Kamis, 21 Februari 2013

Rectoverso- Sebuah Ramuan Lengkap Bagi Jiwa-




Membacai tulisan Dee itu membuatku sering menahan nafas, lalu disela-selanya sering ngedumel “ eghh keren banget, gilak!”. 
Lalu terburu-buru kembali menempatkan mataku untuk menelusuri barisan tulisannya lagi. Tulisan Dee selalu cerdas untuk membuat bertanya-tanya sampai akhir, walau mungkin terkadang yang tertinggal hanya pertanyaan itu sendiri. Ia tidak berjanji untuk memberikan ending dengan penyelesaian, ataupun dengan jawaban. Tapi dia dengan tidak sopannya selalu sangup membuat ending yang membuat rasa di hati saya “gleser-gleser” lalu mikir.
Membaca tulisannya seperti siap-siap dengan pijar kembang api, mengejutkan. Bukan hanya  kembang api, tapi juga bisa ledakan yang bikin kecanduan. Saya sungguh jatuh cinta dengan pilihan diksinya yang ajaib dan dalam. Seolah pilihan katanya itu sudah begitu cermat disusun, begitu cerdas mengusung makna yang hendak disampaikan. Butuh kedalaman pikir dan sederet pengalaman untuk bisa menciptakan tulisan seperti itu. Angka topi sekali lagi untuk Dee.
Kedalaman jiwanya untuk menyampaikan tema-tema universal makin ahli ia tuliskan. Kenapa hampir setiap cerita pendek dalam Rectoverso itu sangat berkesan dan langsung melekat pada pembacanya? Karena hampir semua cerita itu dialami oleh setiap manusia. Kisahnya terasa sedekat urat nadi pembacanya. Cinta terpendam pada sahabatnya sendiri mengawali buku ini dalam “ Curhat buat sahabat”. Tema universal yang banyak terjadi antar manusia. Siapapun yang membacanya, gampang sekali untuk merasuki kisah ini, karena kisah ini begitu” dekat” dalam hidup nyata. Entah itu kisah sendiri, kisah sahabat, saudara, tak pelak lagi ini cerita yang sangat universal.
Kisah seorang sahabat yang memendam rasa cinta pada sahabatnya sedemikian lama.

“Sebotol mahal anggur putih ada di depan matamu, tapi kamu tak pernah tahu. Kamu terus menanti. Segelas air putih (Curhat Buat Sahabat).

Tahap “mengalami” inilah yang menyebabkan pembaca seperti merasakan pergulatan-pergulatan batin yang disuguhkan dalam setiap ceritanya. Ada gelenyar rasa, sebentuk pertanyaan, dan jawaban yang dituliskan dengan begitu cerdas dan elegan.
Tulisannya hampir tak pernah terlalu berbunga-bunga, tapi romantisnya terkadang luar biasa.
Bagi saya, kecerdasan tulisannya menyebabkan tulisannya sangat seksi bukan kepalang. Tulisan yang masih sangat langka di antara para penulis Indonesia. Hal inilah salah satunya menyebabkan karyanya tidak pernah membosankan untuk dibaca ulang. Kebanyakan buku sekali baca nasibnya nangkring di lemari buku dan entah kapan lagi dibaca lagi. Tapi bagi saya, untuk karya Dee seperti filosofi kopi, Madre, Rectoverso sangat nikmat untuk dibaca ulang lagi.
Terkadang “rasa” dan “pemahaman” saat membacai lagi pun mempunyai tingkatan rasa yang berbeda saat membacanya saat terakhir kali. Tulisannya itu seperti bertumbuh seiring dengan pertumbuhan diri pembacanya. Itulah ajaibnya karya seorang Dee.
Terutama bila kisah yang dituliskan sedang dialami atau dihadapi, rasanya sungguh sangat tidak sopan dalam mengacak-acak rasa. Tulisannya itu candu. Yang sering membuat saya iri setengah mati, bagaimana bisa mencipta karya cerdas dan seksi seperti itu. Iri yang positif tentu saja. Sebagaimana Tasaro GK yang belajar diksi dari tulisan-tulisan Dee.
Di buku Rectoverso ini nampak Dee sudah semakin bertumbuh dengan kedewasaan dan kecerdasan jiwanya dalam mengulas kisah kisah manusia. Di banding Madre, buku ini ramuannya terasa lebih komplit. Ada pula secuplik kisah cinta ibu pada anaknya yang tanpa batas di “Malaikat Juga Tahu”, cinta yang dipisahkan oleh kematian (Aku ada), rumitnya cinta poliamori (Grow a day older), pasangan dengan kadaluarsa rasa (Peluk) dan kisah-kisah lainnya yang tal kalah mengesankannya.
Kisah favorit saya umm..  Grow a day older, curhat buat sahabat, dan aku ada. Ah, Hampir semuanya saya suka.
Dan saya menunggu untuk menonton film layar lebarnya. Dan rasa saya bersiap-siap diombang ambingkan.***

Mereka yang tak paham dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan sembrono. Mereka yang tak paham energi cinta kan meledakkannya dengan sia-sia (Malaikat Juga Tahu).

