jogya 5 Januari 2013 1.32 am

Jumat, 04 Januari 2013

Mari Merambah ke Pantai Ayah


Mengeja senja di Pantai Ayah
Pantai Ayah? Dimana tuh? mungkin begitu saat orang menyebut nama Pantai Ayah. Mungkin karena nama pantai ini masih asing di telinga para traveller. Bila menyebut pantai-pantai di Jawa Tengah, mungkin karimun jawa atau barisan pantai gunung kidul masih menjadi jawara. Tapi bila kalian mengunjungi Kabupaten Kebumen, jangan lewatkan untuk mampir menikmati keindahan Pantai Ayah (Logending). Terkadang orang menyebut pantai ini dengan nama Pantai Ayah (karena terletak di Pantai Ayah, Kabupaten Kebumen), ataupun kadang disebut dengan Pantai Logending. Sebutan nama Logending ini berasal dari kata Lo yakni nama pohon yang bisa dibuat menjadi alat musik jawa, dan Gending. 
Untuk mencapai pantai ini, bisa diakses dengan kendaraan pribadi baik motor ataupun mobil karena jalan menuju pantai sudah mudah diakses. Kalau dari rumah saya, paling-paling 20 menitan ditempuh dengan mobil atau motor dengan kecepatan rata-rata (kalo mbalap lebih cepet). Pantai yang terletak 53 km dari kota Kebumen ini menawarkan beberapa pilihan wisata. Kawasan pantai ini terdapat bumi perkemahan logending dan hutan wisata, wisata kuliner makanan laut dan tentu saja hotspotnya pemandangan pantainya.

Jembatan sepanjang 554 m menuju pantai

Maknyusnya makan di Warung Bu Nanang
Kalian bisa menuju pantai melalui jembatan di atas air sepanjang 554 m yang bisa dilewati sambil menikmati semilirnya angin pantai. Atau bila ingin berwisata perahu menyeberang menuju daratan di seberang pantai juga terdapat perahu-perahu wisata yang siap membawa kalian menyeberang. Baru-baru ini, pengunjung juga bisa menyewa kuda untuk mengelilingi pantai, ataupun bila ingin yang lebih ekstrim, bisa menyewa kendaraan offroad menderu pasir-pasir pantai logending.
Kalau lapar, nah kalian bisa mencobai masakan serba laut. Coba saja singgah di warung Bu Nanang, mungkin ingin mencobai bawal putih bakar, cumi-cumi asam manis, udang goreng tepung plus sambelnya yang sungguh maknyus. Seperti kemaren saat saya bersama ex-mahasiswa-mahasiswa saya yang datang ke rumah di akhir tahun lalu dan menggarap piring-piring yang tersaji ehehe.



itu, saya suka duduk di tepian pantai menjelang senja, bisa pesan secangkir kopi ke penjual-penjual di tepian pantai dan menikmatinya sambil menunggu mentari angslup dengan meninggalkan pendar-pendar kemerahan. Menenangkan, mendamaikan dan menyegarkan jiwa. Mengunjungi pantai itu entah kenapa selalu sanggup mendaurulang kepenatan-kepenatan hidup lalu melabuhkannya pada ombak-ombak laut lalu dibawanya pergi. Ombak-ombak itu bergulung dan menukarnya menjadi semangat-semangat baru dengan membawanya ke tepian pantai, padaku. Pantai juga memberikan jarak pandang yang jauh lebih luas, menghipnotis pikiran bahwa ada bentang harapan maha luas yang seperti ingin berkata “ semua baik baik saja”.
Itulah mengapa saya pecinta pantai. Menjelajah dari pantai ke pantai. Menemukan perjalanan diri saya kembali, setelah sering hilang saat berlarian dalam hidup. Pantai, sering menolong saya untuk menemukan diri kembali.
  
