Jumat, 13 September 2019

Glasgow dan Perubahan


Bus menuju London hanya tinggal beberapa jam lagi meninggalkan Glasgow. Saya sudah merapikan koper dan barang-barang yang jadi beranak pinak. Dan sibuk berusaha menentramkan hati saya yang rasanya tengah tak menentu.

Antara ingin segera pulang, menemui senyum ibu di rumah dan meninggalkan Glasgow. Glasgow yang..entahlah!

Glasgow yang sama dengan kehangatan dan ramah senyum sapa orang orangnya. Yang masih saja dengan cuacanya yang seringkali berubah ubah. Gloomy yang menghiasi hari, namun kebaikan orang orangnya membuat hati selalu menghangat. Yang selalu menyambut dengan tangan terbuka tiap kali saya pulang padanya.

Tapi Glasgow juga tak lagi sama, karena tiada lagi sahabat sahabat, orang orang yang dulu bersama sama sekehidupan selama saya di Glasgow. Semuanya berubah, tak lagi sama. Tanpa mereka, ada rasa yang hilang. Ada sebuah lubang kehilangan yang besar. Bahwa saya datang sebagai outsider, bukan lagi sebagai penghuni seperti dulu. Yang selama empat tahun telah menganggap tempat ini sebagai rumah. Bahwa jalan jalan seperti Byres road, Greatwestern Road atau kawasan city centre begitu diakrabi. Ketika berbelaja ke Tesco, Sainburry atau Lidl kembali mengingatkan akan kebiasaan waktu dulu.

Bahwa pernah kujalani kehidupan di sini, ketika berjuang menyelesaikan studi S3 di University of Glasgow. Masa masa yang tak mudah, tapi juga masa masa yang sungguh menyenangkan. Mungkin itulah yang membuat perasaan saya tak menentu. Ketika selintas demi selintas kenangan hadir di ingatku. 

Lalu saya diingatkan kembali..
Bahwa hidup harus terus berjalan..yah harus terus berjalan. Kembali ke rutinitas pekerjaan. Perjalanan ke UK selama 2 minggu ini rasanya cukup lama. Dari perjalanan Purwokerto-Jakarta kemudian terbang ke Abu Dhabi- lalu tiba di London. London kemudian bergeser ke Birmingham, pergi ke Stratford Upon Avon kemudian baru ke Glasgow. Rasanya lama kutinggalkan meja kerja dan kampus bersama rutinitas harian yang biasanya padat merayap. Pergi pagi pulang sore ataupun bahkan malam untuk urusan pekerjaan.

Rindu juga dengan canda tawa teman teman sekantor saya. 
Sayapun rindu rumah. Selain tentu saja rumah orang tua saya di Kebumen, saya rindu rumah saya di Purwokerto yang kosong selama saya pergi. Semenjak punya rumah, memang saya cepat rindu pulang.
Saya ingin kembali menata lagi rumah mint saya.

Ya, Glasgow memang salah satu rumah hati saya.. yang selalu menyimpankan rindu. Tapi hidup saya ada di Indonesia kini. Semoga jetlag fisik dan rasa tidak terlalu lama sehingga saya bisa segera ngebut kerja lagi..hehe

Lantai 9, Euro Hostel Glasgow. 12 Sept 2019

Rabu, 11 September 2019

Cerita dari Birmingham Coach Station




Dari ruang tunggu Birmingham Coach Station saya mengamati orang-orang yang berlalu lalang, sibuk dengan tujuan mereka masing masing. Terminal, stasiun, bandara seringkali merupakan tempat yang tepat untuk mengamati orang orang. Baru saja nampak di depan saya melangkah bapak paruh baya, dengan senyumnya yang tersungging, dengan gerak bahunya yang kentara bahwa dia tengah bahagia. Sementara ketika saya menyalangkan mata ke arah depan. 

Perhatian saya tertuju pada seorang laki-laki yang tengah mengamati jadwal keberangkatan. Mata saya tertuju pada kruk kanan kiri yang nampak menyangga tangannya. Tas punggung besar nampak dipikulnya. Kemudian pandangan saya turun kearah bawah, dan seketika hati saya terkesiap menyadari bahwa kaki-nya hanya satu. Celana panjang sebelah kirinya diikat. Nampak dari kejauhan, dia kemudian berjalan dengan kruk-nya menuju tempat duduk.

Melihat pemandangan tadi, seketika membuat saya berpikir..dan merasa beruntung anggota badan saya masih lengkap. Tadi pagi dengan perjuangan saya menggeret koper dari penginapan saya, Ibis Budjet Birmingham ke Birmingham Coach station. Sudah jamak kalau disini kemana mana jalan kaki. Maka dengan beberapa kali berhenti sembari melihat google map, saya menyeret koper dan membawa tas punggung. Beberapa hari di UK, membiasakan kembali kemana-mana jalan kaki. Pegel? Iyaa banget. Karena kebiasaan di Indonesia yang kemana-mana naik motor, atau ada Gojek, Grab dll. Saya sih membayangkan, dengan kedua kaki yang masih normal saja saya ngos ngosan sampai Birmingham Coach Station. Bagaimana si mas mas dengan satu kaki tadi? Namun dia nampak baik baik saja, bepergian sendiri tanpa bantuan orang lain.

Kadang-kadang kita ternyata kurang bersyukur ya dengan apa yang kita punya. Maunya banyak ini itu, merasa belum lengkap..belum bahagia kalau belum meraih ini itu. Namun terkadang ini diingatkan dengan hal-hal sederhana seperti yang saya temui hari ini.

Saya ada di Birmingham menunggu jadwal perjalanan menuju Glasgow. Yang mungkin saja beberapa orang juga ingin merasakan bagaimana rasanya menginjakkan kaki di Britania Raya. Tuhan, kembali lagi bermurah hati membuat saya merasakan lagi kesempatan pulang di negeri ini.

Mungkin ada banyak hal yang belum saya raih..tapi hari ini saya diingatkan lagi untuk bersyukur dengan apa yang saya punyai. Berkah Tuhan yang selalu melimpah untuk saya. Terimakasih.***
  
Birmingham coach station-4 September 2019