Sahabat saya itu adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang sanggup ia miliki. Saya adalah orang yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tak sanggup saya miliki (Hanya Isyarat)

Di pantai itu kau tampak sendiri, Tak ada jejakku di sisimu. Namun saat kau rasa. Pasir yang kau pijak pergi. Aku adalah lautan. Memeluk pantaimu erat. (Aku Ada).

 Ndalem Pogung, Jogya-21 Feb 2013. 1.21. am

Senin, 28 Maret 2011

Permainan Suka Cita Alla "Pollyana"


Judul Buku : Pollyana

Penulis : Eleanor H Potter

Penerbit : Orange Books

Halaman : 300 halaman

Genre : Novel anak

“ Lagi di Togamas nih, pengen beli buku. Kira-kira ada rekomendasi buku baguskah?” suara di ujung telepon di seberang sana. Heuuu…selera baca orang kan beda-beda, masa minta rekomendasi bahan bacaan padaku. Banyak sahabatku bilang selera bacaanku rada-rada “berat” seperti bukunya Paulo Coelho, Gede Prama, De’e—selain bacaan popular seperti karyanya Andrea Hirata, Tasaro GK dan beberapa penulis Indonesia lainnya. Tapi selintas di kepalaku, ada sebuah buku yang penasaran ingin kubaca.—dua buah buku lebih tepatnya.

“ kayaknya buku Pollyana bagus deh..itu loh, yang dulu pernah diceritain di kelas pas aku nggak masuk. Aku minggu lalu ke Gramed..lihat bukunya, tapi belum beli..nggak tau di Togamas ada atau enggak” Jawabku di sela-sela mengurusi kegiatan magang mahasiswa kala itu.

Jujur saja, aku penasaran seperti apa kisah si Pollyana—yang sering diistilahkan “positive pollyana--. Dulu saat ada pembahasan tentang buku ini di kelas PDEC sayangnya aku tidak masuk, jadi hanya dipaksa puas dengan komentarnya saja.

Dan bagaimana buku itu ada di tanganku? Beberapa hari setelah telepon itu, ada paket berwarna ungu yang tertuju padaku. Tersenyum melihat nama pengirimnya—hoho anak nakal itu pasti berulah—kubuka segera, walau sebenarnya ada undangan rapat jam 13.30 tapi penasaran dengan isinya. Terbeliak kaget bercampur senang, ada dua –eh tiga buah buku-dihadiahkannya untukku. Katanya sih buat yang lagi ulang tahun hehe—paketan datang sehari lebih awal ahaha. Dan posting ini, melunasi janjiku untuk menceritakan isi buku itu—dasar oportunis, nggak mau duduk diam membaca, maunya diceritain. Tapi tetep kuceritakan dengan tulisan loh, jadi harus baca ;p

Genre novel anak memang jarang kubaca, tapi kurasa saat ini otakku sedang sulit mencerna kalimat yang terlalu berat—terakhir kali membaca si lelaki tua dan laut-nya Ernest Hemmingway yang tipis saja..kubaca sambil lalu, dan tak jua masuk di otakku ehehe, mungkin tengah terjadi kekacauan program. Hoho bukan kekacauan kurasa, mungkin tengah mengupdate program baru hihi..Jadi kurasa, Pollyana merupakan pilihan yang tepat, ringan bahasanya namun tetap tak kurang makna yang ingin dihadirkannya.

Dan ternyata ku tak salah menerka, setengah hari di akhir pekan kuhabiskan dengan kegiatan reading for pleasure—bukan reading yang terpaksa seperti reading ielts, reading jurnal de el el..ehehe: sebenarnya ingin memainkan permainan suka cita agar kegiatan-kegiatan itu menjadi menyenangkan ehehe, nanti kupikirkan caranya;p

Yah, permainan suka cita! Akan kuperkenalkan kalian dengan permainan baru, permainaan suka cita ala Pollyana. Sungguh brilian dan menyenangkan!

Cerita bermula dari pengadopsian Pollyana, si gadis cilik berwajah bintik-bintik yang telah yatim piatu, oleh bibinya—Bibi Polly yang serius, dingin dan kadang tak manusiawi. Kedatangan Pollyana dengan sikap cerianya membawa perubahan di rumah Bibi Polly. Pollyana yang penuh spontanitas, keceriaan, jenaka dan sikap positive thinkingnya sering kali membuat Bibi Polly kewalahan—tak sanggup untuk tidak sayang padanya. Walau awalnya bibi polly bersikap keras dengan menempatkan Pollyana di sebuah kamar loteng yang sempit dan panas tanpa perabotan. Tapi komentar Pollyana adalah,

“ Dan aku senang di sini tidak ada cermin, sebab tidak ada kaca yang memperlihatkan bintik-bintik mukaku”

“ Oh, Nancy..lihat jauh di sana, pohon-pohon, rumah-rumah dan menara gerja yang indah itu, dan sungai berkilauan seperti perak, Wah Nancy, pemandangan seperti itu membuat kita tidak butuh lukisan. Oh, kini aku senang dia memberikan kamar ini.” Begitu komentar Pollyana akan kamarnya yang sederhana, tanpa cermin, tanpa lukisan dan perabotan.

