Rabu, 06 Agustus 2008

il Carnivale di Venezia-Sebuah Hedonisme di Balik Topeng?

Carnival dan venezia seperti dua sisi mata uang yang lekat, membuat identitas venezia sebagai La Serenissima begitu lengkap. Panorama yang begitu memanjakan mata dan merebut hati semua orang hingga impian untuk berlabuh dan menghirup aroma serta merasakan geliat kehidupan venezia mungkin ada di hati setiap orang. Namun bila menengok kembali ke belakang Venezia penuh dengan sederet perjalanan panjang dengan berbagai pembatasan. Hal ini tergambar seperti yang dikatakan Montesquieu pada abad ke-18, seorang filosofer politik prancis yang mengatakan “ My eyes are very pleased by Venice; my heart and mind are not”. Carnival di Venezia pertama kali dikenal pada tahun 1268, namun pemerintah membatasi perkara-perkara termasuk pembatasan memakai maschera selama beberapa periode tahun lamanya terutama pada sekitar 1930an saat Mussolini melarangnya. Sampai pada akhirnya pada 1979, para maschereri dan penduduk Venezia menghidupkan kembali tradisi ini dan memakai topeng pada saat carnival dan acara-acara tertentu.

Melihat sekilas dari segi etimologi, carnivale berarti “farewell to meat”, berasal dari bahasa latin “carnem lavare”, dimana merupakan kesempatan terakhir untuk menikmati daging sebelum Ash Wednesday. Carnival dimulai pada 2 Februari dan berakhir pada Shrove Tuesday (Fat Tuesday atau Martedi Grasso), sehari sebelum Ash Wednesday. Karakteristik utama dari il carnivale di venezia adalah topeng (maschera), dimana pada peserta carnival menikmati benar membawakan peran di balik topeng dan kostum yang dikenakan. Tak ada lagi status sosial, gender, identitas personal serta batas-batas aturan saat seseorang bersembunyi di balik topeng dan menyatu dengan ilusi karakter yang dimainkannya. Yang ada hanya kebebasan berekspresi, menikmati suatu kegembiraan tak terbatas dilengkapi dengan pertunjukan penuh pesona, pagelaran musik, tairan-tairan yang menghanyutkan gelora manusia sampai pada titik puncak. Selama carnival, St Mark square menjadi pusat selebrasi, dimana tempat dengan ballroom nan luas ini menjadi “World’s greatest dinning room”, disinari kerlip-kerlip sinar yang memantul pada air dan kanal-kanal membuat pesona carnival selalu dinantikan oleh penduduk venezia dan tak terkecuali para peloncong yang tersihir magnet il Carnivale di venezia.

Berbagai karakter dengan kostum mewah ataupun terkadang aneh berlalu lalang memadati carnival, sehingga nampak bagaikan teater kehidupan yang begitu menawan. Maschera yang dibuat dengan tehnik papier-mache itu menyembunyikan segala identitas pemakainya dan memberikan kebebasan tak terbatas. Mereka bisa menjadi apa saja, kadang menjadi karakter Commedia dell’arte seperti Harlequin, Pierrot, Arlecchino atau Pulcinella....apa saja..membiarkan imaginasi menguasai pangkal rasa. Sebuah puisi berjudul “Le Tredici Maschere” tentang karakter Commedia dell’arte dalam carnival ditulis apik oleh A. Cuman Pertile. Maschereri menyediakan berbagai jenis maschera seperti the bauta, moreta, gnaga ataupun pantalone serta banyak jenis lainnya yang menawarkan fantasi pada para pemakainya.

Penyamaran di balik topeng, peran penuh imaginasi dilengkapi dengan berbagai hiburan yang mengangkat kesenangan dan kebebasan sebagai pemenang. Inikah hedonisme ala venezia?. Di balik topeng-topeng itu... akankah peran sanggup menepikan sejenak beban hidup? entahlah. Pastinya pesona il Carnivale di Venezia telah merebut hati setiap orang, membuatkan impian pada pada para pelancong di seberang lautan yang menyimpan kuat keinginan bahwa suatu saat..mempunyai kesempatan menikmati ilusi dan fantasi nan apik il Carnivale di Venezia di La Serrenissima.

Buon Carnivale a Tutti!!!
Jogyakarta, 15 Ottobre'06

(terpilih jadi artikel terbaik kelas Italiano I 2006/2007 ^_^)

Yuk segarkan jiwa!!