 
 Ndalem Pogung-Jogya, 4 Januari 2013. 22.41

Rabu, 02 Januari 2013

Dua Perempuan (2)




It’s over now, Re..dia bilang padaku jangan baik-baikin aku lagi, just let me go and find some one,” kalimat itu meluncur dari mulutnya, dengan guratan pedih yang masih sisa di wajahnya. Kami bertemu lagi, seperti biasa..di tempat yang sama. Sofa pojok sebelah kanan di Rumah Kopi, dengan pesanan kopi yang hampir selalu sama, secangkir kopi lumbung vanilla. Kali ini aku memesan pisang bakar keju, sedangkan Ocha dengan sepiring nasi gorengnya.
            “ Aku kan sudah tidak makan nasi goreng lagi, Cha. Aku hanya makan nasi goreng hanya bila bersamanya,” kilahku saat Ocha menawariku nasi goreng. Ocha hanya tersenyum mendengarkan penjelasanku, yang maknanya jelas terbaca seperti spanduk di mukanya tertulis : dasar sinting seperti biasa.
Aku memandangi wajahnya, di balik cerianya, ada perubahan-perubahan yang tak bisa disembunyikan dari gurat wajahnya itu. Cinta surut dari matanya.
            “ Cintanya padaku sudah kadaluarsa,” tambahnya lagi. Perih masih mengintip di balik matanya.
Aku menyesap secangkir kopi lumbung vanillaku, sambil memikirkan kata-kata penghiburan macam apa yang bisa sedikit menyembuhkan luka hatinya. Pending, otakku tak menemukan ide satupun. Mungkin seorang Ocha hanya perlu didengarkan, bukan penghiburan. Tenyata setelah masa “menggantung” sedemikian lama, akhirnya kata “let me go, and find someone” yang harus diterima Ocha.
            “ Perih Re, sakit banget rasanya, tapi entah kenapa aku tetep pengen lihat dia bahagia,” lanjutnya. Matanya terlihat menerawang. Mungkin teringat pada Randhiko, mantan pacarnya dulu yang kemudian mereka menjalani masa friendzone yang abu-abu. Mungkin masih berkelebatan di pikirnya saat Randhiko masih menjadi bagian dari hari-harinya. Seingatku mata Ocha selalu berbinar-binar saat menyebut nama Randhiko.
Aku masih terdiam memandanginya. Kalimat seperti “pasti akan ada yang lebih baik dari Randhiko yang akan segera datang untukmu”pun tak sanggup untuk kuucap. Tak perlu. Dia tahu, dan akupun tahu, tapi tidak ingin mengatakan itu. Sia-sia, hatinya masih penuh nama Randhiko. Lelaki yang sudah sejak sama SMA keluar masuk dalam kehidupan cintanya, hingga kini saat usianya beranjak menjadi perempuan dewasa.
Aku tersenyum, menopang dagu dan mengamatinya baik-baik. Apa yang direncanakan Tuhan untuknya? Sekilas begitu yang ada dalam pikirku.
            “ Apa aku harus melepasnya ikhlas? Aku berpikir mungkin dengan melepas, justru suatu saat Tuhan akan memberikannya padaku lagi.” tangannya sibuk mengaduk-aduk nasi gorengnya, namun hanya beberapa suap yang masuk dalam mulutnya.
Bolehkah ikhlas dengan mengharap? Seperti juga ikhlas melepas dengan terpaksa? Apakah ada ikhlas yang terpaksa? Ah, biarkan itu menjadi rahasia hati manusia dan TuhanNya.
            “ Hidup saja dengan dengan baik Cha, Kalau enggak mau mikirin itu, jangan pikirin itu dulu. Fokusin aja ke hal-hal yang lain. “ ucapku. Jiaaah..nasehat atau kata penghiburan macam apa itu.
            “ahaha pragmatis amat elu sekarang Re? Nggak mbulet omongan elu kayak dulu,” ledek Ocha sambil tertawa. Barisan giginya yang rapi, gurat tertawanya, itu masih Ocha yang dulu.
            “ Habisnya, kata-kata penghiburan super canggihpun kagak guna Cha sekarang buat elu. Mau bilang come on, dear...you deserved better, hati elu sekarang bilang, Randhiko itu yang terbaik. Mau gue bilang, udahlah move on..emangnya lelaki cuma Randhiko aja. Pasti hati elu bilang, iyah gampang bilang move on ..kamu nggak ngerasain sih..ahaha ya kan?” jelasku, setengah becanda.
Ocha tertawa lagi. Kami sering seperti ini, ngobrol tak jelas berjam-jam tanpa simpulan. Perempuan mungkin memang senang untuk didengarkan.
            “Hiduplah dengan baik Cha, orang bilang balas dendam terbaik adalah hidup dengan baik. Kamu bersinar dan berkarya, dengannya ataupun tanpanya. Tuhan maha baik.” Sambungku.
            “ Tuhan yang Maha Baik, aku ingin bersinar dan berkarya dengannya, please...yaaa, kabulkan doaku,” begitu doa Ocha, sambil menangkupkan kedua tangan di depan sepiring nasi goreng dan secangkir kopi lumbung vanilla. Aku hanya nyengir melihatnya.***