Sikap pollyana ini akhirnya sedikit demi sedikit mencuri hati Bibi Polly yang dingin. Pollyana yang polos lucu itu mengetuk pintu-pintu hati Bibi Polly yang telah lama tak tersentuh

--Oh tentu saja selama ini aku bernafas sambil melakukan semua itu, Bibi Polly, tapi aku tidak hidup. Anda bernafas selama tidur, tapi tidak sedang hidup. Yang kumaksud hidup—melakukan apapun yang anda mau : bermain di luar, membaca, mendaki bukit, mengobrol dengan Mr Tom lalu mencari tahu tentang segalanya. Itulah yang kusebut hidup, Bibi Polly. Sekedar bernafas bukan hidup! (p 60)

Selain Bibi Polly, Pollyana juga selalu mengajarkan permainannya pada semua orang yang ditemuinya, yang dinamakan “permainan suka cita” yang diajarkan oleh mendiang ayahnya dulu. Inti dari permainan ini yakni :

Memainkannya cukup dengan menemukan sesuatu yang bisa membuat kita senang dalam segala hal, tak pedulli apapun itu (pollyana, p 44).

Awalnya, saat Pollyana kecil ingin boneka namun yang didapatnya dari kotak sumbangan adalah tongkat. Maka, ayahnya bilang “bergembiralah karena kau tidak membutuhkannya!” begitu ujar ayah Pollyana. Semenjak saat itu, Pollyana bermain permainan suka cita dengan berusaha menemukan kegembiraan dalam semua hal

--Aku sedang memainkannya—tapi kurasa tadi itu spontan saja. Tahu kan, jika kau lakukan sesuatu sangat sering, kau terbiasa jadinya…untuk bersuka cita. Dan biasanya selalu ada sesuatu yang menyenangkan dalam segala hal, bila kau berusaha cukup keras untuk menemukannya (p. 66)

Begitulah permainan Pollyana, yang dia sebarkan pada orang-orang di sekelilingnya. Pada Nancy, pembantu bibi Polly, Mr Tom-si tukang kebun, Jimmy bean-seorang yatim piatu, Mrs Snow-seorang yang sakit lumpuh hingga tak bisa kemana-mana. Permainan suka cita bisa dilakukan siapa saja, bagaimanapun keadaaannya. Misalnya saja Mrs Snow yang tadinya selalu murung karena tak bisa melakukan aktivitas sebab harus selalu berbaring karena penyakit lumpuhnya, sekarang bersemangat dengan berdandan, memakai gaun berenda baru, dan menyulam

“ Bergembiralah karena setidaknya engkau masih mempunyai tangan yang sehat untuk menyulam”

Atau pada Mr Tom-si tukang kebun-suatu hari dia merintih karena bungkuk dan capai. Tebak apa kata anak itu?

“ Seharusnya kau senang karena tak perlu membungkuk terlalu jauh untuk menyiangi rumput karena sudah setengah bungkuk”

Ahahaha, dasaaaar!!

Kemudian Pollyana juga bertemu Mr. John Pedleton, seorang laki-laki misterius yang mengasingkan diri, tak mau bicara dengan orang lain dan sifatnya sangat tertutup. Tapi Pollyana adalah Pollyana, yang tak pernah ada seorangpun yang sanggup mengindahkannya. Dengan tanpa henti menyapa tiap hari,

“ Hari ini tidak terlalu cerah ya? Tapi aku senang hujan tidak selalu turun” serunya riang.

Atau—

“ Apa kabar? Aku senang hari ini tidak seperti kemarin. Anda bagaimana?

Si lelaki itu sekonyong-konyong berhenti. Wajahnya dijalari amarah

“ Begini nona cilik, sebaiknya kita buat kesepakatan mulai sekarang. Di luar cuaca, ada hal-hal lain yang harus kupikirkan. Aku tidak tahu apakah matahari bersinar atau tidak.” Nada ketus terlontar dari lelaki itu.

“ Tidak, Sir. Kurasa juga begitu. Karena itulah aku memberitahu anda” jawab Pollyana berseri-seri.

Ehehe..aku hanya ingin mengutip adegan dari kisah ini…yang mengesankan betapa menggemaskannya si Pollyana, hingga tak seorangpun kuasa untuk tak memedulikannya..

Dan ternyata lelaki itu, John Pedleton adalah lelaki yang dulu mencintai ibunya, namun ditolak karena ibunya memilih lelaki lain untuk menjadi suaminya-Ayah Pollyana.

Kisah bergulir, dengan kecelakaan yang menimpa Pollyana hingga ia tak bisa berjalan. Di sinilah saat “permainan suka cita” itu diuji. Apakah dalam keadaan yang sangat tidak menyenangkan karena Pollyana yang biasanya hiperaktif, bertemu dengan banyak orang dan pergi ke banyak tempat, sekarang harus berbaring lemah tak berdaya. Tapi, justru saat keadaan lebih tidak mengenakan, permainan menjadi semakin mengasyikan, untuk berusaha menemukan kegembiraan pada semua hal.

Kurasa Eleanor H Potter berhasil menyampaikan misi di balik tokoh Pollyana ini dengan bahasa yang lugas, ringan namun mengena. Plotnya sederhana, namun tetap indah untuk diruntuti lembar demi lembar. Pesannya sangat jelas, permainan suka cita itu seharusnya dimainkan oleh lebih banyak lagi orang di dunia. Bayangkan bila manusia memainkan permainan ini, bukankah hidup akan terasa lebih ceria dan berwarna?

