Rabu, 24 Februari 2016

Tentang Cerita si Tukang Kulkas




Hujan tengah mengguyuri langit Purwokerto kali ini, memang hampir tiap sore hujan selalu saja menghampiri kota ini. Secangkir kopi dan pisang goreng menemani saya sore ini di ruang baca, kebetulan hari ini pulang agak awal dari kampus. Minggu ini masih belum aktif perkuliahan, jadi masih agak santai. Beginilah hidup saya sekarang ini, sepulang dari Glasgow, yakni kembali ke dunia kampus.

Ah iya, saya ingin bercerita tentang si tukang kulkas yang datang ke rumah hari selasa kemarin. Ceritanya kan pas hari minggu lalu saya membeli kulkas, karena repot euy nggak ada kulkas. Susah kalau belanja bahan makanan, cepat kondisinya nggak bagus kalau tidak segera disimpan dalam kulkas. Nah, setelah cocok tipe, warna, dan harga, akhirnya saya pun membeli kulkas di sebuah pusat kebutuhan rumah tangga di Purwokerto. Ternyata yah, pelan-pelan ngisi perabotan dan menata-nata semuanya seru juga yah. Beda banget rasanya dengan pas ngekos atau ngontrak. Sekarang rasanya bebas menata ruangan-ruangannya sesuai dengan keinginan. Yang nggak bebas duitnya sih hahahah lumayan juga pengeluaran untuk memulai semuanya.

Kata si pegawai tokonya kulkas akan diantar ke rumah sekitar 2 hari, katanya sih karena banyak pesanan. Okelah, tidak masalah menunggu hingga dua hari. Makanya saya agak kaget ketika ada telpon di hari senin dan mengatakan kalau yang mengantar kulkas sudah sampai di depan rumah. Wiw cepet juga! Saya buru-buru melajukan sepeda motor pulang ke rumah. Untung saja hanya sekitar 15 menit saja dari kampus ke rumah. Begitu sudah mendekat, mobil pengantar kulkas sudah keliatan di depan rumah. Kemudian masuklah si tukang pengantar kulkas itu ke dalam rumah. Dalam keadaan memanggul kulkas yang segede gaban itu, si tukang terlihat melihat lihat kondisi rumah, matanya menengok ke sana kemari. Nggak mencurigakan sih saya kira, cuma si tukang terlihat mengamati kondisi rumah. Sambil membuka kardus, si tukang kulkas tadi bertanya,
            “Masih sendirian ya mbak?” kayaknya si tukang kulkas tadi mengira demikian soalnya rumah kosong, dan baru setelah ditelpon, saya pulang.
            “Iya pak,” jawab saya singkat , sembari menunjukkan tempat dimana si kulkas tadi ditaruh.
           “ Udah mapan begini, masih sendirian. Pasti targetnya tinggi ya mbak?” lanjut pertanyaan si tukang kulkas tadi. Tentu saja maksud “targetnya tinggi” itu kriteria si calon pendamping. Eaa..ahaha bayangkan si tukang kulkas yang baru ketemu beberapa menit lho, bisa komentar demikian. Welcome to Indonesia!
            “Ah enggak pak, biasa saja. Masih disuruh sabar,” jawab saya diplomatis *tanda-tanda sudah sangat terbiasa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang serupa ahaha.
Si tukang kulkas itupun usai meletakkan kulkas sesuai dengan tempatnya, dan merapikan kardus-kardusnya, masih sempat melihat sekeliling ruang tengah rumah saya. Matanya mengamati foto wisuda S2 saya.
            “ Ini wisuda pas apa mbak?” dan si tukang kulkas itu melanjutkan pertanyaan demi pertanyaan. Karena kesannya si bapak bapak tukang kulkas tadi polos lugu dan tidak terkesan nyinyir ataupun nyebelin, saya tetap menjawab pertanyaan-pertanyaan si bapak tadi dengan biasa saja.

Begitulah fenomena yang biasa di Indonesia, si para perempuan belum menikah pasti pernah mengalami hal-hal yang serupa ahah. Seringnya saya sih bereaksi santai saja, kecuali ada beberapa yang terasa annoying, pun saya tanggapi dengan “lebih santai” lagi. Tiba-tiba saya bayangin, hihi saya dalam posisi masih pengen menikah lho, coba orang-orang tadi tanya ke temen saya yang emang belum mau menikah. Gimana coba kalau dia jawab : “ lho saya emang belum mau menikah kok
Pastilah gubrak yang tanya ehehe.. Teman saya itu orang Indonesia kok, bukan bule. Dia belum mau menikah sebelum dia jadi professor. Well, it’s her choice anyway.

Kayaknya memang sendirian di usia sebegini dianggap aneh oleh sebagian banyak orang. Reaksi yang sama seringkali saya jumpai dari orang-orang yang tahu saya sekarang menempati rumah sendirian, di daerah sepi, deketnya sawah pula. “yang bener kamu sendirian?” “Kamu di sana ditemani siapa?”
Begitu pula kalau ada teman ketemu pas saya lagi makan di luar sendirian,  “Kok sendirian?” “Sama siapa?”
Well, padahal saya sih santai santai saja. Kadang makan di luar sama teman sekantor, atau kalau nggak lagi pas jadwalnya, saya juga nyaman-nyaman saja makan di luar sendirian. Apa anehnya sih?
Eit, sendirian bukan berarti kesepian lho ya. Orang bisa kesepian di keramaian, ataupun saat dia dikelilingi banyak orang, bahkan bisa kesepian dalam pernikahan.
--
Sementara itu beberapa saat kemudian,
            “ Kalau bisa sih, kulkas langsung ke sumber listrik saja, dan sambungan diambil dari sumber colokan lain dan magic jarnya ngikutin sambungan.
            “Atau beli T, yang merk ***** tuh yang bagus. Yang model ada kantung buat colokannya ya supaya kepala jacknya tidak gerak-gerak, karena kalau gerak gerak bisa menghasilkan bunga api dan bahaya. Jangan beli yang model gini..”
.lalu srruut beberapa gambar terkirim..

Saya nggak harus kasih pengumuman kan kalau saya tidak sendirian? Hihiih..karena kehadiran tetap bisa terasakan walaupun belum bisa bersama di tempat yang sama.

Salam,
Purwokerto yang masih diguyur hujan



 
Previous Post
Next Post

3 komentar:

  1. syukurlah udah ditemani kulkas :)

    BalasHapus
  2. Lama g bca coret2 ny.. Ternyata baru 2 yg baruu.. Berarti kalau di glasgow org2 ny g pernh koment ya tehh?

    BalasHapus
  3. Lama g bca coret2 ny.. Ternyata baru 2 yg baruu.. Berarti kalau di glasgow org2 ny g pernh koment ya tehh?

    BalasHapus