Senin, 02 Maret 2009

Pergulatan antara "baik" dan "jahat"

Sekali lagi, Paulo Coelho mempesonakan dengan karyanya yang menggugah sisi kemanusiaaan kita. Sebelumnya karyanya menjawab pertanyaanku tentang pengejaran impian (the alchemist), cinta (Zahir, by River Piedra I Sat down and cry), dan kini tentang kebaikan (The Devil and Miss Prym). Walaupun secara jujur kukatakan tidak sebegitu memikat karya-karyanya yang kubaca sebelumnya, namun toh tetap saja mampu membuatku berpikir ulang, teringat akan pertanyaan yang tengah kuajukan, dan sedikit menemukan jawaban.

Pernahkah terlintas dalam pikiranmu sesuatu yang mengkhianati nurani? Tentang yang sepantasnya atau tidak?tentang yang sesungguhnya kau inginkan? atau bahkan sekelebat “jahat” yang melintasi hidup?

Kisah dalam buku ingin tentang seseorang yang ingin membuktikan adakah memang benar ada kebaikan di muka bumi ini.

- Aku menemukan bahwa jika dihadapkan pada percobaan, kita selalu gagal. Jika diberikan kondisi yang tepat, setiap manusia di muka bumi ini akan bersedia melakukan kejahatan-

Uhmm..benarkah begitu?

Ada satu kisah menarik saat Leonardo davinci akan menyelesaikan lukisan ternamanya, Perjamuan terakhir. Ia harus melukis “baik” dalam wujud Yesus, dan “jahat” dalam diri Yudas. Pada suatu saat, ia mendengarkan paduan suara dan melihat sosok Kristus yang sempurna pada diri salah satu orang anggota paduan suara. Lalu ia membuat sketsa dan menggambarnya sebagai wujud “baik”. Tiga tahun berlalu, namun Da vinci belum juga menemukan model untuk menggambar wujud “jahat” pada diri Yudas. Lalu ia berpapasan dengan pemuda dengan pakaian compang camping dan tergeletak mabuk di selokan. Da vinci merasa menemukan model yang tepat untuk menggambar Yudas, segera ia menyuruh asistennya membawa pemuda itu dan kemudian Davinci melukiskan kelicikan, dosa, dan egoisme yang tergores jelas di wajah sang pemuda itu.

Setelah selesai menggambar, pemuda itu tersadar dan memandang lukisan itu dengan takut bercampur sedih. Ia berkata

“ Aku pernah melihat lukisan ini”

Kapan?”. Tanya Leonardo heran

“ Tiga tahun yang lalu, sebelum aku kehilangan semua yang kumiliki. Waktu itu aku menyanyi di sebuah paduan suara dan hidupku masih penuh dengan impian. Pelukis itu memintaku menjadi model untuk wajah Yesus.

Baik dan buruk memiliki wajah yang sama, semua bergantung dari kapan keduanya melintas dalam kehidupan seorang manusia.

Uhmmm begitukah?Benarkah kita mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi jahat?.

Mungkin begitu, tapi ada yang bisa membedakan ‘baik” dan “jahat”walaupun kita semua mempunyai naluri yang sama.

“Jika malam ini pelacur tercantik desa ini datang kemari, apakah kau akan sanggup memandangnya dan menganggapnya tidak cantik dan tidak menggoda?”

“ Tidak, tapi aku bisa mengendalikan diriku”, sahut si orang kudus.

“ Dan jika aku menawarimu setumpuk kepingan uang emas agar kau meninggalkan guamu di gunung dan bergabung dengan kami, sanggupkah kau memandang emas itu dan menganggapnya batu kerikil?”

“ Tidak, tapi aku akan bisa mengendalikan diriku”

“ Dan jika kau dicari-cari oleh dua bersaudara, yang satu membencimu dan yang lain menganggapmu suci, sanggupkah kau memiliki perasaan yang sama terhadap keduanya?”

Itu benar-benar sulit, tapi aku akan bisa mengendalikan diriku sendiri dan memperlakukan mereka dengan sama.