Falsafah permainan suka cita ini menurutku serupa dengan ruh “berpikir positif” tapi dibungkus dengan gaya bertutur untuk novel anak. Tapi rasanya menyenangkan juga untuk dibaca orang dewasa. Banyak yang bilang, orang dewasa semakin sulit untuk cerah ceria, karena dibelit urusan-urusan yang menurut mereka penting seperti urusan pekerjaan, bisnis, relasi, dan seabrek aktivitas lainnya. Mereka kehilangan spontanitas, kehilangan keriangan kanak-kanak, --atau mungkin mereka telah melabel usia mereka menjadi usia serius yang tak perlu keceriaan—hingga hidup terasa hambar. Kau melihat wajah-wajah seperti itu di sekelilingmu?kuyakin banyak sekali..ehehe..jadi, kisah si Pollyana dengan permainan suka citanya seharusnya meniupkan pesan satu hal, bahwa selalu ada kegembiraan dalam segala hal, bila kita mau berusaha keras untuk menemukannya.

Jadi teringat seseorang yang pernah pagi-pagi mengirimkan sms :

arep mangkat isuk malah olahraga dhisik..motor-e bane keno paku..so, isuk-isuk wis nyurung-nyurung motor..bener-bener menyehatkan hihii” ehehe Pollyana banget!

Untuk si pemberi paket ungu itu--Terimakasih untuk bukunya, kau..Pollyana nyataku..dimana aku belajar permainan mengasyikkan ini….untuk sebuah hidup yang luar biasa, untuk terus berusaha membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik..lebih cerah ceria. Salam signal hati satu jiwa!

Everyone, Let’s play the game!—mainkan permainan suka cita..karena hidup adalah sebuah perayaan ***

3.05 pm 26 march 2011

Senin, 17 Mei 2010

Belok Kanan Barcelona


Judul buku : Traveler’s Tale (Belok Kanan : Barcelona!)

Penulis : Adhitya Mulya, Alaya Setya, Iman Hidayat, Ninit Yunita

Penerbit : Gagas Media

Halaman : 228 Halaman

Blip pesan pendek kuterima, kubuka di sela-sela rapat yang tak jua usai walaupun jarum jam sudah menunjukkan pukul 15.00 dan perut sudah melilit karena belum makan siang,

“ Belok kanannya ada. Jadi beli?” Heeep..mataku berbinar, tanpa pikir panjang kubalas sms itu, sambil sekilas melihat di arah pimpinan yang tengah memberikan pengarahan.

“ Beliiiii. Nitip ya….tengkiu” blip, sent…Begitulah mengapa buku yang sebenarnya sudah lama terbit ini bisa mampir ke tanganku. Susah payah aku mencari buku ini, awal bulan lalu saat aku mencarinya di taman pintar Yogja, kutanya satu-satu pemilik lapak-lapak toko buku itu,

“ Belok Kanan Barcelona-nya ada Mas?” tanyaku dengan muka serius. Eihhh si mas-mas itu senyum-senyum,

“ belok kiri aja mba….” Jawabku dengan senyum yang kuartikan maknanya “ haduuh mba cari buku kok judulnya aneh-aneh” Huuuff, maka demi mendengar Iinesta, sahabatku yang tengah di pameran buku menemukan buku itu, tanpa pikir panjang…nitiiiiipppp J

Okay, honestly..aku beli buku itu karena judulnya! Sangat pribadi dan subjektif, tapi juga tidak bisa diganggu gugat. Alasan pribadi selalu tidak memunculkan ruang untuk didebat. Titik, kadang kala semuanya menjadi hiperlogika. Okay, don’t talk too much about me, let’s talk about the book

Covernya okey, tapi tidak terlalu luar biasa. Tampilan isinya sangat khas Gagas, ehehe sebagai bekas salah satu penulis di buku terbitannya tentu saja aku paham. Desainnya yang membuat tampilan menjadi menarik, sisipan gambar, sisipan tips..menurutku sangat okey. Tampilan seperti ini tidak kutemukan di penerbit lain yang lebih fokus pada tulisan.

Dan setelah membaca isinya, hmm…I’m afraid to tell you, but…biasa saja. Kecewa? Hmm nggak juga sih. Karena lumayan asyik, soalnya settingnya kota-kota luar negeri. Yap, because I luv travelling

Novel ini merupakan project bersama keempat penulis ini bergenre nge-pop dengan bahasa gaulnya. Yang jujur saja, rada sudah tidak “masuk” untuk bahasa seumuranku ahaha…Aku pun menyadari sudah tidak mampu lagi menulis dengan bahasa gaul anak-anak muda (dari dulupun nggak pernah bisa). Ceritanya tentang persahabatan empat orang yakni Francis, Retno, Farah dan Jusuf. Dan saya yakin satu penulis mewakili satu karakter dalam novel ini. Keempat sahabat ini sebenarnya saling jatuh cinta dengan alur yang rumit ala sinetron. Francis dan Retno saling menyukai sejak kecil, tapi dua kali cinta Francis ditolak karena mereka berbeda keyakinan fiuhhh…Sedangkan Farah sebenarnya mencintai Francis tapi tidak pernah berani mengungkapkan, sedangkan Jusuf justru mencintai Farah, itu juga sampai dewasa belum juga terkatakan. Haduuuh sebenarnya tema yang sedang tidak ingin kubaca. Lagi nggak suka tema beginian…