Purwokerto yang terus saja gerimis, 2 Januari 2013.22.22


(Bukan) Resolusi Awal Tahun



Tahun lalu, di bawah kilatan bunga api perayaan Hogmanay (tahun baru) di atas langit Edinburgh saya berdoa untuk hidup baru di awal tahun 2012 lalu. Di depan kastil Edinburgh dengan suhu minus, saya dan teman-teman dari Glasgow merayakan pergantian tahun baru. Tahun ini, karena posisi sedang di Indonesia maka saya melewati pergantian tahun bersama keluarga tercinta. Detik detik pergantian tahun baru saja berlalu, tahun berganti, dan berhamburan harapan-harapan banyak orang menghadapi tahun baru 2013 ini.
Hidup tersusun dari keping-keping masa lalu, kekinian dan berlapis harapan masa depan. Tahun 2012 telah mengabadi menjadi keping masa lalu. Menilik resolusi tahun lalu, ada banyak evaluasi, refleksi, namun tentu saja ada pula apresiasi. Harapan-harapan yang saya panjatkan di awal tahun, beberapa berwujud, beberapa masih tertunda. Puji syukur tentu saja saya haturkan pada Tuhan yang senantiasa memberikan banyak berkah dalam hidup. Tuhan selalu Maha Baik.
Saya masih terus berkarya dengan menerbitkan buku tunggal, dan beberapa buku gabungan di Tahun 2012. Tahun itu serasa tonggak resmi saya menjadi penulis”beneran”dan semoga akan berlanjut dengan karya-karya berikutnya yang terus ingin saya cipta.
Tentang misi kontribusipun terus saya hidupi walau masih sebatas kontribusi yang saya mampu. Saya masih menjadi anggota Indonesia Penyala, Indonesia Berkibar, Indonesia Pengajar dan suporter dana bulanan sekaligus anggota Green Peace Indonesia, sebagai kesinambungan misi saya di bidang pendidikan dan kesehatan/lingkungan.  Semoga di tahun ini, lebih banyak lagi kontribusi yang bisa saya lakukan.
Hidup terkadang adalah perjalanan demi perjalanan. Keterpurukan, kebangkitan, pembelajaran, pemaafan. Semuanya komplit di tahun 2012 lalu.
Dan saya masih terus berjalan. Kadang berhenti, mengambil jeda, melangkah lagi, berlari, dan terus melangkah lagi.
Tekad saya masih terus sama, bahwa kebermaknaan hidup ada dalam kontribusi untuk sesama. Terus menghidupi passion dengan tindakan dan karya. Bahwa passion menjadi nyala bila dihidupi dengan karya, bila tanpa itu, sia-sia.
Selamat mengabadi menjadi jejak masa lalu, 2012. Terimakasih atas segala warna dan pembelajaran. Dan selamat datang 2013, saya siap dan mengijinkan keajaiban-keajaiban Tuhan untuk terjadi dalam hidup saya.
Semoga terus saling menghebatkan dan membaikkan.