Percakapan itu adalah percakapan Ahab, si penjahat dan St.Savin, si orang kudus. Savin dan Ahab memiliki naluri yang sama- baik dan jahat bertarung di hati mereka, sama seperti di dalam setiap jiwa manusia yang ada di muka bumi ini. Ketika Ahab menyadari Savin tidak berbeda dengan dirinya, diapun menyadari dirinya tidak berbeda dengan Savin. Semua hanya masalah pengendalian diri. Dan pilihan.

Tidak kurang, Tidak lebih.

Uhmm…mungkin pernah terlintas sesuatu yang mengkhianati nurani, sifat-sifat manusiawi yang masih jauh dari kebaikan, bisikan “jahat” tempat iblis menunaikan kewajibannya, ataupun hal lainnya..

Tapi, alangkah bijaknya bila memilih…

yah, aku sadar kadang terlintas hal itu dalam pikiranku, dan sungguh sulit untuk mensikapinya. Tapi aku akan bisa mengendalikan diriku”

Sanggupkah kita berkata dan bertindak demikian?




Sabtu, 27 Desember 2008

Review A Cat in My Eyes


Judul Buku : A Cat in My Eyes
Penulis : Fahd Djibran
Penerbit : Gagas Media
Halaman : 160 halaman
Genre : Sastra


Mengulik Tentang Kesejatian Hidup Manusia


Apakah engkau menjalani hidup hanya dengan berlari, berpeluh mencari tanpa pernah tahu apa yang sebenarnya kau cari? mengejar tanpa tahu apa yang kau kejar?. Hingga pada suatu titik kau menengok ke belakang dan justru tidak menemukan apapun?. Fahd melalui bukunya A Cat in My Eyes mengajak kita untuk berhenti sejenak, mempertanyakan kembali apa makna dari kehidupan yang tengah kita jalani, untuk mencari esensi kesejatian hidup kita sebagai manusia.. Merujuk sebuah kalimat dari Socrates “Hidup yang tidak pernah dipertanyakan, sesungguhnya adalah hidup yang tak pernah layak untuk diteruskan”. Hmm..pernah terlintaskah hal itu pada pikiran kalian?
Sebuah karya yang masih jarang di tengah ratusan pilihan buku, sebuah karya filosofis yang dikemas dengan ringan,. Bukan ingin mendikte dengan berpuluh-puluh kata-kata bijak ataupun mensesakinya dengan filosofi-filosofi yang berat bagi pembaca. Lahir di sana muatan pikiran-pikiran cerdas yang disampaikan dengan caranya yang lugas hingga dapat mudah ditangkap esensinya oleh pembaca. Sosok kemudaannya yang masih menggebu membawakan kita sebuah pemikiran kritis, tak lazim namun bila ditinjau ulang hal-hal yang disampaikannya sungguh merupakan hal esensial yang terkadang kita lupakan. Hal-hal yang tergerus rutinitas hidup yang membawa kita dalam kehidupan ya ng sesak oleh muatan duniawi. Menghilangkan sisi kemanusiawian kita sebagai makhluk yang “hidup” dalam artian hidup yang penuh arti dalam setiap peristiwa yang kita lalui.
Fahd melalui 27 sketsanya mengajak kita meruntuti alur pikirannya yang kadang meloncati ambang kelaziman, cerdas, menggebu, namun tetap menghadirkan makna yang mendalam. Walaupun setiap sketsa menghadirkan setiap ceritanya tersendiri, namun semuanya terangkum dalam kumpulan mozaik yang pada akhirnya memunculkan gambaran utuh apa yang ingin ia sampaikan. Karena setiap sketsanya lahir dari sebuah jiwa yang sama. Jiwa yang rindu akan esensi kesejatian manusia. Tentang apa yang kita cari dalam hidup, tentang cinta dan rindu, tentang keabadian waktu, pilihan hidup dan tentu saja tentang Tuhan. Mengangkat cerita dan kisah yang sederhana dan ringan, kadang dari cerita sehari-hari yang terjadi di sekitar kita membuat karya ini tidak ‘berat” walaupun mungkin topik yang dibawakannya tergolong sarat filosofi. Mungkin kalimatnya akan membuat kening kita berkerut, kadang berhenti sejenak membaca dan mempertanyakan hal-hal yang sama, ataupun malah melahirkan pertanyaan-pertanyaan lain dari diri kita sendiri.
Fahd juga tidak mencecoki kita dengan bahasa yang berat dan formal, namun tetap setiap kisahnya menuntun kita pada suatu pemaknaan kembali akan hidup. Bahasanya berupa campuran kata-kata puitik dengan sajak-sajak yang diselipkan dengan apik, dipadu gaya anak muda gaul yang menuangkan pemikiran khas anak muda dengan kekritisannya. Ataupun kadang berbau sastrawi dengan diksinya yang memikat. Meruntuti setiap sketsanya membawa kita meninjau ulang pemikiran yang kadang terlewatkan, terlupakan atau memang tak pernah terlintas dalam kepala yang tak pernah berani untuk bertanya. Sketsanya memanusiakan kembali kemanusiaan kita. Ia mengusik kita dengan kekritisan akan keberagaman, keTuhanan, pluralitas tanpa menyesatkan ataupun memaksakan laju pemikirannya. Fahd menawarkan kita untuk menghela nafas sebentar dari derasnya laju hidup untuk kembali meninjau ulang hal-hal yang krusial namun kadang terlewatkan. Sebuah karya berbobot yang lahir dari seorang anak muda yang berani mempertanyakan esensi kesejatian hidup manusia.
Salut, Fahd!***