Awal bulan agustus, alarm cadangan energiku seperti telah memperingatkanku untuk segera mengisi ulang agar tidak defisit. Defisit energi kehidupan, karena belum juga kutemukan komunitas baru tempatku mencerahkan otak. Sementara lingkungan kerja baru dengan auranya yang tidak sehat, iklim kerja yang tidak kondusif telah menguras cadangan energiku. Maka kuputuskan untuk menghabiskan akhir minggu ini untuk jalan-jalan ke jogya sekaligus bertemu kembali dengan sahabat-sahabat. Yah, idealnya manusia dengan pembelajaran ke dalam diri yang telah jauh melangkah, mampu menangguk energi-energi yang bersumber dari dalam. Tapi, namanya saja masih terus dalam tahap pembelajaran, mengais energi dari luar tetap menjadi pilihan dalam mere-charge kembali energi kehidupan yang hampir defisit. Dan bertemu dengan komunitas lingkaran dalam kehidupanku selama ini merupakan langkah yang manjur untuk kembali menyegarkan kehidupan. Sahabat adalah hadiah terbaik untuk diri sendiri.

Hmm..manusia kadang lupa untuk menyempatkan diri untuk menyegarkan kembali kondisi jiwa. Banyak yang tidak lupa mencukupi kebutuhan ragawi , namun kadang lupa untuk meluangkan waktu sejenak guna membangun dan menyegarkan kembali jiwa. Muka yang tak sadar lebih sering berkerut daripada tersenyum, langkah yang tak sadar gontai seiring rutinitas yang menyita sebagian energi kehidupan. Belum lagi pikiran yang tidak sefrekuensi dengan kekinian, bolak balik ke masa lalu dan masa depan. Maka, refreshing di akhir minggu ini layak kuhadiahkan bagi jiwaku yang seperti telah lelah.

Benar saja, senyum, canda, tawa yang tersebar dimana-mana bukan hanya saja membuatku gembira, tapi juga jiwa-jiwaku kembali segar terisi. Ngobrol kesana kemari, crita pengalamanku mencelupkan kehidupan selama tiga bulan di Italia, mendengarkan serunya petualangan mba anik di borneo, dan berceloteh sekedar berbagi cerita. Bertemu lagi dengan widya, teman seperjuanganku di Perugia dan kembali berbagi kisah serta kadang mengenang pengalaman kami yang menakjubkan selama di Itali, menikmati es krim coklat (kyaa..kangen sama gelato-nya Perugia) sambil menerawang pemandangan Jogya dari lantai empat Ambarukmo Plaza.

Manusia, ternyata mempunyai kebutuhan untuk berada dalam suatu komunitas, berbagi hidup, saling mengisi dan mewarnai. Sentuhan-sentuhan jiwa dalam bentuk saling mewarnai hidup merupakan obat mujarab untuk menyingkirkan kelesuan hidup. Yah, jiwa yang selalu sehat, segar dan terisi bukankah akan memancarkan energi kehidupan yang positif. Belumlah rasanya diri yang masih terus belajar ini mampu untuk memancarkan getaran energi positif bagi sekeliling, namun paling tidak dengan menjaga energi kehidupan diri sendiri yang senantiasa dalam keadaan stabil rasanya sudah cukup lumayan.

Pulang dari kota penuh kenangan itu dengan bejana yang hampir penuh lagi, siap kembali dengan rutinitas dan realitas hidup. Yup, jiwa dalam diri manusia harusnya tidak boleh dianaktirikan, pemenuhan kebutuhan jiwa dan raga haruslah sama seimbangnya untuk mencapai suatu keseimbangan personal.

Sudahkah meluangkan waktu untuk menyegarkan jiwa-jiwamu?

K- 3 Agosto ’08 20.30

Selasa, 22 Juli 2008

ISL...heh rusuh lagi!

ISL...heh rusuh lagi!
Sambil menunggu rehat kompetisi eropa yang baru akan dimulai akhir agustus mendatang, lumayanlah menyaksikan ISL (Indonesian Super League) yang disiarkan secara eksklusif di ANTV. ISL merupakan babak baru dari persepakbolaan Indonesia dengan memakai sistem setengah kompetisi, sehingga tidak ada lagi sistem barat dan timur dan tentu saja tidak ada lagi sistem delapan besar. Wah..wah tentu saja aku mengharapkan sebuah sajian yang menarik untuk ditonton. Dari zaman liga perserikatan dan galatama kemudian liga Dunhill, liga Djarum dan entah berapa kali berganti nama, persepakbolaan Indonesia nampaknya masih jalan di tempat dan belum bisa menunjukkan taringnya walaupun cuman di kancah Asia Tenggara. Weh..dari jutaan penduduknya, kok ya nggak bisa membentuk Timnas yang solid??? ckckkck..Ironis.