1 Januari 2013.00.15
 

Kamis, 27 Desember 2012

Savanna//Kita


Masih ingatkah bunga ini?Savanna//Kita

“ Seperti di Nusa Tenggara Timur” kataku. Sambil terus memandangi hamparan padang rumput menghijau, luas. Seperti savanna.
Capung-capung beterbangan. Kita dimana? Benar-benar di Nusa Tenggara Timur? Entah.
            “ Dulu saat kecil, aku sering menangkap capung laki-laki dan betina kemudian memaksanya pacaran,” tuturku, mengenang masa kecil yang hampir setiap sore bermain di lapangan atau menyelusup ke pekarangan.
            “ Memangnya bisa membedakan capung jantan dan betina?” tanyamu. Aku menjawab dengan senyuman yang aku lepas kembali memandangi savanna.
Perbincangan panjang kita selanjutnya seakan membocorkan pipa stagnasi. Mungkin gerakan pikir dan rencana kita seperti combat di bawah tanah, kemudian ada saatnya memilih untuk mengemuka. Rupanya selama ini kita terus bergerak, karena bukankah hidup harus terus melaju? Kita tengah melewati sebuah jalan. Dan setiap jalan selalu mengarah pada suatu tujuan, pada suatu tempat.
Aku pernah runtuh, bangkit, berdiri, berlari, maju dan terus melaju, bersamamu. Bagiku..berdua//bersama, semestinya untuk saling menghebatkan, saling membaikkan.
Capung-capung itu terus  beterbangan bebas. Semoga turut mengamini doa-doa kita.

Rabu, 05 Desember 2012

Kejutan

Di bawah kilatan kembang api tahun baru 2012 lalu-Edinburgh, UK

Bukankah kejutan itu seperti kembang api? Melesat tak tertebak dan berbinar menyilaukan, meninggalkan jejak yang akan selalu terkenang?
Bukankah kau atau kalian selalu mengenang kejutan-kejutan yang pernah orang lain berikan padamu?
Kejutan itu ramuan penuh perhatian, cinta dan kepedulian. Siapa yang tak senang menerima kejutan?
Make me speechless but happy” katamu saat menerima kejutan dari beberapa orang-orang dekatmu.
Atau seperti anggapan Syalimah di “Padang Bulan”nya Andrea Hirata saat menerima kejutan sepeda.
mulai saat itu mereka harus sering memberikan kejutan karena kejutan ternyata indah
Dan aku, sayangnya tak pernah berbakat membuat kejutan. Setiap kejutan yang ingin kuberikan, hampir selalu malah terlebih dahulu membuat aku terkejut. Parah.
Sedang kau, hampir selalu sempurna dengan kejutan-kejutanmu yang selalu membuat jantungan. Bersamamu beberapa tahun ini cukup melatih otot-otot jantung untuk segala macam kejutanmu.
Bungkusan dalam kertas looseleaf yang berpindah tangan ke tanganku, cukup sanggup membuatku termangu. Kejutan pertamamu.
Lalu hidupku berubah menjadi kembang api.
Dengan motor pinjaman plus jaket pinjaman, lalu tiba-tiba muncul di terminal saat dini hari,kala busku baru saja merapat. Kau tak tahu hatiku dilanda gempa bumi.
Kau, dengan segala ketiba-tibaanmu.
            Keluar deh bentar, aku udah di depan” lalu terpaksalah aku muncul dengan muka bantal.
          Buka deh tirai jendelamu” katamu di ujung telpon. saat jarak antara kita harus ditempuh dalam hitungan 3 atau 4 jam.
         udah sampai sini nih, jemput ya di terminal” dan aku kelabakan pulang dari kampus, siap-siap menjemputmu. Sambil siap-siap ngomel dan protes.
           coba tebak apa isinya” katamu sambil mengulurkan bungkusan kado untuk kedua kalinya. Kau tak pernah habis mengejutkanku.
Dan aku dengan parahnya selalu terkejut bila ingin memberikan kejutan. Meringis rasanya bila mengingat daftar kegagalan demi kegagalanku. Memang mungkin memberikan kejutan butuh bakat, usaha, dan restu Tuhan ehehe.
Tapi,
            Ketemu adek sudah menjadi kejutan indah dalam hidupku” katamu, yang selalu madu. Masihkah seperti itu ?  

#Kebumen, 5 Desember 00:20 hiyaa masih jetlag, mata masih belum membiasakan berkawan dengan waktu yang baru.