Sabtu, 06 Desember 2008

Maryamah Karpov Mimpi-Mimpi Lintang


Kuberi tahu satu rahasia padamu, Kawan

Buah paling manis dari berani bermimpi

Adalah kejadian-kejadian menakjubkan

Dalam perjalanan menggapainya


Tetap mempesona dengan permainan kata-katanya yang selalu mampu menyihir pembaca untuk terus meruntuti baris-baris kalimat dan masuk dalam petualangannya, Itulah Andrea Hirata!

Karya pamungkasnya yang berjudul Maryamah Karpov melengkapi tetralogi Laskar pelangi yang semakin meneguhkan Andrea dalam jajaran penulis yang berkelas. Memang tidak banyak penulis natural yang mampu menggabungkan sastra, sains, budaya menjadi suatu kesatuan yang bukan hanya enak dinikmati pembaca namun memberikan pesan moral dan inspirasi bagi tidak sedikit masyarakat. Sejak booming Laskar pelangi memang nama Andrea Hirata telah masuk dan langsung melejit dalam kancah karya sastra Indonesia. Menyegarkan dari segi piihan kata dan baris kalimatnya yang bertabur metafor menggelitik. Dan tentu saja, satu hal yang menjadi titik sentral kemagisan karya Hirata adalah daya penuturan kisahnya yang luar biasa.

Di tengah berita tidak sedap tentang pernikahannya dengan seorang wanita bernama Roxanne, peluncuran buku Maryamah Karpov yang telah ditunggu jutaan penggemar tetralogi Laskar Pelangi mungkin bisa menjadi penyejuk. Makanya setelah mengunjungi Book fair grup Gramedia di lantai 3 Sri Ratu yang cukup menguras kantong, aku menyempatkan diri cuci mata di Gramedia Lantai 2..ups, ternyata Maryamah Karpov telah terbit! Sempat menimbang apakah beli sekarang atau tidak, pasalnya jatah beli buku bulan ini sudah benar-benar jor-joran. Tapi setelah terlintas pikiran “toh cepat ato lambat bakalan beli, hee..beli sekarang aja!” akhirnya buku Maryamah Karpovpun berhasil kubawa pulang!!

Bila Edensor, buku ketiganya berkisah tentang petualangannya di Eropa, Maryamah Karpov melanjutkan kisah si ikal pulang kembali ke tanah kelahirannya di Belitong. Setelah baru sekali membaca cepat (biasanya nanti trus diulang lagi membaca beneran), apa yang terlintas di pikiranku saat usai membacanya?