Minggu lalu, pertandingan klasik Persib Vs Persija di stadion siliwangi Bandung cukup memikat. Menit-menit awal sudah disuguhi aksi mempesona dari Eka Ramdani, yang walaupun dengan tubuh mungilnya mampu menguasai lapangan tengah. "wuih, keren banget gocekannya" tentu saja komentarnya menyesuaikan dengan standar Liga Indonesia hehe..soalnya kalo liat liga-liga internasional siy banyak begitu. Siapa yang tidak terpesona dengan gocekan mautnya cristiano ronaldo, Kaka, Fabregas??? Tapi untuk standar liga di Indonesia, pertandingan itu ckckck.. "Meravigliosa!menakjubkan... Karena dengan gocekan dan tekniknya yang cukup menawan mereka seperti mempertunjukkan sebuah kualitas yang cukup lumayan. Tehnik mengecoh lawan yang diperagakan Zainal arif cukup membuat decak kagum..wah..wah.. Indonesia gitu..sudah bisa begini!

Maklum dari dulu, biasanya nonton pertandingan liga Indonesia yang tidak enak ditonton. Karena laju bola yang tersendat-sendat, banyak bola yang salah umpan (hehhhh...cape deh nontonnya). Tapi pertandingan tersebut jauh dari label "tidak enak ditonton". Lumayan berbangga dengan kemajuan yang dicapai pemain-pemain Indonesia. Namun ternyata, Indonesia..masih tetaplah Indonesia. Argghh..ditengah-tengah jalannya pertandingan yang semakin panas di akhir pertandingan karena si macan kemayoran unggul 3-2, dan sebuah hadiah penalti yang gagal dieksekusi oleh Hilton nampaknya membuat suporter pangeran biru kecewa. Kerusuhan mulai terjadi, dan stadion siliwangi yang dipadati oleh 21 ribu penonton mulai tidak kondunsif dengan membuat keonaran yang memaksa wasit Alil Rinenggo menghentikan pertandingan pada menit ke 86. Ah...lagi-lagi kerusuhan!!!

Belum bisakah para suporter mempunyai jiwa yang besar dengan sportifitasnya menerima apapun hasil pertandingan?. Entah sampai kapan fenomena seperti akan berhenti??.

Kalau situasi seperti terus saja berlangsung, tentu saja akan menghambat kemajuan persepakbolaan nasional.. terus terang, bagiku masih serem untuk menyaksikan secara langsung pertandingan liga Indonesia di stadion secara langsung, alasan keamanan yang belum terjamin itulah penyebab utamanya.

kenyaman menonton harus berganti dengan kekecewaan karena pertandiangan dihentikan. Dan yang lebih parah lagi, setelah menyaksikan berita perusakan serta tindakan anarkis yang dilakukan oleh pendukung persib.

Ckck...Indonesia, kapan wajah persepakbolaan kita akan berubah?