Ceritanya, akhirnya Francis Lim akan menikahi gadis catalunya dan segera menikah di Barcelona. Ia mengirimkan undangan ke tiga orang sahabatnya itu. Dan kisah mengalir dengan bagaimana ketiga sahabat itu dengan perjalanan dan misinya masing-masing pergi ke Barcelona. Farah setengah mati memaksakan diri ke Barca karena ingin mengatakan perasaan yang sesungguhnya pada Francis, Retno ingin pergi ke Barca karena ia ingin melihat Francis menemukan cintanya. Jusuf harus menghabiskan tabungannya untuk menghentikan Farah, sekaligus ingin menyatakan apa yang selama ini tak terkatakan. Owh, it’s all about love, guys…

Alurnya naik turun, kadang membingungkan. Deskripsinya kurang kuat, kayak membaca orang berlari-lari dari satu kota ke kota lainnya. Nama-nama tokoh-tokoh nggak penting terlalu banyak berhamburan sehingga pembaca bingung. Detail…uhmm sayang sekali, penulis tidak mampu (menurutku) membawa pembaca ikut larut dalam indera penulis. Banyak tempat-tempat bagus tanpa detail yang memadainya, okay..i luv details..karena akan menyebabkan buku menjadi kaya dan berisi. Sisi emosi juga kurang dimainkan, banyak adegan yang sebenarnya bisa dibuat lebih mengharu biru lagi. Terkadang ada kesan plain saat membaca saat-saat yang justru menyentuh.

Kisah ini berakhir dengan bersatunya Francis dan Retno (trus perbedaannya itu apa kabar? Nggak jelas juga), serta Farah dan Jusuf akhirnya menikah, happy ending story. Uhmmm…

Cukup menghibur untuk dijadikan bahan bacaan di kala senggang, santai dan bisa diselesaikan sekali atau dua kali duduk. Ringan, kocak, lumayan seru sih…mungkin sesuai dengan segmen remaja atau dewasa muda. Laris manisnnya sebuah buku juga ditentukan bagaimana buku itu diterima oleh pasar, seperti juga nasib sebuah film. Karya bagus belum tentu laris, karya yang laris belum tentu bagus. Uhmm so, karena buku ini berisi sedikit banyak travelling, so..yah nggak rugi lah beli buku ini, walau agak sedikit overexpected. I don’t find something special about Barca in this book…ehehehe

Senin, 21 Desember 2009

Galaksi Cinta - Galaksi Kinanthi


Kinanthi, bagiku galaksi cinta tidak akan pernah tiada

Ketika malam tak terlalu purnama, lalu kusaksikan

Bintang-bintang membentuk rasi menurut keinginanNya

Cari aku di Galaksi Cinta. Aku tetap akan ada di sana

Tersenyumlah..Allah mencintaimu lebih dari yang kamu perlu

(Ajuj)



Buku : Galaksi Kinanthi ( Sekali Mencintai Sudah itu mati?)

Penulis : Tasaro GK

Penerbit : Salamadani

Genre : Novel Sastra

Hal : 432 halaman



Pertama kali melihat buku Galaksi Kinanthi di jajaran rak buku Gramedia, buku ini langsung sanggup membuatku mengambil dan menilik buku ini. Kenapa? yap, cover bukunya sungguh menawan untuk kelas novel sastra lokal. Berwarna biru kehijauan dengan desain yang apik, apalagi sampulnya berlipat-lipat yang dalam setiap lipatannya tertuang kalimat-kalimat khas beberapa tokoh sentralnya, Ajuj, dan Zhaxi. Trus, judulnya tak biasa, dan aku sungguh suka. Galaksi Kinanthi, yap gabungan dua hal yang ”aku banget” ehehe, aku maniak dengan hal-hal berbau bintang, galaksi dan astronomi, dan Kinanthi adalah sebuah tembang jawa yang berarti pelipur lara...dan segala hal tentang kultur Jawa sudah sepatutnya dengan lahap kusimak. Jadi simpulan yang bisa kutarik singkat sekilas menscreeninng buku ini adalah perpaduan antara hal-hal berbau Jawa dan astronomis. Ok, itu cukup membuat aku terkesan, apalagi menilik penulisnya Tasaro GK merupakan Best writer FLP award 2007 dan Ikapi award 2006&2007, plus buku ini merupakan best seller...uhmm banyak plusnya. Membaca beberapa bagian awal buku ini membuatku berkesimpulan bahwa suatu saat buku ini harus menghuni rak bukuku dengan kategori must read! kenapa?..ah, mungkin terlalu banyak alasannya. Dilihat dari daftar isi, bab-babnya yang bertajuk rasi-rasi bintang itu langsung bisa menawan hatiku. Kemudian menurutku salah satu kunci sebuah buku bagus bisa dilihat pada kalimat-kalimat awal. Membacanya sekilas sambil menyender di rak buku Gramedia karena kursi-kursi baca telah penuh, membuatku terus antusias membolak balik halaman-halaman buku itu.

Impresif!


Kalimat pembukaaan sebuah buku yang membuat pembaca disuguhkan sebuah intro yang tak biasa.