Maaf bila kalian tidak setuju! Tapi menurutku banyak bagian dalam buku yang bertebal 504 halaman dan terdiri dari 73 mozaik ini yang harusnya dipangkas. Banyak mozaik (istilah buku ini untuk Bab) yang mungkin terlalu dipaksakan untuk hadir, jadi berkesan banyak hal yang tidak perlu diceritakan. Hal ini berlawanan dengan Edensor yang menurutku terlalu singkat karena seharusnya masih banyak hal yang bisa untuk dikisahkan malah terlewatkan. Entahlah, mungkin banyak pertimbangan dari penerbit dengan karya keempat yang cukup tebal ini.

Antiklimaks! Maaf sekali lagi, itupun tak bisa dihindari terasa dalam alur ceritanya. Si ikal yang pulang kampung dari gemerlap dan menakjubkannya Eropa, kembali ke Belitong dan menganggur sekian lama! Hingga ia harus mendengarkan ceramah Ibunya setiap pagi. Walaupun tetap angkat topi buat Hirata yang sekali lagi mampu menghadirkan sebuah kisah “tidak menyenangkan” dengan gaya bertuturnya yang kadang meneterwakan nasib yang sebenarnya tengah tak berpihak padanya.

Yang mengejutkan, Arai akhirnya menikah dengan Zakiah Nurmala!!! Wow..sama sekali tak terduga! Si Arai yang telah entah berapa kali ditolak mentah-mentah akhirnya mampu meluluhkan si “perempuan bersaraf tegang”itu. Namun kok cerita Arai berhasil memenangkan cinta Zakiah Nurmala begitu sederhananya ya? Nggak seru! (Hush ini kisah nyata, bu...masa harus dipoles bumbu biar seru ehehe).

Si ikal terus mencari Aling, setelah mendapat tanda-tanda keberadaan Aling di pulau batuan, Ikal dibantu sahabat Laskar Pelanginya membuat perahu untuk menyebrangi pulau demi mencari pujaan hatinya itu.

Busyet..cinta Ikal pada Aling ini memang bisa dikategorikan sebagai cinta gila rupanya. Singkat kisah, Ikal dengan berbagai perjuangannya bisa bertemu lagi dengan Aling, namun saat ia meminta ayahnya untuk merestui pernikahan Ikal dan A ling, ternyata lelaki pendiam itu mengatakan TIDAK!!. Pada halaman terakhir saat Ikal dan Aling bertemu, ending cerita dibiarkan menggantung, apakah Ikal akhirnya melarikan Aling?ataukah cinta mereka akan kandas?Nggak ngerti!

Bagaimana dengan keyakinan Ikal dan aling yang berbeda karena Aling adalah gadis Ho Pho? Kenapa Ayah ikal mengatakan TIDAK untuk hubungan mereka?Apakah memang saat ikal bertemu lagi dengan Aling yang dicarinya sampai ke penjuru dunia, ia masih merasakan “pesona si gadis berkuku cantik” itu? Apakah Aling hanya sebuah obsesi yang selalu memenuhi pikiran ikal?Entahlah, tapi karena ini cerita memoar jadi aku tergelitik untuk bertanya..

Kemudian kenapa saat tokoh-tokoh laskar pelangi asli bermunculan di layar TV, tapi mana A ling???

Namun di tengah berbagai pertanyaanku tadi, secara keseluruhan karya Andrea Hirata tetap merupakan karya satra jempolan karya anak bangsa, Salut, Ikal!

Kapan aku bisa seperti engkau???ehehe..