Kamis, 10 Juli 2008

Civita di Bagnoregio- Desa di Negeri Dongeng

Ladang gandum yang tengah menguning menghampar, diselingi dengan pohon-pohon yang berjajar melingkupinya dengan tegap. Lanskap perbukitan menghijau di balik jendela kereta regional trenitalia selalu memenuhi hasrat indera penglihatanku. Serupa gambar-gambar yang ada di kartu pos, majalah travel dan ensiklopedi yang dulu sering aku pandangi dengan kekaguman. Kini, dapat kulihat dengan mataku, fasade rumah-rumah yang masih dibiarkan natural, tanpa berkeinginan untuk nampak modern di tengah tuntutan modernisitas, namun desa-desa di Italia nampak anggun mempertahankan aroma kekunoannya yang klasik yang anggun.Kadang membayangkan bagaimana peradaban mereka di zaman yang lalu, dengan peninggalan bangunan yang menyebar hampir di seluruh tempat. Kastil-kastil yang berdiri dramatis di puncak-puncak bukit, dengan bentuknya yang meruncing menaklukkan langit, tanpa berkesan arogan namun berdiri apik, bertahun-tahun membiarkan para pengagum yang menatapnya dengan mata berbinar.
Lanskap italia yang membuatku selalu jatuh cinta saat memandangnya, kadang terlintas dalam pikiranku, akankah tumbuhan dan tanah italia pun mempunyai cita seni yang tinggi, hingga walaupun tumbuh natural, berselang, seling tak teratur namun keseluruhannya membentuk sebuah pemandangan yang menakjubkan. Ah, aku tidak membual, buktikan saja dan kaupun pasti akan jatuh cinta. Lanskap yang kini kurindukan, ingin kembali melihatnya lagi. Masih banyak hal-hal yang belum kulihat, dan masih banyak cerita-cerita penuh godaan yang membuatku mempunyai mimpi suatu saat ingin kembali lagi.
Civita di bagnoregio, daerah di dekat Orvieto ini tampaknya harus menjadi list utama saat aku kembali (selain Perugia tentunya, tempat pertama yang ingin kembali kukunjungi). Gila, ada tempat sekeren ini!!!! Memang kota ini tidaklah seterkenal milan, venezia atau roma namun keeksotisannya mulai membuat namanya membumbung dengan promosi dari mulut ke mulut. Pertama kali mendengarnya dari Q, temenku yang sering berkelana ke tempat-tempat yang tidak menjadi tujuan wisata orang kebanyakan disaat akhir pekan. Kemudian, dari Yuta, Aki dan Tomoko yang mengunjunginya selepas berkelana ke Orvieto. Civita’ di Bagnoregio, kota di atas bukit dengan jembatan panjang yang menghubungkannya ke kota kecil yang hampir tak berpenghuni itu. Ckkckk...bila berkabut, yang terlihat hanyalah jembatan itu dan kota yang ditujunya di atas bukit, kupikir pemandangan semenakjubkan itu hanya ada di dongeng-dongeng, atau di film animasi saja..

Sebuah film animasi jepang yang berjudul Luparta yang aku tonton bersama teman-teman jepangku menjelang kepulanganku ke tanah air, juga mengambil setting lokasi yang serupa dengan pemandangan yang ditemukan di civita di bagnoreggio. Ah, kota yang masih terlewat dari petualangan yang hanya sekejab di Italia, yang terbatas waktu dan dana tentunya. Tiga bulan rasanya terlalu cepat untuk merambah pesona Italia yang serasa tidak ada habisnya. Tiga bulan yang telah berhasil membuatku semakin jatuh cinta pada negeri itu!

Parpol Berebut Nomor Cantik


Setelah lama dicekoki sajian televisi berbau italiano yang cas cis cus kadang-kadang nggak ngerti (tapi lumayanlah untuk melatih kebiasaan pendengaranku ;)), kini setelah beberapa hari menginjakkan lagi kaki di tanah air, mulai lagi menyaksikan guyonan politik dan berita-berita kondisi negara yang masih saja morat marit. Mulai dari kondisi perkampungan untuk atlit PON yang sangat memprihatinkan sampai dengan berita tentang pengundian nomor urut parpol untuk pemilu 2009 mendatang. Nah, ini lumayan menarik perhatianku. Aku bukan termasuk orang yang maniak dan percaya berlebihan terhadap angka, cuma tetap saja ada angka-angka tertentu yang nyantol untuk dijadikan nomor HP, nomor kamar, dan nomor-nomor yang lain. Tercatat ada beberapa nomor penting seperti nomor 7, 10 dan 22 yang maaf-maaf saja alasannya bukan karena nomor ini ada tuah dibaliknya, namun memang ada alasan yang sarat aroma irasional hehe… (karena nomor itu terpampang di punggung orang-orang yang selalu kunanti untuk berlaga setiap minggunya hehe).

Drama pengundian nomor urut parpolpun ternyata memang budaya Indonesia dimana mereka berebut nomor cantik demi tujuan meraup suara. Nomor cantik dianggap mudah diingat oleh masyarakat, ataupun nomor urut menentukan tata letak dalam kertas suara yang memungkinkan lebih feasible untuk dilihat oleh pemilih. Sedemikian niatnya, hingga dari kubu PKB yang diwakili Yenny wahid dan Muhaimin Iskandar berebut nomor dengan mengambil 2 nomor (walah mbok yo, jangan serakah to), dan alhasil nomor yang akhirnya yang didapat adalah nomor 13, ups angka sial, demikian banyak kepercayaan orang.