Begini cara kerja sesuatu yang engkau sebut cinta; engkau bertemu seseorang lalu perlahan-lahan merasa nyaman berada di sekitarnya. Jika dia dekat, engkau akan merasa utuh dan terbelah ketika dia menjauh. Keindahan adalah ketika engkau merasa ia memerhatikanmu tanpa engkau tahu. Sewaktu kemenyerahan itu meringkusmu, mendengar namanya disebutpun menggigilkan akalmu. Engkau mulai tersenyum dan menangis tanpa mau disebut gila.

Kelak, hidup adalah ketika engkau menjalani hari-hari dengan optimisme. Melakukan hal-hal hebat. Menikmati kebersamaan dengan orang-orang baru. Tergelak dan gembira, membuat semua orang berpikir hidupmu telah sempurna.

Sementara, pada jeda yang engkau buat bisu, sewaktu langit merah oleh benda-benda yang berpijar, ketika sebuah lagu menyeretmu ke masa lalu, wajahnya memenuhi setiap sudutmu. Bahkan langit membentuk auranya, udara bergerak mendesaukan suaranya. Bulan melengkungkan senyumnya. Bersiaplah..Engkau akan mulai merengek kepada Tuhan. Meminta sesuatu yang mungkin itu telah haram bagimu”



Ah. maafkan bila aku terlalu banyak mengutip bagian awal buku ini. Awal novel ini bercerita tentang seorang perempuan Indonesia yang sangat sukses menjadi Queen of NewYork, seorang professor muda, dosen Universitas Drexel, penulis buku bestseller dengan cerita latar belakang kota Rochester yang menakjubkan. Hingga tak menyangka bila novel ini adalah cerita tentang women trafficking, derita tenaga kerja wanita Indonesia, pembaca sungguh dibolak balikkan dengan keadaan yang dramatis, tapi realis karena sesuangguhnya kisah ini merupakan kisah ”inspired by true story”, mungkin tak seluruhnya kisah nyata, tapi setidaknya jiwa cerita ini terispirasi dari kisah nyata. Yap, novel ini mengombang ambingkan pembaca dalam situasi yang paradoks, gemerlapnya Amerika, sederhananya sebuah desa di Gunung Kidul Yogyakarta, Riyadh, Kuwait, Miami sampai Great Plain yang eksotis. Bercerita tentang persahabatan yang berbibit cinta antara Ajuj, seorang anak kyai di sebuah desa di Gunung Kidul dengan perempuan bernama Kinanthi, yang berlatarbelakang keluarga yang terpinggirkan. Tasoro GK menghadirkan suasana Gunung Kidul dengan apik, dialog dengan bahasa jawa khas Jogya yang kental, kultur spiritualitas masyarakat desa yang masih menyimpang, berbagai ritual pun disisipkan serta tak lupa pula tembang-tembang jawa dengan berbagai filosofinya tertuang dengan lugas. Bumbu-bumbu yang sedap untuk membuat buku ini bukan hanya sekedar sebuah cerita.


Ironi, saat Kinanthi ”dijual” orang tuanya dengan 50 kg beras kala itu, hingga ia harus mengalami berbagai kehidupan yang pahit dalam hidupnya. Mulai dari Bandung, kemudian menjadi TKW ke Riyadh, Kuwait, Arab dan Miami. Cerita di kamp-kamp penampungan wanita yang memilukan, kisah penderitaan TKW yang disiksa majikan, percobaan pemerkosaan, realitas tenaga-tenaga kerja RI di luar negeri. Terlalu getir kisah hidup yang harus dilampai gadis cilik bernama Kinanthi, tapi kisah ini mendorongku untuk berpikir betapa banyak nasib-nasib Kinanthi-Kinanthi lain, pejuang wanita yang mengadu nasib di luar negeri. Memilukan, berlembar-lembar halaman kubaca dengan alur mengalir yang filmis. Perjuangan akan keadilan, pun terselip juga kisah cinta yang begitu dalam antara Kinanthi dan Ajuj yang tak pernah mati. Penderitaan-penderitaan memilukan, kabur dari majikan di Riyadh, dikelabui agen-agen mafia tenaga kerja sunguh menyodori kisah-kisah yang mencengangkan. Terkadang berpikir, begitukah nasib-nasib TKW Indonesia? hingga tak sedikit berita-berita di televisi menayangkan kekerasaan, penyiksaan, pulang dengan cacat di badan, stress atau bahkan pulang dengan jasad kaku kehilangan nyawa.


Titik balik terjadi saat Kinanthi memenangkan perkara penyiksaan majikannya di Amerika hingga ia mendapat tunjangan dan beasiswa untuk kuliah, dan transformasipun terjadi. Prof.Kinanthi Hope, menjadi Queen of NewYork. Tasaro GK juga memadukan kisah ini dengan sisi spiritualitas, dimana Kinanthi kehilangan esensi keberagamaannya karena getirnya hidup. Sementara di sisi lain, Gunung Kidul masih menjalankan ritual-ritual menyimpang yang berbungkus keagamaan. Kembalinya Kinanthi ke Gunung Kidul, untuk mencari cinta sejatinya, Ajuj menyetir perasaan pada kisah-kisah yang tak biasa. Balas dendam akan masyarakat desa yang meminggirkannya, pertemuannya dengan Ajuj yang sungguh sangat ”nggak klise” ehehe..i luv that part

”Inikah lelaki yang kusimpan di benakku hampir 20 tahun ini?kemana larinya perasaan yang menggebu itu?” ow ow sangat realis, tidak klise yang seperti kuperkirakan.