Kamis, 30 Oktober 2008

By The River Piedra I Sat Down and Wept

Judul Buku : By the River Piedra I sat Down and Wept
(Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis)
Penulis : Paulo Coelho
Isi : 222 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama


Hampir semua buku karya Paulo Coelho membuatku geleng-geleng kepala..."kereeen". Tidak banyak buku yang membuatku mengkerutkan kening, berpikir, mengulangi kalimatnya lagi atau pada akhirnya membuatku tersenyum. Dan salah satu alasan mengapa aku begitu jatuh cinta dengan karya Paulo Coelho adalah tulisannya mampu menjawab banyak pertanyaanku tentang esensi hidup. Aku pernah mengalaminya dengan karyanya yang terkenal, The Alkemist, dan begitupun dengan karya-karyanya yang lain. Dan juga dengan buku ini dimana tulisannya mengalir penuh kedalaman. Seperti juga sentuhannya dalam menciptakan tokoh Pilar, seorang wanita yang lahir di sebuah kota kecil di padang Soria. Pada mulanya ia seorang wanita yang selalu takut untuk mengambil resiko, ia memilih kehidupan yang mudah, aman, menghadapi kehidupan yang telah diperkirakan sebelumnya. Tapi kemudian pertemuannya kembali dengan teman yang merupakan cinta masa kecilnya saat ia menghadiri khotbah lelaki itu di Madrid, hidupnya berubah.
" Kau harus mengambil resiko. Kita hanya dapat memahami keajaiban hidup sepenuhnya jika kita mengizinkan hal-hal yang tak terduga untuk terjadi"
Aku tersadar, sering kita menutup pintu hingga tidak mengizinkan hal-hal yang tidak terduga untuk terjadi. Kadang rasa aman itu membahayakan karena ia terkadang membawa kita menjadi defensif dan pengecut.
"Kebahagiaan terkadang adalah berkat, namun lebih sering berupa penaklukan. Saat magis membantu kita berubah dan mengantar kita mencari mimpi-mimpi kita. Benar,kita akan menderita, kita akan menghadapi masa-masa sulit, dan kita akan mengalami banyak kekecewaan. Namun semua ini hanya sementara, tidak akan meninggalkan bekas yang kekal. Dan suatu hari kita menoleh, dan memandang perjalanan yang telah kita tempuh itu dengan penuh kebanggaan dan keyakinan. Betapa malangnya orang yang takut mengambil resiko. Mungkin orang ini takkan pernah kecewa, mungkin ia takkan menderita layaknya orang yang mengejar impiannya. Namun ketika orang ini menoleh ke belakang. Ia akan mendengar hatinya berkata " Apa yang kau lakukan dengan semua mujizat yang Tuhan berikan dalam hidupmu?"
Ahh...aku mengangguk setuju. Benar-benar mengacungkan jempol dengan apa yang disampaikan oleh buku ini.
Pilar pada akhirnya mengambil resiko, melakukan perjalanan bersama cinta masa kecilnya ke suatu daerah di Prancis. Dalam perjalanan itu, Pilar melakukan pertarungan dengan hatinya. Kembali ke Zaragoza tempat kehidupan yang lebih mudah menunggunya, atau mengambil resiko melanjutkan perjalanan menjelajahi daerah-daerah yang belum pernah ia tahu, bertemu dengan orang-orang yang belum pernah ia kenal, merasakan sebuah kehidupan yang spontan.
Perjalanan itu membawanya ke suatu pembelajaran yang dalam. Ia belajar untuk menyingkirkan "Yang Lain" dalam hidupnya. "Yang Lain" adalah bagian diri yang mengatakan siapa kau seharusnya, tapi bukan siapa engkau sesungguhnya.
Setiap manusia mempunyai "Yang Lain" dalam dirinya. Pernahkah kau bertanya apakah ia berkuasa dalam dirimu atau telah mengalahkannya dan membiarkannya hanya mengawasi kita di sudut?
Perjalanan itu pula yang membuat Pilar kembali percaya akan cinta, kembali percaya pada TuhanNya. Seperti halnya buku-buku Paulo Coelho yang lain, tetap sarat akan aroma spiritual religius sehingga kadang aku harus memilah bila ia mulai bertutur tentang Bunda Ilahi atau sisi feminisme Tuhan.
Namun ada baris yang membuatku tersenyum, sebagai penganut pluralisme ia berkata:

" Penganut Budhha benar, penganut Hindu benar, Penganut muslim juga benar. Setiap kai seseorang mengikuti jalan menuju iman, ia akan bersatu dengan Tuhan. Tuhan itu sama, meskipun ia memiliki ribuan nama, tergantung kita memilihkan nama untuk diriNya".