Sial betul nomor 13 ini hingga banyak orang begitu menghindarinya. Sementara di Italia, banyak orang yang mempercayai bahwa angka sialnya adalah angka 17.

Namun sebenarnya, akankah para pemilih pada pemilu yang akan datang hanya akan mengingat nomor cantik tanpa memperhatikan sepak terjang parpol yang akan dicoblosnya?. Para pemilih di Indonesia memang terdiri dari beberapa strata, salah satunya adalah traditional voter yang biasanya adalah golongan masyarakat biasa yang tidak terlalu mementingkan urusan politik (nek mbiyen noblos iki ya sesuk noblos iki maneh), ataupun voter yang hanya ikut-ikutan yang lain saja. Mereka beranggapan lha wong mikirin urusan perut saja belum beres apalagi repot-repot mikirin politik yang nantinya hanya ”menghidupi”orang-orang penting itu saja. Ironi. Adanya keacuhan politik yang menggejala di masyarakat terus saja ada. Namun justru keadaan seperti ini menguntungkan sejumlah partai besar yang telah berlumut di kertas suara dari beberapa periode PEMILU bertahun-tahun lalu, dan semakin sulit bagi partai baru untuk meraup suara.

Semoga saja para pemilih kita sudah semakin melek politik, dengan benar-benar menimbang partai apa yang mampu memberikan harapan bagi perbaikan kondisi bangsa (ada gitu??waduh...itulah masalahnya!). Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan dan semakin cepatnya arus informasi, diharapkan tingkat pandangan politik, sosial dan budaya masyarakat Indonesia semakin membaik. Ya iya, kalo tidak begitu, mau sampai kapan Indonesia menjadi bangsa kelas ecek-ecek yang selalu dipandang sebelah mata??

Minggu, 06 Juli 2008

Loncatan Pikiran Seorang Perempuan (tak biasa)


Kembali menginjakkan tanah air, dan harus menahan hasrat untuk membanding-bandingkan dengan kondisi yang sempat kurasakan di Italia, yup begitulah. Kenapa kondisi di Indonesia begini? Sebenarnya apa yang salah? Entahlah. Hanya berselang berapa hari, akupun siap dengan kehidupan baru, pekerjaan baru. Purwokerto, sebuah kota kecil yang dulu hampir lebih dari empat tahun kutinggali. Namun, kini serasa masih asing saat kujejaki lagi. Aku tidak ingin menjadi ikan besar di kolam yang kecil. Tapi mungkin karena semua permulaan terasa sulit, sepertinya perasaan-perasaan ini normal adanya.
Aku masih mendamba sebuah kehidupan yang berwarna, yang bak roller coster, yang memaksa otakku bekerja keras, membuat hatiku tergoda untuk terbuka dan yang membuat jiwaku merasa penuh. Kejutan-kejutan yang memaksaku untuk belajar bagamaina menghadapi hidup.
Tapi purwokerto terlalu seragam, dan mudah ditebak. Rasa kehampaan dan kebosanan tak bisa kuhindari menyeruak. Bagaimana tidak, setelah 3 bulan hidupku diwarnai dengan kejutan tiap hari, hal-hal baru dan pemandangan yang menakjubkan, kini aku harus terdampar di sebuah kota kecil, sepi dan seragam. Aku baru menyadari betapa aku tidak suka keseragaman, kemandegan, biasa. Aku ingin hidup yang meletup-letup, penuh tantangan, keanekaragaman. Otakku bisa beku di sini. Aku tidak bisa terus menerus pergi ke kampus dan fare niente karena masih dalam masa adaptasi, dan masa ujian bagi para mahasiswa menyebabkan tidak ada yang bisa dilakukan selain mondar mandir nggak jelas, dan ngobrol yang topiknya nggak “aku banget”…argghhh…dunia memang aneh.
Namun, tentu saja bila aku mengeluhkan tentang hal ini, maka tidak sedikit yang mengatakan betapa aku tidak bersyukur. Bukan begitu, aku bersyukur dengan semua berkah yang aku terima, tapi…entahlah, mungkin ada sesuatu yang salah.
Satu-satunya penghiburan adalah internet dimana duniaku bisa melesat-lesat. Bisa ber-email ria dengan sahabat-sahabat jepangku yang masih melanjutkan studi di Universita per stranieri di Perugia, atau chat dengan Q yang masih ngendon di Via Orizzonte, Perugia “wah, aku tadi liat mayat, ihhh ngeri banget, orang bunuh diri, loncat dari jendela!”kisahya berapi-api, Si ratu teater ini nampaknya telah begitu jatuh cinta dengan bumi Perugia dan dunia teater yang telah lama digelutinya, hingga walaupun studi masternya udah kelar, ia tetap betah nongkrong di Perugia. Perugia, memang sulit untuk tidak jatuh cinta padanya….
Dan beginilah hidup, aku harus pintar-pintar memutar otakku agar tidak beku di sini, mencekoki otakku dengan buku-buku (apa aja asal enak dan bergizi buat otak, hati dan jiwa), terus melancipkan pena buat menulis karena aku merasa rohku mengalir di dalam setiap kalimat yang tercipta.
Belum genap seminggu kembali ke Purwokerto, aku ingin menyusun rencana ke depan untuk keluar melongok kembali jendela dunia, tentu saja hal itu baru bisa memungkinkan setelah status CPNSku penuh menjadi PNS. Sampai saat ini aku masih belum menentukan tempat mana aku mau melanjutkan studi. Ada negeri sakura yang menggodaku dengan setumpuk janji-janji manis di antara kami, atau negeri pangeran charles yang sedari dulu melambai-lambai padaku.
Tapi,entahlah…”inilah susahnya jadi perempuan” kalimat itu sempat terlontar dari mulutku. Benar, perempuan Indonesia yang harus dituntut menikah setelah cukup umur, yang harus berpikiran “biasa” dan tidak neko-neko. Aku tidak ingin menjadi perempuan yang biasa. Aku ingin hidup sebagaimana aku memilih bagaimana aku hidup.

