Kamis, 17 Desember 2015

Racauan Musim Dingin

Suasana Pasar Malam di George Square--Foto Koleksi Pribadi



Hawa dingin menyelusup, suasana masih gelap kala tirai jendela di samping kamar tidur ku sibakkan. Sudah jam 8 pagi, sementara waktu subuh masih sampai pukul 8.30. Bisa kau bayangkan waktu subuh baru berakhir pukul 8.30 pagi? Kabut tipis menutupi pemandangan di luar jendela. Nampak satu dua lampu-lampu kamar di gedung seberang yang menyala. Musim dingin memeluki Glasgow dengan eratnya. Ah, musim demi musim berganti. Mungkin saja ini musim dingin terakhir yang bisa saya rasai di Glasgow. Sepertinya saya masih ingin merayu Tuhan untuk memberikanku kesempatan  untuk merasai kembali berbagai musim di tahun tahun berikutnya. 

            “ Aku nggak yakin bisa nggak ya ke luar negeri lagi, buat conference atau training apa gitu? Soalnya kayaknya universitasku di Indonesia nggak mensupport biaya-biaya untuk aktivitas seperti itu,” kata sahabat saya, yang dosen juga di Indonesia.
            “ Bisa lah.” Jawabku mantap. Walaupun memang kenyataannya begitu kembali ke Indonesia, tentu saja fasilitas fasilitas yang biasanya kami dapatkan akan hilang atau berkurang. Selama S3 di sini, saya tinggal email ke supervisor-yang biasanya tinggal bilang oke-oke saja- kalau saya mau konferensi dimanapun, asal abstract saya diterima. Masalah biaya tidak pernah jadi persoalan, saya cukup mengisi form dan beliau tanda tangan. Mulai dari tiket, akomodasi dijamin dibayari full. Tentu saja, sekarang saya harus berpikir beberapa kali untuk pergi-pergi ke luar negeri untuk konferensi dan semacamnya, yang bayarin siapa ? ehehe. Universitas saya di Indonesia memang memberikan bantuan biaya untuk konferensi international namun banyak syaratnya dan juga belum tentu dibiaya semuanya. 

Namun begitu, saya yakin pasti ada berbagai macam jalan dan cara untuk bisa ke luar negeri lagi. Iyah, kadang-kadang saya ini terlalu yakin. Nggak ada salahnya juga kan? Ehehe. Siapa tau bisa apply funding lain? Siapa tau dibayari lembaga apa lah..itulah..

Ah, perasaan saya kadang kadang berada di antara bersiap siap kembali di tanah air, dan juga bersiap meninggalkan Glasgow. Ataupun kadang, saya hanya ingin menikmati saja saat ini, apa yang ada dijalani dan disyukuri. Ada berbagai macam kecemasan-kecemasan untuk kembali ke tanah air. Ada pula banyak rencana-rencana yang berderet di kepala sekembalinya saya ke tanah air. Begitu pula banyak kehilangan kehilangan serta perasaan yang entah namanya apa menjelang waktu-waktu terakhir saya berada di Glasgow. Kota ini sudah terasa seperti rumah. Tentu saja berat meninggalkan Glasgow, tapi hidup harus terus berjalan dan berjalan. Pada akhirnya, saya hanya ingin menikmati apa yang masih ada. Minggu depan rencananya saya akan ke Belanda, liburan sekaligus menemui sahabat baik saya, Nuning-yang dulu pernah kami sama-sama bermimpi untuk bertemu di dunia biru. Kali ini, saya ingin mewujudkan pertemuan itu. Saya insyaAllah akan ke Belanda sekitar satu minggu dan jalan-jalan di beberapa kota di sana. Agak deg-degan sih, hihi karena saya nggak pakai visa ke sana. Menurut peraturan untuk pemegang paspor biru, nggak perlu visa kesana. Namun tetep berasa deg-degan juga, semoga lancar-lancar di imigrasi. Sebenarnya pengen juga sih eurotrip, yang sampai saya mau pulang pun belum kesampaian ehehe. Tapi sekarang ini kantong sudah cekak, semoga suatu saat ada rejeki untuk bisa eurotrip. Yang penting yakin dulu #halaaah ehehe..

Begitulah, nikmati saja apa yang ada. Syukuri apapun yang menghampiri. Hadapi apapun yang harus dihadapi. Saya tidak bilang itu mudah, sepertinya itu semua pelajaran-pelajaran yang akan terus dipelajari sepanjang usia.
            “ Kamu apa kabarnya? Any update?” tanya sahabat saya di Indonesia.
            “ Biasa aja, sedang menikmati apa yang ada,” jawab saya.
         “ Wuih bagaimana bisa? Tips dong,” begitu tanya dia. Kami masing masing tahu sedang berada dalam keadaan yang sulit, kadang sering kali berdiskusi tentang hidup. Tapi kami masing-masing tidak tahu apa keadaan yang sedang dihadapi masing-masing. Sorry, aku nggak bisa cerita. Kami masing-masing punya hak apa hal hal yang mau dishare-dan apa apa yang nggak bisa, di situlah saya merasa sangat appreciate dengan sikapnya. 

            “ Tips apaan yak, kayaknya udah capek deh protes-protes eheh..ya udah, akhirnya menikmati saja yang ada. Syukuri apapun, not comparing to others. Yah, kayak gitu-gitulah standar. Aku tahu kamupun udah tau itu kan.” Begitu jawab saya. Dan memang begitu, kebanyakan kita tahu apa yang seharusnya dilakukan, tapi memang praktik tak semudah apa yang terkatakan. Cukup janganlah terhenti untuk terus berjalan.

Begitulah musim dingin kali ini. Di Glasgow, suasana menjelang natal masih semeriah tahun tahun yang lalu. Seperti biasa, George Square sudah penuh dengan hiasan lampu-lampu yang semarak. Ada pasar malam yang digelar selama sebulan. Komidi putar, area ice skating, serta aneka permainan khas pasar malam tersedia untuk merayakan libur dan suasana natal. Christmas market juga seperti biasa sudah berjajar di kawasan St. Enoch. Setiap kota berhias diri secantik cantiknya di Bulan Desember. Di sini, menyambut natal seperti suasana menyambut lebaran di Indonesia. Meriah, semarak, dan penuh dengan rona-rona kegembiraan.

Semoga begitulah hidup, senantiasa diisi dengan kemeriahan kebersyukuran akan hidup, dan rona kegembiraan atas banyaknya kasih dan anugerahNya.



Salam hangat dari musim dinginnya Glasgow,
17 Dec 2015
 
 

Di Balik Lensa Kameramu







Kau tahu kenapa aku selalu tersenyum di balik lensa kameramu itu?

Karena aku ingin kau merekamku dalam waktu sepersekian detik itu,

Dalam keadaan yang paling bahagia