Tulisan yang penuh kedalaman dari Paulo Coelho selalu membuatku angkat topi. Ia mampu mengajak pembaca menyelami diri sendiri, mengajukan pertanyaan-pertanyaan esensi yang sering dilupakan manusia sehingga manusia sering tidak mampu melihat keajaiban yang terjadi setiap hari. Kisah yang dibawakannya selalu sederhana, tanpa kisah yang dibuat terlalu rumit dan berbelit. Tapi sederhana, dalam,dan sarat makna, begitulah ciri khas tulisan Paulo Coelho menurutku. Tulisannya yang sederhana itu terasa jauh lebih bermakna daripada membaca kisah yang penuh romantika, mencipta alur dan adegan yang terkadang tidak perlu dan aku hanya menemukan akhir yang penuh dengan kekosongan. Aku terpikat dengan kepiawaiannya dalam bertutur dan membungkusnya dalam suatu cerita yang menyentil-nyentil esensi kita sebagai manusia. Mungkin karena aku banyak membaca karya-karyanya hingga seorang sahabat berkomentar.
" erggghh...makin hari kau semakin seperti filusuf saja" hehe..aku hanya mencoba untuk hidup dengan esensi, bukan menjalani hidup yang mengalir dengan kekosongan.
Bukankah manusia harus terus belajar dan melangkah?
take a risk..take a chance..Make a change..
And break away!!!
hehe..yup..lagunya Kelly Clarkson!!

Selasa, 12 Agustus 2008

Review Buku : Ciao Italia


Review Buku

Judul Buku : Ciao Italia

Penulis : Gama Harjono

Penerbit : Gagas Media

Tebal : 285 halaman


Sejuta Pesona Negeri Pizza

Banyak orang yang mengenal Italia hanya dari beberapa sisi saja, pikiran mereka langsung menyebut misalnya Pizza, spaghetti atau sepakbola bila ditanya tentang Italia. Hmm..wajar saja, mengingat Italia begitu popular dan identik dengan hal-hal tersebut. Namun, tentu saja, Italia menyimpan pesona lain yang mampu membuat setiap orang jatuh cinta. Gama Harjono melalui buku “Ciao Italia”nya mencoba menyajikan kisah petualangannya selama satu tahun menjadi residen di Italia dengan menghadirkan wajah Italia dari berbagai sisi. Dalam buku ini, ia dengan bahasanya yang enak dibaca, sederhana dan diselipi pengetahuan dan fakta sejarah membawa pembacanya untuk menyelami petualangannya selama tinggal di Italia. Bagaimana awal adaptasinya dengan kehidupan Itali yang kadang membuat pembaca terkekeh, manggut-manggut atau terbelalak dengan kejutan-kejutan yang dituangkan dalam paragraf-paragrafnya. Kemudian cerita tentang kuliahnya di Universita’ per stranieri di perugia dan kisah kehidupan seorang residen di negri asing yang pasti dibumbui dengan banyak hal yang menarik misal pengalamannya berbagi apartemen dengan stranieri ataupun gli italiani, menjamin sebuah cerita yang bakal menyita perhatian kita. Pengalamannya bergaul dengan berbagai karakter manusia dari berbagai bangsa, dengan sesekali menyelipkan opini pribadinya tentu menarik untuk disimak sehingga pembaca mendapat gambaran jelas tentang bagaimana rasanya menjadi orang asing di negeri nun jauh bernama Italia dengan segala haru biru kisahnya.