Kemudian berlatar gempa besar di Jogya yang menyebabkan Ajuj koma karena kecelakaan saat menambang membuat akhir-akhir bagian kisah ini menjadi kian menarik. Kisah ini juga dibumbui oleh tokoh Zhaxi, editor sukses yang mengorbitkan Kinanthi, seorang tibetan yang diam-diam menyukai sang profesor muda itu. Apakah Kinanthi yang sudah berubah menjadi wanita karir sukses dengan gemerlapnya Amerika akan terus menunggui cinta Ajuj yang terbaring koma?Bagaimana cinta Zhaxi yang begitu setia selama ini mendampinginya? bagaimana nasib galaksi cinta yang dibangun di atas langit oleh Ajuj dan Kinanthi?


Ehehe..baca ajalah bukunya, sungguh tidak menyesal membeli buku ini saat pameran beberapa minggu lalu. Galaksi cinta mengajakmu membuat dialog kecil tentang cinta ”sejauh mana cinta layak diperjuangkan, atau justru perjuangan itu harus dilakukan dalam diam”.


Nikmatilah suguhan kalimat-kalimat magis Tasaro GK dan kisah ini akan menghadirkan cara pandang yang berbeda***

Jumat, 31 Juli 2009

Taj Mahal- Beneath a Marble Sky

“ Jangan pernah mengabaikan cinta, Anakku. Menolak hadirnya sama artinya dengan menelantarkan hadiah Tuhan yang terbesar. Lagipula, siapakah kita yang sanggup mengabaikan Tuhan?”


Begitulah pesan Sultan Syah Jahan pada putrinya, Jahanara. Saat cinta mendatangi putrinya dengan sekeranjang derita dan bahagia yang dibawa Isa, seorang arsitek brilian yang dengan tangan-tangannya mampu mengubah batu-batu menjadi keindahan bangunan yang sampai kinipun merekam keagungan cinta Sultan Shah Jahan terhadap istrinya, Mumtaz Mahal. John Shors, si pengarang buku ini menghadirkan kisah nyata tentang Taj Mahal yang amat terkenal di India, oleh penerbit Mizan dialihbasakan dengan judul Taj Mahal- Kisah Cinta Abadi, sedangkan judul asli buku ini bertajuk ”Beneath a Marble Sky”. Banyak orang yang mengetahui bahwa bangunan nan menawan itu adalah hadiah sang sultan bagi istrinya, tapi belum banyak yang mengetahui haru biru kisah yang melatarbelakangi pembangunannya.

John Shors mengisahkan dengan bahasanya yang halus, deskripsinya yang detail dan kemampuan menggiring pembaca untuk terus melewatkan baris demi barisnya tanpa merasa jenuh. Ia mengambil sudut cerita dari salah seorang putri sultan Syah Jahan yang bernama Jahanara. Seorang putri yang pemberani, pengagum cinta kedua orang tuanya namun dibesarkan di balik Benteng Merah yang seringkali membuatnya ingin berkelana mencari tahu kehidupan seperti apa di balik Benteng Merah. Ia sangat mengagumi cinta kedua orangtuanya, yang walaupun sang sultan mempunyai banyak istri karena tradisi kerajaan yang membuatnya mempunyai banyak istri-istri ”politis” demi kepentingan kerajaan, namun hanya seorang yang dicintai sultan, istrinya yang biasa dipanggilnya dengan panggilan kesayangan Mumtaz Mahal. Tapi sayangnya Jahanara harus menerima tradisi kerajaan yang menjodohkannya dengan Khondamir, seorang saudagar perak yang selama ini menentang kebijakan sultan.

Jika ayahmu dan aku dipertemukan demikian, dan sekarang sangat sulit dipisahkan, maka apa yang membuatmu berkata bahwa nasibmu akan berbeda?” Begitu kata Ibu Jahanara saat ia gelisah menerima keputusan ia akan segera dinikahkan.

Tapi kekhawatirannya terbukti benar, Khondamir seorang suami yang tidak pernah mengangapnya sebagai seorang wanita yang cerdas, mempunyai hak dan keinginan untuk melakukan banyak hal yang berguna. Khondamir memperlakukannya dengan sangat buruk, dan cinta bagi Jahanara terasa sejauh Roma dari Agra, tempat tinggalnya. Sementara di kerajaan mulai muncul persaingan antara putra-putra sultan untuk menduduki singgasana merah. Dara, putra laki-laki sultan yang nantinya akan menggantikan sultan untuk memegang pucuk pimpinan malah lebih menyukai bergumul dengan buku-buku di perpustakaan, menulis syair dan buku. Sementara, Aurangzeb, salah satu putra sultan yang lain sangat berambisi untuk merebut tahta dari tangan Dara, saudara laki-lakinya. Ia gemar berlatih perang, menjalin mitra dengan sekutu-sekutu kerajaan, namun sayangnya tabiatnya buruk dan sifatnya jahat. Dan malapetaka datang saat Ibu jahanara meninggal saat melahirkan bayinya di kemah pertempuran. Kematian itu membuat gairah hidup Sultah Syah Jahan mati, cintanya telah pergi bersama maut yang menjemput istrinya. Demi cinta dan janjinya pada istrinya, ia memanggil Isa, seorang arsitek dari Persia untuk membangun sebuah bangunan di tepi sungai Yamuna tempat jasad istrinya akan dimakamkan. Dan Isa mendesain sebuah bangunan nan megah dan agung yang nantinya akan dinamai seperi nama istri sultan, Taj Mahal-berasal dari Mumtaz Mahal yang berarti Istana Pilihan. Sultan Syah Jahan memerintahkan Jahanara untuk ikut membantu pembangunan Taj Mahal, dan pertemuannya dengan Isa adalah perjumpaannya dengan cinta sejati. Cinta menyapa mereka berdua dengan ketertarikan satu sama lainnya, dan cinta itulah yang mengingatkan jahanara akan cinta antara ayah dan ibunya.