Kamis, 03 Juli 2008

Kembali Menapak Bumi

Dering Hpku berbunyi saat bus sulga siap melaju meninggalkan stasiun partigiani menuju airport Fiumicino, Roma. "Si, ci vediamo in Giappone" balasan smsnya yang singkat tapi membuatku tidak bisa menahan air mataku untuk bergulir. Segera akan kutinggalkan tanah itali dan kotaku, Perugia yang telah membawakanku banyak harta karun dalam hidup. Yang akhirnya mampu membuatku menemukan diriku.
Terlalu banyak hal yang berkesan, menyenangkan, membahagiakan, memberikan pelajaran....dan aku harus meninggalkan semua. Rantai-rantai persahabatan yang kini bila kukenang, masih terasa manis. Saat-saat terakhirku di perugia yang membekaskan banyak tapak-tapak indah dalam hidup. Kebersamaan dengan mereka merupakan hal yang menakjubkan untukku, aku selalu bersyukur hidup telah mempertemukan kami. Pertemuan dengan seseorang adalah suatu keajaiban, dari semua manusia yang ada di bumi, Tuhan memilih beberapa orang-orang itu untuk bertemu denganku. Dan aku yakin, akan bisa bertemu lagi dengan mereka suatu saat.
Dan kembali ke Indonesia, bisa kukatakan mengijakkan kaki lagi di bumi. Walaupun hanya 3 bulan meninggalkannya, namun ada rasa berbeda saat menjejakinya lagi. Pulang dari bandara di tengah jalanan yang padat, ribut, tidak teratur. Naik kereta yang masih saja sangat jauh rasanya bila dibandingkan dengan naik kereta regional di itali. Kereta penuh sesak, ribut dengan pedangan asongan yang tak henti-henti menawarkan dagangan, panas menyengat ughhh...nggak enak banget, sempat terpikir demikian, Tapi beginilah Indonesia.
Belum seutuhnya jiwa terkumpul karena hati dan jiwaku mungkin masih 30% tertinggal di Perugia, namun aku harus dihadapkan dengan rutinitas baru, hanya semalam di rumah dan keesokan harinya harus segera masuk kantor yang dulu belum sempat kujejaki (hehe..ngaburrr dulu ke itali), dihadapkan dengan rekan-rekan kerja baru, komunitas baru,ah..cepat sekali...
tapi beginilah hidup, "liburan sudah usai, kembalilah ke realita"pesan yang ditulis Caecil yang masih menggeluti risetnya di treiste, Itali..kyaaa..baru beberapa hari meninggalkan tanah Itali, aku sudah merindukannya hehehe..
I'll back someday!