Hal yang tidak bisa dilewatkan dari buku ini, tentu saja saat Gama membawa kita berjalan-jalan berkeling Italia, mulai dari kota-kota besar seperti Roma, Firenze, Venezia, Milan sampai pengalamannya menyusuri desa-desa tradisional Itali. Petualangannya dalam menyelami kehidupan sebuah tempat kadang ia lakukan dengan berjalan kaki sambil merasakan denyut nadi kehidupan kota tersebut, mencicipi cita rasa masakan lokal ataupun mengunjungi berbagai festival tradisionalnya. Jangan heran bila menemukan banyak istilah-istilah tentang berbagai jenis kopi (hmm..beneran, bagi pecandu kopi..Italia adalah surganya), pizza ataupun jenis masakan khas lain yang nampaknya mengundang air liur untuk dicicipi. Kemudian, pengalamannya berbenturan dengan berbagai budaya serta kisahnya mengikuti pesta-pesta pelajar di sana menarik untuk di simak, dan juga ulasan tentang sepakbola di Italia, walaupun tampaknya Gama tidak terlalu tertarik dengan permainan paling populer di dunia ini, hingga ia menyebut pelatih Italia saat merebut piala Dunia 2006 dengan Pippo?heh..nggak salah? Sepertinya Marcello Lippi telah berganti nama.

Gama juga menyisipkan sejarah dan budaya dari tempat yang dikunjunginya sehingga buku ini merupakan cerita yang lumayan berbobot. Istilahnya, kita belajar sejarah dengan cara yang menyenangkan! Mengunjungi suatu tempat, bukanlah hanya mengagumi keindahannya, namun juga berusaha menyelami sejarah, peradaban serta budayanya. Itulah jawaban dari petualangan dalam sebuah usaha percarian sebuah pembelajaran hidup.

Hmm..jujur saja, setelah membaca buku ini, aku yang hanya tiga bulan mencelupkan kehidupan di Perugia, Italia merasa masih banyak tempat-tempat yang belum kukunjungi karena sepertinya setiap sudut Italia menawarkan pesonanya yang siap merebut hati siapa saja.

Saat pertama kali selesai membaca buku ini, hatiku langsung memilih bagian terakhir sebagai bagian dari buku ini yang paling berkesan. “all good things must come to an end, begitu label yang dikemukakan Gama. Ah, masa siy?awalnya agak ragu, karena di bagian lain menyuguhkan berbagai cerita pertualangan di berbagai kota-kota Italia yang begitu menarik. Namun setelah empat kali membacanya, hmm..ternyata hatiku tetap memilih bagian terakhir sebagai bagian yang paling menyentuh hati. Tentu saja bukan hanya karena setting critanya yang begitu mirip dengan pengalamanku saat akan meninggalkan Perugia akhir bulan Juni lalu. Gundah gulana dan sejuta perasaan yang bercampuk aduk saat harus meninggalkan Perugia dan Italia yang telah membekaskan berbagai kisah dalam hidup. Bagian terakhir itu menurutku merupakan intisari dari makna sebuah petualangan. Gama menuangkan perasaannya yang paling mendalam dengan begitu menyentuh hingga mampu menutup cerita petualangannya selama satu tahun di Italia dengan begitu apik. Menurutku, petualangan bukan hanya mengunjungi tempat-tempat indah dan menarik, tapi setelah ia menyelami kehidupan dan menemukan persahabatan di Italia, hatinya terpaut dengan begitu kuat. Hal inilah yang kadang terlupakan oleh para turis yang hanya mendatangi tempat wisata hanya untuk sekedar berfoto dan kemudian memamerkan pada kolega dan sahabat tempat-tempat yang mereka kunjungi. Sebuah petualangan memberikanmu jauh lebih banyak dan dalam dari itu. Tempat yang ada di hatimu bukanlah tempat yang paling indah atau menarik yang pernah engkau kunjungi, tapi tempat yang ada di hatimu adalah tempat yang selalu menghubungkanmu dengan sebuah tali tak terlihat, yang selalu menarikmu untuk kembali suatu saat. Gama menyiratkan betapa ia telah jatuh cinta dengan segala pesona Italia yang telah dicecapinya, dan hal ini tentu saja membawa pembaca untuk ikut merasakan getaran yang sama. ***

Diikutkan dalam sayembara menulis review buku "ciao Italia"terbitan gagas media
Nama : Siwi Pramatama Mars Wijayanti
Jl.Tawangsa 30 RT 01/RW IDesa kedungweru Kec Ayah.Kab. Kebumen. Jawa tengah