Inilah kisah haru biru yang menyertai pembangunan Taj Mahal :

“Aku menggambar Taj Mahal dengan memikirkanmu. Aku membangun sedemikian rupa agar matahari bisa menari-nari di atas batu pualam dengan cara yang serupa. Aku menanggung ketidakhadiranmu di hati—ketakmampuanku memilikimu sebagai ibu dari anak-anakku, dengan memahat batu sesuai dengan citramu. Aku berkarya untuk menghormatimu karena inilah satu-satunya caraku mencintaimu, dengan mempersembahkan cintaku pada dunia”


Uhm..kisah inilah yang tak tersentuh permukaan dari latar belakang pembangunan Taj Mahal. Mereka berdua tidak bisa secara terang terangan memadu kasih, bagaimanapun juga Jahanara adalah seorang istri dari Khondamir. Tapi cinta itu terus tumbuh subur seiring pembangunan Taj Mahal selama bertahun-tahun.

Tapi kemudian mendung hitam menaungi kerajaan, Aurangzeb berusaha membunuh Dara dengan siasat liciknya, yang berkali-kali digagalkan oleh Jahanara bersama dua orang sahabatnya, Ladli dan Nizam. Sementara cinta Jahanara dan Isa terus berlanjut, dengan dibantu sultah Syah Jahan yang mempertemukan mereka dengan membeberkan rahasia adanya terowongan rahasia antara kamar Ibu Jahanara dengan sebuah rumah di luar kerajaan. Dengan terowongan itulah mereka bertemu, dan lahirlah seorang anak bernama Arjumand yang walaupun diakuinya sebagai anak Khondamir. Ulah Aurangzeb semakin mengacau, ia memerintahkan membakar candi-candi hindu dan itu pulalah yang menimbulkan perlawanan dari orang-orang hindu. Agra adalah kerajaan dimana umat hindu adalah mayoritas, namun orang-orang islam sudah berkuasa selama beberapa generasi. Dara adalah orang yang sangat cinta perdamaian, sehingga ia banyak menulis kitab-kitab tentang persamaan dan perdamaian tentang hindu dan islam, berbeda dengan Aurangzeb yang memanipulasi agama untuk merebut kekuasaan.

Kisah ini dilumuri oleh peperangan, bahkan kudeta seorang anak yakni Aurangzeb terhadap kekuasaan Ayahnya, serta hukuman penggal kepada Dara yang dinilai menyebarkan ajaran yang salah. Haru biru kisah pemenjaraan Sultan Syah Jahan dan putrinya Jahanara yang dilakukakan oleh putranya sendiri, Aurangzeb. Sultan akhirnya meninggal karena tua dan sakitnya sambil memandangi Taj Mahal sebagai wujud cinta sejatinya pada istrinya. Sementara Jahanara dengan perjuangannya menemukan kembali Isa dan anaknya Arjumand yang melarikan diri ke Bijapur. Kisah hidupnya selanjutnya dihabiskan di desa sebelah selatan Kalkuta bersama Isa, Arjumand, Ladli dan Nizam. Dan Taj Mahal yang agung terus bertahan dikagumi orang seluruh dunia hingga kini. Bangunan yang menyimpan kisah cinta sejati sultan Syah Jahan dan istrinya serta cinta Jahanara dan Isa.

Novel ini cukup memikat karena alurnya yang naik turun dan mengalir dramatis hingga tak pernah bosam untuk terus mengikuti kisahnya sampai akhir. Kisah ini cukup membuatku untuk berkeinginan untuk melihat langsung Taj Mahal suatu saat.

“ Kau tahu, Jahanara, Hidup dan gairah kemudaan, kekayaan dan kejayaan, semua terseret oleh zaman. Disebabkan oleh kefanaan kau lalu berjuang untuk membakakan hatimu yang muram. Biarlah musnah kemewahan rubi, mutiara dan berlian. Cukuplah setetes air mata ini, Taj Mahal ini, yang tersisa. Kemilau, tiada ternoda, di pipi waktu, selalu dan selamanya ( Rabindranath Tagore)


Judul Buku : Taj Mahal- Kisah Cinta Abadi

Judul Asli : Beneath a Marble Sky

Penulis : John Shors

Tebal : 457 Halaman

Penerbit : Mizan Pustaka

Genre : Novel Sastra